Epistimologi Islam
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
EKONOMI ISLAM 5
1442/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini zaman yang sudah berkembang telah bertambah tehknologi
yang maju, seperti televisi, radio serta gadjet. Temuan yang ada telah melalui
banyak proses dan banyak perkembangan. Dalam tradisi islam, kita mengenal
banyak khazanah keilmuan, baik dalam kelompok ushul maupun furu’,
misalkan ‘ulum qur’an wal hadist, ilmu filsafat, ilmu tasawuf dan ilmu lainnya.
Dalam perkembangan yang ada harus menggunakan ilmu serta pengetahuan
dalam peradaban yang ada. Apabila sebuah ilmu atau pengetahuan hadir, harus
dapat merubah peradaban sekitarnya, seperti tekhnologi.
PEMBAHASAN
A. Definisi Ilmu
Istilah ilmu atau science merupakan suatu kata yang sering diartikan
dengan berbagai makna, atau mengandung lebih dari satu arti. Science dalam
arti sebagai naturan science, biasanya dimaksud dalam ungkapan “sains dan
teknologi”. Dalam kamus istilah ilmiah dirumuskan pengertian sebagai “the
study of the natural science and the application of the knowledge for practical
purpose”, yang artinya adalah penelaahan dari ilmu alam dan penerapan dari
pengetahuan ini untuk maksud praktis.
Seorang filsuf John G. Kemeny juga menggunakan ilmu dalam arti semua
pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah. Serta Charles
Singer merumuskan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan.1
Objek dalam ilmu meliputi objek material dan objek formal. Objek material
adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pppenyelidikan, seperti tubuh manusia
adalah objek material dalam ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah
cara pandang tertentu tentang objek material tersebut, seperti pendekatan
empiris dan eksperimen dalam ilmu kedoteran. Apabila sudah menjadi ilmu
pengetahuan, ilmu diklasifiikasiikan dengan perkembangan secara umum
1
Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan
logika ilmu pengetahuan (Cet II; Yogyakarta ; Pustaka Pelajar ; 2011) hal.49
2
Rizqon H. Syah, Filsafat Ilmu Pengetahuan dalam dimensi Transsendental (Cet.I ;
Bandung ; Fajar Media ; 2013) hal. 15
menjadi berbagai cabang : (i) Naturan sciences, seperti ilmu fisika, kimia,
astronomi, biologi, dan botani. (ii) social sciences, seperti ilmu ekonomi, ilmu
sosial, ilmu politik dan antropologi serta (iii) humanity sciences, seperti ilmu
Bahasa, agama, kesusastraan, kesenian dan filsafat.
B. Pengertian Ma’rifah
Menurut Bahasa Ma’rifah berasal dari Bahasa Arab yang menurut lafadznya
terambil dari fi’il ‘arafa- ya’ rifu yang berarti mengenal, atau mengetahui.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa Ma’rifah berarti
Pengetahuan. Dapat disimpulkan bahwa ma’rifah bisa berarti pengenalan,
pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Jadi ma’rifah sama dengan ilmu dan
pengetahuan.
Ma’rifah memisahkan diri dari ilmu karena ilmu membahas tentang segala
sesuatu yang hanya berkisaran pada alam semesta. Ilmu hanya membahas
tentang sesuatu yang berbilang sedangkan ma’rifah membahas tentang benda-
benda yang tunggal. Apabila ilmu membahas tentang benda-benda yang nyata,
ma’rifah membahas tentang hal-hal yag ghaib. Maka dalam mendapatkannya
Sebagian manusia menggunakan akal maka yang paling penting adalah
menggunakan hati sanubari atau dzauk. Beberapa pendapat pemuka islam
tentang Ma’rifah :
3
Adriansa, Ma’rifah Dalam Pandangan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar, 2013
Maka dari itu, sesuai dengan uraian yang ada diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa ma’rifah harus memiliki landasan, disertai dengan usaha
yang sungguh-sungguh, baik melalui indera yang kemudian diolah oleh otak
atau akal maupun melalui perasaan yang semua itu bertitik tolak dari wahyu
Allah SWT. Dengan demikian ma’rifah merupakan ilmu khusus yang bertujuan
mendapatkan pengenalan atau pengetahuan yang sungguh-sungguh tentang
Allah SWT.
Jika sekiranya Allah tidak ada, pastilah tidak ada persoalan bagi manusia
untuk berma’rifah kepada-Nya dan hati manusia takkan terdorong untuk
mencari-Nya. Akan tetapi karena Allah memiliki sifat wujud yang artinya ada
tentu ia akan memperkenalkan diri-Nya. Dan cara yang dipergunakan-Nya
berbeda dengan cara manusia memperkenalkan dirinya.
Hamzah Ya’kub menjelaskan bahwa Allah SWT memperkenalkan diri
dengan tiga cara, yaitu
a. Wahyu : Tuhan mengirimkan utusan (Rasul) baik malaikat maupun
manusia yang membawa pesan dari Tuhan untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Pesan Tuhan ditulis dalam Al-Qur’an yang
menjadi pedoman bagi umat beragama.
b. Hikmah : Tuhan menganugerahkan kebijaksanaan dan kecerdasan
berfikir kepada manusia untuk mengenal adanya Tuhan dengan
memperhatikan alam sebagai bukti-bukti hasil ciptaan yang Maha
Kuasa.
c. Fitrah : Sejak manusia lahir, ia telah membawa tabiat tentang adanya
yang Maha Kuasa di atasnya, karena ia jelas merasa terbatas kekuatan,
kemampuan dan umurnya. Kesadaran akan kelemahan diri inilah yang
memberitahukan bahwa adanya sesuatu yang Kuasa yang membatasi itu.
b) Karakteristik Ma’rifah