Anda di halaman 1dari 11

Final Test Islam dan Ilmu Pengetahuan

1. Definisi ilmu pengetahuan

-Dalam kamus Bahasa Indonesia yang telah disempurnakan, yang dimaksud Ilmu Pengetahuan
adalah suatu bidang yang disusun yang sistematis berdasarkan metode tertentu, untuk dapat
dimanfaatkan sebagai penjelas gejala tertentu. (Admojo, 1998).
Menurut Mulyadhi Kartanegara, yang dimaksud ilmu adalah melebihi sains. Artinya apabila
sains hanya terfokus pada bidang pembahasan secara fisik dan inderawi saja, maka ilmu
pengetahuan melampui bidang-bidang tersebut, secara metafisika. Semua pendapatnya tertuang
dalam kalimatany organized knowledge sebagai definisi ilmu.
-Menurut “ensiklopedia Indonesia” ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaaan-pemeriksaan yang
dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu. Ilmu pengetahuan
prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense,
suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan seharihari,
namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti denganmenggunakan
berbagai metode.
Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris science , yang berasal dari bahasa latin
scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Ilmu pengetahuan
adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistematik, logis, dan konsisten.
Jika bisa saya ambil kesimpulan, ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang berasal dari
berbagai pengetahuan yang didapatkan sebagai hasil dari suatu gejala yang dianalisa dan
diperiksa secara teliti dengan menggunakan metode metode tertentu (secara rasional, sistematik,
logis, dan konsisten) sehingga didapat penjelasan mengenai gejala yang bersangkutan. Jadi ilmu
pengetahuan itu konkrit dan tidak terbatas, yaitu dapat diukur kebenarannya. Kehadiran objek
dan subjek tidak dapat dipisahkan atau memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
-Ilmu pengetahuan adalah suatu hasil yang diperoleh oleh akal sehat,ilmiah,empiris dan logis.
Ilmu adalah cabang pengetahuan yang berkembang pesat dari waktu ke waktu. Segala sesuatu
yang berawal dari pemikiran logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan
dengan sebuah bukti yang konkret. Harus mempercayai paradigm serta metode metode yang
jelas yang juga dikorelasikan dengan bukti yang empiris yang mampu diterapkan secara
transparan. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat nisbi atau relative.

2. 3 unsur kegiatan keilmuan slah stunya penelitian


 Ontologis, dapat diartikan sebagai hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas
ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya, dengan kata lain ontologis merupakan
objek formal dari suatu pengetahuan
 Epistemologis, dapat diartikan sebagai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan
disusun menjadi tubuh pengetahuan
 Aksiologis, merupakan asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu
pengetahuan.
3. Epistimologi, pemahamnnya menurut kita
Dalam studi Filsafat ditemukan istilah Epitemologi. Epistemologi adalah
ilmu yang membahas ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan. Istilah
Epistemologi diserap dari kata Yunani yang berarti studi atau penelitian
tentang pengatahuan. “Logika” juga dapat disebut sebagai cabang dari
Epistemologi. Tugas utama Logika adalah menyelidiki sifat berpikir secara
benar dan menggunakan akal yang sehat termasuk hukum-hukum pemikiran
manusia (Dirdjosisworo, 1985).
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang
berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata
“episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya
menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara harafiah
episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan
sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang
mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang
lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan
dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan
yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis
pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada
epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah
cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan
skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan
epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian –
pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang
memiliki pengetahuan. Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh
pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup
menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat
menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi
sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan
dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan
antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya (Anonim, 2014 b). Epistemology membicarakan
sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan. Tatkala manusia lahir dia tidak memiliki pengetahian sedikitpun
setelah berumur 40 tahun pengetahuan banyak sekali mereka dapat, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan itu, mengapa dapat juga berbeda timgkat akurasinya hal hal seperti itulah yang di
bicarakan dalam epistemology . Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology
adalah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemology
pertama kali muncul dan di gunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1845. Pengetahuan adalah suatu
istilah yg digunakan untuk menuturkan
apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Sesuatu yang menjadi pengetahuanya adalah yang
terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin
diketahuinya. Maka pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang mempunyai kesadaran
untuk ingin mengetahui tentang sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi
pengetahuan adalah hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Semua
pengetahuan hanya dikenal dan ada dalam pikiran manusia,
tanpa pikiran pengetahuan tidak bisa eksis. Jadi keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran
merupakan sesuatu yang kodrati (Bahtiar, 2012).
4. Menyebutkan sumber ilmu pengetahuan menurut islam dan barat
Apa yang dikemukakan oleh Naquib sesuai dengan kesepakatan
dikalangan muslim yang telah memiliki landasan teologis, bahwa surah al-
‘Alaq ayat 1-5, diterima sebagai landasan bahwa Allah swt adalah sumber
segala ilmu. Mereka meyakini asal ilmu itu adalah Allah swt sendiri,
pencipta alam semesta yang diperuntukkan bagi hamba-Nya. Selain itu
sumber pengetahuan yang lainya berasal dari Intuisi, akal, wahyu, ilham,
pengalaman dll.7
Sedangkan ilmuan adalah peramu butiran-butiran ilmu
dalam tataran sistemik yang disebut manusia dalam nama-nama yang
disepakati bersama demi kemudahan menggalinya.
Sumber epistemologi Islam kedua adalah Al-Qur’an. Al-Qur'an
merupakan sumber ajaran Islam, yang disamping berfungsi sebagai hudan
(petunjuk) juga sebagai furqan (pembeda). Sehingga ia menjadi tolak ukur
dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Termasuk dalam penerimaan
dan penolakan apa yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad saw.
Ringkasnya, al-Qur’an menjadi petunjuk dan konsultasi bagi ilmu
pengetahuan Islam yang memiliki kedudukan tinggi sebagai sumber
pengetahuan dibanding sumber-sumber pengetahuan yang lain.
Sumber epistemologi Islam
ketiga adalah
sunnah. Dalam
mengomentari sunah ini Fazlur Rahman mengatakan:
“The second definitive source of Islam, afteer the Qur’an, is the sunna of the
prophet. The term sunna means the example or model for others to follow.
The sunna, therefore, purportdly gives is the precepts and actions of the
prophet Muhmmad outside the Qur’an”
Sunnah menurut para ulama dipandang dari segi keberadaannya
wajib diamalkan. Ia berada pada posisi setelah al-Qur’an dilihat dari
kekuatannya, karena al-Qur’an berkualitas qath’iy baik secara global maupun
rinci. Di samping itu, al-Qur’an merupakan pokok, sedangkan sunnah
merupakan cabang, karena posisinya menjelaskan dan menguraikan. Dari
kenyataan ini, maka jumhur ulama menyatakan bahwa sunnah menempati
urutan kedua setelah al-Qur’an.
Jika sumber ilmu pengetahuan dalam Islam adalah dua jenis kitab
yaitu wahyu Al-Qur’an sebagai kitab tertulis, dan alasan bahwa semesta
adalah kitab yang tidak tertulis, maka pada keduanya terdapat ayat yang
perlu dipahami dengan metodologi masing-masing. Al-Attas
memperkenalkan suatu analogi metodologis antara bahasa wahyu dan bahasa
penciptaan dengan ilmu alat yang disebut ta’wil dan tafsir.8

Menilik kembali sumber sumber filsafat di dalam pengetahuan islam,


tokoh berserta pemikiranya memiliki andil besar dalam perkembangan
Filsafat Islam. Due to this they defined philosophy as:9
Theoretical and Practical (Al-Kindi)
Based on certainty and opinion (Farabi)
Perfection of the human soul (Ibn Sina)
Words and deeds in accordance with knowledge (Ikhwan al Safa)
Purification of the soul (Suhrawardi-Hikmat al ishraq)
Perfecting of the human soul (Mulla Sadra-Al-Hikmat al mutaaliyah)
Al-Syaibani mengatakan, bahwa pengalaman langsung, perhatian dan
pengamatan indera adalah sebagian dari sumber ilmu pengetahuan, banyak
lagi sumber lain yaitu renungan pikiran dan pemikiran akal, bacaan dan
tela’ah terhadap pengalaman. Pengalaman orang-orang terdahulu, perasaan,
rasa hati, akal serta bimbingan Illahi. Namun sumber-sumber tersebut
meskipun beragam bentuk jenisnya dapat dikembalikan kepada lima sumber
utama yakni indera, akal, intuisi, ilham dan wahyu Illahi.
Keberadaan sumber pengetahuan empirik ini diakui oleh Ibn
Taimiyyah yang membagi ilmu pengetahuan kepada dua bagian, yakni
pengetahuan tentang segala yang ada (al-ilmu bi al-ka’inat) dan pengetahuan
tentang agama (al-ilmu bi al-din). Ia mengatakan bahwa dengan
menggunakan metode tajribiyyah (empirisme) pengetahuan tentang al-ilmu
bi al-ka’inat dapat diperoleh. Menurutnya, tidak ada jalan untuk mengetahui
kebenaran, kecuali dengan metode ini. Selanjutnya ia mengatakan jika
silogisme dipisahkan dengan tajribiyyah maka tidak akan membawa kepada
kesimpulan atau atau pengetahuan yang benar. Dengan tajribiyyah ini lah
sebuah kebenaran paertikular dapat diketahui. Sumber Ilmu Pengetahuan dari Barat
Dalam sejarahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dibagi dalam
tiga babak (periodesasi). Pertama, sebelum 15.00 tahun SM (Sebelum
Masehi) dengan ciri utama manusia belajar dari alam sekitarnya. Manusia
menemukan cara-cara untuk tetap bertahan dengan cara mempelajari alam.
Dengan cara seperti itu, manusia mampu “menundukan” alam melalui daya
nalarnya yang pada saat itu masih dapat dikatakan terbatas. Sekitar 15.000 –
600 tahun SM, perioode awal, peradaban manusia telah mulai mengenal
membaca, menulis dan berhitung. Dalam kurun waktu yang relatif panjang
sejarah peradaban telah banyak melahirkan para filosof terkenal seperti
Sócrates, Aristóteles, Plato, Thales, Archimedes, Aristachus, dan lain-lain.
Pada masa ini telah dikenal apa yang disebut dengan logika deduktif dan
silogismo.
Kedua, periode atau abad pertengahan diwarnai oleh para pemikir
Arab-Islam yang membawa corak pemikiran berbasis agama dan moral. Pada
abad ini lahir para pemikir seperti Al-Kindi (Filosof Islam Pertama), Al
Khawarijmi (Aljabar), Al Idris (Astronomi), Ibnu Sina atau Avisena, Ibnu
Rusdi atau Averus, Umar Kayam, dan lain-lain.
Ketiga, abad modern. Pada abad ini ilmu pengetahuan berkembang
pesat sebagai hasil interaksi berbagai ilmu pengetahuan yang disebut dengan
proses sistesa. Abad modern pun ditandai oleh paradigma positivisme yang
digagas oleh August Comte melalui Sosiologi Positif. Comte ingin
menegaskan, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan hanya akan berkembang
cepat apabila manusia melepaskan cara berpikir yang metafisi.10
Menurut Jujun S.Suria sumantri pengetahuan tentang ilmu
seyogyanya mencakup pengetahuan tentang apa yang dikaji ilmu, bagaimana
cara ilmu melakukan pengkajian, dan menyusun tubuh pengetahuannya, serta
untuk apa pengetahuan ilmiah yang telah disusun itu dipergunakan. Ketiga
hal tersebut dalam terminologi kefilsafatan dikenal dengan istilah ontologi
(apa), epistemologi (bagaimana), dan axiologi (untuk apa). Dalam operasionalisasinya persoalan
filsafat ilmu tesebut pun masih memerlukan
”bantuan” ilmu lain, seperti bahasa, logika, matematika, dan statistika.
Dalam epistemologi Barat, bagaimana cara memperoleh pengetahuan
dikenal dengan tiga paham: Pertama, pendekatan rasionalisme. Suatu paham
bahwa pengetahuan terjadi karena bahan pemberian panca indera dan batin
yang diolah oleh “akal”. Akal memegang peranan penting dalam, mengolah
informasi dari eksternal sehingga melahirkan pengetahuan. Rasionalisme ini
terbagi ke dalam dua aliran, yaitu rasionalisme idealis dan rasionalisme
realis. Rasionalisme idealis berpegang teguh kepada keyakinan bahwa
pengetahuan kita dapat melampaui pengalaman panca indera sejati.
Sedangkan rasionalisme realis berpendapat bahwa pengolahan pengetahuan
oleh rasio tidak terlepas dari obyek yang diamatinya “Rasio mengolah
pengalaman sambil meresap ke dalam obyek, sedangkan obyek itu sendiri
bukan hasil ciptaan sukma manusia”.
Melalui rasio, ilmuwan dapat melakukan tiga hal penting yang
menjadi basis pengembangan pengetahuan, yaitu (1) definisis, (2) komparasi,
dan (3) kausalitas. Definisi melakukan proses pembatasan tentang sesuatu
yang disebut ”A” atau ”B”. Komparasi melakukan proses perbandingan
antara ”A” dan ”B”. Kausalitas dapat menjelaskan mana yang menjadi
”sebab” dan mana yang menjadi ”akibat”. Bebarapa tokoh penting yang
berada dibalik paham rasionalisme ini misalnya, Augustinus, Scotus,
Descrates (1596-1650), Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716), Fichte
(1762-1814), Hegel (1770-1813), dan lain-lain.
Meskipun gegap gempita rasionalisme telah mampu menyedot
perhatian ilmuwan seantero dunia, di sisi lain banyak pula yang mengkritik
atau membantahnya. Bantahan terhadap rasionalisme misalnya: (1)
rasionalisme bersifat spekulatif, terlalu mengandalkan olahan rasio dan lalai dalam pengujian
yang dihubungkan dengan dunia nyata. (2) rasionalisme
cenderung a-priori, dalam arti masalah psikologis yang merupakan
pembawaan individual (tanggapan-tanggapan pembawaan) akan berbeda
pada diri setiap orang.
Kedua, empirisme, yaitu Suatu paham yang berpendapat bahwa
pengetahuan yang diperoleh terbatas hanya pada pengalaman. Dalam
perkembangannya empirisme ini terbagi dua, yaitu empirisme sensualisme
dan empirisme konsiensialisme. Empirisme sensualisme yaitu proses
perolehan pengetahuan yang hanya bertumpu pada pengalaman pancaindera
semata-mata. Sensualisme ini memiliki keterbatasan, bahwa kebenaran
pancaindera bersifat semu. Sedangkan empirisme konsiensialisme
mengemukakan bahwa Keputusan yang diambil dari pengalaman panca
indera berdasarkan pertimbangan penuh kesadaran, dalam arti pertimbangan
yang matang. Beberapa tokoh yang menjadi “dewa” dalam paham empirismo
ini misalnya John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753), David Hume
(1711-1776), termasuk “kaum positivis” seperti August Comte (1798-1857).
Paham empiris ini pun tida lupus dari sasaran kritik dan bantahan. Di
antara bantahan yang tajam misalnya dapat dilihat pada: (1) Kebenaran yang
dilahirkan apakah hasil pengamatan nyata atau keputusan si pengamat
sendiri ? dan (2) Pengamatan hanya menghasilkan kenyataan yang
memerlukan keputusan, sedangkan situasi psikis si pengamat akan akan
berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Dengan demikian bisa terjadi
sikap “a priori” sehingga keputusan antara seorang pengamat bisa berbeda
dengan pengamat lainnya
Ketiga, paham dualisme. Paham ini berusaha menggabungkan atau
mendamaikan kedua kutub paham yang bersebrangan secara diameteral.
Paham ini berpendapat bahwa pengetahuan sejatinya dihasilkan oleh kedua instasnsi, yaitu rasio
dan pengalaman inderawi. Rasio dan pengalaman
memiliki masing-masing keterbatasan yang tak terhindarkan, oleh karena itu
suatu proses yang mengkompromikan antara rasio dan pengalaman menjadi
jalan tengah yang paling ideal. Rasio atau akal tidak dapat menyerap
pengetahuan secara utuh tanpa pengalaman inderawi, sedangkan pengalaman
inderawi saja tidak bisa menghasilkan pengetahuan tanpa diolah secara
kreatif oleh rasio (otak).
Perbedaan paradigma pengetahuan mangakibatkan orientasi keilmuan
yang berbeda, juga akan menghasilkan produk pemikiran dan teknologi yang
berbeda pula. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sesuatu yang material
hanya memperoleh sebatas dimensi material. Analisa beberapa agamawan
mengatakan keilmuan Barat yang positivistic-materialistik itu kering-bebas
nilai (value free).
Persoalan kemanusiaan tidak bisa hanya didekati dengan kajian yang
materilistik semata karena manusia memilik dua sisi, pertama adalah sisi
material yang terjelma dalam komposisi organ tubuhnya dan kedua adalah
sisi spiritual atau nonmaterial yang merupakan wilayah aktivitas pemikiran
dan mental. Manakala satu sisi terabaikan maka terjadi ketidakseimbangan.
Bila sisi material-empiris mendominasi maka ada sisi yang “terkosongkan”.
Konon, modernisasi sebagai akibat dari positivisme yang materialistik telah
mendominasi pemikiran dunia. Sehingga muncul persoalan-persoalan baru
yang berkaitan dengan dimensi “immaterial”. Disamping itu muncul juga
persoalan yang berdampak pada lingkungan, sosiologis, psikologis dan
sistem nilai.11
Tokoh-tokoh Sumber Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat adalah
yang pertama, Tokoh Rasionalisme diantaranya yakni Sokrates, Plato, Aristoteles, dan Rene
Descartes. Dalam hal ini yang akan penulis uraikan
pernyataannya Aristoteles dan Rene Descartes. Aristoteles, mengungkapkan
bahwa rasio dapat menangkap segala sesuatu yang ada. Objek rasio bersifat
sama sekali umum. Oleh karenanya rasio dapat “menjadi” segala sesuatu.
Rene Deskartes, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa
bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri
sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal
yang benar dan yang jelas. Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu
pasti yang dapat dijadikan model secara dinamis.
Yang kedua, Tokoh Empirisme, saya cantumkan Thomas Hobes dan
John Locke. Thomas Hobbes, baginya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan
tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau dengan merasionalisasikan sebabakibat. John Locke,
menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman
dan tidak lebih dari itu. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya
sendiri,. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang
menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak
membedakan antara pengalaman dengan pengetahuan akal. Satu-satunya
sasaran atau objek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau ide-ide, yang
timbulnya karena pengalaman lahiriah (sensation) dank arena pengalaman
batiniah (reflection).
Kelebihan Ilmu Pengetahuan Barat dapat disimpulkan menjadi dua
yaitu rasionalis dan empiris. secara Rasional maksudnya adalah mampu
menyusun system kefilsafatan yang berasal dari manusia. Umpamanya
logika, yang sudah ada sejak zaman Aristoteles, kemudian matematika dan
kebenaran rasio diuji dengan verifikasi dan konsistensi logis. Kelebihan
rasionalisme adalah dalam hal nalar dalam menjelaskan penalaran yang
rumit, kemudian rasionalisme berpikir menjelaskan dan menekankan akal
budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia. Kelebihan Empirisme, menurut
saya (penulis) dapat membuka cakrawala manusia
dalam berpikir dan dapat mewujudkan kehidupan manusia kepada
kesejahteraan dan kemandirian serta kedewasaan dalam menghadapai
problema hidup. Karena dengan cara berpikir empirislah maka manusia
dapat mengetahui asal usul dan sebab akibat yang terjadi dalam kehidupan di
dunia ini.
5. Apa yang di maksud tauhid sebagai dasar pengembangan ilmu dalam islam

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa arti tauhid secara mendasar adalah pengetahuan
yang meyakini bahwa sesuatu itu satu. Dalam ajaran Islam, hal ini berkaitan dengan sifat keesaan
Allah, bahwa Allah itu satu. Di sini, setiap umat Muslim mempercayai bahwa tiada Tuhan selain
Allah, Sang Pencipta semesta alam dan segala isinya yang memiliki semua sifat kesempurnaan.

Selain meyakini sifat keesaan dan kesempurnaan Allah, orang yang mempelajari dan
menerapkan arti tauhid juga meyakini kebenaran setiap ajaran Rasul. Bahwa Rasul merupakan
manusia utusan Allah yang diberikan pengetahuan dan pelajaran agar dapat disebarluaskan
kepada seluruh umat. Dengan begitu, meyakini kebenaran pengetahuan yang diajarkan Rasul,
berarti sudah meyakini keberadaan Allah dan ajaran yang berasal dari-Nya.

Perlu diketahui, Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmu ushul (dasar agama) atau ilmu aqidah.
Artinya, ilmu ini menjadi bekal pedoman bagi seluruh umat Islam dalam melakukan
kewajibannya sebagai umat beragama. Bukan hanya itu, ilmu tauhid juga membantu umat Islam
dalam menerapkan aqidah-aqidah keagamaan yang diperoleh dari dalil atau aturan yang sah.
Baik dari kitab suci Al-Quran maupun Hadist.

Anda mungkin juga menyukai