Anda di halaman 1dari 13

IMPLEMENTASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROSES

PEMBELAJARAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Aulia Fajrianti Hasan¹ Muhdana² Syamsinar Muchtar³


Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Negeri
Makassar, Indonesia, Jl. Raya Pendidikan Ekonomi, Kampus UNM Gunung Sari Baru Makassar, Jl.
AP Pettarani Makassar, Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Syarat agar instruksi orang yang memaksa harus dilaksanakan adalah terdapatnya efek
samping yang menunjukkan disintegrasi pribadi negara, di masa kekacauan modern. Peluang
kemauan, pilihan tanpa batas, tanpa prinsip standar, lingkungan peluang, secara teratur diuraikan
sebagai peluang aktivitas. Perkelahian antar mahasiswa, antar kota, main hakim sendiri, dan
seperti yang terjadi di banyak tempat, sekaligus menjauhkan keberadaan individu-individu yang
berbudi luhur, berkarakter, dan bermartabat. Motivasi penyusunan bagian buku ini adalah untuk
membicarakan bagaimana model pelaksanaan pembelajaran karakter dan bagaimana
penggambaran substansi semesta persekolahan di masa pandemi Covid-19 yang sangat
menegangkan, efek dari pandemi Covid-19 tidak hanya dapat dilakukan oleh individu di seluruh
dunia, tetapi juga mempengaruhi dunia pendidikan, bahkan di Indonesia. Meskipun upaya untuk
mengakui pembangunan publik melalui pelatihan orang publik tidak pernah terisolasi dari iklim
pendidikan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun daerah. Bagaimanapun, lembaga
pendidikan memegang kunci utama untuk mengajar orang dan etika siswa. Intisari dari pendidikan
karakter dalam kaitannya dengan pembinaan di Indonesia ialah pembinaan budi pekerti,
khususnya pembinaan sifat-sifat luhur yang berasal dari cara hidup bangsa Indonesia itu sendiri
untuk menumbuhkan budi pekerti pada usia yang lebih muda. Covid-19 di Indonesia belum
membuahkan hasil. Kesimpulannya guru, orang tua siswa dan pemerintah harus bersinergi dan
bekerja sama mengupayakan proses pembelajaran. Perubahan sistem pada lingkup pendidikan
sebagai akibat dari kebijakan pemerintah khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
berdampak pada sistem pembelajaran uji coba, akibat merebaknya Covid 19. Hal ini tentunya juga
akan berdampak pada penguatan pendidikan karakter pada siswa, dengan budaya pendidikan di
Indonesia bahwa harus ada hubungan psikologis antara guru dan siswa pada kegiatan
pembelajaran.
PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai perkembangan zaman merupakan salah


satu patokan kebutuhan akan pengajaran yang berkualitas untuk menghasilkan SDM yang tangguh.
Karena bagaimanapun sekolah merupakan komponen vital dalam kemajuan negara, untuk itu
dengan asumsi negara ini perlu maju maka pelatihan harus dikembangkan terlebih dahulu.
Selanjutnya mengarah pada upaya untuk mendorong kebebasan pelajar dalam domain pendidikan.

Pada tataran fundamental, persekolahan ialah sebuah upaya yang sadar serta terancang demi
melahirkan siklus pembelajaran dan proses kegiatan belajar sehingga murid dengan efektif
menumbuhkan keterampilannya demi mempunyai keleluasaan, watak, pengetahuan, dan
kemampuan interaksi yang diperlukan sepanjang kehidupan sehari-hari. (UU Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003). Selain itu, bertepatan dengan kapasitas serta tujuan persekolahan umum yang
tercantung pada UU kerangka instruksi umum nomor 20 tahun 2003 diperkuat bahwa: Daya
tampung pelatihan nasional dalam mengembangkan keterampilan serta membangun individu dan
kemajuan bangsa yang terhormat berkenaan dengan pengajaran kehidupan negara, artinya
mengembangkan keterampilan murid supaya menjadi individu yang memiliki iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kokoh, terpelajar, terampil, berdaya cipta,
merdeka, dan menjadi penduduk dominan dan cakap.

Daya tampung serta tujuan sekolah umum tersebut ialah usaha dalam membingkai insan-
insan yang otonom, terutama dalam membentuk kebebasan siswa dalam belajar. Pembelajaran
mandiri telah menjadi salah satu bagian dari disposisi dalam pendidikan karakter. Adapun disposisi
kemandirian belajar menurut Listyani tahun 2008 menjelaskan bahwa ada enam penanda mentalitas
belajar bebas, yaitu: (1) Kemandirian dari orang lain, (2) Tidak memiliki rasa takut, (3) Berperilaku
terlatih, (4) Memiliki kesadaran akan harapan orang lain, (5) Berperilaku atas dorongan mereka
sendiri, dan (6) berlatih menahan diri (Nasution, 2018).

Kerangka pengajaran yang dapat membina individu yang memiliki pribadi yang terpuji baik
oleh dan oleh masyarakat harus menjadi tujuan utama dari setiap lembaga pendidikan di Indonesia.
Pentingnya penguatan sekolah karakter yang ditunjukkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia meliputi: (1) Peningkatan aset manusia (SDM) adalah
pembentukan pembangunan negara, (2) Kemampuan di tahun 2021 yang diperlukan murid: mutu
perilaku, kemahiran esensial, serta kemampuan 4C "( Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah,
Kreativitas, Keterampilan Komunikasi, dan Kemampuan dalam Bekerja dengan Kolaboratif)" untuk
memahami kelebihan Generasi Emas (2045), (3) Kecenderungan korupsi yang mendalam kualitas,
moral, dan karakter. Pendidikan karakter dalam organisasi pendidikan dibantu melalui empat
kerangka penyamaran yang berharga, khususnya penyamaran nilai melalui kerangka pembelajaran,
penyesuaian dan redundansi, otorisasi model dan aturan, dan disiplin.

Penguatan instruksi karakter sangat relevan untuk menaklukkan darurat moral saat ini. Hal
ini sesuai dengan pertimbangan tentang pembinaan oleh Ki Hajar Dewantoro bahwa sekolah adalah
suatu usaha untuk mendorong berkembangnya budi pekerti (kekuatan batin, budi pekerti), akal
(kecerdasan), dan himpunan siswa. Bagian-bagian pribadi, jiwa, dan tubuh seorang anak tidak boleh
dipisahkan untuk mendorong kesempurnaan hidup seorang anak (Samani dan Hariyanto, 2012).

Lembaga pendidikan memegang kunci dasar untuk menanamkan kepribadian dan etika
siswa. Mereka diperlihatkan kebiasaan, transfer, kebiasaan, dapat dipercaya, rasa kewajiban,
kejujuran, disiplin, kerja keras dan ketabahan. Kami percaya sekolah dan madrasah akan menjadi
sarana penelitian karakter dan etika serta menjadi rongga candradimuka bagi calon kepala negara
dan negara Indonesia.

Lagi pula, karakter adalah slogannya untuk memperkenalkan anak-anak muda Indonesia
yang lebih baik dan siap dari pada khawatir akan kemajuan. Padahal, sekolah kita baru saja unggul
dalam hal perpindahan informasi siswa (transfer of information) dibandingkan dengan perpindahan
kualitas (transfer of worth). Biasanya siswa yang memiliki penilaian 9 untuk Pendidikan Agama
dan Pendidikan Kewarganegaraan tetapi tidak memiliki orang yang umum.

PEMBAHASAN

Hakekat Pendidikan Karakter

Menurut pengalaman otentik tanah air, pendidikan karakter sebenarnya bukanlah sesuatu
lain dalam adat edukatif di Indonesia. Sebagian guru Indonesia tingkat lanjut seperti R.A. Kartini,
Ki Hajar Dewantara, Otonomi Nasional (Pembangunan Nasional dan Karakter) Soekarno, Hatta,
Moh. Natsir dan sebagainya, telah berusaha mengaplikasikann jiwa pembinaan karakter sebagai tipe
karakter dan keindividuan publik yang ditunjukkan oleh keadaan unik yang mereka alami.
Meskipun demikian, semakin tumbuhnya perkembangan zaman, tampaknya ada persyaratan untuk
menanamkan kembali kualitas-kualitas ini ke dalam kompartemen latihan instruktif di setiap
contoh.

Dalam hal pengajaran, misalnya, dalam masa Orde Lama, demi mendorong pembentukan
pribadi negara. Pembinaan budi pekerti dimasukkan sebagai salah satu contoh dalam program
pendidikan Sekolah Dasar 1947, Pendidikan Budi Pekerti kemudian pada saat itu disatukan bersama
Pendidikan Agama dalam Kurikulum 1964 dengan nama Agama/Karakter Budi. secara eksplisit
mengenai kewarganegaraan yang biasa disebut dengan kewarganegaraan (Soepardo dkk dalam
Doni Koesoema A, 2011: 49).

Pada masa Orde Baru, bahkan Pancasila sebagai falsafah negara dan dasar negara semakin
disempurnakan secara metodis dengan mewajibkan untuk mematuhi Pembaharuan Pedoman
Memahami dan Mengamalkan Pancasila (P4), dan memegang prinsip yang unik. mata pelajaran,
khususnya Kewarganegaraan Indonesia, Pendidikan Moral Pancasila (PMP). ). Dari penggambaran
di atas, menunjukkan bahwa kemungkinan pendidikan karakter terus bergerak sepanjang
keberadaan sekolah negeri.

Konsep Pendidikan Karakter

Pengajaran karakter adalah pelatihan tentang karakter, atau sekolah yang menunjukkan
gagasan karakter dalam tiga domain imajinasi, rasa, dan harapan. Pentingnya pendidikan karakter
bisa dilihat penjelasannya sebagai berikut: a) Menurut Suyanto tahun 2009, mengungkapkan bahwa
karakter ialah cara pandang dan gotong royong, baik pada lingkungan keluarga, wilayah setempat,
negara dan negara. Orang-orang dengan orang hebat adalah orang-orang yang dapat dengan mudah
memutuskan dan siap untuk memikul tanggung jawab atas setiap hasil dari pilihan yang mereka
buat. b) Samsuri pada tahun 2015 mengatakan bahwa ungkapan "karakter" mengandung sekitar dua
hal: nilai dan karakter. Seseorang adalah kesan tentang apa yang menjadi harga diri dalam suatu
substansi. Sebagai bagian dari karakter, karakter adalah kesan individu: pola pikir, perilaku, dan
perilaku. c) Safan Amri, dkk pada tahun 2011 mencirikan pengajaran karakter sebagai suatu proses
untuk mengajarkan nilai-nilai karakter kepada individu sekolah yang menggabungkan bagian dari
informasi, perhatian, atau kemampuan dan aktivitas untuk melaksanakan kualitas-kualitas tersebut.

Sesuai dengan uraian tersebut, maka bisa diduga bahwa pada pendidikan budi pekerti ialah
adanya pilihan untuk menanamkan nilai budi pekerti kepada siswa sebagai bekal pengaturan usia
yang berkualitas yang dapat berjalan secara mandiri pada kehidupan sehari-hari. Sehingga
kedepannya mereka dapat menjadi individu yang memiliki standar realitas yang bisa
direpresentasikan. Sejalan dengan itu, perwujudan pembinaan budi pekerti dalam pendidikan di
Indonesia adalah sekolah budi pekerti, yaitu pembinaan khusus akhlak mulia yang bersumber dari
tata cara hidup bangsa Indonesia itu sendiri untuk menumbuhkan budi pekerti pada usia yang lebih
muda.

Nilai-nilai Dalam Pendidikan Karakter

Menurut Diknas, (2010:5) dari tahun pelajaran 2011, semua jenjang pendidikan di Indonesia
perlu menyelipkan 18 nilai-nilai pada peningkatan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 18
nilai-nilai pada pendidikan karakter menurut Diknas sebagai berikut :
1) Religius ialah sifat serta karakter yang turut pada pelaksanaan amalan agama yang dianut,
bertoleran pada kegiatan ibadah agama lain, serta hidup rukun bersama penganut agama
lainnya.
2) Jujur ialah sifat yang didasari dalam usaha menjadikan diri sebagai insan yang senantiasa
bisa dipercaya pada perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3) Toleransi adalah sifat dan aktivitas mengenai keragaman agama, identitas, kebangsaan,
sentimen, cara pandang, dan praktik orang lain yang unik dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri.
4) Disiplin ialah perilaku yang menggambarkan sifat tertib dan patuh dalam segala ketetapan
dan aturan.
5) Kerja keras perilaku yang menggambarkan sifat tertib dan turut dalam segala ketetapan dan
aturan.
6) Kreatif ialah mencari ide serta melakukan hal demi memperoleh langkah ataupun hasil dari
zat yang sudah dimiliki.
7) Mandiri ialah sifat serta tindakan yang sulit bergantung ke orang lain pada penanganan
banyak tugas.
8) Demokratis ialah langkah memikirkan, menyikapi, serta menindaki yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa ingin tahu ialah sifat serta aksi senantiasa berusaha demi memahami secara dalam
serta luas dari hal yang dipelajari, dilihat, maupun didengar.
10) Jiwa identitas adalah kemungkinan berpikir, bertindak, dan memiliki informasi yang
menempatkan kepentingan negara dan negara di atas dekat dengan rumah dan
mengumpulkan kepentingan.
11) Cinta tanah air adalah kemungkinan berpikir, bertindak, dan memiliki informasi yang
menempatkan kepentingan negara dan negara di atas dekat dengan rumah dan
mengumpulkan kepentingan.
12) Menghargai prestasi adalah sifat dan kegiatan yang membantu dirinya untuk mendapatkan
hal-hal yang bermanfaat bagi individu, dan mengakui, serta menyukai prestasi orang lain.
13) Ramah/informatif adalah atribut dan kegiatan yang membantu dirinya untuk memperoleh
hal-hal yang menguntungkan individu, dan mengenali, serta menyukai prestasi orang lain.
14) Peace-cherishing adalah orang dan kegiatan yang menjunjung tinggi diri sendiri untuk
mendapatkan hal-hal yang berguna bagi individu, dan mengakui serta menyukai pencapaian
orang lain.
15) Kecintaan membaca adalah kecenderungan untuk mengesampingkan upaya membaca
dengan teliti berbagai bacaan yang bermanfaat baginya.
16) Peduli lingkungan ialah siifat serta aksi yang senantiasa berusaha menangkal perusakan
terhadap lingkungan alam sekitar, serta meningkatkan berbagai usaha dalam perbaikan
kerusakan alam yang telah ada.
17) Peduli sosial ialah sifat serta aksi yang senantiasa ingin memberikan penolongan kepada
rakyat yang memerlukan.
18) Tanggung jawab ialah watak dan karakter individu demi melakukan tugas serta kewajiban
yang seharusnya dilaksanakan atas pribadi, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sifat-sifat tersebut ditanam dan digabungkan pada perencanaan dalam melaksanakan


kegiatan belajar yang ditentukan untuk mencapai seseorang yang selama ini kabur. Setiap mata
pelajaran memiliki kualitas tersendiri yang akan ditanamkan pada mahasiswa. Hal ini dikarenakan
daya konsentrasi dari setiap mata pelajaran yang tentunya memiliki kualitas yang berbeda-beda.

Strategi Pendidikan Karakter di Sekolah

Sesuai dengan Sri Anita W, dkk. pada tahun 2008 menyatakan bahwa belajar adalah suatu
mata pelajaran yang menghubungkan siswa dengan guru dan aset pembelajaran dalam suatu iklim
pembelajaran. Iklim pembelajaran merupakan kerangka kerja yang terdiri dari komponen sasaran,
contoh materi, teknik, aparatur, siswa dan pendidik.

Sesuai UU No. 20 Tahun 2003 “Belajar adalah sarana komunikasi antar mahasiswa dan aset
belajar dalam suasana belajar”. Iklim belajar merupakan kerangka kerja yang terdiri dari bagian-
bagian atau komponen: “tujuan, materi contoh, metodologi, perangkat, siswa, dan pendidik”.

Dilihat dari sebagian pengertian atau makna belajar di atas, cenderung dibedakan bahwa
belajar memiliki sifat-sifat yang menyertainya: 1) Merupakan usaha yang secara sadar dan sengaja;
2) Pembelajaran harus membuat murid belajar; 3) Tujuan harus ditetapkan sebelum siklus
dijalankan; 4) Eksekusi dikendalikan, sejauh isi, waktu, interaksi dan hasil. Oleh karena itu,
kesiapan rencana ilustrasi harus dapat diverifikasi dan memiliki desain yang fungsional.
Konfigurasi pembelajaran merupakan tindakan penting yang harus dilakukan sebelum seorang
instruktur melakukan latihan pembelajaran di wali kelas. Rencana kerangka pembelajaran terdiri
dari 4 bagian yang memiliki keterkaitan praktis antara, a) materi pembelajaran, b) kemampuan
pembelajaran, c) sistem pembelajaran, d) penilaian pembelajaran (Barnawi dan Arifin, 2016).

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di Masa Pandemi Covid 19

Pada usaha pemerintah serta guru-guru dalam memecahkan masalah pandemi covid 19
seperti saat ini benar-benar dapat dikatakan susah dalam menyelenggarakan peneguhan pada
pendidikan karakter sehingga diusulkan rencana peneguhan pendidikan karakter dengan sistem
online sebagai berikut: (1) peserta didik serta pendidik perlu diberi latihan kemampuan dalam
penggunaan TIK, (2) pemerintah yaitu biro terpaut seperti Kominfo, Pendidikan dan Kebudayaan,
serta terpaut lainnya agar mengupayakan fasilitas teknologi, (3) peserta didik perlu dibimbing demi
mempunyai sikap mandiri pada proses pembelajaran (4) peserta didik perlu dibimbing dalam
disiplin, (5) peserta didik perlu dibimbing agar tetap bertanggung jawab.

Uraian tersebut berdasarkan pada pandangan Murniyetti (2016) sebagian tema penting
mengenai sistem implementasi pendidikan karakter yang efisien untuk diberlakukan terhadap
peserta didik di 4 sekolah. Delapan tema diselenggarakan dengan: (1) isi pembelajaran; (2) tata
aturan sekolah (disiplin, sikap peduli pada lingkungan, bertanggung jawab); (3) kompetisi antar
peserta didik sains (inovatif, mengutamakan literasi, keinginan untuk tahu); (4) memberi apresiasi
pada peserta didik yang memiliki prestasi (apresiasi, kerja keras, sikap demokrasi, sikap peduli); (5)
memperingati hari nasional (jiwa berbangsa, mencintai tanah air, jiwa hormat, sikap peduli); (6)
praktik ibadah serta pendidikan agama (jujur, jiwa religi, bertanggungjawab); (7) kepramukaan
(kreatif, kepedulian sosial, pekerja keras, jujur, ramah, cinta damai); (8) bakat dan kelas musik
mereka (kreatif, bekerja keras, jiwa hormat).

Pembentukan karakter yang telah dilaksanakan pemerintah dari dulu hingga sekarang masih
tidak dapat dicapai dengan penuh. Bukti emperik mengatakan bahwa masih terdapat ketimpangan
sosial, ekonomi, politik, dan adanya perusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan manusia,
tidak adilnya hukum, pergaulan bebas serta pornografi banyak terdapat di kawasan anak muda,
kekerasan serta kerusuhan, korupsi yang merebak diseluruh bidang kehidupan masyarakat
(Darmawan, 2020).

Manusia sudah tidak kenal dengan aturan, sikap sopan pada kehidupan, pudarnya jiwa
demokrasi pada komunikasi, hilangnya sebagian kearifan lokal, pudar jiwa toleransi serta gotong
royong, adanya hegemoni kelompok, sikap yang tidak jujur, selaku faktor lunturnya jati diri serta
ciri bangsa. Hal-hal tersebut terpantul dari tugas pembangunan nasional yang menjadikan
pendidikan karakter sebagai tugas utama dari delapan tugas demi terwujudnya tujuan pembangunan
nasional, seperti yang dicantumkan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Publik 2005-2025
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), khususnya pengakuan terhadap sikap
publik yang solid, pesaing, memiliki orang terhormat, dan etika sesuai Pancasila, yang dijelaskan
oleh orang dan sifat manusia dan pribadi Indonesia yang fluktuatif, memiliki keyakinan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kehormatan, ketangguhan, gotong royong,
nasionalisme, dinamika pergantian peristiwa dan ilmu pengetahuan dan inovasi yang tertata.
Menurut Megawangi (2010:5), pendidikan karakter murid ialah demi membangun akhlak
dengan metode yang terlibat dengan mengetahui yang agung, dan bertindak yang agung. Artinya,
interaksi instruktif yang menghubungkan bidang intelektual, penuh perasaan, dan psikomotorik
yang akhirnya akhlak mulia dapat terbangun menjadi habit of the mind, heart, and hands. Oleh
karena itu, dikatakan kurang cocok apabila memandang pendidikan karakter hanyalah soal bidang
studi agama ataupun pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan karakter melekat terhadap segala
bidang studi. Apalagi, sepertinya tidak adil apabila pendidikan karakter hanyalah ditugaskan serta
dijadikan tanggungjawab institusi sekolah.

Lickona (1991: 43) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu pekerjaan yang
disengaja untuk mendukung seseorang agar ia dapat memahami, memusatkan perhatian, dan
melengkapi kualitas-kualitas moral yang esensial. Pelatihan karakter sebagaimana ditunjukkan oleh
Kertajaya (2010:17) adalah merek dagang yang digerakkan oleh suatu barang atau orang. Atribut-
atribut ini unik dan terbentuk dalam karakter artikel atau individu, dan merupakan "mesin" yang
mendorong bagaimana seorang individu mendemonstrasikan, bertindak, mengatakan, dan bereaksi
terhadap sesuatu.

Sesuai dengan pandangan beberapa ahli tersebut, maka dalam upaya lebih memaksimalkan
pendidikan karakter yang telah dijalankan pada setiap instansi perlu diadakan usaha penguatan, agar
pendidikan karakter yang sepanjang waktu ini sudah dibagikan menjadi tambah lengkap, khususnya
sebagai propaganda mendukung dari 18 pendidikan karakter yang lebih dahulu, yang telah diberi
kepada murid.

Dengan mempertimbangkan penjelasan tersebut, maka sebagai bangsa yang masih


berkembang para tokoh bangsa dan tokoh pendidikan perlu mempunyai jiwa optimis, pada
penanggulangan segala problema pendidikan di era 4.0 saat ini, serta tokoh-tokoh bangsa dan
praktisi dunia pendidikan perlu kesiapan untuk berbagai hal serta kemungkinan, dengan memberi
probabilitas pada para anak bangsa yang sudah menciptakan banyak penemuan teknologi serta
karya yang memberi sumbangsi dan reparasi pendidikan melalui daring.

Penataan Kembali Tri Sentra Pendidikan Melalui Wabah Pandemi Covid 19

Bertambahnya penularan covid-19 serta bertambah susahnya penanggulangan covid-19 yang


tambah mengenaskan membuat pemimpin berbagai negara di dunia yang terkena dampak
menetapkan cara-cara untuk menghalau penularannya, bahkan perlu menetapkan kebijakan yang
cukup susah. Tetapi, hal tersebut perlu dilaksanakan melihat penularan covid-19 ini sudah merusak
beragama lini kehidupan masyarakat di dunia termasuk dunia pendidikan, dengan akibat murid serta
pendidik harus bekerja dan belajar dari rumah. Hal ini bersifat benar-benar tiba-tiba dilaksanakan
tanpa adanya kesiapan sama sekali. Tidak siapnya seluruh indikator pada dunia pendidikan, seperti
kurikulum, fasilitas kegiatan belajar serta banyak hal yang mendorong terselenggaranya proses
pendidikan menjadi masalah yang cukup serius. Terdapat transisi langkah pembelajaran dari
bertemu langsung (offline) menjadi online memerlukan persiapan dari seluruh aspek, mulai dari
pemerintah, instansi, pendidik, murid serta orang tua. Pada satu sisi pemerintah sudah memberi
keleluasan bentuk penilaian pendidikan berdasarkan kondisi darurat, namun hal tersebut sangatlah
bertubrukan terhadap hati nurani para pendidik. Pendidik seakan-akan makan buah si malakama,
apabila dileluaskan murid menjadi korban, dan apabila tidak dileluaskan pendidikan tidak dapat
dijalankan.

Dengan demikian, pendidikan pada epidemi Covid 19 ini menyeret hampir seluruh aspek
serta indikator pendidik, orang tua, rakyat bahkan pemerintah, maka seakan disusun kembali tri
sentra pendidikan yang sepanjang waktu ini hampi punah, seakan-akan memberi beban bahwa
pendidikan hanyalah untuk pendidik. Sekarang ini, dengan tidak langsung rakyat Indonesia
diingatkan serta dibimbing oleh pengalaman bahwa tri sentra pendidikan yang sudah dilahirkan oleh
Ki Hajar Dewantara harusnya kembali dilaksanakan, melalui persyaratan bahwa pemerintah perlu
mengusahakan pemahaman teknologi terhadap rakyat (Hartaka & Suadnyana, 2020). Pendidikan
masa kini harus dijadikan tanggung jawab orang tua, pendidik, rakyar serta pemerintah, maka akibat
apapun perlu ditanggung oleh pemerintah serta rakyat.

Memberi kesadaran pendidik pada kegiatan belajar mengajar secara online ini bahwa
keberadaan pendidik bukan mengirim ilmu pengetahuan yang dimiliki namun pendidik ialah
fasilitator pada kegiatan belajar, kemunculan mesin bukanlah saingan pendidik pada proses
pembelajaran namun pendidik perlu penguasaan teknologi sehingga teknologi serta pendidik
menjadi pasangan yang efisien pada pembuatan terobosan-terobosan kegiatan belajar (Suadnyana,
2020).

Dampak lainnya yang harus dipertimbangkan pemerintah ialah menyediakan transisi pola
proses pembelajaran karena pola lama yang memadatkan aktivitas sekolah dipandang sangatlah
penting serta tidak bisa diabaikan, namun dampak keadaan pandemi seperti masa kini banyak
aktivitas di sekolah yang tidak bisa dilakukan, misalnya pemberhentian Ujian Nasional, serta
aktivitas lain yang perlu diselenggrakan namun dihentikan sebab wabah pandemi. Pemerintah mulai
sekarang perlu memulai serta berkepanjangan melakukan pelatihan pendidik demi penguasaan
teknologi, sehingga dengan adanya pelatihan yang diberi para pendidikan dapat menemukan
inovasi dalam memperoleh cara-cara terbaru pada aspek teknologi kegiatan belajar, selain itu,
pemerintah perlu mengadakan kesiapan menetapkan tujuan kebijakan, seperti memadukan sistem
belajar online dengan sistem belajar offline sehingga dengan pelan akan memperoleh suatu inovasi
dalam bidang pendidikan serta pembelajaran.

MODEL IMPLEMENTASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Menurut Riyanto (2010), untuk melaksanakan pembelajaran karakter di sekolah, ada 4


(empat) penawaran model aplikasi, yaitu:

a) Model otonomi dengan memposisikan penyiapan karakter sebagai mata pelajaran alternatif.
b) Model blending dengan mengkonsolidasikan karakteristik dan karakter yang akan dibingkai
dalam setiap mata pelajaran.
c) Model ekstrakurikuler melalui pengembangan tambahan yang dikoordinasikan pada
pengaturan pribadi murid.
d) Model kolaboratif dengan mengintegrasikan masing-masing dari tiga model di semua
latihan sekolah.

Menurut Darmuin, dkk (2013: 20-21) mengacu pada cara menghadapi Pendidikan Karakter
(Model Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter), antara lain:

1) Teladan
Unit pengajaran formal dan kasual harus menunjukkan model yang mencerminkan hadiah
yang akan dibuat individu. Karakter pembimbing dan menunjukkan staf pada pemberian
contoh latihan yang baik ditentukan untuk menjadi contoh yang baik untuk murid.
2) Pembelajaran di Kelas
Masing-masing topik ataupun tindakan yang sangat terencana. Setiap tindakan pembelajaran
menciptakan kapasitas di bidang intelektual, emosional, penuh perasaan, konatif dan
psikomotorik.
3) Mengintegrasikan Pendidikan Karakter dalam Semua Mata Pelajaran
Substansi yang jelas atau dipahami sampai saat ini ada dalam definisi kemampuan dalam
Standar Inti (Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah). Menjamin bahwa setiap materi
pembelajaran memiliki dampak yang bermanfaat atau mungkin dapat berdampak pada
pengembangan karakter.
4) Integrasi dalam Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
Ini lebih penting jika diisi dengan berbagai latihan bernilai tinggi yang menarik dan
bermanfaat bagi siswa.
5) Pemberdayaan dan Peradaban
Peningkatan karakter dapat ditemukan dalam dua sudut pandang, khususnya dalam skala
penuh dan miniatur. Sudut pandang skala penuh bersifat publik yang menggabungkan
seluruh pengaturan persiapan dan pelaksanaan peningkatan karakter termasuk semua mitra
sekolah umum. Pada premis skala besar, peningkatan karakter dipisahkan menjadi tiga fase,
yaitu penyusunan, pelaksanaan, dan penilaian hasil.
6) Penguatan
Dukungan dimulai dari iklim yang cepat dan menjangkau iklim yang lebih luas. Dukungan
harus dimungkinkan dalam struktur yang berbeda, mengingat pengorganisasian iklim belajar
untuk unit pelatihan resmi serta tidak resmi yang menarik serta menggerakkan karakter.

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER


Seiring dengan perkembangan globalisasi yang telah memasuki segala bidang kehidupan,
banyak perkumpulan-perkumpulan yang meminta perluasan kekuatan dan sifat peningkatan
karakter yang dirasakan segera untuk dikaji dan dilaksanakan di pendidikan yang layak (sekolah).
Kata menekan diartikan sebagai kesungguhan. Menekan berarti segera dirawat, dilaksanakan
dengan cepat, dan jika tidak maka diperkirakan akan terjadi kerusakan. Sesuatu harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh karena ada tanda-tanda yang mengharuskan suatu kegiatan dilakukan,
bisa juga sangat terburu-buru sehingga harus cepat. Syarat dilaksanakannya pendidikan orang yang
mengerikan adalah adanya efek samping yang menunjukkan disintegrasi pribadi negara. Indikasi
menurunnya kepribadian bangsa Indonesia tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan
Thomas Lickona (dalam Barnawi dan M. Arifin, 2016:12-13), tentang sepuluh isu ikonik yang
sedang terjadi saat ini, yaitu sebagai per berikut ini:
a) Tingginya kebiadaban di kalangan pemuda (atau bahkan anak-anak).
b) Menumbuhkan ketidakbenaran.
c) Sikap obsesif pada pertemuan-pertemuan tertentu (paket).
d) Kurangnya penghargaan pada wali atau instruktur.
e) Pengaburan etika yang baik dan yang buruk.
f) Pemanfaatan wacana yang bersifat deteriorasi (pencacian, hinaan, hinaan, pencemaran nama
baik, pencemaran nama baik, mesoh, alay) tanpa memperhatikan sensasi orang lain.
g) Bertambahnya tindakan tidak berguna seperti pemakaian obat-obatan, minuman keras,
perjudian dan seks santai.
h) Rendahnya kesadaran akan harapan tertentu sebagai personal maupun penduduk.
i) Melemahnya sikap kerja keras dan keragu-raguan bersama.
j) Kurangnya rasa khawatir antara lain.

Di saat seperti saat ini, bahaya kemalangan karakter ternyata tambah terbukti. Kehormatan
orang-orang terhormat sedang tercerai berai oleh arus globalisasi, terutama kegagalan pada
pemahaman tentang pentingnya peluang sebagai keturunan organik dari sistem berbasis suara
dimaknai sebagai pilihan tanpa batas, peluang kehendak tanpa prinsip standar, lingkungan peluang
tidak jarang dicirikan sebagai peluang aktivitas. Pertarungan antar mahasiswa, antar kota, main
hakim sendiri, dan yang terjadi pada banyak wilayah, secara bersamaan menghindarkan keberadaan
individu-individu yang berbudaya, berkarakter, dan bermartabat. Keunikan kerusakan karakter akan
bertambah pesat ketika klien inovasi gagal pada pemahaman cara berpikir inovasi sehingga mereka
salah dalam menggunakan dan menilai nilai kapasitas inovasi. Misalnya, kapasitas HP yang
seharusnya memberikan dan menyimpan informasi penting, dimanfaatkan secara luas oleh
masyarakat umum untuk dokumentasi masalah pribadi. Karena tidak memiliki informasi inovatif
yang memadai, ponsel secara efektif berpindah tangan sehingga informasi tersebut menyebar secara
luas.

Efek dari karakter yang menurun, dengan eksklusif jelas, individu yang menyerahkan salah
satu kegiatan (dari beberapa yang digambarkan di atas) mungkin dapat menyeberang jalan dengan
hukum, mengambil bagian dalam kebrutalan, kehilangan keberanian, dan menjadi orang yang gelap
dan tidak berkarakter. Badan publik melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah mengirimkan
pelaksanaan pendidikan karakter untuk semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi. Peluang pengembangan program pendidikan karakter dalam bidang pendidikan di
Indonesia dapat dimaklumi, mengingat selama ini dirasakan sistem pendidikan belum dijalankan
untuk membentuk insan Indonesia yang berkarakter.

PENUTUP

Kesimpulan

Pada tingkat dasar, pengajaran adalah suatu pekerjaan yang disadari dan disusun untuk
menciptakan suasana belajar dan proses belajar dengan tujuan agar siswa secara efektif
mengembangkan kemampuan mereka untuk memiliki kemampuan menahan diri, karakter,
pengetahuan, dan siklus yang diperlukan sepanjang kehidupan sehari-hari. (UU Sisdiknas Nomor
20 Tahun 2003). Selain itu, berkenaan dengan kapasitas dan sasaran persekolahan umum yang
terkandung dalam kerangka kerja pelatihan umum undang-undang nomor 20 tahun 2003
menjelaskan bahwa: Kapasitas pengajaran nasional untuk menumbuhkan kemampuan dan
membentuk pribadi dan kemajuan negara yang terhormat berkenaan dengan pengajaran kehidupan
negara, diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan siswa agar menjadi pribadi yang bertakwa dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermartabat, sehat, terpelajar, terampil, imajinatif, bebas,
dan berubah menjadi penduduk yang berbasis popularitas dan berwawasan.

Penguatan pengajaran karakter sangat dapat diterapkan untuk mengatasi keadaan darurat
moral saat ini. Hal ini sesuai dengan renungan tentang ajaran Ki Hajar Dewantoro bahwa sekolah
adalah suatu usaha untuk mendorong perkembangan budi pekerti (kekuatan batin, budi pekerti),
akal (kecerdasan), dan himpunan siswa. Bagian-bagian diri, otak, dan tubuh seorang anak tidak
boleh dipisahkan untuk mendorong kesempurnaan hidup seorang anak (Samani dan Hariyanto,
2012).

Pembentukan karakter yang telah dilaksanakan pemerintah dari dulu hingga sekarang masih
tidak dapat dicapai dengan penuh. Bukti emperik mengatakan bahwa masih terdapat ketimpangan
sosial, ekonomi, politik, dan adanya perusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan manusia,
tidak adilnya hukum, pergaulan bebas serta pornografi banyak terdapat di kawasan anak muda,
kekerasan serta kerusuhan, korupsi yang merebak diseluruh bidang kehidupan masyarakat
(Darmawan, 2020).

Di saat seperti sekarang ini, bahaya kemalangan karakter ternyata semakin nyata.
Kehormatan orang-orang terhormat sedang tercerai berai oleh arus globalisasi, terutama kegagalan
dalam memahami pentingnya peluang sebagai keturunan organik dari sistem berbasis suara
dimaknai sebagai pilihan tanpa batas, peluang kehendak tanpa prinsip standar, lingkungan peluang
tidak jarang dicirikan sebagai peluang aktivitas. Pertarungan antar mahasiswa, antar kota, main
hakim sendiri, dan yang terjadi di berbagai tempat, secara bersamaan menjauhkan keberadaan
individu-individu yang berbudaya, berkarakter, dan bermartabat. Keunikan kerusakan karakter akan
semakin cepat ketika klien inovasi tidak memahami cara berpikir inovasi sehingga mereka salah
dalam menggunakan dan menilai nilai kapasitas inovasi.

Anda mungkin juga menyukai