Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL KONSEPTUAL

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM UPAYA

MENDISIPLINKAN SISWA

Patmayani, Aprillia Putri.2015.Pendidikan Karakter Dalam Upaya

Mendisiplinkan Siswa. Prodi PPKn. Jurusan PKn. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.

Abstrak: Di era reformasi sekarang ini, banyak terjadi masalah-masalah sosial . Masalah-masalah
tersebut juga berimbas kepada kehidupan sekolah – bahkan di sekolah dasar. Masalah-masalah sosial
tersebut mengarah kepada kedisiplinan siswa. Solusi atas kedisiplinan siswa tersebut adalah melalui
pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, diperlukan pemahaman yang baik
terhadap pendidikan karakter, yaitu pemahaman tentang pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai
pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah
dasar.

Kata Kunci: pendidikan karakter, kedisiplinan, siswa

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi adalah era baru setelah era orde
baru. Era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak asasi manusia secara utuh, dalam arti semua hak-
hak manusia dihargai dan dijunjung tinggi dengan memperhatikan hak-hak orang lain. Namun hal ini
disalah artikan dalam pelaksanaannya. Hak-hak seseorang diminta untuk dihargai dengan sebebas-
bebasnya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain serta norma dan aturan yang berlaku. Akibatnya,
banyak terjadi masalah-masalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya tindak kekerasan
yang terjadi di mana-mana, tawuran antar pelajar, kurangnya rasa hormat dan sopan santun kepada
orang yang lebih tua dan lain sebagainya.

Masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat juga memberi imbas kepada kehidupan di sekolah
tidak hanya di sekolah-sekolah tingkat atas, bahkan di sekolah dasar pun kerap terjadi masalah-masalah
sosial tersebut. Adapun masalah-masalah tersebut meliputi pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Masalah-masalah yang sering dijumpai adalah adanya siswa yang
kurang hormat kepada Bapak/Ibu Guru, kekerasan kepada siswa lainnya dan lain sebagainya. Identifikasi
masalah-masalah sosial di sekolah mengarah kepada adanya kurang disiplinannya siswa. Diakibatkan
penyebab-penyebab adanya kekurang disiplinan siswa adalah kurangnya kepedulian pihak-pihak di
sekitar siswa. Penyebab lainnya adalah mudahnya siswa mendapatkan “informasi” tanpa adanya
penyaringan terlebih dahulu. Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kurangnya
kedisiplinan siswa di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk “mengkarakterkan “siswa.
Melalui kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Melalui
kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotong-
royong, sopan santun, saling menghormati, dan lain sebagainya.

Sejak Indonesia berdiri, pendidikan karakter terus dikumandangkan. Sebagai bukti adalah Presiden
Soekarno mencanangkan nation and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan
karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila (Puskur,2010:1). Dilanjutkan pada masa orde baru, Presiden Soeharto
mencanangkan pelatihan atau penataran P 4. Pada masa reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi
prioritas pendidikan karakter juga. Adanya bukti-bukti tadi memberikan gambaran bahwa pendidikan
karakter bukan lah hal yang baru. Namun demikian, di era reformasi ini, pendidikan karakter juga
menjadi prioritas pembangunan SDM bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam UU Sisdiknas. Namun
demikian, pelaksanaannya nampak surut bahkan tidak ada sama sekali. Untuk itu, diperlukan adanya
penghidupan kembali pendidikan karakter. Diperlukan pemahaman lebih lanjut untuk melaksanakan
pendidikan karakter.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dihasilkan adalah sebagai berikut (1)
pengertian pendidikan karakter (2) nilai-nilai pendidikan karakter (3) ruang lingkup pendidikan karakter
dan (4) penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan
pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar.

PEMBAHASAN

Pengertian

Pengertian pendidikan karakter berkaitan dengan pengertian pendidikan dan karakter. Pendidikan
adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi siswa (Puskur, 2010: 4).
Pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma,
seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Puskur, 2010 : 5). Bila
dua pengertian tadi digabung, akan menjadi pendidikan yang “mengkarakterkan” siswa. Lebih lanjut,
pengertian pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa pada diri siswa sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,
menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga
negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010 : 4).

Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang pertama adalah isi pendidikan
karakter. Isi berkaitan dengan “apa yang akan dilaksanakan” dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan
karakter meliputi nilai nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia,
agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional (Puskur, 2010 : 6).
Kata kunci yang kedua adalah pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan
karakter, perlu diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter. Adapun fungsi pendidikan karakter
adalah 1) pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi
siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.2)
perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan
potensi siswa yang lebih bermartabat dan, 3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
(Puskur, 2010 : 7).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses
menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang.

Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan Pendidikan Karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam
karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan
berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan
hidup. Meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam rangka tantangan diluar kinerja pendidikan,
seperti situasi kemrosotan moral dalam masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai
penanda abad, memang bukan merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter itu sendiri.
Sebab dengan demikian, pendidikan karakter memperhambakan demi tujuan korektif, kuratif situasi
masyarakat.

Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan korektif bagi
masyarakat diluar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang menjadi ciri bagi lembaga
pendidikan itu sendiri. tujuan pendidikan karakter adalah: 1) mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa, 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-
nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious, 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan
tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa, 4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan
rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). (Puskur, 2010 : 7).

Nilai-Nilai Sebagai Materi Pendidikan Karakter

Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak dapat dilepaskan dari situasi dan
konteks historis masyarakat tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab, nilai-nilai tertentu
mungkin pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain, nilai lain akan lebih cocok. Oleh
karena itu, kriteria penentuan nilai-nilai ini sangat dinamis dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam
masyarakat yang akan mengalami perubahan terus menerus, sedangkan jiwa dari nilai-nilai itu tetap
sama.

Menurut Komensky (Koesoma; 2007; 9208)., bahwa kepada anak didik semestinya diajarkan seluruh
keutamaan tanpa mengecualikannya. Ini adalah prinsip dasar pendidikan karakter, sebab sekolah
merupakan sebuah lembaga yang dapat menjaga kehidupan nilai-nilai sebuah masyarakat. Oleh karena
itu, bukan sembarang cara bertindak, pola perilaku, yang diajarkan di dalam sekolah, melainkan nilai-
nilai yang semakin membawa proses membudaya dan manusialah yang boleh masuk di dalam
penanaman nilai di sekolah. Sikap-sikap anti demokrasi seperti pemaksaan kehendak, tirani mayoritas,
penindasan terhadap manusia lain. Untuk itu, ada beberapa kriteria nilai yang bisa menjadi bagian
dalam kerangka pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.

Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka, masih bisa ditambahkan nilai-nilai lain
yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat setiap individu bekerja. Nilai-nilai itu
antara lain : Nilai keutamaan, Nilai keindahan, Nilai kerja, Nilai patriotisme, Nilai demokrasi, Nilai
kesatuan, Nilai moral, Nilai-nilai kemanusiaan, Nilai keadilan dan Kerjasama. Dalam pendidikan karakter
Lickona (1991, dalam Dwi Hastuti Martianto, 2002) menekankan pentingya tiga komponen karakter
yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral
feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar
siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.

Indonesia Heritage Foundation adalah yayasan yang bergerak dalam bidang Character Building
(Pendidikan Karakter) yang mempunyai visi “Membangun Bangsa Berkarakter” melalui pengkajian, dan
pengembangan pendidikan holistik dengan fokus menanamkan sembilan pilar karakter (Ratna
Megawangi, 2007). Adapun sembilan pilar karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari:
Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian.
Kejujuran, Hormat, dan santun. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama. Percaya diri, kreatif, kerja
keras, dan pantang menyerah. Keadilan dan kepemimpinan. Baik dan rendah hati. Toleransi, cinta
damai, dan persatuan.

Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Karakter

Penilaian adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja
peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta
didik dan efektifitas proses pembelajaran (BNSP, 2006: 5). Penilaian menurut Howard Gardner (2003:
252) menetapkan penilaian sebagai memperoleh informasi mengenai keterampilan dan potensi dari
individu, dengan dua sasaran yaitu memberi umpan balik yang bermanfaat kepada individual yang
bersangkutan dan data yang berguna kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. Penilaian pendidikan
karakter dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai pendidikan karakter telah dipahami,
dihayati, dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di
lingkungan sekolah. Penilaian pendidikan karakter dapat berbentuk penilaian perilaku, baik individu
maupun kelompok. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang
penghayatan nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin dalam kualitas hidup sehari-hari.

Kewenangan Dalam Penilaian

Dalam penilaian pendidikan karakter yang paling utama ialah individu itu sendiri, sebab sebagai usaha
sadar, proses pendidikan mengandaikan adanya sikap reflektif dalam diri individu dalam menilai
menerapkan perkembangan dan pertumbuhan karakternya sendiri. Namun, penilaian pendidikan
karakter harus menyertakan penilaian dari pihak-pihak lain sebagai bagian integral pendidikan sebagai
proses objektivitas. Penyertaan akan kehadiran orang lain adalah untuk menghindarkan pendekatan dan
penilaian yang subyekif yang bisa terjadi dalam diri individu (Koesoma, 2007: 280). Sementara itu,
komunitas menilai sejauh mana struktur yang ada dalam lingkungan pendidikan mampu menumbuhkan
karakter moral tiap individu yang berkerja dalam sistem tersebut. Yang pertama berkaitan dengan relasi
intrapersonal, sedangkan yang lain lebih interpersonal yang tata acuannya adalah komitmen bersama
dalam komunitas.

Hakekat dan Tujuan

Penilaian pendidikan karakter pada hakekatnya adalah evaluasi atas proses pembelajaran secara terus
menerus dari inividu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama orang lain dalam sebuah
lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Keberhasilan pendidikan
karakter tidak akan dapat diukur jika subjek yang mengukur adalah pribadi lain di luar diri individu,
sebab kondisi struktural antropologis mereka tidak memungkinkan menilai penghayatan moral yang
dilakukan oleh orang lain. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur
pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin
bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya
dalam kebersamaan dengan orang lain.

Dari hakikat pendidikan karakter, kita dapat menyimpulkan tentang tujuan penilaian pendidikan
karakter. Penilaian pendidikan karakter dalam lembaga sekolah bukanlah terutama untuk menentukan
kelulusan siswa. Namun, lebih sebagai penentu apakah kita sebagai individu yang hidup dalam lembaga
pendidikan mau mengembangkan daya-daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup kita dalam
kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin bermutu. Untuk itu, penilaian pendidikan karakter
semestinya mengevaluasi dan menelaah berbagai macam corak relasional antar individu di dalam
lembaga pendidikan, hubungan antar siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan guru, orang tua dengan
sekolah, sekolah dengan masyarakat dan Negara.

Kriteria Penilaian

Santrock (2004: 643) menyebutkan tipe-tipe atau kriteria pembelajaran yang dapat digabungkan dalam
instruksi dan penilaian, yaitu: a) Pengetahuan. Ini melibatkan apa yang perlu diketahui murid untuk
memecahkan masalah dan menerapkan keahlian. b) Penalaran/pikiran. Salah satu tujuan pembelajaran
adalah murid bukan hanya mendapatkan pengetahuan, akan tetapi juga mampu berfikir tentang
pengetahuan. c) Produk. Produk adalah contoh dari hasil kerja murid. Essai, paper, laporan sains
merefleksikan kemampuan murid untuk menggunakan pengetahuan dan penalaran. d) Perasaan. Target
afektif adalah emosi, perasaan, dan nilai-nilai murid. Misalnya mendeskripsikan arti penting dari upaya
membantu murid untuk mengembangkan kesadaran emosional sendiri (seperti memahami penyebab
perasaan mereka), mengelola emosi (seperti menahan amarah), membaca emosi (seperti menjadi
pendengar yang baik), dan mengelola hubungan (seperti kompeten dalam memecahkan problem
hubungan).
Menurut Koesoma (2007: 282) yang dinilai dalam pendidikan karakter adalah perilaku dan tindakan,
bukan pengertian, pengetahuan, kata-kata yang diucapkan. Ketika suatu ucapan baru sebatas
pemahaman dan pengertian, belum sampai pada tindakan, atau aktualisasi nilai tersebut, kata-kata itu
belum menjadi objek penilaian bagi pendidikan karakter. Oleh karena itu, penilaian tentang pendidikan
karakter semestinya mengarah pada bagaimana perilaku merefleksikan perbuatan dan keputusannya
dalam kaitannya dengan perkembangan diri sendiri dan orang lain.

Kejujuran adalah prinsip penting bagi penilaian pendidikan karkater. Kejujuran membuat individu
mampu semakin maju dalam penyempurnaan dirinya sebagai manusia berkarakter. Kejujuran dan
keterbukaan akan tampil dalam kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dalam menilai
dirinya. Individu yang memiliki keterbukaan dan menyadari kepentingan pendidikan karakter bagi
dirinya sendiri akan dengan mudah menerima masukan dari orang lain. Dengan demikian, ia juga
semakin dapat mengembangkan dirinya.Secara praktis ada hal-hal yang memang secara objektif bisa
dipakai sebagai kriteria untuk menilai apakah pendidikan karakter telah berhasil dilaksanakan atau tidak.
Objektif maksudnya ialah data-data dan fakta-fakta, entah berupa tindakan maupun dampak-dampak
dari keputusan yang dapat diverifikasi oleh semua. Kriteria dan objek yang dibahas di sini hanya
berkaitan dengan hal-hal yang bisa secara objektif dipakai sebagai pedoman penilaian pendidikan
karakter di sekolah.

Koesoma (2007: 282-288) mengatakan bahwa dari data-data dan fakta, kita dapat melihat sejauh mana
siswa dan individu di dalam melaksanakan pendidikan karakter, data dan fakta itu dapat berupa: a)
Sejauh mana individu di dalam suatu lembaga pendidikan melaksanakan nilai tanggung jawab bagi
tugas-tugas mereka, kuantitas kehadiran adalah instrument penting dalam penilaian terhadap tanggung
jawab tersebut. b) Penilaian pendidikan karakter juga bisa dilihat kedisiplinan siswa maupun komponen
sekolah lainnya. Misalnya berapa siswa dari jumlah siswa yang secara tepat (disiplin) waktu
menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya. c) Keberhasilan sekolah dalam pendidikan karakter
adalah bagaimana meminimalisir kenakalan remaja seperti, tawuran, minum-minuman keras, narkoba
dan lain sebagainya. d) Pendidikan karakter yang berhasil akan menciptakan suasana yang baik bagi
proses pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu kriteria objektif pendidikan karakter adalah prestasi
akademis siswa. e) Sejauh mana para siswa telah mempraktekkan nilai-nilai kejujuran. Nilai-nilai ini
dapat dipantau dengan data-data tentang jumlah anak yang ketahuan menyontek.

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. nilai ini berlaku universal, karena dapat
digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu.
Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.
Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan
kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari
agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus
didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2) Pancasila: negara kesatuan Republik
Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut
Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal
yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai
yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi beguna
sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah.
Adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter adalah sebagai berikut: Religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
social, tanggung jawab.

Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter meliputi dua aspek-aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke dalam dan aspek
keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan
psikomotor (olah raga). Aspek ke luar yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya
dengan orang lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing
aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.

Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan
pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan
atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan
masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.

Kegiatan Pembelajaran

Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan


strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual.
Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa
menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak
menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya
pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta
psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 : 8).

Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b)
pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e)
pembelajaran berbasis kerja. Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut
dapatmemberikan nurturant effect pengembangan karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir
terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan
diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan, pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut
adalah sebagai berikut:

Kegiatan Rutin

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga
berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8).
Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa
sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga
pendidik, dan teman.

Kegiatan spontan

Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa
perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman
yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.

Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap
guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang
baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan ini
misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.

Pengkondisian

Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi
terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik
misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan
pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8).
Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak
menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.

Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Meskipun
di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-
kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap
diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ko
dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.

Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat

Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di sekolah. Rumah (keluarga)
dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah.
Pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun, kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan
masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan
antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat (Puskur,
2011: 8).

PENUTUP

SIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses
menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang. Pendidikan karakter
sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur.
Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (Wina sanjaya, 2008: 29).
Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya
untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung
memiliki tujuan hidup.

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan
pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan
atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat.

SARAN

Bagi Pihak Sekolah: Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan dialektika
proses pembentukan individu, para insan pendidik diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya
pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara
menyediakan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang
kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana
pengembagan diri satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral,
sosial, estetis, dan religius). Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. Nilai ini
berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi
terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional

Bagi peserta didik : Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kekurang disiplinan siswa di
sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk mengkarakterkan siswa. Melalui kegiatan ini, siswa
dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan
melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotong-royong, sopan santun, saling
menghormati, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Koesoma, 2007. Pendidikan Karakter pada Sekolah. Jakarta: Kencana.

Muin,Fachtul.2011.Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan praktik.Yogyakarta : Arr-ruzz Media.

Tim Penyusun. 2011. Pedoman Pelaksanaan pendidikan Karakter :berdasarkan

pengalaman di satuan pendidikan rintisan. Jakarta : Puskurbu Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional.

Tim Penyusun. 2010. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan
Nasional 2010–2014 (Online),

http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/NASKAH-RAN-KEMENDIKNAS-REV-2.pdf, diakses 13
Desember 2015.

Tim penyusun, 2012. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai
Budaya Untuk Membentuk daya Saing Dan Karakter Bangsa: Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai