Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ISLAM DAN KEBUDAYAAN INDONESIA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
”Pendekatan dan Metodologi Studi Islam”
Yang diampu oleh Salis Irfan Fuadi,M.Pd.I

Disusun Oleh :

Eli Khusniyati (2021010361)


Khusnurrijal (2021010366)
Kisty Lailatul Fajriyah (2021010367)
Latifah Hidayanti (2021010368)

KELAS PAI B
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNSIQ WONOSOBO 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,berkat limpahan dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna menunjang salah satu
tugas terstruktur mata kuliah “ metodologi islam”.Shalawat serta salam tak lupa
juga kami curahkan kepada nabi muhammad saw,beserta keluarganya,para
sahabatnya dan seluruh umatnya,atas dukungan moral dan materi yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini,maka penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada bapak Salis Irfan Fuadi,M.Pd. selaku dosen mata kuliah metodologi islam
yang memberikan bimbingan, saran,ide,dan kesempatan untuk membuat
makalah .semoga makalah ini dapat menjadikan wawasan yang lebih luas dan
memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa/universitas sains al qur’an wonosobo kami menyadari makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan .Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca demi perbaikan pembuatan makalah dimasa yang akan
datang.Terimakasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1

1. Latar belakang..............................................................................1

2. Rumusan Masalah........................................................................3

3. Tujuan............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................4

A. Pengertian Islam............................................................................4

B. Pengertian Kebudayaan..............................................................5

C. Kedatangan Islam di Indonesia..................................................5

D. Hubungan Antara Islam dan Kebudayaan................................8

E. Islam dan Kebudayaan Indonesia................................................11

F. Islam dan Budaya Jawa...............................................................12

G. Islam dan Budaya lain di Nusantara...........................................14

BAB III PENUTUP...................................................................................17

A. Kesimpulan...............................................................................17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................18

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar penduduknya


beragama Islam. Perkembangan Islaam di Indonesia mengalami proses yang
berkaitan dengan berbagai sektor kehidupan lainnya yang sangat keompleks.
Termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi dan budaya kehidupan
masyarakat Indonesiayang tekah ada dan berhasil menembus ke dalamnya.
Namun, tidak berarti bahwa tradisi dan budaya yang sudah ada tersebut hilang
karena hal tersebut. Dalam proses tersebut agama Islam terus berusaha
menyesuaikan diri dengan tanpa mengurangi inti dari ajaran agama Islam itu
sendiri.
Agama tidak hanya dapat dilihat sebagai ”hasil” kebudayaan. Pada agama-
agama tertentu peranan kuat juga dimainkan oleh Yang Transenden, baik
langsung maupun tidak langsung. Lagi pula sesudah agama berperan dalam
kehidupan manusia, tak terhindarkan pengaruh norma-norma agama yang
diterima sebagai yang baku. Agama ikut membentuk, secara positif ataupun
negatif, apa yang difahami, dirumuskan dan dilakukan manusia dalam
menjalani kehidupan ini.
Agama sebagai sistem nilai tentunya akan mengalami proses akulturasi,
kolaborasi bahkan sinkretisasi terhadap kemajemukan budaya sebagai hasil
tindakan manusia, atau kemajemukan budaya yang masih berada pada ranah
pemikiran maupun sikap manusia.1 Islam sebagai agama, tidak hanya mengenal
tradisi atau normativitas tapi ia juga mempunyai manivestasi keragaman dalam
kehidupan yang sangat plural. Oleh karena itu, meskipun muslim di Indonesia
mengakui sumber universal yang sama yaitu Al-Qur’an

1
Roibin, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer (Malang: UIN Malang Press, 2009), h.
vi.

2
3

dan As-Sunnah, tapi interpretasi atas ajaran dan praktek-praktek keagamaan


sangat beragam.2
Proses penyebaran agama Islam di pulau Jawa sangat erat kaitannya
dengan kegiatan dakwah Islamiyyah yang dilakukan oleh ulama dan pedagang
dari Timur Tengah. Kedatangan mereka membawa sejarah baru yang hampir
mengubah wajah Jawa secara keseluruhan.3 Ketika Islam masuk ke pulau Jawa,
masyarakat telah menganut beberapa kepercayaan nenek moyang seperti
Animisme dan Dinamisme serta ajaran yang masih sangat kental dengan corak
Hindu dan Budha.4 Oleh karena itu, Islam tidak secara langsung dapat diterima
di tengah-tengah masyarakat. Islam mulai diterima oleh masyarakat Jawa,
karena mereka menemukan beberapa kesamaan ajaran yang dibawa oleh para
wali pada saat itu dengan kebudayaan di Jawa, diantaranya kesamaan
pandangan tentang hakikat kehidupan. Islam sebagai sebuah doktrin diterima
dan dipahami oleh masyarakat dengan bantuan budaya lokal. Sehingga tampak
jelas peran penting kearifan budaya lokal dalam proses Islamisasi di pulau
Jawa.5
Salah satu ciri utama kebudayaan Jawa adalah kelenturan dalam proses
dialog dengan seluruh kebudayaan yang datang dari luar dirinya. Dalam setiap
proses dialog, kebudayaan Jawa senantiasa dapat menemukan kembali jati
dirinya. Yang terjadi adalah akulturasi dan pergumulan, yang kemudian
menghasilkan sosok budaya baru. Proses dialog inilah yang disebut dengan
transformasi perubahan bentuk dan watak masyarakat.6
Pembicaraan tentang Islam dalam diskusi kebudayaan selalu menjadi
sesuatu yang menarik. Namun sperti diketahui bahwa dalam perspektif Islam,

2
Zakiyudiddin Baidhawy, Islam dan Budaya Lokal, dalam Profetika (Jurnal Study Islam, vol.2, juli
2002. PMSI UMS)

3
Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen (Yogyakarta: EULE BOOK, 2009), h. 130

4
Purwadi, Petungan Jawa: Menentukan Hari Baik dalam Kalender Jawa (Yogyakarta: Pinus Book
Publisher, 2009), h. 9.

5
Budiono Hadisutrisno, Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa (Yogyakarta: Grha
Pustaka, 2010), h. 177.

6
Bahtiar Efendi, “Masyarakat Agama Dan Tantangan Globalisasi; Mempertimbangkan Konsep
Deprivatisasi Agama” dalam Jurnal ‘Ulumul Qur’an no 3/VII.1997, h. 43.
4

agama mengajarkan kepada manusia dua pola hubungan yaitu hubungan secara
vertikal yakni dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Islam dan kebudayaan ?


2. Bagaimana proses kedatangan Islam di Indonesia ?
3. Bagaimana hubungan antara Islam dan kebudayaan Indonesia ?
4. Bagaimana hubungan antara Islam dan budaya Jawa ?
5. Bagaimana hubungan antara Islam dan budaya lain di Nusantara?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Islam dan kebudayaan.


2. Untuk mengetahui proses kedatangan Islam di Indonesia.
3. Untuk mengetahui hubungan antara Islam dan kebudayaan Indonesia.
4. Untuk mengetahui hubungan antara Islam dan budaya Jawa.
5. Untuk mengetahui hubungan antara Islam dan budaya lain di Nusantara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Islam

Istilah Islam merupakan kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan,


keta’atan, kepatuhan (kepada kehendak Allah). Istilah Islam berasal dari kata
aslama-yuslimu-islaaman artinya patuh atau menerima dan memeluk Islam;
kata dasarnya adalah salima yang berarti selamat dan sejahtera.7 Islam berarti
kepasrahan atau ketundukan secara total kepada Allah SWT. Orang yang
beragama Islam berarti ia pasrah dan tunduk patuh terhadap ajaran-ajaran
Islam. Seorang muslim berarti juga harus mampu menyelamatkan diri sendiri,
juga menyelamatkan orang lain. Tidak cukup selamat tetapi juga
menyelamatkan.
Secara istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW untuk umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Islam datang ke bumi untuk membangun manusia dalam kedamaian dengan
sikap kepasrahan total kepada Allah SWT, sehingga seorang yang beragama
Islam akan mengutamakan kedaiaman pada diri sendiri maupun pada orang
lain. Juga keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.Inti ajarannya
(rukun Islam) adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan pergi haji bila mampukata Islam
dekat dengan arti agama begitu juga hubungan agama dan kebudayaan dalah
dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat di pisahkan. Agama
bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.
Islam ibarat istana yang sempurna; berfondasi aqidah dan bertiang ibadah
yang ikhlas. Keduanya berfungsi membentuk perilaku dan akhlak yang mulia.
Islam mempunyai konsep keseimbangan antara kepentingan duniawi dan

7
A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), cet. XIV, h. 654.

5
6

ukhrawi, sehingga syari’at dan undang-undangnya berfungsi menguatkan dan


menjaga bangunan Islam demi kemaslahatan dunia dan akhirat.

B. Definisi Kebudayaan

Secara bahasa kebudayaan merupakan sebuah kata yang berasal dari kata
dasar budaya yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Didalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa:8 “budaya” adalah pikiran dan
akal budi. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti
akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta
manusia. Sedangkan menurut bahasa Inggris budaya dikenal dengan kata
culture yang berasal dari bahasa latin yaitu colere yang memiliki arti yaitu
mengolah atau mengerjakan. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua
hasil karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat. Oleh karena itu,
kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat .
Secara istilah ada beberapa definisi, seperti menurut Edward Burnett
Tylor dalam karyanya berjudul Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah
kopleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat
istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia
sebagai anggota suatu masyarakat. Menurut, Hebding dan Glick (1992)
bahwa kebudayaan dapat dilihat secara material dan non-material. Sedangkan
Koentjaraningrat, (1974: 19) definisi kebudayaaan adalah sebuah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

C. Kedatangan Islam di Indonesia

Sampai saat ini waktu kedatangan Islam di Indonesia belum diketahui


secara pasti, dan memang sulit untuk mengetahui kapan suatu kepercayaan
mulai diterima oleh suatu komunitas tertentu. Disamping itu wilayah
Nusantara yang luas, dengan banyak daerah perdagangan yang
8
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), cet. VIII,
h. 157.
7

memungkinkan terjadinya kontak dengan orang asing, mengakibatkan suatu


daerah mungkin lebih awal menerima pengaruh Islam dari pada daerah lain.
Sejarah masuknya Islam di Indonesia mempunyai beberapa versi,
diantara lain adalah teori dari Gujarat dan dari orang Arab yang singgah
dalam pelayarannya. Berkenaan dengan teori Arab ini, di Indonesia sudah
beberapa kali diadakan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia.
Seminar di Medan tahun 1963 dan seminar di Aceh tahun 1978, kedua
seminar itu menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad
pertama Hijriyah dan langsung dari Arab.9
Beberapa ahli menyebutkan bahwa berdasarkan berita Cina dari dinasti
Tang, Islam sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia pada
abad VII-VIII M. Berita tersebut menceritakan bahwa orang Ta-shih
mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling yang dipimpin
Ratu Si-mo, karena pemerintahan di Ho-ling sangat kuat. Meskipun hal itu
tidak dapat diartikan bahwa orang Islam belum menjejakkan kakinya di bumi
Indonesia. Namun, paling tidak mungkin belum terbentuk komunitas Muslim
yang cukup signifikan.
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa pada akhir abad XI M di Indonesia,
khususnya di Jawa. Leran, di dekat kota Gresik (Jawa Timur). Pada batu
nisan itu tertulis nama: Fatimah binti Maimun bin Hibatallah, dan disebutkan
bahwa ia meninggal pada tahun 475 H. bersamaan dengan tahun 1082 M.

1. Teori Tentang Masuknya Islam Ke Nusantara

Proses masuknya agama Islam ke nusantara tidak berlangsung


secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi,
lambatlaun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teori-teori
tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
a. Teori Mekah, mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini
berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M.
Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim
9
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.
11.
8

Amrullah atau HAMKA. Dalam hal ini, teori HAMKA


merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka
penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori
Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan
bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah
melakukan Islamisasi awal di Indonesia.10
b. Teori Gujarat, mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13
M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan
Laut Arab. Tokoh yang mensosialisasikan teori ini kebanyakan
adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang
mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab
bermazhab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak
awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan
Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk
Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. Teori
Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912)
yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik
Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M
di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam
Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa
Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat
di Kambay, Gujarat. 11
c. Teori Persia, mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran).

10
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam Di Indonesia
(Bandung: Penerbit Mizan, 1996), h. 81-82.

11
Syed Nagib Alatas, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-
Indonesian Archipelago (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969), h. 11.
9

Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan


asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih
menitik beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi
yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram
atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein
bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat.12
d. Teori Cina, bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
(khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang
Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh
sebelum Islam dikenal di Indonesia. Arus Cina-Islam-Jawa
menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di
daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian
selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Menurut
sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama
di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan
keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina
bagian selatan. Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua
yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas
Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa.13

D. Hubungan Antara Islam dan Kebudayaan

Agama dan kebudayaan merupakan suatu bidang yang dapat dibedakan.


Agama memiliki nilai yang mutlak, tidak akan berubah karena waktu dan
tempat. Sedangkan kebudayaan, meskipun berdasarkan atas agama,
kebudayaan tetap dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat yang
satu ke tempat lainnya. Oleh sebab itu dapat disimpulkan, bahwa agama
merupakan kebutuhan primer dan disisi lain kebudayaan merupakan

12
GWJ Drewes, New Light on the Coming of Islam in Indonesia, compiled by Ahmad Ibrahim, Sharon
Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam in Southeast Asia, (Singapore: Institue of Southeast Asia
Studies, 1985), h. 7-19.

13
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 8.
10

kebutuhan sekunder. Budaya dapat kita katakan sebagai ekspresi hidup


keagamaan. Maka dari itu, tinggi rendahnya ekspresi keberagaman seseorang
dapat dilihat melalui tingkatan ekspresi kebudayaan.
Islam dan kebudayaan saling memengaruhi satu sama lain. Hal ini dapat
terjadi karena dalam keduanya terdapat unsur nilai dan simbol. Disini agama
Islam merupakan simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan.
Didalam kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia
dapat hidup di dalamnya. Dalam keagamaan, agama membutuhkan simbol,
dengan kata lain agama membutuhkan kebudayaan agama. Dalam hal ini
menunjukkan hubungan antara keduanya yaitu agama Islam dan kebudayaan
yang sangat erat. Akan tetapi dalam keduanya memiliki perbedaan yang perlu
untuk diperhatikan. Agama Islam adalah sesuatu yang final atau akhir,
universal, abadi, dan tidak dapat berubah atau absolut. Sedangkan
kebudayaan bersifat particular, relative, dan temporer. Agama tanpa
kebudayaan dapat berdiri sendiri sebagai agama pribadi. Akan tetapi, apabila
agama tidak dibarengi oleh kebudayaan maka agama akan sulit mendapat
tempat ditengah masyarakat.
Antara agama dan kebudayaan terdapat interaksi, hal ini dapat terjadi
melalui beberapa hal. Pertama, agama mempengaruhi kebudayaan dalam
bentuknya. Kedua, adalah kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama.
Ketiga, adalah kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol
agama.
Para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam
memandang hubungan antara agama dan kebudayaan.
1. Kelompok pertama menganggap bahwa agama merupakan sumber
kebudayaan atau dengan kata lain kebudayaan merupakan bentuk
nyata dari agama itu sendiri. Pendapat tersebut diwakili oleh Hegel.
2. Pendapat kedua yang diwakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap
bahwa kebudayaan tidak ada hubungan nya sama sekali dengan
agama.
3. Kelompok ketiga menganggap bahwa kebudayaan merupakan bagian
dari agama itu sendiri.
11

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, Islam juga mendorong manusia


untuk berbudaya. Tetapi seperti yang sudah kita ketahui, sebelum islam
datang sudah ada kebudayaan yang telah berkembang. Tentunya kebudayaan
tersebut ada yang mengandung kebaikan dan ada yang mengandung
keburukan atau kebatilan.
Adat istiadat dan tradisi ada kalanya yang dapat mewujudkan kebaikan
bagi umat manusia pada salah satu sisi kehidupan manusia, yang tidak ada
nash agamanya, kecuali pengarahan terhadap tujuan yang umum. Ketika
itulah peran akal melakukan ijtihat untuk mencari kehendak ilahi, dalam
segala hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Mungkin bisa
dikatakan bahwa adat istiadat atau kebudayaan ataupun tradisi yang
kebaikannya nampak (mengandung kebaikan) adalah kehendak Ilahi. ia dapat
dianggap sebagai hukum agama yang disandingkan dengan tatanan agama
secara menyeluruh, meliputi berbagai bidang kehidupan. Pada saat itulah
kenyataan hidup berperan dalam memahami agama berdasarkan tradisi yang
baik. Ia dianggap sebagai bagian agama ketika tidak ada nash yang berkaitan
dengannya, dan ketika tidak bertentangan dengan nash yang ada.
Islam dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang
lain. Ajaran Islam memberikan aturan-aturan yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT, sedangkan kebudayaan adalah realitas keberagamaan umat Islam
tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa wujud nyata dari pengamalan
ajaran agama islam itu mampu dilihat dari kebudayaan dan kehidupan nyata
para pemeluk agama Islam tersebut.
Kebudayaan dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat
pada tataran agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di
masyarakat. Pengamalan agama yang terdapat di masyarakat tersebut adalah
hasil penalaran para penganut agama dari sumber agama yaitu wahyu. Salah
satu contohnya yaitu ketika kita membaca kitab fiqih, kitab fiqih tersebut
merupakan pelaksanaan dari nash Al-Qur’an maupun hadist yang melibatkan
penalaran dan kemampuan manusia. Pelaksanaan fiqih dalam kehidupan
sehari-hari itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat
tempat agama tersebut berkembang. Dengan pemahaman terhadap
12

kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mangamalkan ajaran agama


tersebut.14
Misalnya dalam kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan
sebagainya. Unsur agama ikut berinteraksi dalam kebudayaan tersebut.
Pakaian model jilbab, kebaya dapat dijumpai dalam pengamalan agama.
Sebaliknya tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat
sosoknya secara jelas.

E. Islam dan Kebudayaan Indonesia

Islam sejak kehadirannya dimuka bumi ini, telah memainkan peranannya


sebagai salah satu agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini,
tentunya membawa Islam sbagai bentuk ajaran agama yang mampu
mengayomi keberagaman umat manusia dimuka bumi ini. Islam sebagai
agama universal sangat menghargai akan ada budaya yang ada pada suatu
masyarakat, sehingga kehadiran Islam ditengah-tengah masyarakat tidak
bertentangan, melainkan Islam dekat dengan kehidupan masyarakat, disinilah
sebenarnya, bagaimana Islam mampu membuktikan dirinya sebagai ajaran
yang flexsibel di dalam memahami kondisi kehidupan suatu masyarakat.
Hal ini pun terjadi di Indonesia, dimana Islam yang ada di Indonesia
merupakan hasil dari proses dakwah yang dilaksanakan secara cultural,
sehingga Islam di Indonesia, mampu berkembang dan menyebar serta banyak
dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia dalam waktu yang cukup singkat.
Karena kehadiran Islam di Indonesia yang pada saat itu budaya lokal sudah
dianut masyarakat Indonesia mampu masuk secara halus tanpa kekerasan, hal
ini berkat dari ajaran Islam yang sangat menghargai akan pluralitas suatu
masyarakat.
Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran Islam dalam
terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam
sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi berbagai kebudayaan daerah
yang sebagian besar masyarakatnya adalah Muslim (Djojonegoro, 1996: 112).
Ajaran agama yang di anut oleh bangsa kita telah memberikan motivasi yang

14
Nata Abdullah, Metodologi Studi Islam (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.49
13

kuat bagi tumbuh dan berkembangnya pergerakan kebangsaan, lancarnya


proklamasi kemerdekaan, gigihnya perjuangan bersenjata mengusir penjajah
dan terarahnya pembangunan nasional.

F. Islam dan Budaya Jawa

Diawal kedatangannya, agama Islam masuk ke Indonesia dengan cara


yang damai. Pun ketika mulai merambah tanah Jawa. Tentang siapa pembawa
ajaran Islam ke tanah Jawa ini, hampir semua sejarawan sepakat menyebut
satu nama, yakni Walisongo. Abad XVII-XVII adalah rentang waktu paling
ekstensif mengenai kapan ajaran Islam menapakkan kakinya di tanah
Jawadwipa.
Ketika Islam masuk ke Jawa, ada dua pendekatan dalam proses
penyebarannya yang akhirnya melahirkan perpaduan nilai dari masing-
masing budaya itu sendiri. Pendekatan pertama disebut Islamisasi kultur
Jawa. Islamisasi kultur Jawa adalah proses pemasukan corak-corak Islam dan
budaya Jawa baik secara formal maupun substansial. Pendekatan yang kedua
disebut Jawanisasi Islam, yaitu pemasukan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam
ajaran-ajaran Islam. Penyebaran dengan jalan damai itulah yang kemudian
menghasilkan sebuah perpaduan yang serasi antara budaya Jawa dan Islam.

1. Hubungan Antara Budaya Jawa dan Islam Dalam Aspek


Kepercayaan

Setiap agama memiliki aspek fundamental yaitu aspek


kepercayaan dan memiliki keyakinan, terutama kepercayaan
terhadap suatu yang sakral, yang suci atau yang gaib. Dalam agama
Islam aspek fundamental terumuskan dalam aqidah atau keimanan
sehingga terdapatlah rukun iman yang harus dipercaya oleh orang
Islam. Kemudian dalam budaya Jawa pra-Islam yang bersumberkan
ajaran hindu terdapat kepercayan adanya pulau dewata, terhadap
kitab-kitab suci. Orang-prang (para resi), roh-roh jahat, lingkaran
penderitaan (samsara), hukum karma, hukum abadi (muksa). Dalam
agama budha terdapat kepercayaan mengenai empat kebenaran abadi
14

(kesunyatan), yakni dukha (penderitaan), samudaya (sebuah


pendritaan), nirodha (pemadam keinginan) dan morga (jalan
kelepasan).
Adapun pada agama primitif sebaga orang Jawa sebelum
kedatangan hindu atau budha terdapat kepercayaan animisme dan
dinamisme. Agama Jawa adalah akumulasi praktik religi masyarakat
jawa. Dalam pandangan Geertz, agama Jawa memiliki tiga variasi
yaitu :
a. Varian Abangan
Struktur sosial desa biasanya diasosiasikan kepada para
petani, pengrajin dan buruh kecil yang penuh dengan tradisi
animisme upacara slametan, kepercayaan terhadap makhluk
halus, tradisi pengobatan, sihir dan menunjukkepada seluruh
tradisi keagamaan abangan.
b. Varian Santri
Mojokuto yang berdiri pada pertengahan akhir abad ke-
19, jamaah muslimnya terkristal dalam latar abangan yang
umum. Sementara mereka yang terdiri dari kelas
pedagang dan banyak petani muncul dari utara Jawa
memunculkan varian santri. Perbedaan yang mencolok antara
abangan dan santri adalah jika abangan tidak acuh terhadap
doktrin dan terpesona pada upacara. Sementara santri lebih
memiliki perhatian terhadap doktrin dan mengalahkan aspek
ritual Islam yang menipis.
c. Varian Priyayi
Dalam kebudayaan Jawa, istilah priyayi atau berdarah
biru merupakansatu kelas sosial yang mengacu kepada
golongan bangsawan. Suatu golongan tertinggi dalam
masyarakat karena memiliki keturunan dari keluarga
kerajaan. Kelompok ini menunjuk pada elemen Hinduisme
lanjutan dari tradisi keraton Hindu-Jawa. Sebagai halnya
keraton, maka priyayi lebih menekankan pada kekuatan
15

sopan santun yang halus, seni tinggi dan mistisme intuitif


danpotensi sosialnya yang memenuhi kebutuhan kolonial
Belanda untuk mengisibirokrasi pemerintahannya.

2. Hubungan Antara Budaya Jawa dan Islam Dalam Aspek Ritual

Ritual atau ritualistik adalah kegiatan yanng meliputi berbagai


bentuk ibadah sebagaimana yang terdapat dalam rukun islam yaitu
syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji. Agama Islam mengajarkan
kepada pemeluknya supaya melakukan kegiatan – kegiatan
ritualistik diatas. Dalam ritual sholat dan puasa, selain terdapatsholat
wajib lima waktu dan puasa wajib dibulan ramadhan, terdapat pula
sholatdan puasa sunnah. Yang intisari dari sholat adalah doa yang
ditunjukkan kepada Allah SWT, sedangkan puasa adalah suatu
bentuk pengendalian nafsu dalam rangka penyucian rohani.
Dalam doa dan puasa mempunyai pengaruh yang sangat luas,
mewarnai berbagai bentuk upacara tradisional orang jawa. Bagi
orang jawa, hidup ini penuh dengan upacara yang berkaitan dengan
lingkaran hidup manusia sejak dari keadaannya dalam perut ibu,
lahir, anak–anak, remaja, dewasa, sampai kematiaannya. Dalam
kepercayaan lama upacara dilakukan dengan mengadakan sesaji atau
semacam korban yang disajikan kepada daya – daya kekuatan gaib
tertentu yang bertujuan supaya kehidupannya senantiasa dalam
keadaan selamat. Setelah Islam datang, secara luwes Islam
memberikan warna baru dalam kepercayaan itu dengan sebutan
kenduren atau selamatan.

G. Islam dan Budaya Lain di Nusantara

Konteks masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) dan dalam


perkembangan selanjutnya telah terjadi interaksi budaya yang saling
memengaruhi. Namun dalam proses interaksi itu, pada dasarnya kebudayaan
setempat masih tetap kuat, sehingga terdapat perpaduan budaya asli (lokal)
16

Indonesia dengan Islam. Perpaduan inilah yang kemudian disebut akulturasi


kebudayaan.
1. Akulturasi Islam dan Budaya Nusantara dalam Acara Adat
Masuknya nilai-nilai Islami dalam acara adat, dapat dilihat dari
praktik ritual dalam budaya populer di Indonesia. Salah satunya
digambarkan oleh Kuntowijoyo dalam Upacara Pangiwahan di Jawa
Barat. Upacara ini dimaksudkan agar manusia dapat menjadi
wiwoho (mulia). Berangkat dari pemahaman ini, masyarakat harus
memuliakan kelahiran, perkawinan, kematian, dan sebagainya.
Semua ritual itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kehidupan
manusia itu bersifat mulia. Konsep mengenai kemuliaan hidup
manusia ini jelas-jelas diwarnai oleh konsep ajaran Islam yang
memandang manusia sebagai makhluk yang mulia.15
2. Akulturasi Islam dan Budaya Nusantara dalam Seni dan
Konstruksi Bangunan
A. Seni
 Kaligrafi menjadi kesenian arab yang menghiasi dinding
mesjid di Indonesia. Bahkan dalam perkembangannya
kaligrafi telah menghiasi dinding rumah dan madrasah.
 Tari Seudati berasal dari Aceh, nama lain tarian ini adalah
tari Saman. Asal kata Seudati adalah Syaidati yang berarti
permainan orang-orang besar, disebut tari Saman karena
mula-mula dimainkan delapan orang dengan lagu tertentu
berupa shalawat.16
B. Konstruksi Bangunan
 Akulturasi dalam konstruksi bangunan dapat dilihat dari
model masjid di Indonesia yang beragam dan mempunyai
bentuk khas. Misalnya masjid Demak, model atau bentuk
bangunannya menyerupai pendopo bujur sangkar. Selain itu
atap masjid berbentuk tumpang dengan jumlah ganjil tiga
15
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 2001), h. 235.

16
Sjamsuddhuha, Corak dan Gerak Hinduisme dan Islam di Jawa Timur (Surabaya: CV. Suman Indah,
2000), h. 33.
17

yang mirip pura tempat peribadatan Hindu sebagai


kepercayaan masyarakat lokal sebelum datangnya Islam. Pola
arsitektur masjid ini tidak dikenal di kawasan dunia muslim
lainnya.17
3. Akulturasi Islam dan Budaya Nusantara dalam Konsepsi Sosial
Akulturasi Islam dan budaya nusantara juga tergambar dalam
konsepsi sosial masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada praktik
muamalah dan masuknya syari’at sebagai falsafah hidup masyarakat.
Sulawesi misalnya, Mattulada mengungkapkan bahwa dalam aspek
Pangadereng (Bugis) atau Pangngadakkang (Makassar), dikenal 5
(lima) unsur pokok yang dikembangkan masyarakat Bugis-Makassar
dalam berinteraksi dan berdinamika, yaitu (1) ade’, (2) bicara, (3)
rapang, (4) wari’, dan (5) sara’.18 Kelima unsur tersebut merupakan
tata nilai pergaulan bagi masyarakat Bugis-Makassar, terutama unsur
pokok kelima yang masuk terakhir, yaitu sara’. Hal ini
menggambarkan dan menandakan masuknya Islam ke dalam tata
kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan.
Berdasarkan lingkup yang lebih luas, syariat telah masuk dalam
regulasi nasional. Ini terbukti dengan dilindunginya pelaksanaan
syariat. Bahkan ada syariat yang diundangkan, seperti zakat dan
nikah.

17
Mark R., Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan (Yogyakarta: LKiS, 2012),
h. 87.

18
Mattulada, Latoa, Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis (Yogyakarta:
Gadjahmada University Press, 1985), h. 344.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan materi yang telah dijelaskan diatas, dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut :
1. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk
umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat, yang
mengharuskan kepasrahan atau ketundukan secara total kepada Allah
SWT.
2. Kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa dan cipta manusia di
masyarakat.
3. Ada beberapa teori yang menjelaskan proses kedatangan Islam di
Indonesia, yaitu Teori Mekah, Teori Gujarat, Teori Persia, dan Teori
Cina
4. Hubungan antara Islam dan kebudayaan Indonesia dinyatakan dengan
terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan
dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi berbagai
kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya.
5. Hubungan antara Islam dan budaya Jawa terbagi kedalam 2 aspek,
yaitu aspek kepercayaan dan aspek ritual.
6. Hubungan antara Islam dan budaya lain di Nusantara, terakulturasikan
dalam 3 aspek, yaitu acara adat, seni dan kontruksi bangunan, serta
konsepsi sosial.

18
DAFTAR PUSTAKA

Roibin. Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer. Malang: UIN


Malang Press, 2009.

Baidhawy, Zakiyudiddin. “Islam dan Budaya Lokal”. Dalam Profetika (Jurnal


Study Islam, vol.2, Juli 2002).

Hadisutrisno, Budiono. Islam Kejawen. Yogyakarta: EULE BOOK, 2009.


Purwadi. Petungan Jawa: Menentukan Hari Baik dalam Kalender Jawa.
Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2009.

Hadisutrisno, Budiono. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa.


Yogyakarta: Graha Pustaka, 2010.

Efendi, Bahtiar. “Masyarakat Agama Dan Tantangan Globalisasi;


Mempertimbangkan Konsep Deprivatisasi Agama”. Dalam Jurnal ‘Ulumul
Qur’an no 3/VII.1997: h. 43.

Munawwir, A. Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.


Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai


Pustaka, 1985.

Daulay, Haidar Putra. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta:


Rineka Cipta, 2009.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam


Di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan, 1996.

Alatas, Syed Nagib. Preliminary Statement on a General Theory of the


Islamization of Malay-Indonesian Archipelago. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 1969.

Drewes, GWJ. New Light on the Coming of Islam in Indonesia. Singapore:


Institue of Southeast Asia Studies, 1985.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 2005.

Abdullah, Nata, Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


2004.

Kuntowijoyo. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan, 2001.

Sjamsuddhuha. Corak dan Gerak Hinduisme dan Islam di Jawa Timur.


Surabaya: CV. Suman Indah, 2000.
Woodward, Mark R. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.
Yogyakarta: LKiS, 2012.

Latoa, Mattulada. Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang


Bugis. Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1985.

Anda mungkin juga menyukai