Dosen Pengampu:
Oleh:
Vintia Lestari
2023040202015
FAKULTAS PASCASARJANA
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. berkat rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. oleh karena itu, kami mengharap
segala bentuk saran serta masukan baik kritik yang membangun dari berbagai pihak akhirnya
saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
2
DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………....iii
A. BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1. Latar Belakang………………………………………………………....1
2. Rumusan Masalah……………………………………………………...2
3. Manfaat………………………………………………………………...2
B. BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………......3
1. kesimpulan……………………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..24
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini agama memiliki posisi dan peranan yang
sangat penting. Agama dapat berfungsi sebagai faktor motivasi (pendorong untuk
bertindak yang benar, baik, etis, dan maslahat), profetik (menjadi risalah yang
menunjukan arah kehidupan), kritik (menyuruh pada yang ma·ruf dan mencegah dari
yang mungkar), kreatif (mengarahkan amal atau tindakan yang menghasilkan manfaat
bagi diri sendiri dan orang lain), intergratif (menyatukan elemen-elemen yang rusak
dalam diri manusia dan masyarakat untuk menjadi lebih baik), sublimatif (memberikan
proses penyucian diri dalam kehidupan), dan liberatif (membebaskan manusia dari
manusia sebagai sistem nilai yang harus diejawantahkan ke dalam perilaku sosial
tertentu. Ia berkaitan dengan pengalaman historis manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok. Di dalam sebuah masyarakat, agama menjadi salah satu faktor penunjang
kemudian hari agama menjadi tradisi yang bercampur dengan kebiasaan lama yang telah
sehingga tidak mudah untuk dihilangkan begitu saja. Di sisi lain, agama datang
hubungan interdependensi dialektis antara agama dan masyarakat. Dengan kata lain,
masyarakat dapat pula memberikan nuansa, rasa, dan sikap keagamaan spesifik yang
terdapat dalam suatu lingkungan atau kelompok sosial.2 Indonesia merupakan sebuah
4
negara yang terbentuk dari berbagai macam suku, ras, etnik, agama serta budaya.
Kekuatan yang majemuk tersebut tentunya dapat menjadi sebuah kekuatan sosial dan
sebuah kumpulan yang indah apabila antara satu dengan yang lainnya dapat saling bahu-
membahu, saling bekerjasama untuk dapat membangun negara. Namun dilain pihak,
kemajemukan tersebut akan menjadi sebuah kekuatan penghancur dari dalam apabila
keragaman yang ada tidak dibina dan dikelola secara tepat. Keragaman kultur dan agama
yang menjadi latar belakang dan menjadi suatu mozaik yang indah bagi negeri ini, yang
sudah ada semenjak negara ini dilahirkan dapat memicu konflik dan kekerasan yang
berbagai kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam
beberapa tahun terakhir semenjak 1996.3 Indonesia dengan memiliki berbagai macam
suku, ras, etnik, agama secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multikultural.
sebuah penilaian terhadap budaya-budaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui
sebuah budaya yang asli dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri.
berbeda untuk dapat membangun sikap saling menghormati satu sama lan terhadap
perbedaan-perbedaan dan kemajemukan yang ada, agar tercipta perdamaian dan dengan
demikian kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia. Bagi masyarakat
yang bisa memahami keberadaan agama dari segi sosiohistoris, ajaran agama yang telah
melahirkan tradisi baru dalam masyarakat tersebut merupakan bukti bahwa agama tidak
5
menolak tradisi secara keseluruhan. Sebaliknya agama bisa memberikan ruang kepada
nilai-nilai lokal yang dianggap baik. Lalu bagaimana seharusnya hubungan antara agama
dan tradisi yang hidup dalam masyarakat, khususnya warga negara Indonesia yang kaya
akan tradisi dan budaya? Artikel ini akan mencoba membahas permasalahan peran
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat
6
BAB II
PEMBAHASAN
Islam Keindonesiaan adalah Islam gaya dan khas Indonesia, yang memberikan
sebuah negara yang majemuk. Islam Inonesia membentuk karekter dan memberikan
ajaran Islam (al-Quran dan Hadits). Beserta doktrin pembaharuan yang dipandang
penting dalam arus modernisme Syam, dalam hal ini, arus modernisme termanifestasi
pandangan dan penerimaan secara sadar terhadap sistem negara Indonesia, tanpa harus
merupakan sebuah watak pemikiran yang yang khas sesuai adat, kultur dan budaya
teologi inklusif ini yang merupakan dari ajaran pokok Islam Keindonesiaa mencoba
komponen-komponen yang tidak seharusnya dibedakan antara satu dan lainnya, sepeti
masalah ilmu dan agama. Sebab kedua aspek ini secara prinsipnya berintegrasi dan
7
saling kolerasi. Teologi inklusif memahami adanya sebuah pengakuan hak mendasar
kepada semua kalanga, termasuk kepada orang yang berbeda pendapat atau agama.
Caknur memahami bahwa ide dasar persaudaraan itu mesti ditarik kepada semua
seperti ini pada dasarnya tidak sejati bahwa idak akan terwujud kecuali jika seluruh umat
Islam menjadi sama dan satu dalam segala hal alias monolitik, sebab kehendak ini terlalu
rasional tentang kebenaran dipahami Caknur sebagai salah satu cara menjaga tegaknya
ukhuwah Islamiyah kepada semua kalangan secara nyata, bukan hanya sebagai slogan
belaka, tetapi sebuah realitas kehidupan, tanpa mengorbankan kreativitas dan pluralitas
yang pada mereka. Toleransi dalam perspektif Islam Keindonesiaan ini merupakan
sebuah doktrin terbuka untuk memberikan nuansa damai dan perdamaian di tengah-
perbedaan. Kondisn keberagaman ini menjadi alasan bagi Caknur untuk menarik simpul
berbangsa dan bernegara. Caknur yang mencoba mengukuhkan tradisi keislaman dan
tolerasnsi. Doktrin Islam keindoneiaan ini diupayakan untuk membangun kualitas bangsa
yang unggul, Caknur dalam hal ini menyebut bahwa tolerasni diupayakan untuk
membangun masyarakat madanai (civil society) sebagai bagian yang paling penting.
Pendapat didasari dengan permasalahan yang kurang sejati tentang toleransi, banyak
bahwa, Agama Islam merupakan anutan Mayoritas di Indonesia, dalam hal ini agama-
8
agama lain tidak mendapatkan kesulitan, tetapi sebaliknya, jika agama mayoritas bukan
muslim, dan muslim menjadi minoritas, mereka selalu mengalami kesulitan yang tidak
kecil, kecuali di negara-negara demokratis di Barat. Di sana umat Islam sejauh ini masih
memperoleh kebebasan beragama yang menjadi hak mereka. Dengan demikian, paham
toleransi ini belum menadpatkan tempat yang sejati dan nyaman. Terkadang alur
lingkungan dan adat yang berbeda beda. Di sini dapat disimpulkan bahwa toleransi
masih menjadi permasalahan yang memerlukan pemecahan masalah yang sangat serius,
pepaduan nilai Islam dan nafas keindonesiaan (kebangsaan) yang tengah gelisah dalam
memahami alur moderenisme ini membuat sulit dan gelisah—dalam memahami narasi
tekstual dan kontekstual antara Islam dan Keindonesiaan ini paling tidak argumentasi
caknur dalam memahami toleransi ini memberikan pijakan baru bangi penguatan situasi
kebangsaan secara utuh. Caknur memahami bahwa toleransi (yang didasari dengan
doktrin Islam) dengan sajian pendapat yang mengajurkan agar berprilaku toleran
toleran. Tetapi bersikap tegas dan keras kepada orang musyrik. Toleransi sebagai khas
memahami toleransi itu sendiri. Artinya toleransi yang dibangun di sini mempunyai
implikasi pemilihan, dengan cara tetap meneguhkan ajaran pokok (akidah) sebagai
pegangan dan prinsip. Caknur juga mengungkapkan bahwa Gagasan sekularisasi ini
dalam konteks keindonesiaan yang merupakan sebuah bangsa yang beragama (memeluk
multi-agama) pada prinsipnya tidak bisa dilepaskan secara total permasalahan agama dan
permasalahan duniawi, atau sebalaiknya. Indoensia mempunyai rekam jejak historis yang
sangat reflektif dalam memahami sejarah menarik kesimpulan bahwa bangsa Indonesia
tidak akan pernah bisa memisahkan kedua narasi penting ini. Sehingga dalam hal ini,
9
Caknur, yang merupakan sosok yang mengintegrasikan gagasan agama daan negara
Caknur memahami bahwa dalam hal penarikan antara wilayah yang transenden dan
tempral akan menyebabkan pelemahan itu sendiri pada permasalahan agama; dan hal ini
adalah kekeliruan. Bagi Caknur, jika pemahaman ini keliru yang akan terjadi agama akan
seperti tradisi . Dalam watak Islam Keindonesiaan tetap memberikan porsi yang cukup
banyak dalam urusan agama dan duniawi. Begitu pun Cakhur yang berupaya
mengembalikan pemahaman yang sejati ini kepada koridornya; dengan kata lain, agama
adalah agama itu sendiri sedangkan selain agama itu temporal, biasa dan tidak bisa
dijadikan sakral. Gagasan Keislaman dan keindonesiaan dalam memandang Hak Asasi
konteks HAM mengandung arti bahwa negara bertanggung jawab penuh atas tegaknya
Hak Asasi Manusia secara utuh. Peran strategis dan taktis negara diperlukan untuk
kemestian tanpa terkecuali—pemahaman HAM yang ramai dibicarakan hari ini pada
prinsipnya menurut Caknur berasal dari ajaran Islam. Islam menetapkan bagaimana cara
tanpa sebab, bahkan dilarang dan tertulis dalam doktrin suci Q. S. Al-Maidah ayat 32.
ٖ َبِن ِإۡس َٰٓر ِء يَل َأَّنۥُه َم ن َقَتَل َنۡف َۢس ا ِبَغۡي ِر َنۡف ٍس َأۡو َفَس
ٰ اد يِف ٱۡل َأۡر ِض َفَك َأَمَّنا َقَتَل ٱلَّناَس ِمَج يعٗا َوَم ۡن َأۡح َياَه ا
َفَك َأَمَّنٓا َأۡح َيا ٱلَّناَس ِمَج يعٗۚا َو َلَق ۡد َج ٓاَءۡت ُه ۡم ُرُس ُلَنا ِبٱۡل َبِّيَٰن ِت َّمُث ِإَّن َك ِث ٗريا ِّم ۡن ُه م َبۡع َد َٰذ ِلَك يِف ٱۡل َأۡر ِض َلُم ۡس ِرُفوَن
10
Terjemahnya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
Agama, dalam perspektif sosiologis menurut Casram, memiliki peran dan fungsi
ganda, baik yang bersifat konstruktif maupun destruktif. Maksudnya adalah, peran
agama secara konstruktif akan membuat ikatan agama menjadi lebih ketat, bahkan sering
melebihi ikatan darah dan hubungan nasab atau ketururnan. Maka karena agama, sebuah
komunitas atau masyarakat akan hidup dalam kerukunan dan kedamaian yang utuh dan
memporak-porandakan persatuan dan bahkan dapat memutus ikatan tali persatuan. Hal
tersebut menjadikan suatu konflik yang berlatar belakang agama sulit diprediksi
kesudahannya. Terlepas dari fungsi ganda di atas, setiap manusia yang hidup di tengah-
Kehidupan sosial masyarakat yang terbentuk atas dasar multikultural dan memiliki
semangat hidup damai dalam kemajemukan akan menjadi mungkin apabila semua
toleransi agama menjadi sebuah keniscayaan sebagai upaya untuk menjamin stabilitas
11
Kehidupan sosial dan agama hendaknya tidak tersisih satu sama lain dan musti
terintegrasi ke dalam satu kesatuan yang utuh. Agama yang sudah masuk dalam
memiliki banyak versikhususnya dalam aspek implementasi. Mulai dari segi pemahaman
sampai pada arti penting agama sesuai dengan kultur masing-masing daerah atau tempat.
perintah agama. Peranan menjadi sangat penting ketika agama telah dianut oleh
manusia yang kompleks dalam masyarakat. Pada perkembangan yang demikian itulah
agama dan masyarakat serta kebudayaan mempunyai hubungan timbal balik yang saling
Hal itu disebabkan, agama kerap dipahami sebagai wilayah sakral, metafisik, abadi,
samawi dan mutlak. Dalam perkara cara dan berbagai aspeknya, namun agama-agama
tersebut hampir seluruhnya memiliki sifat-sifat demikian itu. Karena sakral dan mutlak
maka sulit bagi agama-agama tersebut untuk mentoleransi atau hidup berdampingan
dengan tradisi kultural yang dianggap bersifat duniawi dan relativistik. Oleh karena itu,
persentuhan agama dan budaya lebih banyak memunculkan persoalan daripada manfaat.
Apalagi, misalnya dalam konteks Islam, kemudian dikembangkan konsep yang sama
para penganut agama yang berbeda bisa saling menghargai, saling menghormati, saling
12
sebagai pembanding, pendorong, bahkan penguat dan pemurni apa yang dimiliki. Kaum
beriman dan penganut agama yang berbeda-beda semestinya bisa hidup bersama dengan
rukun dan damai, bisa bersatu, saling membantu dan saling mengasihi.
Keberadaan agama merupakan pondasi, langkah awal, dan inisiasi demi terciptanya
masyarakat yang bermoral. Moral inilah yang kemudian mampu menstimulasi insting
dan nurani manusia menjadi makhluk yang beradab sehingga pada akhirnya dapat
terealisasikan kegiatan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur. Dalam upaya
Penafsiran ulang itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga agama bukan saja
bersikap reseptif terhadap kearifan tradisi lokal, melainkan juga memandu di garda depan
berdampak pada timbulnya sikap pengagungan terhadap kitab suci atau sering disebut
skripturalisme. Menurut Ulil Abshar Abdalla, skripturalisme bisa disebut juga dengan
“Bibliotary” atau secara terminologi berarti “ pengagungan” kitab suci secara atau
berlebihan sehingga merupai penyembahan. Hal itu disebabkan oleh wawasan teologis
yang bersifat “ultra- teosintries”. Artinya, wawasan yang menganggap bahwa tuhan
berbicara pada manusia secara langsung melalui nabi; bahwa sabda tuhan adalah superior
terhadap manusia; bahwa sabda tuhan, sejauh tidak ada alasan-alasan yang kuat dan
kokoh, harus dimengerti dalam pengertianya, yang harfiah. Akhir teks ditempatkan pada
kedudukan yang sentral dan supreme. Sementara pengalaman manusia yang rill dan
kontekstual diletakkan pada inferior, rendah dan skunder atau bahkan tak berarti sama
sekali.
13
Kedua, mendialogkan agama dengan gagasan-gagasan modern. Saat ini, umat
beragama memasuki suatu fase sejarah baru di mana mereka harus mampu beradaptasi
dengan peradaban-peradaban besar yang tidak didasarkan pada agama, seperti kultur
Barat modern. Kita tak mungkin menghindar dari ide-ide dan teori-teori sekuler. Itu
berarti, menyentuh istilah-istilah dengan gagasan non-religius itu merupakan tugas paling
realitas, yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Perbedaan terjadi pada hampir semua
aspek agama, baik di bidang konsepsi tentang Tuhan maupun konsepsi pengaturan
kehidupan. Hal ini dalam prakteknya, cukup sering memicu konflik fisik antara umat
berbeda agama.
Orang beragama yang tidak toleran terhadap agama atau orang beragama yang lain,
pada dasarnya mencederai cita-cita agamanya sendiri serta menolak atau menolak
dalam suatu masyarakat yang majemuk sama dengan menolak atau merusakkan
Agama sangat baik sekali dalam hal pembinaan masyarakat untuk menuju pada
kesejahteraan dan sekaligus nurani masyarakat itu sendiri. Salah satu alasan mengapa
demikian adalah pertama, agama mengajarkan nilai-nilai yang benar dan baik bagi
umatnya. Agama memoles umatnya untuk menjadi individu-individu yang baik dan
menjauhkannya dari segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Kedua,
agama mengajarkan cara-cara untuk memperoleh tempat yang indah di akhirat nanti
sungguh-sunguh. Orang yang melaksanakan dengan baik akan memeroleh tempat yang
14
bernama surga, sedangkan orang yang tidak melaksanakannya akan memeroleh tempat
yang berkebalikan dengan surga, yaitu neraka. Ketiga, agama yang berfokus pada ajaran
cinta kasih mengajak umatnya untuk mengasihi sesamanya sehingga antarsesama dapat
bumi yang terdiri atas masyarakat yang majemuk melalui ajaran-ajaran tersebut. Hal ini
manusia sebagai satu bangsa (5:48; 11:118). Selain itu, seruan untuk hidup bersama
secara damai dan universal sebagaimana dalam dua ayat (60: 8-9) misalnya, adalah bukti
autentik bahwa keragaman merupakan keniscayaan dan nash Tuhan. Sehingga sudah
sepatutnya ayat-ayat tersebut menjadikan Muslim wajib bersikap toleran dan penuh
damai sebagai sesama makhluk yang hidup di dunia berdasarkan kesetaraan (qisth) dan
َوَأنَزۡل َنٓا ِإَلۡي َك ٱۡل ِكَٰت َب ِبٱۡل َح ِّق ُمَص ِّدقٗا ِّلَم ا َبۡي َن َيَد ۡي ِه ِم َن ٱۡل ِكَٰت ِب َو ُمَه ۡي ِم ًنا َعَلۡي ِۖه َفٱۡح ُك م َبۡي َنُه م َمِبٓا َأنَزَل
ٗ ٱلَّلُۖه َواَل َتَّتِبۡع َأۡه َوٓاَءُه ۡم َعَّم ا َج ٓاَءَك ِم َن ٱۡل َح ِّۚق ِلُك ّلٖ َجَعۡل َنا ِم نُك ۡم ِش ۡر َعةٗ َو ِم ۡن َه
ٗاجۚا َو َلۡو َش ٓاَء ٱلَّلُه َجَلَعَلُك ۡم ُأَّم ة
َٰو ِح َد ٗة َو َٰلِكن ِّلَيۡب ُلَوُك ۡم يِف َم ٓا َءاَتٰى ُك ۖۡم َفٱۡس َتِبُق وْا ٱۡل َخ ۡي َٰر ِۚت ِإىَل ٱلَّلِه َم ۡر ِج ُعُك ۡم ِمَج ٗيعا َفُيَنِّبُئُك م َمِبا ُك نُتۡم ِفيِه َتَتِلُفوَن
Terjemahnya beserta tafsirnya: (Dan telah Kami turunkan kepadamu) hai Muhammad
(kitab) yakni Alquran (dengan kebenaran) berkaitan dengan anzalnaa (membenarkan apa
yang terdapat di hadapannya) maksudnya yang sebelumnya (di antara kitab dan menjadi
saksi) atau batu ujian (terhadapnya) kitab di sini maksudnya ialah kitab-kitab terdahulu.
15
(Sebab itu putuskanlah perkara mereka) maksudnya antara ahli kitab jika mereka
mengadu kepadamu (dengan apa yang diturunkan Allah) kepadamu (dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka) dengan menyimpang (dari kebenaran yang telah datang
kepadamu. Bagi tiap-tiap umat di antara kamu Kami beri) hai manusia (aturan dan jalan)
maksudnya jalan yang nyata dan agama dan yang akan mereka tempuh. (Sekiranya
dikehendaki Allah tentulah kamu dijadikan-Nya satu umat) dengan hanya satu syariat
(mengenai apa yang telah diberikan-Nya kepadamu) berupa syariat yang bermacam-
macam untuk melihat siapakah di antara kamu yang taat dan siapa pula yang durhaka
kepadamu apa yang kamu perbantahkan itu) yakni mengenai soal agama dan dibalas-Nya
ِلِف ِح
َو َلۡو َش ٓاَء َرُّبَك َجَلَعَل ٱلَّناَس ُأَّم ةٗ َٰو َد ٗۖة َواَل َيَزاُلوَن ُم َت َني
manusia umat yang satu) pemeluk agama yang satu (tetapi mereka senantiasa berselisih
اَّل َيۡن َهٰى ُك ُم ٱُهَّلل َع ِن ٱَّلِذ يَن َلۡم ُيَٰق ِتُلوُك ۡم ِفي ٱلِّديِن َو َلۡم ُيۡخ ِر ُجوُك م ِّم ن ِد َٰي ِرُك ۡم َأن َتَبُّر وُهۡم َو ُتۡق ِس ُطٓو ْا ِإَلۡي ِهۚۡم ِإَّن ٱَهَّلل ُيِح ُّب ٱۡل ُم ۡق ِسِط يَن
َٰٓل
ِإَّنَم ا َيۡن َهٰى ُك ُم ٱُهَّلل َع ِن ٱَّلِذ يَن َٰق َتُلوُك ۡم ِفي ٱلِّديِن َو َأۡخ َر ُجوُك م ِّم ن ِد َٰي ِرُك ۡم َو َٰظ َهُروْا َع َلٰٓى ِإۡخ َر اِج ُك ۡم َأن َتَو َّلۡو ُهۚۡم َو َم ن َيَتَو َّلُهۡم َفُأْو ِئَك
َّٰظ
ُهُم ٱل ِلُم وَن
16
Terjemahnya dan tafsirnya: (Allah tiada melarang kalian terhadap orang-orang yang tidak
memerangi kalian) dari kalangan orang-orang kafir (karena agama dan tidak mengusir
kalian dari negeri kalian untuk berbuat baik kepada mereka) lafal an tabarruuhum
menjadi badal isytimal dari lafal alladziina (dan berlaku adil) yaitu melakukan peradilan
(terhadap mereka) dengan secara adil. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk
berjihad melawan mereka. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil) yang
berlaku adil. (Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian terhadap orang-orang yang
memerangi kalian karena agama dan mengusir kalian dari negeri kalian dan membantu)
yakni menolong orang lain (untuk mengusir kalian untuk menjadikan mereka sebagai
kawan kalian) lafal An Tawallauhum menjadi Badal Isytimal dari lafal Al Ladzina, yakni
Dia melarang kalian untuk menjadikan mereka sebagai teman-teman setia kalian. (Dan
barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
lalim).
pemeluk agama yang sah ² tanpa membedakan apa agamanya ² dengan mengansumsikan
upaya-upaya pengaplikasian kebaikan secara represif seperti di atas berhasil dilakukan, tentu
diversitas suku bangsa, etnik, dan budaya yang ada bukan menjadi masalah dan percik api
antar agama tidak akan terjadi dan sebagai ganti, pada akhirnya akan tercipta masyarakat yang
kerukunan beragama) serta masyarakat (sebagai subjek hidup beragama) harus senantiasa
saling membahu dalam mencermati dan mengevaluasi doktrin serta praktik-praktik keagamaan
yang menyimpang, atau bahkan hanya formal dan ritualistik belaka, agar lebih fungsional atau
berdaya-guna secara tepat dan efektif bagi pemantapan kualitas diri dan kehidupan
17
penganutnya pada khususnya, maupun masyarakat pada umumnya. Sebagai refleksinya,
Bhinneka Tunggal Ika dapat berkiprah dan berkibar kembali di Bumi Pertiwi sehingga anggapan
dunia tentang masyarakat Indonesia yang ramah dan memiliki tingkat toleransi tinggi menjadi
kenyataan dan bukan sekedar bualan serta “fitnah” belaka. Langkah-langkah ini harus
diwujudkan dengan penuh kesadaran. Semoga semakin banyak umat beragama di Indonesia
yang sadar.
18
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Multikulturalisme merupakan pengakuan bahwa beberapa kultur yang berbeda dapat
eksis dalam lingkungan yang sama dan menguntungkan satu sama lain. Masyarakat
multikultural telah menjadi cri khas bangsa lebih khusus pada masyarakat Indonesia, dan
telah diperbincangkan dalam berbagai kegiatan, seminar, forum diskusi maupun dalam
lingkungan akademik.
Dalam masyarakat modern, multikulturalisme lebih kompleks lagi. Sebab budaya baru
terus bermunculan akibat akses komunikasi dan informasi yang tak terbendung. Saat
Pemahaman agama, sebagai salah satu pilar penting dalam membentuk masyarakat
adil dan sejahtera menjadi penting untuk diperhatikan. Artinya, kerigidan, penuhanan
atas pemahaman sendiri dan menganggap yang lain sebagai golongan sesat harus
diberantas. Sebab pada hakikatnya tidak ada kebenaran apa pun yang menginjak dan
19