Anda di halaman 1dari 10

ASPEK NILAI DALAM ILMU PENGETAHUAN

Niko Septa Arnanda (505220021)


Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat modern saat ini. Perencanaan, pengaturan, penataan, dan
penyelenggaraan kehidupan masyarakat hampir semuanya didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Apalagi bagi lingkungan masyarakat akademis di Perguruan Tinggi,
boleh dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan inti atau unsur pokok
kegiatannya. Sebagai hal yang penting dalam kehidupan kita ilmu pengetahuan perlu
kita fahami dengan benar dan perlu kita selenggarakan dengan serius serta penuh
dengan tanggungjawab.
Ilmu pengetahuan juga merupakan sebuah sarana atau definisi tentang alam
semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia
sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Dengan kata lain
dapat kita ketahui bahwa ilmu ialah sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan
memahami benda-benda maupun peristiwa, di waktu kecil kita belajar membaca
huruf abjad, lalu berlanjut menelaah kata-kata, dan seiring bertambahnya usia secara
sadar atau tidak sadar sebenarnya kita terus belajar membaca, hanya saja yang dibaca
sudah berkembang bukan hanya dalam bentuk bahasa tulis namun membaca alam
semesta seisinya sebagai usaha dalam menemukan kebenaran. Dengan ilmu hidup
akan menjadi mudah, karena ilmu juga merupakan alat untuk menjalani kehidupan.1
Berangkat dari pokok-pokok pikiran di atas, maka makalah ini mencoba untuk
membahas tentang aspek nilai dalam ilmu pengetahuan. Diharapkan melalui tulisan
ini dapat menambah pemahaman para pembaca tentang aspek nilai yang terdapat
dalam ilmu pengetahuan.

1
Ivan Eldes Dafrita, “Ilmu dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Dalam Nilai Agama”, Al-Hikmah:
Jurnal Dakwah, Vol. 9, No. 2 (2015), 160. (Doi: https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v9i2.322).

1
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dan wazan fa’ila,
yaf’alu yang artinya mengerti, memahami dengan benar. Dalam bahasa Inggris
disebut science, sedangkan dalam bahasa Latin disebut scintia (pengetahuan)
dan scire (mengetahui).2
Secara istilah ilmu dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) itu.3 Dalam buku M. Natsir Nessa, Najamuddin, dkk.
terdapat beberapa tokoh yang mendefinisikan ilmu, yaitu:
a. Mohammad Hatta, ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam masalah yang sama tabiatnya,
kedudukannya yang tampak dari luar dan bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, ilmu adalah yang empiris, rasional,
umum dan sistematik, yang keempatnya serentak.
c. Ashley Montagu, ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem
yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang diuji.
d. Karl Pearson, ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan
konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
e. Alfanasyef, ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat
dan pikiran.4
Sesuatu bisa dikatakan ilmu jika memenuhi beberapa syarat tertentu.
Syarat-syarat bisa dikatakan sebuah ilmu yaitu:
a. Menurut Prajudi Atmosudiro yang dikutip oleh M. Natsir Nessa,
Najamuddin, dkk. Ilmu harus ada obyeknya, terminologinya,
metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas.

2
M. Natsir Nessa, Najamuddin, dkk., Filsafat Ilmu (Makasar: Universitas Hasanuddin, 2014),
4.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Kamus Versi Online/Daring (dalam Jaringan)”,
https://kbbi.web.id/ilmu (Diakses Tanggal 31 Oktober 2022).
4
M. Natsir Nessa, Najamuddin, dkk., 4-5.

2
b. Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh M. Natsir Nessa, Najamuddin,
dkk. Ilmu harus memiliki objek, metode, sistematika dan mesti bersifat
universal.5
Sedangkan pengetahuan secara etimologis berasal dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu “knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa
definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar.6
Menurut Sidi Gazalba yang dikutip oleh Suaedi, pengetahuan adalah apa
yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu semua milik atau
isi pikiran manusia. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.7
Bila ditinjau dari jenis katanya “pengetahuan” termasuk dalam kata benda,
yaitu kata benda jadian yang tersusun dari kata dasar “tahu” dan memperoleh
imbuhan “pe – an”, yang secara singkat memiliki arti segala hal yang berkenaan
dengan kegiatan tahu atau mengetahui. Pengertian pengetahuan mencakup
segala kegiatan dengan cara dan sarana yang digunakan maupun segala hasil
yang diperolehnya.8
Berangkat dari pengantar di atas dapat kita ketahui bahwa ilmu dan
pengetahuan ada dua hal yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Jadi, Pengetahuan merupakan bahan utama bagi ilmu. Pengetahuan tidak
menjawab pertanyaan dari adanya kenyataan itu, sebagaimana dapat dijawab
oleh ilmu.9 Zaprulkhan dalam kutipan Jahuri Hasan menjelaskan bahwa ilmu
pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang telah disusun secara sistematis.
Hal senada juga disebutkan oleh Mulyadi Kartanegara yang juga dikutip Jahuri
Hasan, bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang sistematis yang
berawal dari hasil pengamatan, hasil kajian dan uji coba terhadap objek tertentu.
Pengertian ini memberikan makna bahwa pengetahuan manusia yang diperoleh

5
M. Natsir Nessa, Najamuddin, dkk., 41.
6
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016), 21.
7
Suaedi, 21.
8
Paulus Wahana, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Pustaka Diamond, 2016), 46.
9
Paham Ginting dan Syafrizal Helmi Situmorang, Filsafat Ilmu dan Metode Riset (Medan:
USU Press, 2008), 35.

3
dari berbagai sumber belum dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan ketika ia
belum disusun secara sistematis dan metodologis.10
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan adalah
kumpulan pengetahuan manusia yang telah dirumuskan secara logis, sistematis
dan metodologis dan dapat diuji atau dibuktikan keabsahannya secara ilmiah.
Guna untuk mempelajari ilmu pengetahuan diperlukan usaha untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai
segi kenyataan dalam alam manusia.11 Ilmu pengetahuan sangat perlu dipelajari
oleh setiap individu baik laki-laki maupun perempuan. Mahdi Ghulsyani
sebagaimana dikutip oleh Darwis A. Soelaiman mengemukakan beberapa alasan
dalam perspektif Al-Quran mengapa ilmu pengetahuan sangat perlu untuk
dipelajari.
a. Karena mencari ilmu merupakan kewajiban jika pengetahuan dari sesuatu
ilmu itu menurut syariah merupakan persyaratan untuk mencapai tujuan-
tujuan Islam. Misalnya kesehatan adalah penting dalam masyarakat Islam,
dan karena itu mempelajari ilmu obat-obatan adalah wajib kifayah.
Seluruh ilmu, merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.,
dan selama memerankan peranan itu, maka ilmu itu suci, tetapi apabila
tidak maka ilmu akan menjadi alat kesesatan.
b. Karena masyarakat yang dikehendaki oleh Al-Qur’an adalah masyarakat
yang agung dan mulia, bukan masyarakat yang takluk dan selalu
bergantung kepada orang-orang lain, lebih-lebih bergantung pada orang
kafir.
c. Dalam dunia modern sekarang ini banyak masalah kehidupan manusia
tidak dapat dipecahkan kecuali dengan upaya pengembangan ilmu.12

10
Juhari Hasan, “Aksiologi Ilmu Pengetahuan”, Al-Idarah: Jurnal Manajemen dan
Administrasi Islam, Vol. 3, No. 1, (2019), 98. (Doi: http://dx.doi.org/10.22373/al-idarah.v3i1.4839).
11
Sultan, Rahmat, dkk, Bunga Rampai Posbakum Antara Teori dan Praktek (Pontianak: IAIN
Pontianak Press, 2014), 108.
12
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Bandar
Publishing, 2019), 140-141.

4
2. Aspek Nilai dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam Encyclopedia of Philosophy, sebagaimana dikutip oleh Amtsal
Bakhtiar yang dikutip ulang oleh Muhammad Zaini, dijelaskan bahwa nilai
disamakan dengan aspek aksiologi.13
Aspek aksiologi ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, artinya ilmu
pengetahuan jika dipandang dari segi kemanfaatannya maka harus dikaitkan
dengan etika, karena tujuan dasar dari ilmu pengetahuan adalah membantu
manusia untuk mencapai tujuannya yang mana tujuan manusia tersebut yaitu
kebahagiaan. Jika ilmu pengetahuan sudah tidak lagi mendatangkan kebahagiaan
tapi malah menimbulkan kesengsaraan dan bahkan ilmu pengetahuan malah
hampir menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan, maka perlu kiranya mengkaji
ilmu pengetahuan tersebut dan meletakkan ilmu pengetahuan secara
proporsional.14 Aksiologis disini dalam wacana filsafat mengacu pada persoalan
etika (moral) dan estetika (keindahan).15
a. Etika
Pengertian secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu
ethikos atau ethos yang berarti adat, kebiasaan dan praktik. Secara umum
etika merupakan teori mengenai tingkah laku atau tindak-tanduk perbuatan
manusia yang dipandang dari aspek nilai baik dan buruk yang dapat
ditentukan oleh akal.16 Tujuan etika adalah untuk membentuk pribadi anak
supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan
warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga
masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat
atau bangsa secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak

13
Muhammad Zaini, “Kontrol Nilai Terhadap Sains”, Substantia, Volume 19 Nomor 1 (2017),
39. (Doi: http://dx.doi.org/10.22373/substantia.v19i1.2912).
14
Imas Masruroh, Nanat Fatah Natsir, dan Erni Haryanti, “Aksiologi Ilmu: Relasi Ilmu dan
Etika”, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, Vol. 7, No. 8, (2021), 727.
(Doi: https://doi.org/10.5281/zenodo.5806801).
15
Rosnawati, Ahmad Syukri, dkk., “Aksiologi Ilmu Pengetahuan dan Manfaatnya bagi
Manusia”, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4, No. 2 (2021), 188.
(Doi: https://doi.org/10.23887/jfi.v4i2.35975).
16
Rosnawati, Ahmad Syukri, dkk., 188.

5
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.17 Dalam pandangan
para ahli, etika secara garis besar dapat diklasifikasi ke dalam tiga bidang
studi yaitu: etika deskriptif, etika normatife, dan metaetika. 18
1) Etika deskriptif.
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan
pengalaman moral dari norma-norma dan konsep-konsep etis secara
deskriptif. Pengalaman moral di sini memiliki arti luas, misalnya adat
istiadat, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang
diperbolehkan ataupun tidak. Semuanya dideskripsikan secara ilmiah
dan ia tidak memberikan penilaian. Karenanya, etika deskriptif ini
tergolong dalam bidang ilmu pengetahuan empiris serta terlepas dari
filsafat. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan etika deskripsi
berupaya untuk menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan,
dan pengalaman moral dalam suatu kultur maupun subkultur. Dalam
hal ini etika deskriptif berhubungan erat dengan sosiologi,
antropologi, psikologi, maupun sejarah.19
2) Etika normatife,
Etika normatif kerap kali juga disebut filsafat moral, atau juga
disebut etika filsafati. Etika normatif dapat dibagi kedalam dua
golongan, yaitu: konsekuensialis (teleologis) dan non konsekuensialis
(deontologis). Golongan konsekuensialis berpendapat bahwa moralitas
suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Sedangkan
nonkonsekuensialis berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan
ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari tindakan
tersebut. Contoh pandangan yang temasuk golongan konsekuensialis
atau teleologis antara lain adalah pandangan dari aliran hedonisme dan
utilitarianisme. Sedang yang termasuk golongan non konsekuensialis

17
Dedi Mulyasana, “Konsep Etika Belajar dalam Pemikiran Pendidikan Islam Klasik”, Tajdid,
Vol. 26, No. 1 (2019),100. (Doi: https://doi.org/10.36667/tajdid.v26i1.319).
18
Rosnawati., Ahmad Syukri, dkk., 188.
19
Totok Wahyu Abadi, “Aksiologi: Antara Etika, Moral, Dan Estetika”, Kanal: Jurnal Ilmu
Komunikasi, Vol. 4, No. 2, (2016), 194. (Doi: https://doi.org/10.21070/kanal.v4i2.1452).

6
atau deontologis atara lain aliran formalisme, aliran etika peraturan
dan aliran etika wahyu.20

3) Metaetika,
Metaetika merupakan suatu studi analitis terhadap disiplin etika.
Metaetika secara khusus menyelidiki dan menetapkan arti serta makna
istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat pernyataan-pernyataan
etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Istilah-
istilah normatif yang sering mendapat perhatian khusus antara lain:
keharusan, baik, buruk, benar, salah, yang terpuji, yang tidak terpuji,
dan sebagainya.21
b. Estetika
Estetika adalah ilmu yang membahas bagaimana keindahan dapat
terbentuk, serta bagaimana dapat merasakannnya. Sebuah keindahan yang
sudah terbentuk tentunya harus dapat dirasakan oleh banyak orang. Istilah
estetika berasal dari bahasa Yunani yaitu aesthesis yang berarti pencerapan
inderawi, pemahaman intelektual atau pengamatan spiritual.22
Estetika dapat dibagi kedalam dua bahagian besar, yaitu estetika
deskriptif dan estetika normatif. Estetika deskriptif menguraikan dan
melukiskan fenomena-fenomena pengalaman keindahan, sedangkan
estetika normatif mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar, dan
ukuran pengalaman tentang keindahan.23
Ada pula yang membagi estetika kedalam filsafat seni dan filsafat
keindahan. Filsafat seni mempersoalkan status ontologis dari karya-karya
seni dan mempertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni
serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan
manusia dengan realitas. Filsafat keindahan membahas apakah keindahan
itu dan apakah nilai indah itu obyektif atau subyektif.24

20
Ernita, Filsafat Ilmu (Medan: Wal Ashri Publishing, 2019), 37-38.
21
Ernita, 38.
22
Rosnawati, Ahmad Syukri, dkk., 188.
23
Ernita, 38.
24
Ernita, 38-39.

7
Wacana aksiologi merupakan salah satu bagian penting dari filsafat yang
membahas dan menerangkan terkait persoalan nilai, mengapa sesuatu itu dinilai
baik atau buruk, dan dinilai indah atau tidak indah serta berhubungan dengan
nilai-nilai, etika dan estetika. Jadi ilmu pengetahuan bukan hanya bersifat teoritis
semata melainkan juga berdampak praktis secara fungsional dalam kehidupan
umat manusia. Dalam wacana aksiologi, terdapat tiga macam teori mengenai
nilai.25
a. Teori objektivitas nilai
Teori ini adalah teori sudut pandang yang menunjukkan bahwa nilai
adalah objektif dalam arti nilai. Nilai ini dapat secara konsisten didukung
oleh argumentasi yang cermat dan rasional karena merupakan yang
terbaik. Nilai, norma, dan cita-cita adalah elemen yang ada dalam objek,
atau ada dalam realitas objektif, atau diberikan kepada objek melalui daya
tarik.
b. Teori subjektivitas nilai
Yaitu pandangan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran,
keindahan, tidak ada dalam dunia real objektif tetapi merupakan perasaan-
perasaan, sikap-sikap pribadi dan merupakan penafsiran atas kenyataan.
Pandangan ini mereduksi penentuan nilai ke dalam statemen yang
berkaitan dengan suikap mental terhadap suatu objek atau situasi.
Nilai memiliki realitas hanya sebagai suatu keadaan pikiran terhadap
suatu objek. Subjektivisme aksiologi cenderung mengabsahkan teori etika
sebagai hedonisme, naturalisme. Hedonisme yaitu sebuah teori yang
menyatakan kebahagiaan sebagai kriteria nilai. Sedangkan naturalism,
meyakini bahwa suatu nilai dapat direduksi ke dalam sebuah pernyataan
psikologis. Nilai tergantung pada dan hubungan dengan pengalaman
manusia tentangnya, nilai tidak memiliki realitas yang independent.
c. Relativisme nilai
Relativisme nilai adalah pandangan yang memiliki beberapa prinsip
sebagai berikut:

25
Rosnawati, Ahmad Syukri, dkk., 188.

8
1) Bahwa nilai-nilai bersifat relatif karena berhubungan dengan
preferensi (sikap, keinginan, ketidaksukaan, perasaan, selera,
kecenderungan dan sebagainya), baik secara social maupun pribadi
yang dikondisikan oleh lingkungan, kebudayaan, kebudayaan, atau
keturunan.
2) Bahwa nilai-nilai berbeda secara radikal dalam banyak hal dari suatu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
3) Bahwa pernilaian-penilaian seperti benar atau salah, baik atau buruk,
tepat atau tidak tepat, tidak dapat diterapkan padanya.
4) Bahwa tidak ada, dan tidak dapat ada nilai-nilai universal, mutlak, dan
objektif manapun yang diterapkan pada semua orang pada segala
waktu.26

KESIMPULAN
1. ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan manusia yang telah
dirumuskan secara logis, sistematis dan metodologis dan dapat diuji atau
dibuktikan keabsahannya secara ilmiah.
2. Aksiologis dalam wacana filsafat mengacu pada persoalan etika (moral) dan
estetika (keindahan). Wacana aksiologi merupakan salah satu bagian penting
dari filsafat yang membahas dan menerangkan terkait persoalan nilai, mengapa
sesuatu itu dinilai baik atau buruk, dan dinilai indah atau tidak indah serta
berhubungan dengan nilai-nilai, etika dan estetika. Jadi ilmu pengetahuan bukan
hanya bersifat teoritis semata melainkan juga berdampak praktis secara
fungsional dalam kehidupan umat manusia. Dalam wacana aksiologi, terdapat
tiga macam teori mengenai nilai, yaitu teori objektivitas nilai, teori subjektivitas
nilai, relativisme nilai.

26
Rosnawati, Ahmad Syukri, dkk., 188-189.

9
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Totok Wahyu. “Aksiologi: Antara Etika, Moral, Dan Estetika”. Kanal: Jurnal
Ilmu Komunikasi. Vol. 4, No. 2, (2016).
(Doi: https://doi.org/10.21070/kanal.v4i2.1452).

Dafrita, Ivan Eldes. “Ilmu dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Dalam Nilai Agama”. Al-
Hikmah: Jurnal Dakwah. Vol. 9, No. 2 (2015).
(Doi: https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v9i2.322).

Hasan, Juhari. “Aksiologi Ilmu Pengetahuan”. Al-Idarah: Jurnal Manajemen dan


Administrasi Islam. Vol. 3, No. 1, (2019). (Doi: http://dx.doi.org/10.22373/al-
idarah.v3i1.4839).

Imas Masruroh, Nanat Fatah Natsir, dan Erni Haryanti. “Aksiologi Ilmu: Relasi Ilmu
dan Etika”. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan. Vol. 7, No. 8, (2021).
(Doi: https://doi.org/10.5281/zenodo.5806801).

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). “Kamus versi online/daring (dalam


jaringan)”. https://kbbi.web.id/ilmu. Diakses Tanggal 31 Oktober 2022.

M. Natsir Nessa, Najamuddin, dkk., Filsafat Ilmu. Makasar: Universitas Hasanuddin,


2014.

Mulyasana, Dedi. “Konsep Etika Belajar dalam Pemikiran Pendidikan Islam Klasik”.
Tajdid. Vol. 26, No. 1 (2019). (Doi: https://doi.org/10.36667/tajdid.v26i1.319).

Rosnawati, Ahmad Syukri, dkk. “Aksiologi Ilmu Pengetahuan dan Manfaatnya bagi
Manusia”. Jurnal Filsafat Indonesia. Vol. 4, No. 2 (2021).
(Doi: https://doi.org/10.23887/jfi.v4i2.35975).

Soelaiman, Darwis A. Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam. Aceh:
Bandar Publishing, 2019.

Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016.

Sultan, Rahmat, dkk. Bunga Rampai Posbakum Antara Teori dan Praktek.
Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2014.

Syafrizal Helmi Situmorang dan Paham Ginting. Filsafat Ilmu dan Metode Riset.
Medan: USU Press, 2008.

Wahana, Paulus. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond, 2016.

Zaini, Muhammad. “Kontrol Nilai Terhadap Sains”. Substantia. Volume 19 Nomor 1


(2017). (Doi: http://dx.doi.org/10.22373/substantia.v19i1.2912).

10

Anda mungkin juga menyukai