Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Alhamduliilahirobbil’alamin, penulis memuji syukur kehadirat Allah SWT karena


sampai detik ini Allah SWT masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya
sehangga penulis dapat menyelesaikan makalah “Teori Pendidikan Pembelajaran
PAI”

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah memberikan bantuan baik dari segi moril maupun materil dan yang
secara langsung maupun tidak langsung Sebagai hamba Allah Swt, penulis yakin bahwa
makalah ini jauh dari sempurna.

Oleh karena itu dengan segala krendahan hati penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan
mendatang.

Rimbo Bujang, Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................ i

Kata Pengantar ....................................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Sebagai Landasan Pembelajaran PAI ................. 2


B. Beberapa Teori Belajar ............................................................................... 2
C. Aplikasi Teori Belajar Sebagai Landasan Pembelajaran PAI ..................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 13
B. Kritik dan Saran .......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan
manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia
bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan
manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi
belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki
makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil
dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan
kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan
serta kesadaran diri sebagai pribadi.

Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi
atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok
manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian.
anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi
manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga
makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori belajaran sebagai landasan pembelajaran PAI?
2. Bagaimana teori belajar sebagai landasan pembelajaran PAI?
3. Bagaimana aplikasi teori belajar sebagai landasan pembelajaran PAI?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Sebagai Landasan Pembelajaran PAI

Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang
digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati
(Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5).

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti
bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat sangat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah
maupun di lingkungan rumah maupun keluarganya sendiri. Oleh karenanya, pemagaman
yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya
mutlak di perlukan oleh para pendidik.

Adapun pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang


menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk
memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan,
nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya


belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik. Berdasarkan
suatu teori belajar, suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan
peserta didik sebagai hasil belajar (Trianto, 2007: 12). Teori belajar juga dapat dipahami
sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan
penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang terkait dengan peristiwa belajar
khususnya dalam pembelajaran PAI.

Secara pragmatis, teori belajar dapat di fahami sebagai prinsip umum atau
kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah
fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak
teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tigal conditioning, dan macam yang
sangat menonjol yakni Connectionism, Classical conditioning, dan operant Conditioning.
Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan eksperimen-
eksperimen lainnya untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan
belajar.

B. Beberapa Teori Belajar


1. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku


individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah,

2
dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu
belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih
dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil
belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.
Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari
hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah
hasilJelasnya, aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah perubahan
tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu
proses yang memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar
individu. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku dari stimulus yang diterimanya (Muhaimin, 2002: 196).

Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan


orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon

3
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,


diantaranya :

a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan


hukum-hukumbelajar, diantaranya:

- Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan


hukum-hukum belajar, diantaranya :

- Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.


Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.

4
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

- Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan


stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud


dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.

d. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar
sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori


belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan
dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity
Theoryyang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode
meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The
Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan
dorongan.

2. Teori Belajar kognitivisme


Beberapa teori yang termasuk kategori aliran Humanistik adalah:
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak
perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar

5
yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami
dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru
harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku
internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya..

b. Abraham Maslow

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik.


Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya
sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah
teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist”
Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik.
Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang
dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian
manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang
dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah
“sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut
sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya
memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif


yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan
menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan
kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran
interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah
meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang
beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu

6
anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi,
mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik
humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku
manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku
bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak
bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.
Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara
humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa
emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik
beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan,
mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi
terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat
keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari
pendidikan yang menitikberatkan kognisi.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk


memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki
dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya
semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada
saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).

c. Carl Rogers

Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan
wafat di LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak
memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan
ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia
pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada
tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia
University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis
pada tahun 1931.

Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society
for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada
perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-
masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan
menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu
tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang
membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di
Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari
American Psychological Society.

7
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya
sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam
membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini
bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya
dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar.
Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah
hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya
guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar


humanistik yang penting diantaranya ialah :

1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.


2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik
dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus

8
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.

3. Teori Belajar Kognitif

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap


yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal
operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan
individu yaitu asimilasi dan akomodasi

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan


dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan

4. Teori Belajar Gestalt


Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”.
b. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau
keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain
sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih
mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
c. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral
merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya
merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan
geografis).
d. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
e. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses

9
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.

C. Aplikasi Teori Belajar Sebagai Landasan Pembelajaran PAI

Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan
aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.

1. Aplikasi Teori Behaviorisme

Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau
yang non konkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi
teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti
tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.

Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :

a. Aplikasi Teori Pavlov


Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam
kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan
memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan
dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

b. Aplikasi Teori Thorndike


1. Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan
mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang
dan sebagainya.
2. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat
atau sistem drill.
3. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu
hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.

c. Aplikasi Teori Skinner


Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah
diperiksa dan dinilai sesegera mungkin.

2. Aplikasi Teori Humanistik

Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik,
tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi
teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi,

10
membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan
pendapatny masing-masing di depan kelas.

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang


mengerti terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik
ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri.

Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil,
menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan
wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang
rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentsr
ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang
ada.

3. Aplikasi teori belajar kognitif Menurut Piaget


Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.

4. Aplikasi teori belajar Gestalt


Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting
dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah,
khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki
makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

11
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi
lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep belajar menurut guru sangat menentukan keberhasilan proses


pembelajaran. Belajar siswa yang ditafsirkan guru hanya sebagai menghafal atau
mendengarkan keterangan guru saja merupakan problem yang harus diatasi. Hal ini
karena jika guru menganggap bahwa belajar hanyalah menghafal atau hanya untuk
mendengarkan keterangan guru maka selama itu pula pembelajaran masih terpusat pada
guru dan tidak pada siswa yang seharusnya mengalami belajar. Untuk itulah guru harus
mengubah pandangan tentang belajar dan mengetahui bagaimana sebenarnya belajar itu.

B. Kritik dan Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini , tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karna terbatasnya
Pengetahuan dan kurangnya rujukan dan referensi , penulis berharap kapada para
pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ø Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka cipta

Ø www.vilila.com/.../bab-1-konsep-dasar-pembelajaran....

14

Anda mungkin juga menyukai