Anda di halaman 1dari 14

PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI BUDAYA NALO

Studi Etnografi Pada Anak Usia Dini (6-8 Tahun) Di Kampung Lodo, Kabupaten Ngada,
Provinsi Nusa Tenggara Timur

Andi Nafsia1), Yufiarti2), Asep Supena3)


Andinafsia89@gmail.com, yufiartizein@gmail.com, supena2007@yahoo.com
Porgram Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, 13220

Abstrak: Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan pembentukan karakter anak suku Ngada ( usia 6-8
tahun) melalui budaya Nalo di kampung Lodo kabupaten Ngada Nusa Tenggara Timur. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif enografi. Analisis data yang digunakan menggunakan analisis data
Spradley. Data penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Temuan dari penelitian
ini menunjukkan bahwa karakter baik atau positif anak dapat terbentuk melalui budaya Nalo. Karakter baik yang
terbentuk dari budaya Nalo seperti religius, tanggung jawab, menghargai, kerja sama, dan sikap kekeluargaan yang
tinggi. Ditemukan bahwa karakter tersebut terbentuk karena adanya faktor pendukung seperti niai filosofi, perspesi
masyrakat, dan pembiasaan masyarakat suku Ngadha dalam melestarikan budaya Nalo. Pembentukkan karakter
anak melalui budaya Nalo dilakukan di rumah dan masyarakat, dilakukan saat berkumpul makan dan minum
bersama (Ka Papa Fara, Inu Papa Resi) yang selalu dilengkapi dengan minuman adat yang dikenal dengan sebutan
moke.

Kata kunci: pembentukan karakter, karakter anak usia dini, budya nalo

Abstract: This study aims to describe the character formation of Ngada tribal children (aged 6-8 years) through Nalo
culture in Lodo village, Ngada district, East Nusa Tenggara. The method used in this research is qualitative
enography method. Analysis of the data used using Spradley data analysis. The data of this study were obtained
from observations, interviews, and documentation. Findings from this study indicate that a child's good or positive
character can be formed through Nalo culture. Good character that is formed from Nalo culture such as religious,
responsibility, respect, cooperation, and high family attitude. It was found that the character was formed due to
supporting factors such as the philosophy of society, community perspectives, and the habituation of the Ngadha
tribe community in preserving Nalo culture. Formation of the character of children through Nalo culture is done at
home and in the community, carried out when eating and drinking together (Ka Papa Fara, Inu Papa Resi) which is
always equipped with traditional drinks known as moke.

Keywords: character building, early childhood character, nalo culture


Kualitas suatu bangsa dapat diukur pendidikan di Indonesia sungguh-sungguh
oleh beberapa faktor salah satunya karakter menciptakan sumber daya manusia yang
dari sumber daya manusia. Karakter yang berkarakter.
menjadi salah satu tolak ukur kualitas suatu
Masa kritis manusia dalam tahapan
bangsa adalah karakter yang baik seperti
petumbuhan dan perkembangannya adalah
tanggung jawab, disiplin, jujur, tekun,
di masa golden age. Menurut Suprayeki saat
gotong royong, dan lainnya. Untuk
usia dini (the golden age) merupakn masa
menciptakan sumber daya manusia yang
yang sangat kritis untuk pembenukan
berkarakter baik perlunya pembentukan
karakter anak (Suprayekti, 2013). Oleh
karakter sejak dini.
karena itu sebaiknya pembentukan karakter
Di era digital yang dipenuhi dengan di mulai sedini mungkin pada anak.
pekembangan teknologi pendidiakan Suprayekti juga menegaskan anak dimasa
karakter anak usia dini menjadi isu yang dewasanya akan memiliki karakter yang
penting untuk diperhatikan. Menurut buruk atau bermasalah disebabkan gagalnya
Rokhman, Hum, & Syaifudin perlunya penanaman karakter diusia dini (Suprayekti,
pembentukan karakter sejak usia dini untuk 2013).
menciptkan generasi emas di tahun 2045
Penanaman karakter untuk
(Rokhman, Hum, & Syaifudin, 2014).
membentuk karakter baik pada anak tidak
Pernyataan di atas tercatat dalam Perpres
terlepas dari konteks lingkungan sosial
Nomor, 78 tahun2017 tentang Penguatan
budaya. Budaya lokal memiliki nilai-nilai
Pendidikan Karakter (PPK) yang
yang kuat dalam membentuk karakter dasar
menyatakan bahwa Anak Usia Dini (AUD)
seseorang (Ferdiawan & Putra, 2013).
berada pada tahap the golden age dalam
Ketika anak berinterkasi dengan lingkungan
pertumbuhan dan perkembangan manusia
sosial berbasis budaya lokal anak akan
secara emosi, sosial, dan spiritual. Untuk
membangun pemahaman dan pengetahuan
mendapatkan hasil yang maksimal yaitu
mereka tentang dunia sebagai hasil dari
menciptkan sumber manusia yang
tindakan -tindakan anak dengan lingkungan
berkarakter, pendidikan karakter harus
mereka. Hal ini sesuai dengan perspektif
dimulai sejak dini (Kh & Mukhlis, 2017).
kontekstual yang menyatakan bahwa
Dengan adanya perpres mengharuskan
perkembangan hanya dapat dipahami dalam
pemerintah serta seluruh stakeholder
konteks sosial (Papalia, Sally, Old, dan usia dini dalam kesenian tradisional Tatah
Ruth, 2008). Intraksi yang dilakukan anak Sungging atau wayang kulit (Tanto,
saat berada di lingkungan sosial dalam Hapidin, & Supena, 2019). Penelitian lain
mengaplikasikan budaya, dilakukan dengan yang berhubungan yakni dari Wahyu dan
cara meniru tingkah laku, sikap, dan Edu yang membahas tentang rekontruksi
tindakan dari orang dewasa. Peryataan di nilai karakter berbasis budaya Manggarai
atas dipertegas oleh Moraru, dkk., anak-anak (Wahyu & Leonangung Edu, 2018)
pada masa prasekolah merupakan peniru
Selanjutnya, penelitian lain dengan
yang teliti yang dapat mencontoh atau
pendekatan yang sama yaitu pendekatan
meniru modelnya dengan tepat (Moraru,
etnografi dari Sudiana tentang penanaman
Gomez, & Mcguigan, 2016). Dapat diartikan
karakter melalui Gending Rare. . Lirik-lirik
bahwa dengan memanfaatkan nilai-nilai
yang terkandung dalam gending rare,
yang terkandung dalam budaya lokal pada
mengandung nilai-nilai nasehat yang baik
suatu daerah merupakan salah satu cara
untuk karakter anak usia dini (Sudiana,
untuk membentuk karakter anak.
2015). Peneliti lain yang membahas tentang
Terdapat beberapa penelitian yang pendidikan karakter melalaui budaya lokal
membahas penenaman karakter melalui yaitu Isawati & Pelu. Hasil penelitiannya
budaya lokal antara lain penelitian dari menjelaskan nilai sejarah candi Cetho
Sugiyo & Purwastuti yang membahas merupakan sumber yang dijadikan sebagai
tentang pengembangan model pendidikan bahan dalam penanaman karakter pada anak
karakter terintegrasi berdasarkan kearifan (Pelu & Isawati, 2019). Lebih lanjut sumber
lokal di SD relavan lain dari Wagiran yang membahasa
sekolah di Bantul, Yogyakarta, Indonesia tentang Hamemayu Hayuning Bawana
(Sugiyo & Purwastuti, 2017). Hasil merupakan filosofi yang mengandung
penelitian lain menunjukan pendidikan seni dimensi karakter secara komprehensif.
dan desain sebagai dasar membangun Hamemayu hayuning bawana bermakna
karakter (Narawati, 2019). selalu mengupayakan peningkatan
kesejahteraan rakyat dan mendorong
Selain itu penelitian lain dengan
terciptanya sikap serta perilaku hidup
pendekatan etnografi dari Tanto, dkk., yang
individu yang menekankan keselarasan
membahas tentang penanaman karakter anak
manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, dan manusia dengan Allah dalam memecehkan masalah adat seperti belis atau
melaksanakan hidup dan kehidupan mahar yang belum dilunasi atau
(Wagiran, 2012). perencanaan adat seperti pesta panen
(Rebha) dan kegiatan yang ada di desa.
Berbagai penelitian tersebut
Seiring berjalannya watktu, budaya nalo
menunjukkan bahwa penanaman karakter
selalu di jalankan oleh masyarakat suku
berbasis budaya lokal merupakan salah satu
Ngahda kapanpun dan dimanapun mereka
pendekatan ataupun cara untuk mengasilkan
inginkan. Keberadaan budaya ini dibuktikan
sumber daya manusia yang berkarakter demi
dengan pemberitaan di media sosial tentang
peradaban bangsa yang berkualitas. Nilai
kegaiatan orang dewasa yang sedang
kearifan lokal yang diperkenalkan kepada
melakukan nalo untuk sekedar berkumpul
anak usia dini sebagai penerus bangsa
atau dalam acara-acara tertentu.
tercermin dari ciri khas, kebiasaan, tradisi,
adat-istiadat, serta kesenian tradisional yang Saat budaya nalo dijalankan, bukan
menjadi budaya pada kehidupan masyarakat. hanya orang tua yang terlibat tetapi para
Nilai kearifan lokal mengatur tata, tindakan pemuda dan anak-anak juga dilibatkan
dan tutur masyarakat saat berinteraksi baik dalam acara tersebut. Budaya nalo pada
dengan individu maupun interaksi dengan umumnya mengajarkan budaya musyawarah
individu, sosial, dan lingkungan alam untuk mufakat, kekeluargaan, tanggung
sekitar. jawab, religius, menghargai, dan kerja sama.
Seiring dengan perkembanagan zaman,
Sesuai dengan hasil penelitan yang
budaya nalo tetap dipertahankan oleh suku
telah dijabarkan di atas, masyarakat suku
Ngada. Di tengah-tengah pengaruh
Ngadha di kampung Lodo hingga sekarang
modernisasi, seperti TV, HP, dan internet
masih melestarikan budaya dalam
yang berkembang saat ini tidak
kehidupannya. Masyarakat suku Ngadha
mempengaruhi terlaksananya budaya nalo
sering menyebutnya nalo. Awalnya budaya
suku Ngada khususnya kampung Lodo.
nalo sering dilakukan dalam setiap upacara
adat atau ritual yang dilaksanakan oleh Dari berbagai sumber kajian relevan
masyarakat suku Ngadha. Budaya ini di atas, ada bberapa penelitian yang
merupakan budaya yang berlandasakan membahas tentang penanaman karakter
musyawarah untuk mufakat. Setiap ingin melalui budaya lokal. Tetapi belum ada
satupun yang membahas tentang kesatuan yang utuh antara pengetahuan
pembentukan karakter anak melalui budaya moral, perasaan moral dan perilaku moral
nalo. Hasil pengamatan awal menunjukkan (Juma, 2012). Ketiga aspek dalam karakter
adanya keterlibatan anak usia dini saat saling berhubungan satu dengan lainnya
budaya nalo belangsung. Anak-anak dalam kehidupan. Keterkaitan antara aspek-
membantu orang tuanya menyiapkan dan aspek karakter mengandung nilai-nilai
menyajikan makanan untuk pelaksanaan perilaku yang dapat dilakukan untuk
nalo. Anak-anak dibiasakan untuk bertindak secara bertahap dan saling
berpartisipasi dalam kegaiatan nalo untuk berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai
penanaman karakter pada anak. perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat
Diungkapkan oleh Review & Stedje dalam untuk melaksanakannya.
artikel yang berjudul “Nuts and Bolts of
Karakter melekat pada diri
Character Education”. Karakter adalah
seseorang. Pembentukan karakter
puncak dari kebiasaan yang dihasilkan dari
dipengaruhi oleh dua (2) faktor, yaitu faktor
pilihan etika, perilaku, dan sikap individu
alam dan faktor bawaan (Komalasari &
(Review & Stedje, n.d.). Karakter tidak
Saripudin, 2017) Pembentukan karakter di
terlepas dari sifat, nilai, etika, yang
awali dengan pembentukan perilaku.
membentuk tindakan, perilaku, ataupun
Terdapat tiga cara pembentukan perilaku
reaksi yang dihasilkan dari kebiasaan,
menjadi pembentukan karakter, yaitu
sehingga dapat dikatakan bahwa
sebagai berikut: 1) pembiasaan, dengan
sekumpulan kebiasaan-kebiasaan tersebut
adanya pembiasaan pada perilaku yang
merupakan suatu koleksi yang ada pada diri
diharapkan akan terbentuk perilaku tersebut,
individu. Menurut Lickona dalam (Yaumi,
2) pengertian, saat kita menunjukan
2014) karakter berarti mengetahui yang
pengertian mengenai perilaku maka akan
baik, menginginkan yang baik, dan
terbentuk pengrtian perilaku tersebut, 3)
melakukan yang baik. Hal ini berarti untuk
model atau contoh, perilaku akan terbentu
menciptakan manusia yang berkarekter, kita
jika adanya model yang dapat ditiru oleh
harus mengetahui, menginginkan, dan
anak (Walgito, 2004).
melakukan sesuatu yang baik.

Menurut Lickona pada sumber lain


METODELOGI PENELITIAN
mengatakan bahwa Karakter adalah
Peneliti menggunakan metode meneliti dan mengkaji situasi sosial tertentu
kualitatif dengan pendekatan etnogafi. Haris secara alamiah, dideskripsikan dengan
dalam (Creswell, 2007) mengatakan bahwa kalimat yang tepat sesuai hasil pengumpulan
etnografi adalah model penelitian kualitatif data dengan menggunakan teknik dan
dimana peneliti menguraikan serta analisis data yang relevan (Komariah &
menginterpretasikan pola perilaku, Satori, 2012). Tujuan penelitian ini adalah
kepercayaan, nilai serta bahasa yang untuk memperoleh gambaran umum dan
dipahami dan digunakan dalam suatu mendalam tentang pembentukan karakter
kelompok. Pada penelitian yang anak di kampung Lodo melalui budaya
menggunakan metode etnografi peneliti nalo. Untuk mendapatkan data yang sesuai
memfokuskan budaya dalam suatu dengan fokus penelaitian, peneliti tinggal
kelompok masyarakat dengan pemilihan bersama keluarga yang masih melestarikan
informan yang memiliki pandangan tentang budaya nalo.
budaya dan pengetahuan tentang kegiatan Prosedur pendekatan etnografi
masyarakat. Pandangan budaya yang memiliki langkah-langkah sebagai berikut
dimaksud adalah budaya Nalo yang (Sugiyono, 2007):
memiliki dampak bagi pembentukan
12. Menulis laporan kualitatif
karakter anak usia dini. 11. Temuan budaya
10. Melakukan analisis tema
Menurut Emzir titik fokus etnografi
9. Melakukan
dapat meliputi studi intensif budaya dan
analisis
bahasa, studi intensif bidang atau domain komponensial
8. Melakukan
tunggal serta gabungan metode historis, observasi
terseleksi
observasi dan wawancara (Emzir, 2008).
Sesuai dengan pendapat di atas titik fokus 7. Melaksanakan analisis
taksonomi
pada penelitian ini meliputi studi intensif
6. Melakukan
domain tentang karakter yang terbentuk observasi terfokus

pada anak usia 6-8 tahun di kampung Lodo.


5. Melakukan analisis domain
Satori dan Komariah menjelaskan 4. Malakukan observasi deskriptif
3. Mencatat hasil observasi dan wawancara
metode penelitian yang digunakan dalam
2. Melakasanakan observasi partisipan
penelitian ini adalah kualitatif dengan 1. Memilih situasi sosial (place, actor, activity)

pendekatan etnografi yang bertujuan untuk


Bagan 1. Langkah-langkah Prosedural secara ilmiah. Berdasarkan hasil
Penelitian Etnografi (Sugiyono, 2007) pengumpulan data yang diperoleh peneliti
Selama penelitian, peneliti mengamati dietmukan bahwa terbentuknya karakter
karakter anak suku Ngadha di kampung anak dari pebiasaan orang tua, sekoalh, dan
Lodo saat aktivitas sehari-hari. Penelitian ini lingkungan budaya anak dalam
dilakuakan secara mendalam dan mengikutsertakan anak budaya nalo. Nilai-
menyeluruh untuk memperoleh data yang nilai karakter baik yang terkandung dalam
sesuai dengna fokus penelitian. Fokus budaya nalo seperti religius, tanggung
penelitian ini diperdalam dengan jawab, toleransi, kepemimpinan, gotong-
menggunakan subfokus penelitaian, antara royong, kontrol diri dan rasa kekeluargaan
lain: (1) filosofi budaya nalo, 2) proses yang tinggi muncul dalam budaya nalo.
budaya nalo, 3) bentuk penanaman karakter Karakter-karakter ini terlihat saat anak-anak
anak suku Ngadha pada budaya nalo, 4) melakukan aktivitas sehari-hari baik
dampak budaya nalo terhadap karakter anak dirumah, sekolah maupun lingkungan
suku Ngadha. masyarakat.
Dengan menggunakan teknik Budaya masyarakat merupakan
pengumpulan data berupa observasi, lingkungan sekitar anak yang sangat
wawancara, dan dokumentasi, data-data berpengaruh juga terhadap perkembangan
yang diperoleh di lapangan dianalisis. anak. Dengan pengaruh budaya yang baik
Analisis data penelitian ini mengikuti model maka nilai-nilai yang tertanam kepada anak
Spradley. Analisis yang dilakukan adalah akan baik pula. Faktor budaya juga
analisis domain, analisis taksonomi, analisis memberikan dampak yang besar untuk anak
komponen, dan analisis tema (Spradley, usia dini yang sedang berkembang karena
1980). dengan budaya anak belajar dan dengan
budaya pula anak berkembang. Anak-anak
HASIL DAN PEMBAHASAN akan terkondisikan oleh rangsangan-
Hasil analisis terhadap fokus rangsangan yang diberikan oleh budaya
penelitian dari data yang telah dikumpulkan (Carol, Sharon, & Renee, 2010).
selama di lapangan melalui observasi, Budaya nalo mencerminkan budaya
wawancara dan dokumentasi menghasilkan kebersamaan yang disertai dengan makan
temuan penelitian yang nantinya akan dikaji dan minum. Dalam kegiatan tersebut
ditemukan minuman beralkohol yang ngia, Ga’e Dewa da pako pina, Wake ne’e
menyertai kegiatan tersebut. Minuman watu lewa, Dewa wi dhoro dhegha, Sere
beralkohol tersebut di sering disebut moke. ne’e nabe meze, Nitu da tuzu tere, lizu biza
Di mata awam, akan berpikir budaya nalo wae wa’a, tau fa kita ata, Feo folo lengi
tidak memiliki dampak yang baik bagi Jawa, tau fa nua kita”. Makna dari syair
terbentuknya karakter anak. Sesuai dengan yang dilantuntkan sebagai nasehat untuk
hasil penelitian dan pengumpulan data yang anak-anak dan cucu suku Ngada adalah
dilakukan, beberapa nilai karakter baik kemakmuran dan kesuburan di bumi datang
tercermin dari budaya nalo. Ini diakibatkan dari Allah.
faktor pembiasaan, pengertian, nilai filosofi Filosofi yang diajarkan dari syair ini
budaya mempengaruhi terbentuknya diaplikasikan melalui tindakan anak yaitu
karakter baik dalam budaya nalo. rajin beribadah dengan berdoa kepada
Budaya suku Ngada juga memiliki Tuhan setiap awal dan akhir kegiatan baik di
tingkat religius yang tinggi, terbukti dengan rumah, sekolah maupun lingkungan
seringnya diadakan ritual-ritual adat serta masyarakat.
kegiatan keagamaan lainnya. Tidak hanya
mempunyai agama yang tinggi masyarakat Masyarakat suku Ngada memiliki sikap
suku Ngada juga menerapkannya dalam ramah tamah yang tinggi. Mereka
kehidupan sehari-hari. melakukan hal itu tidak saja kepada orang
Ajaran suku Ngada dalam penanaman yang mereka kenal atau hanya kepada
nilai-nilai agama sangat terlihat dalam penduduk setempat tetapi juga kepada
kegiatan sehari-hari. Selain dengan berdoa pendatang atau wisatawan yang datang
yang selalu dilakukan oleh orang tua suku untuk berwisata. Keramah-tamahan tersebut
Ngada, pemberian nasehat-nasehat tentang tercermin ketika peneliti melakukan pra
nilai-nilai agama sangat ditekankan di penelitian hingga sampai selesai penelitian
lingkungan suku Ngada. Ini sesuai dengan di desa tersebut. Dengan pengasuhan yang
syair yang merupakan nasehat yang sering intim dan teratur serta interaksi sehari-hari
diucapkan oleh orang tua atau tetua adat dapat memberikan pengalaman baik dan
untuk mengingatkan anak dan cucu mereka menentukan dampak yang baik bagi masa
tentang Tuhan. “ Ota kita dia, Ga’e Dewa depan anak (World Health Organization,
rona, Moe wa’i ba ne’e lima, weki ba ne’e 20014).
Sikap seperti itu tidak hanya karakter yang ramah tamah,sopan, dan
dilakukan kepada orang yang berumur menghormati orang lain pula. Budaya
sebaya tetapi juga kepada anak-anak merupakan salah satu karakteristik yang
ataupun orang yang lebih tua, sehingga jika mempengaruhi perkembangan sosial anak.
dilihat mereka sangat akrab satu sama lain Hal serupa juga dialami oleh anak-
tanpa adanya batas usia. Orang yang masih anak suku Ngada. Dengan keterbiasaan yang
berumur muda menghormati yang sudah tua, dibangun oleh masyarakat tentang keramah-
dan yang berumur sudah tua menghormati tamahan, sopan santun, saling menghormati,
yang muda. dan saling menghargai maka pembentukan
Dengan pemberian contoh keramah- karakter tersebut akan semakin muncul dari
tamahan, keakraban, sopan satun, saling dalam diri anak.
menghormati dan saling menghormati Rasa peduli, tanggap atau peka
terciptalah pola masyarakat yang terbiasa terhadap keadaan, rasa sayang dan empati
dengan hal seperti itu sehingga tanpa mereka merupakan sikap yang berhubungan dengan
sadari sudah memberikan pelajaran atau hati. Anak usia dini harusnya memang
teladan bagi siapa saja yang melihat, diajarkan hal-hal tersebut agar
termasuk anak. Dengan sifat bawaan anak perkembangan emosionalnya berkembang
yang suka meniru pasti akan belajar dari apa secara optimal. Anak belajar tidak hanya
yang ia lihat dan dari apa yang ia dengar. dibidang akademis saja tetapi juga belajar
Orang tua atau orang dewasa merupakan bersosialisasi dengan orang lain.
seorang model yang utama bagi anak Kesadaran tentang pentingnya
mereka dalam bersosialisasi (Carol et al., penanaman rasa peduli, empati, tanggap
2010), sehingga dengan lingkungan orang dengan keadaan dan rasa kasih sayang
dewasa yang memiliki sosialisasi tinggi merupakan hal fundamental bagi anak. Jika
maka perkembangan sosial anak juga akan karakter tersebut sudah melekat pada anak
tinggi. maka ia akan disukai oleh semua orang
Anak belajar dari lingkungan, ketika karena memang pintar dalam memahami
lingkungan sekitar mendukung anak dalam situasi.
bersosialisasi pasti anak akan meniru dan Anak-anak suku Ngada memahami
menjadi suatu kebiasaan yang lama-lama makna dan mengimplementasikan makna
akan membudaya dan membentuk suatu peduli, tanggap, rasa saying dan empati itu
dari budaya yang di ajarkan oleh lingkungan Dengan mengembangkan perasaan
masyrakat. Hal ini biasa di dengar dari syair peduli orang lain, menyayangi orang lain
ataupun nasehat orang tua atau tetua adat maka dapat dikatakan anak akan tumbuh
saat sedang berkumpul bersama dalam menjadi pribadi yang penuh dengan kasih
rumah adat atau saaat berkumpul bersama sayang, penuh dengan kepedulian terhadap
Syair atau nasehat yang sering diucapkan sesama, dan penuh rasa tanggap atau peka
seperti “Meku ne’e doa delu, modhe ne’e terhadap lingkungan sekitar.
hoga woe” yang artinya lembut dengan Pengajaran lain dari kegiatan budaya
saudara, baik dengan sahabat. Pengertian ini dan kebiasaan suku Ngada terhadap
memiliki makna mengasihi sesama. pembentukkan karakter anak menanamkan
Penanaman karakter mengasihani sejak dini bahwa kita harus menghargai diri
sesama yang dicontohkan oleh masyarakat sendiri, menghormati diri sendiri dan belajar
suku Ngada diaplikasikan dalam tindakan menjaga diri. Konsep diri memang perlu
sehari-hari seperti ketika ada tetangga yang ditanamkan kepada anak lewat penguatan
sedang kesusahan atau membutuhkan dalam berbagai kegiatan.
bantuan maka tetangga lain akan menolong Orang tua, masyarakat dan
dengan kemampuan yang dimiliki. Rasa lingkungan sekitar dalam budaya suku
sayang dan peduli terhadap anak dari sanak Ngada juga memberikan nasehat-nasehat
saudara atau teangga bahkan orang yabg serta arahan-arahan kepada anak tentang
tidak dikenal merupakan salah satu tindakan menghargai diri sendiri. Maka dari itu, tidak
yang dilakukan oleh masyarakat suku Ngada boleh menyentuh anak perempuan,
dalam mengimplementasikan karakter membuka rok anak perempuan dan hal
mengasihani sesama. lainnya yang berhubungan dengan
Lingkungan budaya masyarakat suku pelecehan. Pembelajaran mengenai harga
Ngada dengan segala aktivitas budayanya diri menjadi kompeten lewat perhatian
telah berpengaruh baik terhadap (Winter, 2010). Perhatian dan contoh yang
pembentukan karakter peduli dan rasa diberikan oleh orang tua dan lingkungan
sayang terhadap sesama. Anak suku Ngada sekitar menjadikan anak suku Ngada
memiliki karakter tersebut dan selalu memiliki harga diri yang tinggi dan selalu
diterapkan dalam kegiatan sehari-hari baik menjunjung tinggi harkat dan martabat
dengan teman maupun pendatang. keluarganya. Karena bagi suku Ngada ketika
kita menghargai diri sendiri maka kita dapat bagi anak-anak suku Ngad adalah orang tua,
menghargai orang lain. tetua adat, masyarakat lingkungan suku
Sesuai dengan pernyataan di atas, Ngada saat mengerjakan sesuatu seperti
anak suku Ngada sangat menjunjung tinggi membangun rumah adat atau rumah biasa
harga dirinya, keluarga maupun orang yang memebersihkan ladang baru, mengadakan
dikenal. Hal ini ditunjukan dengan tidak hajatan atau syukuran saling bekerjasama
menganggu ketentraman orang lain dan tanpa ada paksaan dan status.
menghargai orang yang memiliki status, Hal ini juga dilakukan oleh anak suku
jenis klamin, dan suku yang berbeda. Anak Ngada. Mereka saling bekerjasama
suku Ngada tidak pernah menyetuh atau membantu teman atau sanak saudaranya
berbuat kasar terhadap orang lain bahkan untuk melakukan tuga rumah seperti
keluarganya sendiri. mencari kayu bakar atau memberi makan
Bekerjasama merupakan karakter yang ternak. Saat mencari kayu bakar mereka
baik dalam perkembanagan interaksi sosial saling meminta izin kepada orang tua
anak. Penanaman karakter kerjasama juga masing-masing, dan hasil dari pencarian
terdapart dalam syair Peta Dela. Syair kayu bakar akan dibagi sedail-adilnya antara
tersebut berbunyi : 1) “Su’u papa suru, sa’a mereka. Begitupun saat memberi makan
papa laka, Sa’i rengu maru, sai zanga sala:, ternak, mereka akan bergantian untuk
syair ini memiliki arti junjung saling memberikan makan makan ternaknya
berbantu, pikul saling tukar. Sampai sehingga aktivitas yang mereka lakukan
temaram senja, sampai salah menatap. bukan hanya bkerja membantu orang tua
Makna dari pengertian syair ini adalah tetapi juga bermain bersama, berinteraksi
bekerja harus bersama-sama, 2) “To’o sambil bekerjasama.
penga to’o, rejo penga rejo. Ka’e nga poge Tanggung jawab merupakan suatu sifat
joke, azi wi beli kole.. arti dari syair ini yang harus dikenalkan sedini mungkin.
adalah Bangun bersama, duduk bersama. Dengan mengenalkan tanggung jawab maka
Kakak menebang, adik menata. Maknanya anak diajarkan untuk berlatih menyelesaikan
yaitu Bekerja bersama-sama dan membagi persoalan-persoalan yang nantinya akan
yang adil. berguna saat ia berajak dewasa.
Tindakan nyata dari syair di atas dalam Salah satu bentuk positif untuk
kehdupan sehari-hari yang dijadikan teladan mengembangkan kemampuan anak adalah
menyelesaikan tugas (French, 20017). KESIMPULAN
Dengan pemberian tugas kepada anak sesuai Nalo merupakan simbol dari salah satu
dengan usia anak maka anak akan belajar budaya masyrakat suku Ngadha yang
bagaimana menyelesaikan tugas tersebut dan mencerminkan nilai-nilai karakter posotif
secara tidak langsung hal tersebut bagi anak usia dini. Pembiasaan nilai-nilai
mengajarkan kepada anak untuk yang tertanam dalam budaya nalo pada
bertanggung jawab. Sesuai dengan ajaran anak-anak menstimulasi anak-anak usia dini
suku Ngada yang sering dilantunkan dalam untuk merespon dan meniru perilku orang
syair Pata Dela yang berbunyi “Dua wi uma tua,dan masyarakt sekitar. Karakter-karakter
bodha ne’e su’a, nuka wi sa’o ne’e ranga baik yang terbentuk dari pembiasaan, dan
da baka ghako (pergi ke kebun bawa su’a, teladan orang tua dan masyrakat sekitar
pulang ke rumah bawa makan babi). Makna diaplikasikan dalam kehidupan anak sehari-
dari syair di atas adalah. Bekerja keras dan hari baik itu di rumah, sekolah,dan
bersungguh-sungguh. Selain itu lirik lain lingkungan masyarakat.
dalam syair yang memiliki makna setia anak
harus bertanggung jawab yaitu Ngo ma’e UCAPAN TERIMA KASIH
bari kadhi (bekerja jangan langgar). Terima kasi peneliti ucapkan kepda orang
Dengan demiikian setia bunyi dari lirik tya, keluarga, teman-teman, dan masyarakat
syair di atas mengajarkan makna agar anak di tempat penelitian atas motivasi dan
cucu suku Ngada memilimi tanggung jawab doanya. Disamping itu untuk dosen
yang tinggi terhadap hidupnya. Setiap pembimbing 1 yaitu Prof. Dr. Yufiarti,
keputusan yang diambiul dalam hidup harus M.Psi., dan dosen pembimbing II yaitu Dr.
di pertanggung jawabkan. Pekerjaan yang Asep Supena, M.Psi.
diberikan oleh orang tua ataupun lingkungan
harus dikerjakan dengan tanggung jawab. DAFTAR PUSTAKA
Teladan yang diberikan oleh Budaya suku Carol, S., Sharon, C., & Renee, C. F. (2010).
Ngada melalui teladan orang tua dan Social Studies for the Preschool/
masyarakat serta lingkungan sekitar dari Primary Child Eighth Edition. New
memberikan dampak yang baik terhadap Jersey: Pearson Education.
karaker anak suku Ngada. Creswell, J. (2007). Qualitative Inquiry &
research Design.
Emzir. (2008). Metode Penelitian Child Psyhology, 34–47.
Pendidikan. Narawati, T. (2019). Arts and Design
Ferdiawan, E., & Putra, W. E. (2013). Esq Education for Character Building.
Education for Children Character (January).
Building based on Phylosophy of https://doi.org/10.2991/icade-
Javaness in Indonesia. Procedia - 18.2019.38
Social and Behavioral Sciences. Papalia, Sally, Old, dan Ruth, D. F. (2008).
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.1 Human Development, Edisi
2.123 Kesembilan.
French, G. (20017). Children’s early Pelu, M., & Isawati, I. (2019). Historical
learning and development. (National Value of Cetho Temple as Local
Council for Curriculum and Culture-Based Character Education
Assessment). Source and Material. 279(Icalc 2018),
Juma, A. W. (2012). Education for 394–401. https://doi.org/10.2991/icalc-
Character. 18.2019.56
Kh, E. F. ., & Mukhlis, G. . (2017). Review, L., & Stedje, L. B. (n.d.). Nuts and
Pendidikan Anak Usia Dini menurut Bolts of Character Education. 1–19.
Q.S. Lukman : 13-19. Jurnal Anak Rokhman, F., Hum, M., & Syaifudin, A.
Uisa Dini Dan Pendidikan Anak Usia (2014). Character Education For
Dini, 3, 42. Golden Generation 2045 ( National
Komalasari, K., & Saripudin, D. (2017). Character Building for Indonesian
pendidikan karakter (konsep dan Golden Years ). Procedia - Social and
aplikasi living values education). Behavioral Sciences, 141, 1161–1165.
Bandung: PT Refika Aditama. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.0
Komariah, & Satori. (2012). Metodelogi 5.197
Penelitian Kualitatif. Spradley, J. P. (1980). Participant
Moraru, C., Gomez, J., & Mcguigan, N. Observation.
(2016). Developmental changes in the Sudiana, N. N. (2015). Ni Nyoman Sudiana,
influence of conventional and Pendidikan Karakter Melalui Gending
instrumental cues on over-imitation in Rare. PENDIDIKAN ANAK USIA
3- to 6-year-old children. Experimental DINi, 9, 51.
Sugiyo, R., & Purwastuti, L. A. (2017). Early Childhood Development Story.
Local Wisdom-Based Character South Australia.
Education Model in Elementary School World Health Organization. (20014).
in Bantul Yogyakarta Indonesia. Sino- Departement of Child and Adolescent
US English Teaching, 14(5). Health and Development (CAH). The
https://doi.org/10.17265/1539- Importance of Caregiver-Child
8072/2017.05.003 Interactions for the Survival and
Sugiyono. (2007). Penelitian Kualitatif, Development of Young Children.
Kuantitatif dan R&D. Yaumi, M. (2014). Pendidikan Karakter.
Suprayekti. (2013). Pengembangan bahan Landasan, Pilar & Implementasi.
belajar “pendidikan karakter anak usia
sekolah dasar” untuk orang tua.
Tanto, O. D., Hapidin, H., & Supena, A.
(2019). Penanaman Karakter Anak
Usia Dini dalam Kesenian Tradisional
Tatah Sungging. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 337.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i2.19
2
Wagiran. (2012). Pengembangan karakter
berbasis kearifan lokal. Jurnal
Pendidikan Karakter, II(3), 329–339.
Wahyu, Y., & Leonangung Edu, dan A.
(2018). Reconstruction Of Character
Values Based On Manggaraian Culture.
SHS Web of Conferences, 42, 00029.
https://doi.org/10.1051/shsconf/201842
00029
Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi
umum. Yogyakarta.
Winter, P. (2010). Engaging Families in the

Anda mungkin juga menyukai