Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Perkembangan ilmu
pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya
memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih
khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi.

Dengan semakin meluasnya filsafat dan tepecah menjadi ilmu-ilmu yang baru maka dirasa perlu
untuk mengetahui pembagian filsafat dalam cabang-cabang filsafat serta aliran-alian yang ada
dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui arah pikir dalam mempelajari suatu ilmu
pengetahuan serta penggolongannya dalam filsafat.

Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya
memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu
pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen,
kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh
filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis
dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman
yang mendalam. Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu
pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan
berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu
pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja,
filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis
atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu pengetahuan
tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat
tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu
pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak
perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu
dianalisis secara mendalam.
BAB II

PEMBAHASAN

A Orientasi kearah ontology ilmu pengetahuan


Ilmu yaitu suatu hasil diperoleh oleh akal sehat, ilmiah, empiris, dan logis. Theo
Marc dalam Atang Munaja (1988) menyatakan , ilmu adalah segala sesuatu yang berawal
dari pemikiran logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggung jawabkan dengan
bukti yang konkrit. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa ilmu dalam bentuk yang
baku haruslah mempunyai paradigma (positivistic paradigm) serta metode yang jelas
(scientific method) yang juga dikorelasikan dengan bukti yang empiris yang mampu
diterapkan secara gambling (transparan).
Filsafat ilmu yaitu bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistemology. Epistemology berasal dari bahasa Yunani, yakni episcms yang berarti
knowledge (pengetahuan) dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali
dipopulerkan oleh J.F.Ferier pada 1854 yang membuat dua cabang filsafat, yakni
epistemology dan ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori), ontology (teori
tentang apa).
Menurut Sirajuddin Zar pengetahuan terdiri dua hal yaitu pertama, pengetahuan
yang bukan berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Pengetahuan ini diperoleh manusia
lewat wahyu Allah SWT. Manusia menerima kebenaran wahyu lewat keimanan dalam
hatinya. Kedua, pengetahuan berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Pengetahuan ini
disebut dengan pengetahuan indra, yaitu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengalaman sehari-hari, seperti air yang mengalir ketempat yang rendah, gaya gravitasi
bumi, dan lain sebagainya. Lebih jauh Zar mengatakan, secara terminology pengetahuan
memiliki beberapa definisi pertama, pengetahuan itu apa yang diketahui atau hasil
perkerjaan tahu. Pekerjaan tahu ini merupakan hasil dari kenal, sadar, dan mengerti.
Kedua, pengetahuan yaitu proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kedasarannya sendiri. Ketiga, pengetahuan yaitu segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni dan agama. Amsal Bakhtiar (2009)
mengatakan, ilmu memiliki cirri khusus yang membedakan dengan bidang nonilmu, ciri
ilmu utamanya antara lain: pertama, ilmu yaitu sebagian pengetahuan bersifat koheren,
empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan. Kedua, berbeda dengan pengetahuan,
ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya
ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu keobjek (atau alam objek) yang
sama dan saling berkaitan. Ketiga, ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan
dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu termuat didalam dirinya sendiri
hipotesis dan teori yang belum sepenuhnya dimantapkan. Keempat, ciri hakiki lainnya
dari ilmu yaitu metodelogi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan
penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan ide yang terpisah-
pisah. Alat bantu metodologis yang penting yaitu terminology ilmiah yang disebut
belakangan ini mencoba konsep ini. Amsal mengatakan, ilmu sebagai pengetahuan ilmiah
berbeda dengan pengetahuan biasa, dia memiliki beberapa ciri pokok, yaitu pertama,
sistematis para pilsuf dan ilmuan sepaham bahwa ilmu merupakan pengetahuan atau
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Kedua, empiris bahwa ilmu
mengandung pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengamatan serta percobaan
secara terstruktur di dalam bentuk pengalaman, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ilmu mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan, dan menyimpulkan
hal-hal empiris yang bersifat faktawi (factual), baik berupa gejala maupun kebatinan,
gejala-gejala alam, gejala kejiwaan, gejala kemasyarakatan, dsb. Semua hal fakta
dimaksud dihimpun serta dicatat sebagai data (datum) sebagai bahan persediaan bagi
ilmu. Ketiga, objektif bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengetahuan yang bebas dari
prasangka perorangan (personal bias), dan perasaan subjektif berupa kesukaan atau
kebencian pribadi. Keempat, analitis bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami, dan
membedakan pokok soalnya kedalam bagian-bagian yang terprinci untuk memahami
berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu. Kelima, verifikatif bahwa
ilmu mengandung kebenaran yang terbuka untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna
dapat dinyatakan sah dan disampaikan pada orang lain. Dilihat dari sudut
pertanggungjawabannya, ilmu pengetahuan ilmiah dapat dilihat dari tiga system, yaitu
pertama, system aksiomatis, artinya sistemini berusaha membuktikan kebenaran suatu
fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus
khusus atau konkrit. Kedua, system empiris, system ini berusaha membuktikan
kebenaran suatu teori mulai dari gejala fenomena khusus menuju rumus umum teori. Jadi,
bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu statistic.
Umumnya yang menggunakan metode ini yaitu ilmu pengetahuan alam dan sosial.
Ketiga, system semantic atau linguistic, dalam system ini kebenaran didapat dengan cara
menyusun proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode ini yaitu ilmu
bahasa (linguistic). Tahap-tahap perkembangan pengetahuan dalam satu napas tercakup
pula telaahan filsafata yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama,
dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai dimana yang hendak dicapai ilmu.
Kedua, dari segi epistemology, yaitu meliputi aspek normative mencapai kesahihan
perolehan pengetahuan secara ilmiah, disamping aspek procedural, metode, dan teknik
memperoleh data empiris.

B Hakikat ontology ilmu pengetahuan


Ontology yaitu cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang hakikat ilmu
pengetahuan. Noeng Muhadir (2011) menjelaskan bahwa ontology itu ilmu yang
membicarakan tentang the being yang dibahas ontology yaitu hakikat realitas.ontologi
itu yaitu ilmu yang membahas seluk – beluk ilmu. Manusia memiliki dua sumber ilmu,
yaitu (1) ilmu lahir yang kasat mata yang bersifat observable, tangible, dan (2) ilmu
batin,, metafisik yang tidak kasat mata. Selanjutnya dikatakan Muhadjir, pengertian
ontology menurust bahasa berasal dari bahasa Yunani,yaitu ontos = being atau ada, dan
logos = ilmu. Jadi, ontology adalah the theory of being quq being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan). Atau bisa juga disebut sebagai ilmu tentang yang ada
atau keberadaan itu sendiri. Heidegger (1981) mengatakan, istilah ontology pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada 1936 M, untuk menamai hakikat yang ada
bersifat metafisis.Dalam perkembangannya, Cristian Wolf ( 1679 – 1754 ) membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus . Metafisika umum yaitu
istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika atau ontology yaitu cabang filsafat
yang membahas prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala Sesuatu yang
ada. Jadi ontology merupakan studi yang terdalam dari setiap hakikat kenyataan
misalnya: a. dapatkah manusia sungguh-sungguh memilih sesuatu. b. apakah ada tuhan
didunia ini. c. apakah nyata dalam hakikat material ataukah spiritual. d. apakah jiwa
sungguh dapat di bedakan dengan badan. e. apakah hidup dan mati itu dan sebagainya.
Jadi, ilmu pengetahuan merupakan usaha manusia dari proses berfikir kritis.

C. Cara berpikir ontologis dalam ilmu pengetahuan


Menurut Muhadjir (2011), cara berpikir ontologism dapat berbenturan dengan
suatu agama. pengetahuan yaitu keseluruhan yang diketahui yang belum tersusun, baik
mengenai metafisik maupun fisik. Pengetahuan yaitu informasi yang berupa common
sense masih terserak dan umum.
Immanuel Kant, dalam Kunto Wibison (1997) mengatakan, untuk membedakan
jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya memang tidaklah mudah. Khazanah
kehidupan manusia yang begitu luas memang memungkinkan menguasai berbagai
pengetahuan. Setiap pengetahuan tentu memiliki cirri khasnya, hal ini memungkinkan
kita mengenali berbagai pengetahuan yang ada seperti ilmu pengetahuan, seni, agama
serta meletakkan mereka pada tempatnya masing-masing sehingga memperkaya
kehidupan kita. Tanpa mengenal kategori dan cirri khas setiap pengetahuan dengan
benar, maka kita tidak dapat menggunakannya secara maksimal bahkan dapat
menjerumuskan kita. Kant dalam Kunto, bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang
mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat.
Francis Baacon menyebut filsafaat sebagai ibu agung dari ilmu (the great mother of the
sciences). Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan
ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge” maka lahirlah filsafat ilmu
sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Konsistensi (consistence)
merupakan cirri dari ilmu pengetahuan yang disebut ilmiah. Ilmiah yaitu kadar berpikir,
berakal budi yang disertai penataan.
Thales, Plato dan Aristoteles ialah tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang
bersigat ontologis dan meletakkan dasar ilmu pengetahuan. Thales (640-546 SM)
merupakan pemikir pertama, yang dalam sejarah filsafat disebut the father of philosophy
(bapak filsafat). Thales mengembangkan filsafat alam (kosmologi) yang
mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Thales,
dalam penyelidikan keilmuan nya, menyimpulkan bahwa penyebab utama (causa prima)
dari semua alam itu adalah “air” sebagai materi dasar dari kosmis. Thales
mengembangkan fisika, astronomi dan matematika. Perkembangan sejarah ilmu pada
abad Yunani Kuno telah berkembang dalam empat bidang keilmuan, yaitu filsafat
(kosmologi) , ilmu biologi, matematika,dan logika dengan cirri perkembangannya
masing-masing. Ilmu atau scientia dipahami sebagai jenis pengetahuan yang dipunyai
Allah tentang manusia. Menurut Francis Bacon, ilmu bersifat majemuk karena
mencerminkan aneka fakultas (kemampuan) manusiawi. Ilmu alam berawal dari
kemampuan akal, sementara sejarah berasal dari kemampuan ingatan. Menurut Newton,
inti keilmuan yaitu pada pencaharian pola data, matematik, dan karena itu ia berusaha
membongkar rahasia alam dengan menggunakan matematika. Pemisahan ini pertama
dilakukan oleh biologi, pada awal abad XIX, dan kemudian psikologi, yang kemudian
disusul lagi oleh sosiologi, antropologi, ilmu ekonomi dan politik. Hukum tiga tahap
mengingatkan pada pandangan hegel dan marx dengan ajaran dialektikannya yang
memandang perkembangan sebagai suatu gerak linier dan tertutup. Artinya, mereka
melihat proses perkembangan pemikiran atau pengetahuan dan ilmu dalam tahap yang
saling terpisahkan dan tidak secara utuh (holistic) serta menyeluruh. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedakan antara pengetahuan yang memuat penampakan
dan kenyataan. Kedua hal ini dalam pandangan thales sebagai filsuf, pernah pada sampai
kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala
sesuatu. Koento wibisono mengemukakan bahwa hakikat ilmu menyangkut masalah
keyakinan ontologis, yaitu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuan dalam
menjawab pertanyaan tentang apakah ada (being, sein, het zijn) itu.

D. Karakteristik ilmu pnegetahuan secara ontologi

Ciri-ciri khas terpenting yang terkait dengan ontologi antara lain, pertama, yang ada
(being) artinya yang dibahas eksistensi keilmuan. Kedua, kenyataan atau realitas, yaitu
fenomena yang didukung oleh data-data yang valid. Ketiga, eksistensi yaitu keadaan
fenomena yang sesungguhnya yang secara hakiki tampak dan tidak tampak. Keempat,
esensi yaitu pokok atau dasar suatu ilmu yang lekat dalam suatu ilmu. Kelima, substansi,
artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu sebagai kehidupan manusia.
Keenam, perubahan, artinya ilmu atau cair berubah setiap saat menuju suatu
kesempurnaan. Ketujuh, tunggal dan jamak artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu
terbagi menjadi dua. Ontology akan mengungkap apa dan seperti apa benda, sesuatu, dan
fenomena itu ada. Ontology merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan
yang paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu, ada beberapa asumsi
yang perlu diperhatikan yaitu pertama, suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan
kesamaan bentuk, sifat dan kuantitatif asumsi. Kedua, kelestarian relative artinya ilmu
tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu. Ketiga, determinasi, artinya ilmu
menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan. Objek ontology sama halnya
dengan objek filsafat yang sudah dibahas sebelumnya. Yakni pertama objek formal yaitu
objek formal ontology sebagai hakikat seluruh realitas. Objek formal ini yaitu cara
memandang yang dilakukan penelitian terhadap objek materialnya. Kedua, objek material
yaitu sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau sesuatu
yang di pelajari.

E. Manfaat Mempelajari Ontologi Filsafat

Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa
manfaat, di antaranya sebagai berikut:

a. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang
ada.

b. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.

c. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun
masalah, baik itu sains hingga etika.

BAB III
PENUTUP
Pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan :

Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang
hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
(sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.

Watak atau cirri-ciri ilmu pengetahuan adalah bersifat sistematis, dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya, dan objektif.

Pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi
pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik
dan tidak objektif serta tidak universal.

Sedangkan Ilmu pengetahuan merupakan kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan
yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli
lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.

Objek Material dari ilmu pengetahuan adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran,
sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit
misalnya manusia,tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan
kerohanian.

Sedangkan Objek formal dalam ilmu pengetahuan adalah cara memandang, cara meninjau yang
dilakukan oleh peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya.

ASPEK ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN


Tugas Filsafat Ilmu & Logika
Semester I B
Kelompok 7 :
- Afri Safita (168600131)
- Arrizka Zuyyina Ismed(168600)
- Alya Salsabila ( 168600149)
- Elfeyana (168600205)
- Szaskia saraswati ( 168600181)
- Yuniarti Tarigan ( 168600203)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2016

Anda mungkin juga menyukai