Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Islami

Dosen Pengajar : Dr. Ir. H. Amir Tjoneng, MS.

HAKEKAT ILMU DAN ILMUAN

Oleh :

RESA WIRA NATA

0025.02.52.2020

MH-2

MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat adalah salah satu ilmu yang telah dipelajari sejak zaman dahulu dan
dianggap sebagai akar dari ilmu yang saat ini banyak dipelajari didunia. Ilmu filsafat
diketahui berasal dari budaya bangsa Yunani dan sebagian besar dari kita mengenal
sosok filsuf atau tokoh filosofi dari Yunani seperti Socrates, ocialeles dan lain
sebagainya. Setelah itu kemudian muncul tokoh-tokoh filosofi yang mendalami ilmu
filsafat islam. Meskipun ilmu filosofi islam diadaptasi dari ilmu filsafat bangsa
Yunani, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran para filsuf islam itu sendiri.
Terkadang kita melihat ada ilmuwan yang meremehkan moral dan merasa
paling hebat. Para ilmuwan yang tidak percaya akan adanya Tuhan,merendahkan
pengetahuan lain dan bersandar pada pengetahuan mereka sendiri. Ahli kimia
memandang rendah pengetahuan ocial,dan tidak memperdulikan estetika. Seorang
filsuf berkata, “ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang tidak kau
ketahui”. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu,kepastian dimulai dengan ragu
ragu dan filsafat dimulai dengan kedua duanya. Berfilsafat mendorong kita untuk
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Dan dari apa yang
kita tahu akan mendapatkan informasi yang dapat dibentuk menjadi pengetahuan dan
pengetahuan itu dapat dibuktikan menjadi ilmu pengetahuan melalui bukti bukti
nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. FILSAFAT
Filsafat adalah induk pengetahuan,filsafat adalah teori tentang kebenaran.
Filsafat mengedepankan rasionalitas,pondasi awal dari segala macam disiplin ilmu
yang ada. Filsafat juga bisa diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh sungguh serta radikal.
Karakteristik berfilsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas lagi
mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Filsafat timbul karena
adanya suatu kepercayaan dan dianggap benar,sehingga muncullah teori yang
menyatakan kebenaran tersebut.
Secara singkat dapat dikatakan filsafat adalah refleksi kritis yang radikal.
Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur unsur
yang inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis
melalui observasi atau eksperimen,kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum
hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum hukum yang bersifat universal
tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan
unsur unsur yang hakiki,sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam.

B. ILMU DAN ILMUAN

Pengetian Hakekat Ilmu


Definisi Kakekat ilmu terdiri dari dua kata yang berbeda. Masing-masing
memiliki makna kata yang berbeda. Kata hakekat secara etimologis berarti terang,
yakin, dan sebenarnya. Dalam filsafat, hakikat diartikan inti dari sesuatu, yang
meskipun sifat-sifat yang melekat padanya dapat berubah-ubah, namun inti tersebut
tetap lestari. Contoh, dalam Filsafat Yunani terdapat nama Thales, yang memiliki
pokok pikiran bahwa hakikat segala sesuatu adalah air. Air yang cair itu adalah
pangkal, pokok, dan inti segalanya. Semua hal meskipun mempunyai sifat dan bentuk
yang beraneka ragam, namun intinya adalah satu yaitu air. Hakikat dapat juga
dipahami sebagai inti-sari, bisa pula berupa sifat-sifat umum dari pada sesuatu
tertentu.
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan yang didapat secara
ilmiah, atau bisa di sebutkan bagian dari pengetahuan.  Jadi, makna kata hakekat ilmu
dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari arti atau
makna dari ilmu tersebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu
tersebut. Untuk lebih jelasnya tentang pengertian ilmu, dibawah ini akan kemukakan
oleh beberapa ahli filsafat ilmu.
Menurut The Liang Gie (1996:88), ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau
metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu merupakan rangkaian
aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya metodis
itu menghasilkan pengetahuan ilmiah. Menurut W. Atmojo (1998:324) ilmu ialah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (Pengetahuan) itu.
Sedangkan menurut Sumarna (2006: 153), ilmu dihasilkan dari pengetahuan
ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional)
dan induktif (empiris). Jadi proses berpikir inilah yang membedakan antara ilmu dan
pengetahuan. Menurut J.S. Badudu (1996:528), ilmu adalah: pertama, diartikan
sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis; contoh:
ilmu agama, pengetahuan tentang agama, ilmu bahasa pengetahuan tentang hal
ikhwal bahasa. Kedua, ilmu diartikan sebagai “kepandaian” atau “kesaktian”.
Jadi, ilmu (science) merupakan pengetahuan dari proses yang telah memenuhi
persyaratan-persyaratan keilmiahan. Ilmu dalam pengertian di atas adalah pengertian
ilmu dalam konteks ilmu pengetahuan ilmiah. Mengenai Hakekat Ilmu Pengetahuan,
untuk lebih jelasnya akan di bahas berikut ini:
1.    Ilmu dan Falsafah
Pengertian falsafah dalam tujuan pembahasan ini diartikan sebagai suatu cara
berpikir yang menyeluruh, untuk mengupas sesuatu dengan sedalam-dalamnya.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu
yang membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan yang lainnya. Ciri-ciri
keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga
pertanyaan pokok seperti yang kita sebutkan terdahulu. Falsafah mempelajari
masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil kajiannya merupakan dasar bagi eksistensi
ilmu. Seperti kita ketahui pertanyaan pokok itu mencakup masalah tentang apa yang
ingin kita ketahui (ontologi), bagaimana cara kita memperolehnya pengetahuan
tersebut (epistemologi), dan apa kegunaannya untuk kita (axiologi). Setiap bentuk
pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan
axiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefalsafahan ditinjau dari tiga
landasan ini akan membawa kita kepada hakekat buah pemikiran tersebut. Demikian
juga kita akan mempelajari ilmu ditinjau dari titik tolak yang sama untuk
mendapatkan gambaran yang sedalam-dalamnya.
2.    Dasar Ontologi Ilmu
Untuk mengetahui dasar ontologi ilmu ini, sebagai pertanyaan awal adalah
apakah yang ingin diketahui ilmu? Atau dengan kata lain apakah yang menjadi
bidang telaah ilmu?. Dalam konteks pembahasan ini, Ilmu membatasi diri pada hal-
hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman panca indera manusia atau dengan
perkataan lain hal-hal yang bersifat empiris.
Berlainan dengan agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, maka ilmu
membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris dan rasional. Objek
penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari objek-objek
empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri.
Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.
3.    Dasar Epistemologi Ilmu
Teori untuk memperoleh pengetahuan atau yang disebut dengan epistemologi
membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk
memperoleh pengetahuan dengan metode keilmuan. Metode keilmuan inilah yang
membedakan antara ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Karena ilmu
merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat
tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah,
agar kita tidak terjadi kekacauan antara pengertian “ilmu” (science) dan
“pengetahuan” (knowledge), maka mempergunakan istilah “ilmu” untuk “ilmu
pengetahuan” Suriasumantri (2006:9).
      Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selama itu terbatas
pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan
metode keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan. Orang bisa membahas suatu
kejadian sehari-hari secara keilmuan, asalkan dalam proses pengkajian masalah
tersebut dia memenuhi persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua
yang diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan.
4.    Metode Keilmuan
Pada dasarnya, ditinjau dari sejarah cara berpikir manusia, terdapat dua pola
dalam memperoleh pengetahuan. Pertama, adalah berpikir secara rasional.
Berdasarkan faham rasionalisme ini, idea tentang kebenaran sudah ada. Pikiran
manusia dapat mengetahui idea tersebut, namun tidak menciptakannya dan tidak pula
mempelajarinya lewat pengalaman. Idea tentang kebenaran yang menajdi dasar
pengetahuannya, diperoleh lewat berpikir secara rasional, terlepas dari pengalaman
manusia. Lalu pertanyaannya bagaimana kalau seandainya kebenaran yang disepakati
berdasarkan berpikir secara rasional tersebut tidak sesuai dengan pengalaman hidup?
Maka metode berpikir seperti ini dianggap masih lemah untuk menyimpulkan
kebenaran dengan kesepakatan bersama.
Maka dari itu, muncullah kemudian cara berpikir lain, yang disebut dengan
pola berpikir empiris. Cara berpikir ini sama sekali berlawanan dengan cara berpikir
di atas (rasional). Cara berpikir empiris menganjurkan bahwa kita harus kembali ke
alam untuk mendapatkan kebenaran. Menurut mereka  bahwa pengetahuan itu tidak
ada secara apriorik di benak kita, melainkan harus diperoleh dari pengalaman.
Berpikir secara empiris juga ternyata belum bisa membawa ktia kepada
sebuah kebenaran, sebab, gejala yang terdapat dalam pengalaman kita harus
mempunyai arti kalau kita memberikan tafsiran terhadap mereka. Disamping itu, bila
kita hanya mengumpulkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang kita temui
dalam pengalaman, lalu apakah gunanya semua kumpulan itu bagi kita? Pengetahuan
yang diperoleh dengan cara ini hanyalah merupakan kumpulan pengetahuan yang
beranekaragam yang tidak berarti. Ternyata bahwa pendekatan empiris juga gagal
mengantarkan kita memperoleh pengetahuan yang benar.
Menyadari Kedua metode tersebut yaitu rasionalisme dan empirisme memiliki
kelebihan dan kekurangannnya masing-masing, akhirnya timbullah gagasan untuk
menggabungkan kedua pendekatan tersebut untuk menyusun metode yang lebih dapat
diandalkan dalam menentukan pengetahuan yang benar. Gabungan pendekatan
rasional dan empiris ini dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan
kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan empirisme menjelaskan
kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran.
5.    Kelebihan dan Kekuarangan Berpikir Secara Keilmuan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa kelebihan ilmu terletak pada
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis serta telah teruji kebenarannya.
Faktor pengujian ini memberikan karakteristik yang unik kepada proses kegiatan
keilmuan, karena dengan demikian khasanah teoritis ilmu harus selalu dinilai
berdasarkan pengujian empiris. Dengan sifatnya yang terbuka dan tersurat yang
dikomunikasikan kepada semua pihak menyebabkan Ilmu mengalami penilaian yang
amat dalam dan luas. Setiap orang bisa mengajukan sanggahan, atau
memperliahatkan temuan-temuan barunya yang mendukung atau menggugurka teori-
teori tertentu.
Uraian di atas dapat memberikan kita gambaran antara lain: pertama, betapa
kerasnya proses penilaian dan kontrol yang diberikan masyarakat ilmuwan terhadap
suatu produk keilmuan. Kedua, tingkat kontrol kualitasnya tinggi dapat memberikan
kepercayaan yang tinggi pula bagi masyarakat. Ketiga, karena tingkat kepercayaan
masyarakar yang tinggi, memungkinkan ilmu untuk memecahkan suatu masalah
dalam bentuk suatu konsesus yang disetujui bersama, setidak-tidaknya untuk
sementara, sampai ditemukannya pemecahan lain yang lebih diandalkan.
Namun demikian, kenyataan ini tidak boleh menutup mata kita terhadap
berbagai kekurangan ilmu. Kekurangan-kekurangan ini bersumber pada asumsi
landasan epistemologi ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh
pengetahuan yang bertumpu pada persepsi, ingatan, dan penalaran.
Panca indera kita buka saja terbatas pada kemampuannya tetapi
terkadang menyesatkan menyesatkan hasilnya. contohnya Bumi dalam teori
ilmiah sebenarnya mengelilingi matahari, tetapi seolah-olah matahari yang
mengelilingi bumi. Contoh seperti ini telah membawa manusia sampai pada
kesimpulan yang salah mengenai perputaran planet-planet dalam teori tata surya.
Sedangkan disatu sisi manusia mengandalkan indera tersebut untuk mendapatkan
pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikirnya.
6.    Beberapa Konsep dalam Ilmu
Sebagaimana yang telah dibahas di atas, bahwa ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan yang dapat diandalkan dan berguna bagi kita dalam menjelaskan,
meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam. Hal ini masih mengundang tanda
tanya, yaitu dalam hal yang bagaimanakah ilmu itu disusun agar mencapai tujuan
tersebut?  Untuk menjawab pertanyaan itu, pertama kali bahwa penetahuan keilmuan
itu harus bersifat umum, sebab suatu pernyataan yang bersifat umum akan
mempunyai ruang lingkup yang luas, dan dengan demikian hal itu akan memudahkan
kita. Seperti contoh: semua logam kalau dipanaskan akan memuai. Menyebabkan kita
mampu menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol semua gejala seperti ini yang
terjadi pada berbagai jenis logam.
Namun demikian harus kita sadari bahwa contoh logam di atas tidak berlaku
jika dihadapkan dengan kondisi sosial. Mengapa demikian? karena logam merupakan
benda mati dan bersifat statis, lain halnya dengan gejala-gejala sosial yang sangat
banyak dan kompleks, serta interaksi antara faktor-faktor tersebut bersifat dinamis
dan dapat berubah setiap waktu.
Sekalipun terdapat perbedaan antara teknik-teknik pengembangan objek yang
ditelaah dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun teknik-teknik tersebut
dikembangkan dalam rangka melaksanakan metode keilmuan yang sama. Jujun
Suriasumantri (2006:19) mengatakan bahwa bila dikembalikan pada hakekat ilmu
yang sebenarnya, maka tak terdapat alasan apapun untuk membedakan metode
keilmuan ilmu-ilmu alam dari metode untuk ilmu-ilmu sosial. Jadi masalah ini
menurut Jujun Suruasumantri adalah kekacauan dalam mempergunakan istilah
metode dan teknik.
Kembali kepada persoalan di atas adalah bagaimana cara kita mengambil
kesimpulan yang bersifat umum tersebut? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka
kita mengenal istilah induksi adalah suatu cara pengambilan keputusan dari kasus-
kasus yang bersifat individu menjadi kesimpulan yang umum.
Untuk menarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum dan dapat diandalkan,
tentu saja tidak cukup dengan pengamatan sepintas saja karena ada factor-faktor
kebetulan juga yang sangat penting dan yang harus diperhitungkan. Maka
masuklah statistika yang dapat membantu kita untuk menarik kesimpulan umum yang
dapat diandalkan. Statistika merupakan alat atau metode yang terlibat dalam proses
induktif dari kegiatan keilmuan. Jujun Suriasumantri (2006:20), megnatakan bahwa
tanpa statistik, sukar dibayangkan, betapa kita akan sampai pada suatu kesimpulan
umum yang dapat diandalkan. Tak ada penelitian yang benar-benar bersifat keilmuan
dilakukan tanpa statistik. Betapa statistik membantu kita secara kuantitatif dalam
kegiatan penelitian keilmuan, suatu contoh misalnya, pernyataan keimuan: bila padi
diberi pupuk maka tinggi padi mempunyai peluang untuk bertambah. Dalam hal ini
maka statistik membantu kita dalam menghitung besar peluang tersebut secara
kuantitatif.
Pernyataan keilmuan yang bersifat umum dapat membantu kita memecahkan
masalah praktis sehari-hari, atau masalah yang serupa. Namun disisi lain masalah
praktif yang kita hadapi sehari-hari bersifat individual dan spesifik. kita tidak
menemui masalah praktis yang menyeluruh seperti yang tercakup dalam hukuk-
hukum ilmu. Untuk menjawab permasalahan ini, maka sampailah kita kepada konsep
kegiatan keilmuan yang dinamakan deduktif. Metode deduktif merupakan proses
penarikan kesimpulan dari yang bersifat umum ke kesimpulan yang bersifat pribadi.
Metode ini biasa disebut dengan lawan dari metode induktif di atas. Proses penarikan
kesimpulan dedukdi inilah maka logika memegang peranan yang sanga penting.
7.    Kegiatan Keilmuan Sebagai Proses
Kegiatan keilmuan mengenal dua bentuk masalah. Pertama, merupakan
masalah yang belum pernah diselidiki sebelumnya, sehingga jawaban atas
permasalahan tersebut merupakan pengetahuan baru atau yang disebut dengan
penelitian murni. Kedua adalah kegiatan mempelajari masalah yang berupa
konsekuensi praktis dari pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya atau yang
disebut dengan penelitian terapan.
Didalam kegaitan keilmuan pertama yang harus dilakukan adalah perumusan
masalah. Perumusan masalah yang baik merupakan titik tolak dari seluruh rangkaain
kegiatan keilmuan yang lain. Masalah pada hakekatnya merupakan sebuah
pertanyaan yang mengundang jawaban. Oleh sebab itu, jika pertanyaan tidak jelas
maka kemungkinan besar jawaban yang didapat juga tidak jelas. Harus kita ingat
bahwa tujuan penelahaan keilmuan adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum,
oleh karena itu jawaban yang diberikan atas permasalahan haruslah dapat diterima
oleh masyarakat yang akan mempergunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
mereka. Maka dari, penafsiran yang sama terhadap masalah yang sedang dihadapi
sehingga memungkinkan suatu jawaban yang dapat diterima oleh semua pihak.
Kegiatan keilmuan yang kedua  adalah penyusunan hipotesis. Hipotesis
merupakan dugaan mengenai hubungan antara faktor-faktor yang terlibat dalam suatu
masalah tersebut. Dugaan itu memungkinkan kita untuk menjelaskan hakekat suatu
gejala tersebut. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa masalah merupakan suatu
pertanyaan yang harus dijawab. Untuk bisa menjawab suatu masalah adalah kita
harus mengetahui dengan jelas hubungan-hugungan logis antara faktor yang terlibat
dalam masalah tersebut. Sebagai contoh penyusunan hipotesi dalam kegiatan
keilmuan misalnya: bulan mengalami gerhana karena ditelan matahari. Hipotesis
seperti ini tidak dapat diterima oleh pemikiran keilmuan karena salah satu ciri utama
pemikiran keilmuan adalah sifatnya masuk akal. Jadi kegiatan keilmuan pada
hakekatnya adalah mempersoalkan hubungan logis dari berbagai faktor.  
8.    Dasar Axiologi
Ilmu bersifat netral, ilmu tidak mengenal baik dan buruk, dan si pemiliki
pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh
dalam memanfaatkan kekuasaan yang besar itu terletak pada sistem nilai pemilik
pengetahuan tersebut. Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologisnya
saja: jika hitam katakana hitam dan jika ternyata putih maka katakana putih; tanpa
berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaran yang nyata. Secara ontologis
dan axiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk,
sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Kekuasaan ilmu
yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang
kuat.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Hakikat Ilmu diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar
dari ilmu terssebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut.
2. Pengertian ilmu dalam konteks Ilmu pengetahuan ilmiah dapat diartikan sebagai
sebuah pengetahuan dari hasil proses yang telah memenuhi persyaratan-
persyaratan atau ketentuan-ketentuan keilmiahan.
3. Falsafah dari ilmu pengetahuan adalah jawaban atas pertanyaan untuk apa ilmu
itu (ontologi)? bagaimana cara memperolehnya (epistemologi) dan apa
manfaatnya ilmu tersebut (aksiologi).
4. Dasar ontology Ilmu adalah ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang
bersifat empiris yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia selama itu
bisa dijangkau oleh panca indera manusia.
5. Dasar epistemology ilmu merupakan kegiatan dalam mencari pengetahuan
tentang apapun, selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut
diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan.
6. Metode keilmuan adalah berpikir secara rasional dan empiris. Gabungan kedua
hal tersebut, disebut dengan metode keilmuan.
7. Kelebihan berpikir keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dan logis serta telah teruji kebenarannya. karena tingkat kepercayaan
masyarakar yang tinggi, memungkinkan ilmu untuk memecahkan suatu masalah
dalam bentuk suatu konsesus yang disetujui bersama, setidak-tidaknya untuk
sementara, sampai ditemukannya pemecahan lain yang lebih diandalkan.
8. konsep dalam keilmuan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:  pertama induksi adalah suatu cara pengambilan ssuatu keputusan dari
kasus-kasus yang bersifat individu menjadi kesimpulan yang umum.
9. kegiatan keilmuan merupakan proses untuk menemukan pengetahuan-
pengetahuan baik pengetahuan yang sudah ada sebelumnya (penelitian terapan)
maupun pengetahuan-pengetahuan baru yang belum pernah ada sebelumnya
(penelitian murni). 
10. secara axiology ilmu pengetahuan menyerahkan sepenuhnya kepada si pemilik
ilmu tersebut. Namun secaca ontology dan epistemology ilmuwan harus mampu
menilai antara yang baik dan yang buruk, sehingga pada hakekatnya
mengharuskan dia menentukan sikap.
DAFTAR PUSTAKA

 http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat
 http://id.wikipedia.org/wiki/agama
 http://id.wikipedia.org/wiki/perbedaandanpersamaanfilsafatdanagama
 https://asyaeful18.blogspot.com/2014/10/foto.html

Anda mungkin juga menyukai