Anda di halaman 1dari 11

Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

Opini

Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah:


Sebuah Pemahaman

Harun D. Simarmata
E-mail: harun.simarmata@bpkpenaburjakarta.or.id
Bagian Kerohanian dan Karakter BPK PENABUR Jakarta

Abstrak
alah satu model implementasi pendidikan karakter adalah berbasis kultur sekolah. Kultur

S sekolah sebagai basis pendidikan karakter merupakan sebuah variabel penting atau dasar
untuk perbaikan maupun perkembangan sekolah itu sendiri. Pengembangan kultur
sekolah ternyata belum sepenuhnya dipahami oleh warga sekolah, bahkan dipersempit
kepada hal-hal tertentu saja. Tanggung jawab pengembangan kultur sekolah pun hanya ditumpukan
kepada beberapa orang saja di sekolah serta pandangan yang menyederhanakan proses
implementasi pendidikan karakter dalam kultur sekolah yang tidak utuh dan menyeluruh. Kultur
Sekolah juga kurang mendapat tempat dan perhatian dalam sistem pendidikan sekolah. Tulisan
ini berusaha memberikan pemahaman sederhana mengenai pendidikan karakter berbasis kultur
di sekolah.

Kata-kata kunci: pendidikan karakter, kultur, sekolah, pendidikan karakter berbasis kultur sekolah

Understanding Culture Based Character Education in School

Abstract
One of implementation methods of character education is based on school culture. School Culture as a based for
character education is an important variable or foundation for improvement and development of the school
itself. School Culture development is still not fully understood by the school stake holder, and even being
narrowed to certain components. Responsibility of its development is often assigned only to a few numbers of
staff. And also with perspective that is simplifying the process of its implementation, which is not whole and
complete. It also lacks of concern and attention in the school system. Therefore this paper was intended to give
simple understanding about culture based character education.

Keywords: character education, school culture, school culture based character education

Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018 81


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

Dalam konsep educare, pendidikan merupakan


Pendahuluan sebuah proses menumbuhkan, mengembang-
kan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata
menjadi semakin tertata.
Salah satu tantangan yang dihadapi dari
perkembangan abad 21 adalah lunturnya kultur Kata educere merupakan gabungan dari
sebuah komunitas. Tantangan ini sangat jelas preposisi ex yang artinya keluar dari dan kata
terlihat dalam kehidupan anak-anak muda saat kerja ducere berarti memimpin. Oleh karena itu
ini. Ketidakpedulian, melakukan kekerasan, seks educere berarti suatu kegiatan untuk menarik
bebas, tawuran serta tindakan merusak dan keluar atau membawa keluar. Dalam konsep
perilaku tidak bertanggung jawab telah educere, pendidikan berarti sebuah proses
merongrong kehidupan anak-anak muda. bimbingan di mana terdapat dua relasi yang
Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi, sifatnya vertikal, antara mereka yang memimpin
menjadikan anak-anak muda menjadi kurang dan yang diartikan sebagai sebuah proses
bersosialisasi dengan sesamanya di dunia nyata. dengan metode-metode tertentu sehingga orang
yang memperoleh pengetahuan, pemahaman,
Tantangan abad 21 juga turut mempenga-
dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
ruhi kultur dalam kehidupan. Hal ini juga
kebutuhan.1
pernah diungkapkan oleh menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Mudhajir Effendy, dalam Karakter berasal dari bahasa Yunani
memperingati Hari Pendidikan Nasional. Ia ‘karasso’ berarti cetak biru, format dasar, sidik,
menyebutkan revolusi industri 4.0 yang seperti sidik jari. Dari pengertian tersebut,
bertumpu pada cyber-physical system telah Thomas Lickona menyebutkan ada tiga hal
mengubah peri kehidupan masyarakat, Artificial terkait dalam membangun pendidikan karakter
Intelligence, serta mesin-mesin cerdas telah yaitu moral knowing (pengetahuan tentang
menggantikan tenaga kerja manusia. moral), moral feeling (perasaan tentang moral)
dan moral action (perbuatan bermoral). Pengertian
Lalu, permasalahan berikutnya adalah
karakter tersebut dimaknai oleh Paul
bagaimana dengan sekolah? Apa yang bisa
Suparnosebagai imbangan yang tetap antara
dilakukan oleh sekolah ketika anak-anak yang
hidup batin seseorang dengan perbuatan
hadir di sekolah tersebut merupakan anak yang
lahirnya. Karakter merupakan nilai-nilai dan
telah mengalami kelunturan kultur demikian?
sikap hidup yang positif, yang dimiliki
Sekolah bukan sebuah tempat di mana seluruh
seseorang sehingga mempengaruhi tingkah
persoalan bangsa bisa diselesaikan, namun
laku, cara berpikir dan bertindak orang itu, dan
sekolah menjanjikan banyak hal tentang
akhirnya menjadi tabiat hidupnya.”2
perbaikan sebuah bangsa di masa depan.
Sekolah, dengan pendidikan karakter berbasis Salah satu pendekatan dalam pendidikan
kultur, dapat menjadi kekuatan untuk karakter, selain sosial, moral, kognitif, adalah
antropologi atau pemahaman tentang siapa
memperbaiki serta menumbuh-kembangkan
manusia itu. Paul Suparno menyebutkan ada
karakter anak di tengah tantangan yang
lima pandangan tentang manusia, yaitu manusia
dihadapi.
sebagai makhluk yang berakal budi, manusia
adalah makhluk yang punya hati untuk merasa,
Memahami Pendidikan Karakter manusia sebagai pribadi (persona), manusia
Istilah education, yang berarti pendidikan, sebagai makhluk sosial, manusia sebagai
merupakan turunan kata kerja dari bahasa Latin, makhluk yang berbudaya,3 dan manusia sebagai
educare dan educere. Kata educare memiliki penghayat nilai.Maka secara sederhana,
konotasi melatih atau menjinakan (seperti dalam pendidikan karakter bertujuan, sebagaimana
konteks manusia melatih hewan-hewan yang Doni Koesoema mengutip pendapat Thomas
liar menjadi semakin jinak sehingga bisa Lickona, “Ketika kita berpikir tentang karakter
diternakkan), menyuburkan (membuat tanah itu macam apa yang kita inginkan terjadi dalam
lebih menghasilkan banyak buah berlimpah anak-anak kita, jelaslah bahwa kita ingin agar
karena tanahnya telah digarap dan diolah). mereka dapat menilai apa yang benar, dan

82 Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

kemudian melakukan apa yang mereka yakini personality-nya sebuah organisasi, sedangkan
sebagai sesuatu yang benar-bahkan ketika iklim (climate) merepresentasikan sikapnya
mereka menghadapi tekanan dari luar dan (attitude) organisasi tersebut. Oleh karena itu,
godaan dari dalam diri mereka sendiri.”4 Ketika sering ada ungkapan “Adalah lebih mudah
setiap orang menggapai titik di mana melakukan mengubah sikap organisasi ketimbang
kebaikan itu secara otomatis atau menjadi mengubah personality organisasi.”
kebiasaan, maka disitulah tujuan utama Dalam tulisannya, Steve Gruenert5 membe-
pengembangan karakter muncul. dakan iklim dengan budaya sebagaimana tertera
Dalam tulisannya, David Light Shields pada Tabel 1.
mengatakan bahwa tujuan dari seluruh proses
pendidikan adalah karakter. Bukan hanya
sekadar memperoleh pengetahuan saja, Tabel 1:
pendidikan juga bertujuan mengembangkan Perbedaan Iklim dan Budaya
usaha mencari dan menggunakan pengetahuan
dalam cara-cara yang etis dan efektif. Climate (Iklim) Culture (Budaya)
Pendidikan, menurutnya, seharusnya mengem-
bangkan empat bagian karakter yaitu intellectual Provides a state of Provides a way of
character yaitu melingkupi kebiasaan pikiran mind thinking
(habits of mind),pola-pola berpikir, watak umum,
Based on perceptions Based on values and
serta rientasi berpikir motivasi, misalnya pikiran beliefs
terbuka, reflektif, strategis, dan mencari
kebenaran. Intellectual character fokus kepada Is all around us Is part of us
Intellectual actions; moral character yaitu
melingkupi mencari yang baik dan benar. Moral Attitude or mood of
Personality of the group
the group
character lebih kepada memberlakukan kebaikan
ketimbang mempelajari nilai-nilai spesifik; Civic
character yaitu melingkupi kebaikan bersama dan Kultur sekolah merupakan salah satu
mewujudkannya dengan berkolaborasi dengan konsep yang paling rumit dan penting dalam
yang lain, misalnya keahlian intelektual seperti pendidikan. Mendefinisikan apa itu kultur
berpikir kritis, serta keahlian partisipatoris dan sekolah bukanlah sesuatu yang mudah.
sosial; dan Performance character termasuk Mungkin sulit bagi kita menggambarkan kultur
kualitas seperti ketekunan, rajin, keberanian, sekolah dengan kata-kata, namun kita dapat
inisiatif, kesetiaan dan sebagainya. merasakannya ketika masuk dalam lingkungan
Bagaimana mengimplementasikan sekolah tersebut, mulai dari gerbang sekolah
pendidikan karakter di sekolah? Dalam bukunya sampai kantin sekolah. Seperti udara yang kita
Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh, hirup dan air yang kita minum, kultur
Koesoema menyebutkan ada tiga basis merupakan sumber kehidupan sekolah. Setiap
implementasi pendidikan karakter yaitu basis sekolah memiliki kulturnya masing-masing,
kelas, basis kultur dan basis komunitas. Masing- apakah itu lemah atau kuat, berfungsi atau tidak
masing basis memiliki metode dan strategi berfungsi.Yang membedakan kultur sekolah
pengimplementasiannya. Tulisan ini secara dengan kultur organisasi umumnya, adalah
khusus akan membahas tentang implementasi bahwa masukan dan keluarannya adalah
pendidikan karakter berbasis kultur di sekolah. manusia, secara khusus peserta didik.
Pemahaman tentang makna kultur sekolah
Kultur Sekolah (School Culture) (school culture) sangat beragam. Ada yang
Secara umum, iklim dan kultur maknanya sering berpendapat bahwa kultur sekolah itu berisi
disamakan. Namun, ternyata keduanya keyakinan (beliefs), sikap (attiudes), dan perilaku
merupakan hal yang berbeda. Bila dikaitkan (behaviors) (lihat Gambar 1). Pendapat lain yang
dengan organisasi, maka kultur itu merupakan serupa dengan itu mengungkapkan bahwa

Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018 83


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

kultur sekolah itu terdiri dari harapan-harapan,


Level 1:Artifacts and Practices
nilai-nilai dan pola-pola yang dibagikan yang
symbols, rites, rituals, myths visible
mendefinisikan siapa kita dan bagaimana kita
and audible behavior patterns
memperlakukan satu dengan yang lain dan
bagaimana kita melakukan pekerjaan/karya/
perbuatan kita.
Kultur sekolah adalah puncak dari seluruh
Level 2: Values
keyakinan, nilai, norma, dan praktik yang dianut Sense of what ought to be done
bersama dan yang menggerakkan sebuah
organisasi/lembaga, semisal sekolah. Kultur
sekolah merupakan sebuah daya yang bertenaga,
yang mampu mempengaruhi bagaimana orang
berpikir (think), merasa (feel), berkeyakinan Level 3: Basic Assumptions
(beliefs) dan bertindak atau bekerja (act). relationship to environment
R.Maslowski mengatakan bahwa budaya nature of reality
sekolah itu merupakan “the basic assumptions, nature of human nature
norms and values, and cultural artifacts that are nature of human activity
shared by school members, which influence their nature of human relationships
functioning at school.”6 Menurutnya, ada tiga
lapisan budaya sekolah yaitu: basic assumptions,
Gambar 1:
norms and values, dan cultural artifacts (lihat Gbr.2). Lapisan-lapisan dalam Budaya Sekolah
Hal serupa juga disampaikan oleh Lucy
Vezzuto, yang mengatakan bahwa”School culture
cerminan cara berpikir dan bekerja dan juga
is a broader term than “climate” and provides a more
bentuk sesungguhnya dari perilaku makhluk
accurate way to help school leaders better understand
Tuhan. 8 Kultur itu juga yang membedakan
the dynamics of human behavior expressed in the
manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya. Proses
school’s own “unwritten rules and traditions, norms
ini akan mengembangkan manusia berbudaya
and expectations that seem to permeate everything:
tinggi yaitu dengan meneruskan nilai kultur
the way people act, how they dress, what they talk
yang sudah baik dan mengubah nilai kultur yang
about or avoid talking about, whether they seek out
sudah tidak baik lagi karena perkembangan
colleagues for help or don’t, and how teachers feel
zaman ataupun situasi. Manusia berbudaya
about their work and their students.”7 Menurutnya
adalah manusia yang memiliki keyakinan,
ada tiga hal dalam kultur sekolah, yaitu human
watak dan perilaku yang berakal budi, yang
behavior, norms and expectation serta feel.
diwariskan dari generasi ke generasi. Bila ditarik
Asumsi-asumsi pada kedua gambar di atas lebih luas lagi, masyarakat yang berbudaya
tidak hanya membentuk pemikiran, persepsi, (cultured society)9 cenderung memiliki warisan
perasaan, serta perilaku, melainkan juga budaya adiluhung, yang tidak hanya dihormati
menuntun hubungan organisasi kepada oleh komunitasnya, tetapi juga oleh dunia.
lingkungan, realitas, waktu, ruang, dan
Ketika kebudayaan juga menjadi bagian
keberadaan aktivitas manusia dan relasi-relasi
penting, selain pendidikan dan pengajaran,
antar manusia di dalam organisasi sekolah.
dalam lembaga pendidikan atau sekolah, maka
Dengan demikian, pendidikan karakter pada saat itu juga sekolah menjadi sebuah
berbasis kultur di sekolah bertujuan untuk lembaga kebudayaan (cultural institution), sebagai
menciptakan lingkungan pendidikan sebagai sebuah alat transmisi kebudayaan (means of
sebuah lingkungan pembelajaran atau cultural transmission). Sekolah menjadi sebuah
pendidikan yang dapat menolong setiap komunitas budaya. Ini sekaligus membedakan
individu bertumbuh dewasa dalam keyakinan, bahwa sekolah bukanlah sebuah pabrik, artinya
perasaan, sikap dan perilaku serta relasi dengan sekolah menjadi mekanistik, formal, birokratis
lingkungan, sebab kultur itu merupakan dan hanya berorientasi pada produk atau hasil.10

84 Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

Ketika sekolah menggunakan cara pabrik dalam memiliki rasa persaudaraan; 4) organisasi siswa
mengelola pendidikan, maka hal tersebut akan menerapkan kepemimpinan demokratis dan
mematikan kemampuan berpikir, berkeyakinan, menumbuhkan rasa tanggung jawab bagi para
bersikap, berperilaku, evaluasi serta kemampuan siswa; 5) hubungan semua warga sekolah
reflektif pelaku dunia pendidikan.11 Mendesain bersifat saling menghargai, adil dan bergotong
dan mengembangkan program pendidikan royong; 6) sekolah meningkatkan perhatian
karakter dalam lingkungan sekolah, sebagai terhadap moralitas dengan menggunakan waktu
sebuah lembaga kebudayaan, itu berarti sekolah tertentu untuk mengatasi masalah-masalah
memiliki misi kebudayaan karakter, yang moral. Supaya bobot penilaian terhadap budaya
mempengaruhi cara anggota komunitas sekolah sekolah mendalam, komprehensif dan otentik.
berpikir (think), merasa (feel) dan bertindak (act). Mengenai elemen budaya sekolah yang baik,
Kondisi menjadi salah satu hal yang hal serupa sekaligus melengkapi juga
dibutuhkan ketika pendidikan karakter berbasis disampaikan oleh Tsang Kwok Kuen dalam
kultur sekolah ingin diimplementasikan. tulisannya yang mengusulkan bahwa ada enam
Menurut Character Education Partnership (CEP)12, unsur lain lagi dalam kultur sekolah, yaitu15: 1)
ada tiga kondisi dasar yang diyakini mampu professional values concern the importance of the
meningkatkan kultur sekolah, yaitu: 1) sekolah social institution of education and the need for school
membutuhkan ukuran-ukuran keberhasilan dan growth is grounded on pedagogical principles; 2) an
wilayah-wilayah untuk kemajuan yang emphasis on learning produces a learning community
melampaui batas-batas nilai sebuah tes; 2) in which there is a commitment to professional growth
sebuah pemahaman komprehensif tentang and improved outcomes for students; 3)collegiality
kultur sekolah semestinya dimiliki oleh tiap guru; empowers teachers to exercise professional judgments
3) sekolah membutuhkan media atau sarana through the development of supportive inter-personal
untuk membangun dan menilai kultur sekolah, relationship; 4) collaboration is interaction between
dan harus akuntabel untuk kepentingan kultur teachers in which information is shared on school
sekolah itu sendiri. operational matters including the instructional
Selain kondisi dasar yang dibutuhkan, program; 5) shared planning is a collective process
proses merupakan salah satu fokus dalam whereby a common vision of the school is actualized
by logical planning; 6) transformational leaders share
mengimplementasikan pendidikan karakter
power and facilitate a school development process that
berbasis kultur di sekolah. Dalam tulisannya,
engages the human potential and commitment of
Cece Rakhmat13 mengatakan bahwa ada beberapa
teachers.
proses yang dilakukan oleh sekolah sebagai
lembaga yang memiliki misi kebudayaan, yaitu: Mendidik karakter berbasis kultur sekolah
1) pewarisan kebudayaan; 2) membantu tidak hanya soal dalam hal aturan-aturan
individu memilih peran sosial dan mengajari sekolah atau hal-hal yang biasa dilakukan
untuk melakukan peran tersebut; 3) memadukan secara terjadwal/terencana. Mendidik karakter
beragam identitas individu ke dalam lingkup siswa melalui basis kultur di sekolah berarti
kebudayaan yang lebih luas; 4) harus menjadi mendidik keyakinan, sikap, perbuatan, yang
sumber inovasi sosial. nantinya akan mengembangkan manusia-
manusia yang berbudaya. Tanggungjawab
Selain itu, mengutip pendapat Thomas
pendidikan karakter berbasis kultur di sekolah
Lickona, Novan Ardy Wiyani, dalam bukunya
ini terletak pada kolaborasi guru di sekolah dan
Manajemen Pendidikan Karakter, mengatakan ada
sistem pendidikan serta kultur secara utuh dan
enam elemen budaya sekolah yang baik14: 1)
menyeluruh.
pimpinan sekolah memiliki kepemimpinan
moral dan akademik; 2) disiplin ditegakkan
secara menyeluruh; baik kepada guru maupun Kultur yang Ada di Sekolah
siswa diberlakukan disiplin yang sama; 3) warga Membangun pendidikan karakter berbasis
sekolah (mulai dari kepala sekolah sampai kultur di sekolah bukanlah sebuah proses yang
kepada satpam maupun petugas kebersihan) dimulai dari nol. Tiap sekolah sudah

Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018 85


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

mengajar. Kultur kolaborasi ini memiliki


keyakinan akan terjadinya perubahan dan lebih
mengedepankan inovasi. Dalam perspektif
kultur ini, memberi dan menerima bantuan
dipandang sebagai hal positif, bukan sebuah
kelemahan.
Selain itu, kultur yang terbentuk di sekolah
yaitu kultur positif dan kultur toxic. Disebut
sebagai kultur positif sebuah sekolah ketika
seluruh warga sekolah merasakan kenyamanan,
positif, dan penuh keyakinan serta harapan. Ada
beberapa kultur positif sekolah yaitu guru
menuangkan hatinya dalam mengajar; norma-
norma dasar tentang kolegialitas, peningkatan,
dan kerja keras; ritual dan tradisi merayakan
Gambar 3: pencapaian siswa, inovasi guru, dan komitmen
Elemen-elemen Kultur Sekolah orangtua; tersedianya jaringan komunikasi; serta
keberhasilan, kebahagian dan humor berlimpah-
membangun kultur serta memiliki keunikan limpah. Sebaliknya, dalam kultur toxic sekolah
kultur sekolahnya masing-masing. Pertanya- biasanya terbentuk serta ditemukan dalam
annya adalah mengapa kultur di sekolah belum suasana depresi dan frustrasi, baik guru maupun
terlihat atau dirasakan berkembang secara warga sekolah lainnya tidak yakin serta tidak
maksimal? Di dalam lembaga pendidikan, dapat membawa perubahan serta tidak
menurut Koesoema, ternyata terdapat kultur membawa peningkatan sekolah ke level yang
maupun mentalitas non edukatif yang lebih tinggi; saling menyalahkan, dsb.17
“menyandera” para tenaga pendidik maupun
Bila dikaitkan dengan pemahaman kultur
tenaga non-kependidikan untuk mengimple-
sekolah, maka ada tiga kultur sekolah yaitu
mentasikan pendidikan karakter berbasis kultur kultur efikasi (culture of efficacy), misalnya
sekolah. Kultur yang dimaksud adalah adanya pengalaman keahlian, pengalaman delegasi,
kultur teknis, mentalitas jalan pintas atau persuasi sosial dan bangunan emosional; kultur
budaya instan, atau cara berpikir simplisistis- percaya (culture of trust). Yang pertama sekali
linear, rasionalitas teknis, kultur tanpa aturan dalam kultur percaya ini adalah para guru harus
dan budaya katrol. 16 Inilah yang menjadi percaya kepada kepala sekolahnya; dan kultur
keprihatinan dalam membangun karakter optimisme akademis (culture of academic
melalui basis kultur di sekolah. optimism), optimisme merupakan payung yang
Beberapa ahli membedakan jenis kultur menyatukan efikasi dan percaya dengan tekanan
sekolah yaitu kultur sekolah yang individualistis akademis.18 Dengan demikian, kultur positif
dan kolaborasi. Kultur individualistis terbentuk serta kultur kolaborasi bersinergi dengan kultur
setelah bertahun-tahun mengajar dalam efikasi, kultur trust dan optimisme akan
keterpisahan antara guru yang satu dengan guru menghasilkan sebuah kultur sekolah yang
yang lain, dan sekolah yang penuh dengan guru mampu mengimplementasikan pendidikan
yang asing satu dengan yang lain. Tidak ada karakter.
relasi yang terbangun antara satu guru dengan Ketika kultur yang baik tadi sudah menjadi
guru yang lain. Kultur ini memiliki pandangan kebiasaan bersama yang dilakukan dan
konservatif dan selalu menolak perubahan dan dipercaya oleh sekolah, serta menghilangkan
inovasi. kultur yang tidak baik tadi, maka melembagakan
Kultur lainnya yaitu kultur kolaborasi. kultur nilai yang baik tadi dalam sebuah
Kultur kolaborasi menganggap bahwa mengajar penguatan sistem menjadi sebuah hal yang tidak
bukanlah sesuatu yang mudah dan guru yang terelakkan lagi. Institusionalisasi kultur nilai
baik tidak pernah berhenti untuk belajar itulah yang akan menjaga kekonsistenan sekolah

86 Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

dalam melaksanakan misinya sebagai lembaga cultures where teachers can make a difference and
kebudayaan serta menjadi gerak dan niat every child can learn and where there is passion and
bersama. commitment to designing and promoting the
absolutely best that is possible.
Peran Pendidik dalam Kepala sekolah merupakan sosok yang
Pendidikan Karakter Berbasis Kultur berperan menjadi model dalam membangun
di Sekolah kultur sekolah. Kepala sekolah berperan
mengkomunikasikan nilai-nilai inti (core values)
yang berlaku dalam pekerjaan setiap hari. Para
Secara umum diketahui bahwa orangtua guru berperan memperkuat nilai-nilai tersebut
merupakan pendidik karakter, termasuk kultur, dalam tindakan-tindakan dan kata-kata. Bahkan
yang pertama dalam diri seorang anak. Di satu para guru, seperti kebanyakan organisasi
sisi, anak memperoleh pendidikan karakter di lainnya, menyelaraskan keyakinan (beliefs) dan
tengah keluarga. Anak menyerap atau meniru perilaku (actions) selaras dengan struktur,
kultur yang dibangun di dalam keluarga. Anak kebijakan dan tradisi di lingkungan sekolah
akan membawa kultur yang diserapnya atau (lihat Gambar 4).
ditirunya dari keluarganya ke sekolah. Di sisi
Meskipun demikian, ada beberapa kendala
yang lain, anak juga menghabiskan sebagian
yang menghambat implementasi pendidikan
tenaga, pikiran dan melewatkan waktunya
karakter berbasis kultur di sekolah sehingga tidak
berjam-jam, berhari-hari, bertahun-tahun berada
maksimal, khususnya terkait dengan proses
di sekolah untuk mendengarkan pelajaran,
mengajar. Diane Oberg, dalam tulisannya
membaca buku. Kedua lembaga tersebut tentulah
Changing School Culture: The Role of the 21st
tidak harus saling dipertentangkan mengenai
Century Teacher-Librarian,20 mengatakan bahwa
mana yang lebih penting dalam hal mendidik
ada tiga norma tradisional mengajar, yaitu
karakter, terutama kultur. Namun, perlu diakui
conservativism (berpandangan bahwa “Saya
bahwa keluarga membutuhkan lembaga
menyukai sekolah ini dan sudah sangat bagus,
pendidikan, dan lembaga pendidikan
sehingga saya tidak melihat suatu kebutuhan untuk
membutuhkan keluarga dalam melaksanakan
mengubahnya), individualism (berpandangan
visi dan misinya. Lembaga di sekolah merupakan
bahwa “Dulu saya belajar mengajar dengan cara
perpanjangan dari pendidikan dalam keluarga.
saya, sekarang saya mengajar dengan cara saya
Keduanya saling mengisi untuk mendidik
sendiri), dan presentism (berpandangan
generasi penerus memiliki kultur yang baik.
bahwa”Penghasilan yang saya dapat terkait dengan
Betul bahwa pendidikan karakter di sekolah pendidikan dan pengalaman, bukan terkait kepada
merupakan tanggung jawab seluruh warga usaha/karya dan akibat), yang membuat perubahan
sekolah. Setiap warga di sekolah tidak terlepas kultur sekolah sangat sulit.
dari kultur sekolah itu sendiri sekaligus
Mungkin pemahaman yang muncul
mempengaruhi dalam membangun kultur
kemudian adalah bagaimana kultur sekolah
sekolah. Namun, tanggung jawab yang lebih
dipahami oleh guru dan hubungan saling-
besar berada di kepala sekolah dan guru. Dalam
antara kultur sekolah dengan keyakinan,
tulisannya, Bruce G.Barnett dan Gary
perilaku dan sikap guru itu sendiri. Di sinilah
R.O.Mahony 19 mengatakan bahwa para
perlu dibongkar persepsi seorang guru tentang
pemimpin sekolah semestinya berpikir bahwa:
organisasi sosial (sekolah), tempat mereka
Strong positive cultures do not just happen. They are
bekerja. Maka, dengan persepsi organisasi sosial
built over time by those who work in and attend the
sekolah, yang terdiri dari sembilan variabel
school by formal and informal leaders who encourage
organisasi sosial yaitu teacher certainty, teacher
and reinforce values and traditions. Many schools
cohesiveness, teacher collaboration, teacher
limp along with weak and unfocused cultures due to a
complaints, teacher evaluation, faculty goal setting,
paucity of leadership and lack of concern. The central
managing student behavior, parent involvement dan
concern here is the development of meaningful and
teacher learning opportunities,21 akan menolong
productive schools. Leaders must shape and nourish
para guru memahami serta mendefinisikan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018 87
Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

Kultur Sekolah (School Culture)


Kepemimpinan Hasil Belajar
Kepala Sekolah
Kultur Kelas

Kultur Sekolah (School Culture)

Gambar 4:
Kultur sekolah dan Kultur Kelas

kultur sekolah, mendefinisikan sifat pekerjaan menemani murid dalam mencari pengetahuan
mereka, perasaan para guru terhadap pekerjaan dan pengertian.23
mereka, dan substansi dari pekerjaan mereka. Nouwen mengakui bahwa situasi tersebut
Memang diakui bahwa tugas serta merupakan ciri kondisi sebuah masyarakat
tanggungjawab seorang guru sangatlah berat. teknokrasi yaitu lingkungan kultur masyarakat
Selain guru sebagai pendidik sekaligus pengajar, yang telah membunuh rasa ingin tahu spontan
role model dalam implementasi basis kultur, maka yang alamiah dan telah pula melemahkan
kepemimpinan guru, baik dalam mendidik keinginan manusia untuk tahu, serta ciri
maupun mengajar, juga menjadi hal penting masyarakat yang berorientasi produksi, di mana
dalam membangun kultur sekolah. sekolah tidak ada lagi tempat dan waktu
Sebagai pengajar/pendidik, seorang guru bertanya mengapa kita hidup, mencintai, bekerja
memiliki etos keguruan. Etos dalam arti dan mati, tanpa rasa takut akan persaingan,
perdananya –aslinya ‘ethos’ berasal dari bahasa permusuhan atau pikiran untuk menerima
Yunani – adalah semangat, mentalitas, dan hukuman atau penghargaan. Kultur pengajaran
karakter. Menurut Jansen Sinamo, sebagaimana antara guru dan murid yang dihinggapi secara
dikutip oleh Jan S. Aritonang22, menyebutkan mendalam oleh rasa takut dan ketidakyakinan
ada 8 Etos Keguruan, yaitu 1) Keguruan adalah akan kemampuan pribadinya sebenarnya
Rahmat; 2) Keguruan adalah Amanah; 3) merugikan pendidikan itu sendiri.
Keguruan adalah Panggilan; 4) Keguruan Untuk menghilangkan dampak teknokrasi
adalah Aktualisasi; 5) Keguruan adalah Ibadah; tersebut, kultur pengajaran berupa Gagasan
6) Keguruan adalah Seni; 7) Keguruan adalah tamu – tuan rumah menjadi model hubungan
Kehormatan; 8) Keguruan adalah Pelayanan. pribadi yang kreatif antara guru dengan murid.
Dengan ke-8 etos tersebut diharapkan guru Gagasan ini disebut hospitalitas. Istilah
mampu mengimplementasikan pendidikan hospitalitas diserap dari kata “hospitality” dalam
karakter berbasis kultur sekolah. bahasa Inggris.Akar kata hospitality ini adalah
Menurut Henri J.Nouwen, dalam bukunya kata benda bahasa Latin hospitium (atau kata
Menggapai Kematangan Hidup Rohani, bahwa sifatnya hospitalis), yang berasal dari hospes, yang
di lembaga pendidikan murid-murid artinya baik “tamu” maupun “tuan rumah”.
kebanyakan berusaha untuk mengumpulkan Konsep ini juga dipengaruhi oleh kata Yunani
kredit, naik kelas dan mendapatkan ijazah serta xenos, yang menunjuk kepada orang asing,
mengorbankan perkembangan pribadi mereka sekaligus tamu yang menerima sambutan atau
sendiri. Sebaliknya, sebagai seorang pengajar/ tuan rumah yang melakukan penyambutan
pendidik, guru menjadi semakin tidak peka terhadap orang lain.24
terhadap keadaan tersebut. Bahkan guru Kerangka tersebut ketika digunakan dalam
dianggap murid sebagai tuan yang selalu mengajar atau mendidik berarti menciptakan
menuntut dan bukan sebagai pembimbing yang suatu ruang, di mana guru dan murid membang-

88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

un hubungan yang tidak diwarnai rasa takut, yang bukan hanya memotivasi strategi baru dan
tidak sebagai pihak-pihak yang berlawanan menerima perubahan, tetapi juga mempengaruhi
tetapi sebagai pribadi yang berjuang bersama secara positif; dan kepemimpinan apresiatif
dan mencari kebenaran yang sama pula. Guru (appreciative leadership), yaitu kepemimpinan
dipanggil untuk menciptakan suasana yang yang bekerja setara dengan staf yang lain dengan
bebas dan tidak diwarnai rasa takut bagi para berusaha memenuhi empat kebutuhan, yaitu
muridnya. Ketika suasana tersebut dirasakan, kepercayaan, bela rasa, keteguhan dan
maka perkembangan mental dan emosional, pengharapan. Selain tiga model kepemimpinan
bahkan karakter para murid, dapat terjadi. tersebut, model kepemimpinan yang dibutuhkan
Dengan menggunakan kerangka tersebut, dalam membangun kultur sekolah adalah
Nouwen menyebutkan bahwa tugas seorang kepemimpinan mendistribusikan (distributing
guru yang hospitalis adalah menunjukkan dan leadership), yaitu adanya kesediaan berbagi
meneguhkan.Menunjukkan berarti bahwa guru tanggung jawab kepemimpinan dengan yang
mempunyai tugas menunjukkan bahwa seorang lain dan memberdayakan yang lain berbagi
murid pun mempunyai sesuatu yang bisa dalam mengambil keputusan terkait dengan isu-
ditawarkan, diberikan.Seorang guru pertama- isu yang muncul.27.
tama harus menunjukkan, menyingkapkan tabir
yang menutupi hidup intelektual para murid Mengevaluasi dan Mengkritisi
dan menolong para murid untuk melihat bahwa Pendidikan Karakter Berbasis
pengalaman-pengalaman, pemahaman dan
Kultur Sekolah
keyakinan (belief), intuisi dan rumusan gagasan
mereka perlu diperhatikan dengan sungguh-
sungguh.Sedangkan peneguhan selalu Pada umumnya, sebuah proses terdiri dari tiga
menyangkut keyakinan pribadi yang mendalam tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
bahwa pemberian yang berharga menuntut evaluasi. Mengevaluasi serta mengkritisi
perhatian dan pemeliharaan yang terus- program, kegiatan pendidikan dalam lembaga
menerus.25 pendidikan pasti menimbulkan semacam
Guru berperan sebagai role model. Mungkin perasaan tidak nyaman dan tidak enak, apalagi
pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa selama ini dirasa budaya sekolah sudah sangat
yang guru teladankan kepada peserta didik? baik dan tidak kedapatan kekurangan. Betul
Yang diteladankan oleh seorang guru bukan bahwa salah satu karakter manusia adalah lebih
persoalan cara atau teknik mengajar yang baik
atau tebar pesona seorang guru kepada para
Kepala
peserta didik, dsb., melainkan identitas dan Sekolah
integritas guru tersebut. Hal ini ditegaskan oleh (Kepemimpinan)
Parker Palmer, sebagaimana dikutip Ratna
Megawangi, bahwa:”Good teaching can never be
reduced to technique-good teaching comes from
identity and integrity of the teacher.”26 Identitas dan
integritas sangat berkait dan muncul dalam Student
Guru/Staf Orangtua
pengertian dan perilaku budaya. Achievement

Kepemimpinan guru (teacher leadership) ini


terkait dengan kultur sekolah. Kepemimpinan
yang diperlukan dalam mengembangkan
pendidikan karakter berbasis kultur sekolah ada
tiga yaitu kepemimpinan berbasis penguatan/ Siswa
peneguhan (strength-based leadership) yaitu
kepemimpinan yang meyakinkan/meneguhkan
terhadap siswa, kepemimpinan transformatif Gambar 5:
(transformatif leadership), yaitu kepemimpinan Hubungan Kultur Sekolah

Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018 89


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

suka berada di zona nyaman dan sangat sulit sikap (attiudes) dan perilaku (behaviors), perasaan
keluar dari zona tersebut. Namun, sebuah (feelings). Ketiganya adalah satu kesatuan. Maka,
kesadaran dibutuhkan bahwa kultur sekolah pendidikan karakter berbasis kultur sekolah
merupakan suatu hal yang dinamis, sekaligus merupakan sebuah usaha sekolah mendidik
mengingat bahwa tantangan dan situasi zaman siswa menjadi manusia yang berbudaya nilai-
yang dihadapi sekolah berubah dengan cepat. nilai karakter di tengah masyarakat berbudaya.
Penilaian dan evaluasi kritis terhadap Anak yang berbudaya mencerminkan dirinya
kultur sekolah merupakan sebuah respons sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berbeda
terhadap kondisi pendidikan yang mungkin dengan ciptaan Tuhan lainnya.
sudah tidak relevan dan tidak menjawab Sebagai sebuah lembaga kebudayaan, maka
tantangan yang dihadapi oleh sekolah.Tujuan peran seorang pendidik dalam pendidikan
evaluasi adalah untuk melihat, meninjau karakter berbasis kultur sekolah ini sangat
kembali, dan menilai apakah pendidikan penting, terlebih terkait dengan makna kultur
karakter berbasis kultur sekolah yang dilakukan sekolah itu sendiri, sebagai seorang pendidik/
dan dikembangkan berjalan lancar dan sesuai pengajar, role model dan pemimpin kultur
dengan yang diinginkan dan diharapkan. sekolah, dalam keyakinan, sikap, perilaku,
Mengevaluasi dan mengkritisi bukan sebuah perasaan dan nilai-nilai. Sekolah yang berkultur
proses menemukan masalah lalu memperbai- adalah sekolah yang mendorong mengembang-
kinya. Ketimbang bertanya apa yang salah kan kultur karakter yang baik.
dengan sekolah ini? Lebih tepat bertanya Mengevaluasi dan mengkritisi kultur
demikian: “Menurut pendapatmu, apa yang sekolah sebagai sebuah basis implementasi
mampu menjadikan sekolah ini lebih baik?” pendidikan karakter tetaplah diperlukan guna
Penilaian kultur sekolah yang berbobot tetap memelihara keberhasilan sekolah dan
adalah penilaian yang dilakukan secara siswa serta masa depan sekolah. Proses re-
mendalam, komprehensif, otentik dan lengkap culturing sangat diperlukan sebagai sebuah
dengan melibatkan kepala sekolah, guru, siswa proses yang terus menerus sekaligus.
dan orangtua berkait dengan feelings, beliefs, Keberhasilan membangun karakter siswa
attitudes dan behaviors. Salah satu prinsip dari melalui kultur sekolah akan menjadi bahan
11 Principles of Effective Character Education yang perbincangan, baik orangtua maupun
diusung oleh Thomas Lickona mengatakan masyarakat berbudaya, ketim-bang yang lainnya.
bahwa sekolah perlu menilai budaya dan Selain evaluasi dan refleksi, sekolah lebih
iklimnya secara teratur. 28 Prinsip tersebut mencurahkan terhadap perenca-naan artifacts
memiliki tiga bagian yaitu: 1) sekolah dan practices yang lebih berbobot dalam
menentukan tujuan-tujuan dan menilai secara membangun kultur yang berkarakter.
reguler kultur, iklim dan fungsi sebagai
komunitas pembelajar etis (Where are we now?); 2) Catatan kaki:
staf dan guru di sekolah merefleksikan usaha 1
La Ode Gusal, “Nilai-Nilai Pendidikan Dalam
mereka sebagai pendidik karakter dalam Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara” diunduh
mengimplementasi pendidikan karakter (Where dari ojs.uho.ac.id/index.php/HUMANIKA/
do we want to go?); 3) sekolah menilai tingkat article/download/611/pdf
pemahaman, perkembangan dan komitmen 2
Paul Suparno, Pendidikan Karakter di Sekolah:
siswa terhadap good character dan nilai-nilai Sebuah Pengantar Umum (Yogyakarta: Kanisius,
karakter (How well are we doing?). 2015), 29
3
Ibid., 45-53
4
Doni Koesoema, Strategi Pendidikan Karakter
Simpulan
(Yogyakarta: Kanisius, 2015), 19
5
Steve Gruenert, “School Climate”, 58
Salah satu implementasi pendidikan karakter di 6
R. Maslowski “School Culture and School
sekolah adalah basis kultur sekolah. Makna Performance” dalam https://ris.utwente.nl/
kultur sekolah terdiri dari keyakinan (beliefs), ws/files/6074941/t0000012.pdf

90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018


Pendidikan Karakter Berbasis Kultur di Sekolah

7
Lucy Vezzuto dalam tulisannya “Impacting reflect io n_ implicat io ns_ fo r_ schoo l_
School Culture: Examining Rituals, Traditions, improvement
& Ceremonies” 20
Diane Oberg, “Changing School Culture: The Role
8
Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan of the 21st Century Teacher-Librarian” dalam
Karakter (Yogyakarta: Pedagogia, 2012), 138 ht t p : //t mc anad a. pbwor k s. c om/ f/T M
9
Ukim Komarudin, Arief Rachman: Guru (Jakarta: +Canadasz+org+culture+and+chg+Apr+2010.pdf
ESENSI, 2015), 63 21
10
Chantarath Hongboontri, “School Culture:
Gede Raka, dkk, Pendidikan Karakter di Sekolah
Teachers’ Beliefs, Behaviors, and Instructional
(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 49 Practices” dalam http://ro.ecu.edu.au/cgi/
11
Doni Koesoema, Strategi Pendidikan Karakter , 5 viewcontent.cgi?article=2332&context=ajte
12
Character Education Partnership, “Developing 22
Jan S. Aritonang, “Pengembangan Profesio-
and Assesing School Culture”, 4-5
13 nalitas Guru Agama Kristen – Dari Aspek
Cece Rakhmat, “Menyemai Pendidikan
Perundang-undangan, Administrasi dan
Karakter Berbasis Budaya dalam Menghadapi
Manajemen Pendidikan, dan Etos Keguruan”
Tantangan Modernitas”
14
dalam Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan dan
Novan Ardy Wiyani, op.cit., 156
15
Latihan Profesi Guru (PLPG) PAK di Indonesia
Tsang Kwok Kuen, “Three Approaches to
(Jakarta: STT Jakarta, 2010), 34.
Understanding and Investigating the Concept 23
Henri J. Nouwen, Menggapai Kematangan Hidup
of School Culture and School Culture
Rohani (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 81
Phenomena: Implications to School 24
Michele Hershberger, Hospitalitas—Orang
Improvement and School Effectiveness”
16
Asing: Teman atau Ancaman? (Jakarta: BPK
Doni Koesoema, Strategi Pendidikan Karakter, 3-5
17
Gunung Mulia, 2010),10.
Maila D.H.Rahiem, dkk.,”School Culture and 25
Nouwen, 83-85
the Moral Development of Children” dalam 26
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi
www.ipedr.com/vol56/023-ICOSH2012- yang Tepat untuk Membangun Bangsa (Depok:
F10036.pdf Indonesia Heritage Foundation, 2016), cet.
18
Hat!ce Erg!n Kocatürk, “School Culture As Kelima (Revisi), 191
Predictor Of Teachers’ Attitudes Towards 27
Nancy L. Waldron dan James Mcleskey
Professional Development: Mediating Role Of “Establishing A Collaborative School Culture
Organizational Trust” dalam http:// Through Comprehensive School Reform”
Etd.Lib.Metu.Edu.Tr/Upload/12620655/ dalam https://education.ufl.edu/disability-
Index.Pdf policy-practice/files/2012/05/Waldron-
19
Bruce G. Barnett dan Gary R. O’Mahony McLeskey-2010-JEPC-Collaboration-9.pdf
“Developing a culture of reflection: implications 28
Kesebelas prinsip pendidikan karakter yang
for school improvement” diundah dari https:/ efektif dapat dilihat padahttp://www.
/w ww. r esea r c h gat e . net /pu blic at io n/ character.org/uploads/PDFs/
23 31 072 99 _D e v e lop ing _a _c u lt ur e _o f_ ElevenPrinciples_new2010.pdf

Jurnal Pendidikan Penabur - No.30/Tahun ke-17/Juni 2018 91

Anda mungkin juga menyukai