Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Secara filosofis pancasila menyebutkan manusia yang ideal adalah manusia
yang menghargai nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan Sosial.1 Oleh karena itu untuk mencapai manusia yang ideal diperlukan
sebuah pendidikan yang dapat menghantarkan para peserta didik menjadi manusia
yang ideal, mengingat di Indonesia saat ini sedang terjadi krisis moral, maka sangat
perlu untuk melakukan usaha perbaikan moral pada generasi penerus bangsa, dengan
menerapkan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan.
Jika ditelaah dari sudut pandang sosiologis manusia Indonesia hidup dalam
masyarakat heterogen, manusia yang berada ditengah-tengah masyarakat dengan
suku, etnis, agama, status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda. 2 Dengan kondisi
demikian maka sangat penting untuk menumbuhkan rasa saling menghargai dan
toleransi diantara berbagai perbedaan masing-masing golongan, sehingga akan
tercipta masyarakat yang makmur dan rukun. Dari hal tersebut tampak bagaimana
pentingnya menerapkan pendidikan karakter pada anak sejak dini, sehingga mereka
mampu menjadi penerus bangsa yang memiliki toleransi dan semangat gotong
royong.
Jika ditinjau dari sudut pandang psikologis karakter dapat dideskripsikan
menjadi 3 dimensi yakni, dimensi intrapersonal, interpersonal dan interaktif. Pertama
dimensi intrapersonal terfokus pada kemampuan atau upaya manusia untuk
memahami diri sendiri. Kedua, dimensi interpersonal secara umum dibangun atas
kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, sedangkan secara khusus merupakan
kemampuan untuk mengenali perbedaan dalam suasana hati, tempramen, motivasi
dan kehendak. Ketiga, dimensi interaktif adalah kemampuan manusia dalam
berinteraksi dengan sesama. Sehingga dari tinjauan psikologis tersebut maka bisa
disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah menjadikan peserta didik
sebagai manusia yang mampu memiliki hubungan baik dengan sesama dan saling
memahami meski banyak perbedaan diantara mereka.

1
Sukatin, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Jambi : IAIN Batanghari), 103
2
Sukatin, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam, 104
Pendidikan karakter menjadi isu yang terus eksis dalam dunia pendidikan,
melihat berbagai fenomena dekadensi moral yang terjadi di kalangan pelajar yang
semakin hari meningkat dan beragam. Seperti penggunaan obat-obatan terlarang, seks
diluar nikah, kekerasan, pelangggaran HAM, menjadi bukti bahwa telah terjadi krisis
jati diri dan karakteristik pada bangsa Indonesia.3 Di tahun 2020 Polda Jawa Timur
termasuk kategori terbesar ke-lima menganai kejahatan dari sisi jumlah kejadian
(crime total) mencapai angka 17.642.4 Ki Hajar Dewantara mengemukakan,
sebagaimana yang dikutip oleh St Rodiah bahwa pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebagaiaan yang setinggi-
tingginya.5
Character education is undoubtedly the essence and soul of education.
However, most of the modern schools, nowadays, focus mainly on the teaching of the
abstract knowledge and the practical skills, entirely marginalizing or even completely
ignoring the significance and meaning of the character education "Character
education is based on the idea that there are traits of character children ought to
know, that they learn these by example, and that once they know them, they need to
practice them until theybecome second nature".6
Pendidikan karakter merupakan esensi dan jiwa dari pendidikan. Namun,
sebagian besar sekolah modern saat ini hanya fokus pada pengajaran pengetahuan
abstrak dan keterampilan, sepenuhya pendidikan karakter dipinggirkan atau bahwa
sepenuhnay memgabaikan signifikasi dan arti pendidikan karakter. Pendidikan
karakter didasarkan pada pada gagasan yang berupa sifat yang harus diketahui peserta
didik yang mereka pelajari dengan contoh dan begitu mereka mengenalnya, mereka
perlu melakukannya serta berlatih sampai mereka menjadi kodrat kedua.
Character education is not merely to teach what is right and what is wrong to
the child, but more than that character education inculcate the habit (habituation) of
the good that students understand, able to feel and want to do good. Character
education is a mission similar to moral education or moral education.7
3
Nur Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam, Jurnal Al-Ulum Vol. 13 No. 1, Juni
(2013), 26.
4
Badan Pusat Statistik, Statistik kriminal 2021, 11.
5
St Rodiyah, Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan, (STAIN Jember Press, 2013), 26-27.
6
Kuangfei Xie, “Character Education: From The Perspective Of Confucian Ethics”, Educstion Journsl, 2016 : 5
(1): 1-6.
7
Syamsu A. Kamaruddin, “Character Education And Students Social Behavior”, Journal Of Education And
Learning. Vol. 6 (4) pp. 223-230.
Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan apa yang benar dan apa yang
salah pada peserta didik, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter juga menanamkan
kebiasaan (pembiasaan) yang baik yang dipahami peserta didik, mampu merasakan,
dan ingin barbuat baik.
Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan bagi masing-masing individu dalam
membangun kualitas, potensi dan bakat yang dimilikinya, sebagaimana fungsi
pendidikan yang telah tercantum dalam Permendikbud Nomor 20 tahun 2018 tentang
penguatan pendidikan karakter, pada pasal 2 dijelaskan penguatan pendidikan
karakter dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan
karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial dan bertanggung jawab.8 Karakter yang baik tidak terbentuk secara
otomatis melainkan berkembang seiring waktu melalui proses mengajar yang
berkelanjutan, memberikan contoh, belajar, dan berlatih (yaitu, pendidikan karakter).9
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan bangsa.10 Diharapkan tahap perkembangan selanjutnya peserta didik
akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga peserta didik dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu akan berpengaruh pada mudah
tidaknya peserta didik diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi.11
Menurut Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan
Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal, dinyatakan bahwa Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab
satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah
hati, olah rasa, olah pikir, dan olahraga dengan pelibatan kerjasama antara satuan
pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi
Mental (GNRM).12
8
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan pendidikan Karakter Pada Satuan
Pendidikan Formal, Pasal 2
9
Sokip, dkk., “Character Building in Islamic Society: A Case Study of Muslim Families in Tulungagung, East
Java, Indonesia”, Journal of Social Studies Education Research 10 (9), 2019.
10
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogyakarta : DIVA
Press, 2011), 35.
11
Sri Harini dan Aba Firdaus al-Hallwani, Mendidik Anak Sejak Dini, (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2003), 87.
12
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Penguatan pendidikan karakter juga diharapkan mampu membangun dan
membekali peserta didik sebagai generasi emas indonesia tahun 2045 dengan bekal
jiwa pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika
perubahan dimasa depan. Mengembangkan platfrom pendidkan nasional yang
meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan
pendidikan bagi peserta didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan
melalui pendidikan jalur formal, nonformal dan informal dengan memperhatikan
keberagaman budaya indonesia dan merevitalisasi dan memperkuat potensi dan
kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan
keluarga dalam mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter.
Sebagaimana dalam al-qur’an sudah di jelaskan yang menjadi dasar
pendidikan ahklak adalah surah Al Luqman ayat 17-18.
       
           
             
  
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri (Q.S. Luqman ayat 17-18).13
Dan tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an adalah sumber pertama dan utama
yang menjadi rujukan bagi umat Islam. Segala permasalahan yang dialami oleh umat
Islam maka solusinya adalah Al-Qur’an. Bahkan lebih dari pada itu Al-Qur’an juga
menjadi pedoman dan petunjuk bagi umat Islam. Dalam hal ini, Yatimin Abdullah
pernah menegaskan bahwa sumber ajaran karakter atau akhlak dalam perspektif Islam
ialah Al-Qur’an dan Hadits.14
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta pendidikan akhlak
mulia yang harus diteladani agar menjadi manusia yang hidup sesuai dengan tuntutan
syari’at, yang bertujuan untuk kemashlahatan serta kebahagiaan umat manusia.
Sesungguhnya Rasulallah SAW adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang
mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak yang sangat mulia kepada umatnya.
13
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemah, Pena Pundi Aksara, Jakarta,2002.
14
Anggi Fitri, Pendidikan Karakter Prespektif Al-Quran Hadits, TA’LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol.1
No.2 Juli 2018.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling mulia akhlaknya dan manusia yang paling
sempurna adalah yang memiliki akhlak al-karimah. Karena akhlak al-karimah
merupakan cerminan dari iman yang sempurna.
Pada dasarnya pendidikan memiliki tujuan yakni untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Agar manusia memiliki akhlak yang mulia, manusia perlu diasah
perasaan (hati), pikiran (akal), dan raganya secara terpadu. Dalam hal ini guru PAI
menjadi seseorang yang memiliki tugas mengasuh, memberikan pendidikan yang
bermuara pada penyempurnaan akhlak/moral. Menurunnya kualitas moral dalam
kehidupan manusia Indonesia secara tidak langsung telah menuntut kita untuk
diselenggarakannya pendidikan karakter. Menurut Sudrajat bahwa, “Sekolah dituntut
untuk memainkan peran dan tanggung jawabnya untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu peserta didik dalam
pembentukan karakter pada diri mereka”. Selanjutnya pendidikan karakter memang
seharusnya diarahkan untuk memberikan pembelajaran dan pembiasaan pada nilai-
nilai baik seperti rasa hormat, tanggung jawab, peduli, dan jujur, serta membantu
peserta didik dalam memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai baik tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.15 Walaupun perubahan ini tidaklah terjadi secara cepat
saji tetapi memerlukan proses seperti adanya pembiasaan.
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa mengembangan karakter
dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya, hasil penelitian di Harvard
University, Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang
tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill),
tetapi oleh kemampuan mengolah diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill, dan
sisanya (80%) oleh soft skill Bahkan, orang-orang tersukses didunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari pada hard skill.
Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter siswa sangat penting untuk
ditingkatkan.16
Kondisi saat ini dengan banyaknya kasus sosial yang mengarah pada krisis
moral yang menghawatirkan. Salah satu contoh misalya makin meningkatnya
kenakalan-kenakalan di kalangan remaja, tauran antar pelajar, pemerasan, kekerasan
15
Ajat sudrajat, Mengapa Pendidikan Karakter?, jurnal pendidikan karakter, tahun i, nomor 1, oktober (2011),
48.
16
Badrus Zaman, Pembinaan Karakter Siswa Melalui Pelaksanaan Shalat Sunnah Dhuha di Sekolah Dasar
Islam Terpadu Nur Hidayah Surakarta, 3.
(bullying), penggunaan narkoba dan lain sebagainya.17 Sebagaimana yang kita
saksikan bersama, bahwa indonesia sedang menghadapi persoalan yang amat rumit
berupa gejala merosotnya karakter, akhlak dan moralitas dalam praktik beragama,
berbangsa dan bernegara. Dalam rangka membentuk karakter peserta didik maka
perlu adanya optimalisasi pendidikan seperti membentuk karakter melalui pembiasaan
kegiatan keagamaan shalat dhuha dan dhuhur berjamaah yang bisa membawa peserta
didik kearah yang positif. Melihat banyaknya peristiwa yang terjadi di kalangan
remaja khususnya, SMPN 9 Jember dan SMPI Al-Hidayah adalah salah satu sekolah
menengah pertama (SMP) di wilayah Jember mengadakan kegiatan atau program
dalam membentuk karakter peserta didik melaui pembiasaan shalat dhuha dan shalat
dhuhur berjamaah.
Membahas tentang pendidikan karakter, dimana di SMP N 9 Jember ini
merupakan lembaga umum yang memiliki kegiatan-kegiatan keagamaan yang sangat
menarik seperti pembiasaan sholat dhuha dan dhuhur berjamaah, ini merupakan salah
satu usaha untuk membentuk karakter peserta didik, hal ini dilakukan karna masi ada
beberapa peserta didik yang masih belum bisa menerapkan nilai-nilai akhlak yang
lebih baik, seperti contohnya siswa belum semua bisa menerapkan sikap hormt
terhadap guru serta belum mampu untuk menegakkan shalat secara berjemaah tepat
waktu. Pelaksanaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah sudah berjalan sejak
lama. Untuk shalat dhuha dilaksanakan setelah pembacaan surat-surat pendek
sebelum pembelajaran dimulai, pelaksanaan shalat disini secara bergantian
disesuaikan dengan jadwal yang sudah ditetapkan, begitupun dengan pelaksanaan
shalat dhuhur, dimana pelaksanaan shalat dhuhur disini dilaksanakan secara
bergantian sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Tujuan dari diadakan program
tersebut yaitu, pastinya mendekatkan kita kepada yang maha kuasa, untuk membentuk
karakter dan moral siswa, pembiasaan kegiatan keagamaan dilakukan karna melihat
kondisi anak jaman sekarang masih belum bisa menerapkan nilai-nilai akhlak yang
baik. 18
Selajutnya hasil wawancara di SMP Islam Al-Hidayah jember dengan salah
satu guru PAI yaitu pak Riski, beliau menyatakan: bahwa di SMP Islam Al-Hidayah
mengadakan program shalat berjamaah, sepeti shalat dhuha dan shalat dhuhur, ini
merupakan salah satu program untuk membentuk karakter peserta didik di SMP Islam
17
Prof. Dr. Muchlas Samasi & Drs. Hariyanto, M.S, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2012), 2.
18
Peneliti, Observasi Pra Penelitian, SMPN 9 Jember.
Al-Hidayah Jember agar memiliki akhlak yang baik, sopan terhadap guru dan yang
pasti untuk mendekatkan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun kegiatan shalat
dhuha di SMP Islam Al-Hidayah dilaksanakan setiap hari setelah jam istirahat
pertama, dan shalat dhuhur dilaksanakan setelah jam pelajaran berakhir. Shalat dhuha
dan dhuhur disini dilaksanakan secara bersamaan dengan seluruh siswa dan di
dampingi oleh semua guru.19 Oleh karena itu, untuk mengatasi ketidak disiplinan
peserta didik, semua guru menguntrol kedisiplinan peserta didik pada setiap kegiatan
terutama pada kegiatan pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah,
sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi:

ِ ‫صالَةَ ْالفَ ِّذ بِ َسب ٍْع َو ِعس‬


‫ْر ْينَ د ََر َج‬ ُ ‫صالَةُ ال َج َما َع ِة تَ ْف‬
َ ‫ض ُل‬ َ
Artinya: “Shalat berjamaah itu lebih utama dari pada shalat sendiri dengan
pahala dua puluh derajat”.
Untuk itu maka sangat penting pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur
berjamaah diadakan dan diterapkan di lembaga pendidikan khususnya di SMPN 9
Jember dan di SMPI Al-Hidayah Jember, maka peneliti menganggap bahwa
penelitian tentang pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah ini penting
untuk dilakukan sebagai bahan kajian yang akan memberikan gambaran dan ulasan
tentang eksistensi pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah terhadap
pembentukan karakter peserta didik di lembaga tersebut, sehingga peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Pembiasaan Shalat Dhuha
dan Shalat Dhuhur Berjamaah Serta Kontribusinya Dalam Membentuk Karakter
peserta didik di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Jember dan Sekolah Menengah
Pertama Islam Al-Hidayah Mangli Jember”.
B. Fokus Penelitian
Dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti memfokuskan beberapa
persoalan yang perlu diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana pembentukan karakter religius peserta didik melalui pembiasaan shalat
dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dan kontribusinya di SMP Negeri 9 Jember
dan SMP Islam Al-Hidayah Jember?
2. Bagaimana pembentukan karakter disiplin peserta didik melalui pembiasaan shalat
dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dan kontribusinya di SMP Negeri 9 Jember
dan SMP Islam Al-Hidayah Jember?

19
Riski, wawancara, Jember, 7 Juni 2022.
3. Bagaimana pembentukan karakter tanggung jawab peserta didik melalui
pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dan kontribusinya di SMP
Negeri 9 Jember dan SMP Islam Al-Hidayah Jember?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini yakni:
1. Untuk mendeskripsikan pembentukan karakter religius peserta didik melalui
pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dan kontribusinya di SMP
Negeri 9 Jember dan SMP Islam Al-Hidayah Jember.
2. Untuk mendeskripsikan pembentukan karakter disiplin peserta didik melalui
pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dan kontribusinya di SMP
Negeri 9 Jember dan SMP Islam Al-Hidayah Jember.
3. Untuk mendeskripsikan pembentukan karakter tanggung jawab peserta didik
melalui pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dan kontribusinya
di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Islam Al-Hidayah Jember.
D. Manfaat Penelitian
Bila tujuan penelitian dapat dicapai, maka manfaat penelitian ini secara umum
diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik sehingga dapat merubah sikap
dan perilaku yang kurang baik dari sebagian peserta didik, ke arah yang lebih baik.
Secara khusus manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kontribusi dibidang
peningkatan kualitas Pendidikan Agama Islam, khususnya tentang pendekatan
implementasi pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah dalam
membentuk karakter peserta didik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq, penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya literatur perpustakaan Universitas Islam Negeri
Kiai Haji Achmad Siddiq.
b. Bagi peserta didik, penelitian ini dapat membentuk karakter religius, karakter
disiplin dan karakter tanggung jawab.
c. Bagi Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan untuk menambah
pengetahuan tentang penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah yang baik
sebagai bekal penulisan karya ilmiah selanjutnya serta memberi wawasan
khusus tentang pembentukan karakter melalui pembiasaan shalat dhuha dan
shalat dhuhur berjamaah (Studi di SMP Negeri 9 Jember & SMP Islam Al-
Hidayah Jember).
d. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan kepeda
mahasiswa pescaserjana UIN KHAS Jember khususnya Program Studi
Pendidikan Agama Islam sebagai penembahan literasi atau wawasan terkait
pembentukan karakter melalui pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur
berjamaah.
e. Bagi lembaga khususnya SMPN 9 Jember dan SMPI Al-Hidayah Jember,
penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan masukan dalam
meningkatkan mutu lembaga pendidikan bagi siswa, agar menjadi lembaga yang
unggul dalam mencetak siswa yang berprestasi dan beragama.
E. Defini Istilah
Penulis perlu menguraikan beberapa istilah agar pembaca dapat memahami
istilah-istilah yang di gunakan dalam tesis ini. Istilah-istilah tersebut di uraikan
sebagai berikut:
1. Implementasi Pembiasaan Shalat Dhuha dan Shalat Dhuhur Berjamaah
Implementasi merupakan suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang untuk menggapai tujuan kegiatan
sebagai pelaksanaan dan penerapan. Sedangkan pembiasaan merupakan sebuah
proses berulang terhadap suatu bentuk pekerjaan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, yaitu agar terbiasa dengan kata lain, melakukan suatu pekerjaan tanpa
ada bentuk pemikiran terlebih dahulu. Sholat dhuha merupakan salat sunah yang
dilakukan seorang muslim ketika waktu dhuha. Shalat dhuhur adalah salah satu
shalat dari shalat wajib lima waktu. Yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim
yang sudah balig. Sedangkan shalat berjamaah merupakan shalat yang dikerjakan
secara bersama-sama yang terdiri dari satu imam dan ma’mum dilaksanakan di
masjid atau mushollah dan dikerjakan di awal waktu shalat.
Dari pemaparan di atas yang dimaksud dengan implementasi pembiasaan
shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah adalah sebuah proses tindakan dalam
membentuk sikap dan perilaku dalam melakukan shalat berjamah yang dilakukan
secara terus menerus atau berulang-ulang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Pembentukan Karakter Peserta Didik
Pembentukan karakter adalah sebuah proses yang dilakukan dalam
pendidikan untuk membentuk nilai-nilai dasar/karakter pada diri siswa untuk
membangun keperibadian siswa tersebut, baik itu nilai karakter yang harus ada
antara manusia dengan Tuhannya, nilai karakter yang harus ada antara sesama
manusia, lingkungan, maupun nilai karakter diri pribadi peserta didik.
Pembentukan karakter peserta didik dalam penelitian ini merupakan segala
aktifitas yang dilaksanakan dengan terencana dalam pembentukan sikap atau
perilaku yang baik kepada peserta didik di SMP Negeri 9 Jember & SMP Islam Al-
Hidayah Jember, seluruh proses aktivitas tersebut dilaksanakan dengan maksimal
agar tujuan yang diinginkan tercapai dengan baik, terutama dalam nilai-nilai
karakter religius, karakter disiplin dan karakter tanggung jawab.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berisi tentang deskripsi alur pembahasan tesis yang
dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup. 20 Maka dibuat sistematika
pembahasan oleh peneliti sebagai berikut :
1. Bab pertama pendahuluan, bagian ini memuat komponen dasar penelitian yakni
konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, defisini
istilah serta sistematika pembahasan.
2. Bab kedua kajian kepustakaan, bagian ini berisi ringkasan kajian terdahulu yang
memiliki kaitan atau relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, pada
kajian kepustakaan juga memuat kajian teori.
3. Bab ketiga metode penelitian, bagian ini memuat pembahasan tentang metode yang
akan digunakan meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian subjek
penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data, serta tahapan dalam
penelitian.
4. Bab keempat penyajian data dan analisis data, bagian ini memuat pembahasan
tentang penguraian data dan hasil penelitian tentang permasalahan yang telah
dirumuskan meliputi: gambaran objek penelitian penyajian data dan analisi.
5. Bab kelima pembasahan, bagian ini membahas temuan-temuan penelitian yang
sudah dijelaskan pada bab empat yang bertujuan menjawab analisis data
implementasi pembiasaan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjalamah dalam
membentuk karakter peserta didik, masalah penelitian menafsirkan temuan
penelitian untuk kemudian diintegrasikan kedalam pengetahuan yang padu,
memodifikasi teori yang ada, serta menjelaskan implikasi lain dari hasil penelitian.

20
Tim Penyusun IAIN Jember, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, (jember: IAIN Jember Press, 2018), 48.
6. Bab enam penutup, bagian ini memuat kesimpulan dari pembahasan yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya serta berisi saran konstruksi bagi pihak yang
bersangkutan dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai