Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PROFESI KEPENDIDIKAN
“ Perkembangan Profesi Kependidikan di Indonesia”

DisusunOleh : Kelompok III


1. Ari Fajar Wismoyo
2. Anisah Fadilah Putri
3. Yogi Bariansyah

Dosen Pengampu
FAUZIAH,S.Pd.,M.Pd.T

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Muara Bungo,22 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Profesi Kependidikan Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda ........... 2
B. Perkembangan Profesi Kependidikan Pada Masa Awal Kemerdekaan. .......................... 3
C. Perkembangan Profesi Kependidikan Pada Reformasi .................................................... 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah suatu proses yang harus dilakukan manusia
untukmenjalani kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif
danefisien. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok manusia.
Pengetahuan,keterampilan, dan kebiasaan milik sekelompok orang dapat
diturunkan darigenerasi ke generasi berikutnya melalui pendidikan. Pendidikan
sering terjadidibawah bimbingan orang lain, tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa pendidikan dapat dilakukan secara otodidak atau mandiri.
Pendidikanditurunkan pada generasi selanjutnya melalui pengajaran maupun
pelatihan.
Pengajaran dan pelatihan biasanya dilakukan oleh seorang yang ahli atau
biasa kita sebut dengan guru. Di kebudayaan Indonesia, profesi gurumerupakan
kedudukan yang tinggi dan dihormati. Seiring berjalannya waktu, profesi guru
bukan menjadi profesi yang dianggap tinggi dan terhormat,menjadikan profesi
guru bukanlah pilihan pertama. Guru dianggap menjadi profesi yang mudah dan
gampang, apalagi ketika sudah diangkat menjadiPNS (Pegawai Negeri Sipil).
Nyatanya, menjadi guru tidaklah mudah karenaguru dituntut untuk memiliki
keprofesionalan dan ketekunan dalammentransferkan ilmunya. Oleh karena itu,
dalam jenjang perguruan tinggi seorang mahasiswa calon guru mendapatkan mata
kuliah profesi keguruan.Hal ini dimaksudkan, agar seorang calon guru memiliki
kecakapan sertaintelektual yang tinggi serta pendidikan formal yang cukup tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Profesi Kependidikan Pada Masa Pemerintahan
Hindia Belanda?
2. Bagaimana Perkembangan Profesi Kependidikan Pada Masa Awal
Kemerdekaan.?
3. Bagaimana Perkembangan Profesi Kependidikan Pada Reformasi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Profesi Kpendidikan Di Indonesiaa Pada Masa


Pemerintahan Hindia Belanda
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1852 didirikan sekolah
Kweekschool (Pendidikan Keguruan) sebagai sekolah untuk para calon guru.
Pendirian sekolah ini didasarkan atas keluarnya peraturan pemerintah yang
menerangkan bahwa pengadaan sekolah dasar bumiputera harus didahului oleh
pengadaaan tenaga gurunya. Kehadiran Kweekschool Ternyata kurang diminati
oleh golongan bangsawan, sehingga murid-murid Kweekschool kebanyakan dari
keluarga priyayi rendah, pegawai rendah, para pedagang, keluarga mantri atau
dari keluarga guru sendiri.
Pada tahun 1879 pemerintah mendirikan Hoofdenschool yang bertujuan
mendidik calon-calon pegawai pemerintah. Pada akhir abad ke 19, daya tarik
jabatan guru mengalami penurunan luar biasa, dibandingkan dengan jabatan-
jabatan pemerintahan lainnya,karena itulah di antara semua priyayi dari
lingkungan pemerintahan,(gaji) guru berada ditingkat paling rendah.Jabatan guru
yang kurang diminati sebenarnya dapat dilihat dari kedudukan atau status sosial
guru-guru bumiputera pada awal abadke-20. Waktu itu struktur sosial kolonial
didasarkan pada perbedaan ras. Masyarakat Eropa (Belanda) menempati urutan
paling atas,sementara pribumi menempati urutan yang paling bawah. Dalam
masyarakat pribumi yang sudah menempati urutan paling bawah,ternyata
kedudukan seseorang masih juga dibedakan. Menurut Sartono Kartodirdjo,
kedudukan seseorang pada awal abad ke-20 dapat dilihat dari aspek keturunan,
pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Dihubungkan dengan guru, maka aspek-
aspek itu dapatdipakai untuk menentukan kedudukan sosialnya.

Misalnya dari aspek keturunan, mayoritas guru-guru bumiputera berasal dari


keluarga biasa, seperti petani, pedagang, mantri, pegawai rendah,dan dari keluarga
guru sendiri.Dari segi penghasilan (gaji), gaji guru ditentukan berdasarkan
ijazahnya. Berdasarkan pendapatan atau gaji yang diterima oleh guru-guru
bumiputera dan guru-guru yang berkebangsaan Eropa,terlihat gaji guru-guru

2
bumiputera jauh di bawah gaji guru-guru Eropa. Perbedaan gaji tidak hanya antara
guru-guru bumiputera danguru-guru berkebangsaan Eropa, tetapi juga di antara
guru-guru bumiputera terdapat perbedaan.Adanya perbedaan gaji dari masing-
masing lulusan sekolahyang ada pada waktu itu, membuat guru-guru bumiputera
berusaha untuk memperjuangkan nasibnya. Pada akhir tahun 1912 dibentuklah
Perserikatan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang anggotanya terdiridari Guru
Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Pemilik Sekolah. Pada kongres pertama,
PGHB membentuk sebuah badan asuransi jiwa nasional yang pertama atau yang
disebut OnderlingeLevensverzekering Maatschappij P.G.H.B., disingkat O.L.
Mij.PGHB yang kemudian hari menjadi Asuransi Jiwa Bumipoetra.Perusahaan ini
dibentuk dengan tujuan untuk membantumeningkatkan kesejahteraan guru.Tidak
mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki
pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan
keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara
lainPersatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD),Persatuan Guru
Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere
Kweekschool Bond (HKSB),disamping organisasi guru yang bercorak
keagamaan, kebangsaanatau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging
(COV),Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging VanMuloleerkrachten
(VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang
beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama melainkan
menggabungkan diri pada organisasi bentukan Jepangseperti Putera dan Jawa
Hokakai yang bagi Jepang sangat berpotensiuntuk pengerahan massa demi
kemenangan Perang Asia TimurRaya.

B. Guru Pada Masa Awal Kemerdekaan


Menurut UUD 1945, Pasal 31 ayat 1, dinyatakan dengan jelas bahwa setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan.Ini berarti Pemerintah
Republik Indonesia (RI) mempunyai tugas untuk memberikan kesempatan seluas
luasnya kepada semua warga negara untuk memperoleh pendidikan. Dalam usaha
menjalankan tugas tersebut, Pemerintah RI pada awal Proklamasi 17 Agustus1945
menghadapi berbagai macam kesulitan. Kesulitan itu antara lain kekurangan
gedung-gedung sekolah dan tenaga pengajar (guru).Sedikitnya ada dua usaha

3
yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kekuarangan gedung-gedung
sekolah, yaitu dengan mendirikan gedung-gedung baru dan menyewa rumah-
rumah penduduk untuk dijadikan sekolah-sekolah. Sampai akhir tahun pelajaran
1954/1955, rakyat di seluruh Indonesia telah menyumbang 6.878 buah rumah
lengkap dengan tanah dan kolamnya untuk dijadikan sekolah.Untuk mengatasi
kekurangan guru, pada bulan September 1950 pemerintah mendirikan lembaga
pendidikan guru sementara secara masal yang disebut Kursus Pengajar untuk
Kursus Pengantar Kepada Kewajiban Belajar (KPKPKB).
Siswa yang memasuki lembaga pendidikan ini adalah para pelajar lulusan
SD dengan hasil yang baik, kesehatannya baik, dan berwatak susila serta berumur
antara 15-18 tahun. Semua pelajar KPKPKB diharuskan mengikat kontrakdengan
pemerintah dengan jaminan mendapatkan tunjangan yangdiperoleh sebesar Rp.
85,- (delapan puluh lima rupiah) perbulan.Adanya tunjangan tersebut, bagi
masyarakat di tingkat desa menjadiguru waktu itu merupakan suatu kebanggaan.
Adanya KPKPKB, kebutuhan akan tenaga guru untuk pelaksanaan wajib
belajar dengan cepat dapat terpenuhi.Perkembangan berikutnya untuk
meningkatkan mutu pendidikan,KPKPKB ditingkatkan menjadi Sekolah Guru B
(SGB) 4 tahun dan kemudian menjadi Sekolah Guru A (SGA) 6 tahun.
Pendidikan SGB dimaksudkan untuk mendidik guru SR. Murid yang diterima
adalahlulusan SR yang lulus dalam ujian masuk sekolah lanjutan. SGA sendiri
menerima muridnya dari lulusan sekolah lanjutan pertama(Djumhur I,
1974).Sementara itu untuk menyuplai pendidikan disekolah menengah,
pemerintah membuka program Pendidikan Guru Sekolah LanjutanPertama
(PGSLP), Kursus B I yang lamanya 3 tahun, dan Kursus BII yang lamanya 2
tahun sesudah BI untuk diarahkan menjadi guru diSekolah Lanjutan Atas
(SLA).Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1954 sesuai dengansaran Mr.
Mohammad Yamin, didirikanlah perguruan tinggi yang bernama Perguruan
Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) untuk mendidik guru sekolah menengah. Pada
tahun 1961 berdasarkan kesepakatanantara Departemen Pendidikan Dasar dan
Kebudayaan (PD dan K)dan Departemen Perguruan Tinggi. Dalam kesepakatan
itu, PTPG dimasukan ke dalam universitas sebagai Fakutas Keguruan dan

4
IlmuPendidikan (FKIP) yang ditujukan untuk mendidik calon sekolahlanjutan
(baik lanjutan pertama maupun lanjutan atas).
C. Guru Pada Masa Reformasi – Sekarang
Pengakuan bahwa guru adalah profesi dengan pemberlakuan
1. Keputusan Presiden No. 87/1999 tentang Rumpun JabatanFungsional Pegawai
Negeri Sipil (PNS);
2. Undang-undang (UU) No. 20/2003 tentang Sisdiknas;
3. UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen;
4. PP No. 74/2008 tentang Guru;
5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi
Birokrasi No. 16/2009 tentang Jabatan FungsionalGuru dan Angka Kreditnya;
dan
6. Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN No:03N/PB/2010, Nomor: 14
Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya.
Pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 2 Desember 2004. Guru didefinisikan sebagai pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik,mengajar,membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.Profesi guru
adalah jabatan fungsional yang memiliki ruang lingkup,tugas, tanggung jawab,
dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status
yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang disegani, dan
dianggap sebagai orang yang serba mengetahui. Peranan guru ketika itu tidak
hanya mendidik anak disekolah namun ia juga mendidik masyarakat. Guru
menjadi tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik masalah pribadi
maupunmasalah sosial yang lebih luas. Namun demikian status dan kewibawaan
guru yang tinggi itu mulai memudar seiring dengan kemajuan zaman,
perkembangan ilmu dan teknologi, kepedulian guru, serta besarnya imbalan atau
jasa (Sanusi, dk; 1991).Pada zaman sekarang ini kewibawaan dan status guru
mulai memudar dan berkurang, karena:

5
1. Guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi warga masyarakat
2. Tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar sudah lebih tinggidaripada
pendidikan guru, dan
3. Jabatan guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lain yangmempunyai
penghasilan tinggi.

6
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1852 didirikan sekolah
Kweekschool (Pendidikan Keguruan) sebagai sekolah untuk para calon guru
kemudian Tahun 1912 didirikan organisasi perjuangan guru – guru pribumi yaitu
Persatun Guru Hindia Belanda
Pada masa awal kemerdekaan bulan September 1950 pemerintah
mendirikan lembaga pendidikan guru sementara secara masal yang disebut Kursus
Pengajar untuk Kursus Pengantar Kepada Kewajiban Belajar (KPKPKB).
Pada masa reformasi Pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada 2 Desember 2004. Guru didefinisikan sebagai
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,mengajar,membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Profesi guru adalah jabatan fungsional yang memiliki ruang
lingkup,tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hakiki, M., & Fadli, R. (2021). Buku Profesi Kependidikan.

Zulfah, S. (2022). profesi keguruan. PUBLIKASI PEMBELAJARAN, 2(1), 86-91.

Kosasih, A. (2016). Perjuangan Organisasi Guru di Masa Revolusi Sejarah PGRI di


Awal Pendiriannya. Sosio e-Kons, 8(2).

Anda mungkin juga menyukai