Anda di halaman 1dari 8

ISLAM SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH

Oleh : Andi Tarbiyah Hasan, S.Pd.I.,M.Pd

A. Arti dan Perbedaan antara Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat


1. Pengertian pengetahuan.
M.J Langgeve (1987) menyatakan bahwa pengetahuan adalah “kesatuan
antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui”. Pada garis besarnya,
pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu pengetahuan hudury atau knowledge by
present dan pengetahuan ushuly atau knowledge by correspondence.
Knowledge by present, artinya pengetahuan yang diperoleh secara langsung
dan tidak memerlukan landasan teori apapun. Contohnya, pengetahuan tentang rasa
lapar. Rasa lapar selalu bersama dengan rasa lapar itu, pengetahuan ini tidak
membutuhkan pengetahuan luar. Untuk mengetahui rasa lapar, kita tidak memerlukan
penjelasan dan pengetahuan tentang rasa lapar dari orang lain dan ataupun dari buku-
buku teori.
Adapun knowledge by correspondence adalah sebaliknya, pengetahuan
diperoleh melalui perantaraan, misalnya melalui perantaraan indra dan lain-
lain. knowledge by correspondence dibagi menjadi 2 bagian lagi yaitu pengetahuan
rasional dan pengetahuan empiris.
Pengetahuan rasional, contohnya pengetahuan tentang matematika, politik,
filsafat, dan lain-lain. Sedangkan pengetahuan empiris, contohnya pengetahuan
tentang biologi, kimia,fisika dan lain-lain.
Perlu dicatat bahwa pada tahapan tertentu, sebuah pengetahuan yang semula
rasional dapat juga berubah menjadi empiris dan sebaliknya, yang empiris dan dapat
dilihat dengan pendekatan rasional.
2. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu ilmun yang berarti tahu atau mengetahui.
Menurut Bahruddin Salam (1995) dalam bukunya filsafat manusia (antrofologi
metafisika)
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan mengenai suatu hal tertentu (objek), yang
memberikan kesatuan yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan dengan
menunjukkan sebab-sebab dari hal atau kejadian itu.
Dari kutipan diatas, dapat dipahami bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan
yang diserap/serapan dengan cara sistematis, disusun dengan tapi, dan ditata menurut
metode dan sistematika tertentu agar dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
menggunakan metode atau cara-cara dan sistematika sehingga sangat memungkinkan
untuk mendapatkan kebenaran.
3. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Arab falsafat. Orang arab mengambilnya dari bahsa
yunani, yaitu philosophie. Dalam bahasa Yunani, philosophie merupakan kata
majemuk yang terdii atas philo dan sopia. Menurut Pujawiyatna (1987), philo artinya,
cinta dalam arti yang seluas-luasnya, sedabngkan sofia artinya kebijaksanaan.
Kata filsafat lebih jauh dijelaskan oleh Amsal Bukhari (1989), yang mengambil
ulasan Al-Farabi, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam dan bertujuan
menyelidiki hakikat sebenarnya.
Pernyataan Al-Farabi tentang kedudukan manusia dalam realita jagat raya ini
harus dikaji dengan pemikiran yang mendalam, luas,universal,radikal, sistematis,
kritis, deskriptif, analisis, evaluative, dan spekulatif.
Dari keterangan tersebut dapat disimoulkan bahwa filsafat adalah ilmu yang
menerangkan dan menggunakan metode serta sistem untuk mandapatkan yang ingin
diketahui secara mendalam dan mengakar, melebihi yang didapatkan oleh ilmu
oengetahuan.
4. Perbedaan Filsafat,ilmu, dan Pengetahuan
Perbedaan antara pengetahuan,ilmu dan filsafat adalah sebagai berikut.
Pengetahuan berada pada tahap pertama, yaitu sekedar mengetahui secara umum dan
tidak sampai mengakar, sedangkan ilmu sudah sampai pada tahap yang kedua , yaitu
pengalaman secara rasio, artinya keberadaan manusia (Manusia sebagai objek)
dengan segala sifatnya sudah dianalisis secara akal, hingga tidak bertanya-tanya dan
ragu-ragu. Perbedaan ilmu dan filsafat adalah objek filsafat universal atau bersifat
umum, sementara ilmu bersifat khusus.
Kemudian, penjajah ilmu akan merasa puas dengan teori-teorinya , sedangkan
filsafat terus berenang dan menyelam pada uji coba an eksperimen , seperti halnya
yang dilakukan Nabi Ibrahim as ketika ingin mengetahui cara menghidupkan yang
Mati (QS Al-Baqarah: 260)
Titik tekan kajian filsafat adalah ontologi, sementara titik tekan kajian ilmu
pengetahuan (science) adalah epistemologi sehingga apabila dibuat dalam sebuah
bagan, bentuknya seperti : ontologi berbicara tentang benda dan objeknya , objek
ontologi itu ada 2 yaitu materi fisik dan objek materi non fisik. Epistomologi
berbicara tentang subyeknya , yaitu berbicara tentang orang yang menilai,
mempelajari, atau mengamati objek ontologi melalui indra, akal, dan hati.
Jadi dapat dikatakan dengan ringkas bahwa pengetahuan melekat di pengamat
atau subyek sehingga jika subjek berbeda tafsir tehadap objek yang sama, yang perlu
diperiksa adalah seberapa jauh pengetahuan subjek terhadap objek.
Mengapa demikian? Karena pada hakikatnya, yang mempunyai pengetahuan
adalah subjek, sementara objek materiil yang diamati atau yang dijadikan penelitian
itu sama sekali tidak memiliki penetahuan dan keberadaanya juga tidak akan berubah
karena kesalahan tafsir dari subjek yang mengamatinya.
B. Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
1. Metode ilmiah
Nazir (1998) menjelaskan, metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses
keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis
(Ahmad Tahzeh, 2009). Para ilmuan melakukan observasi serta membentuk hipotesis
dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Metode ilmiah dapat dikatakan
suatu penegejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan
logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari
fakta-fakta dngan menggunakan pendekatan yang sitematis.
Menurut Almack (Ahmad Tanzeh, 2009), metode ilmiah adalah cara
menerapkan prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.
Adapun Ostle berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu
untuk memperoleh sesuatu interelasi.
2. Kriteria metode ilmiah
Beberapa kriteria agar metode yang digunakan dalam penelitian disebut ilmiah,
yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan
dikumpulkan maupun yang akan dianalisis, harus berdasarkan fakta-fakta yang
nyata. Bukan berdasarkan daya khayalan, perkiraan, legenda atau sejenisnya.
b. Bebas dari prasangka
Metode ilmiah harus bebas dari prasangka, bersih, dan jauh dari pertimbangan
subjektif. Fakta yang diungkapkan harus disertai alasan dan bukti yang lengkap
dan dengan pembuktian yang objektif.
c. Menggunakan prinsip Analisis
Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan
menggunakan analisis yang logis. Fakta yang mendukung tidak dibiarkan
sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsnya tetapi harus dicari sebab
akibat dengan menggunakan analisis yang tajam.
d. Menggunakan hipotesisDalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam
proses berpikir dengan menggunakan analisis. Hipotesis harus ada untuk
mengelompokkan atau menempatkan persoalan serta memandu jalan pikiran
kearah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan tepat
mengenai sasaran. Hipotesis merupakan pegangan yang khas dalam menuntun
jalan pikiran peneliti.
e. Menggunakan ukuran objektif
Kerja penelitian dan analisis harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif.
Ukuran tidak boleh dengan perasaan atau menuruti hati nurani. Pertimbangan
harus dibuat secara objektif dengan menggunakan akal pikiran yang sehat.
f. Menggunakan kuantifikasi Data ukuran kuantitatif yang lazim digunakan, kecuali
untuk atribut-atribut yang tidak dapat dikuantifikasikan, misalnya ton, millimeter,
detik, tak hingga, dan sebagaimana. Bukan menggunakan ukuran sejauh mata
memandang, sehitam pekat aspal, dan sebagainya yang dianggap tidak dapat
diukur dengan akal manusia. Kuantifikasi yang mudah adalah dengan
menggunakan ukuran nominal, ranking, dan rating.
3. Struktur pengetahuan ilmiah
Stuktur artinya susunan, dengan menggabungkan struktur bersama pengetahuan.
Artinya, menjadi susunan pengetahuan ditambah dengan kata „ilmiah‟ yang secara
harfiah adalah susunan pengetahuan yang tertata dengan baik dan sitematis.
C. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dari aspek pragmatis terbagi dua. Pertama, ilmu kealaman seperti
fisika, kimia, biologi yang bertujuan mencari hukum-hukum alam atau mencari
keteraturan-ketraturan yang terjadi pada alam. Kedua, ilmu budaya yang mempunyai sifat
tidak berulang. Diantara kedua ilmu tersebut terdapat pula ilmu sosial yang mencoba
memahami gejala yang tidak berulang , tetapi dengan cara memahami keterangnnya.
Adapun ilmu pengetahuan manusia berdasarkan klasifikasi ilmu menurut objek ilmu
pengetahuan terbagi tiga bagian, yaitu ilmu-ilmu alam, sosial, dan humaniora.
1. Ilmu alam
Merupakan kenyataan yang tidak tegoyahkan bahwa pemikir ilmiah selalu
berada dibelakang setiap kemajuan yang dicapai manusia dari masa ke masa. Lakaha
pertama dimulai ketika manusia menemukan caranya belajar melalui cara coba-coba ,
dan cara ini pada akhirnya membimbing manusia pada pengetahuan ilmiah, yaitu
pengetahuan yang melibatkan observasi dan eksperimentasi serta mencakup ilmu
kealaman dasar seperti kimia,fisika, matematika, astronomi,geologi, botani dan
zoologi, dengan bentuk-bentuk terapannya dalam pengobatan,pertanian,
permesiana,farmasi, kedokteranhewan dan lain-lain.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, filsafat adalah pengetahuan yang pertam lahir,
dalam teama-temanya, filsafat inilah yang pertama kali mempersoalkan alam sehingga
sehingga para ahli filsafat pada saat itu disebut filsuf alam, seperti Anaximandros,
Thales. Mereka memikirkan alam besar (makrokosmos) yang dimulai dari pertanyaan
tentang asal alam (Mohammad Hatta, 1982:5). Dari perkembangan filsafat muncullah
disiplin ilmu yang relatif mandiri dan bidang tertentu , yaitu kealam yang merupakan
disiplin ilmu yang pertama kali muncul dari perkembangan filsafat.
Ilmu kealaman yang disebut juga dengan natural sciences adalah ilmu yang
mempelajari susunan benda serta perkembangannya. Sumber ilmu ini adalah alam.
Manusia yang merupakan mahluk sapies diorong oleh kebutuhan dan rasa ingin
tahuanya mengerahkan kekuatan akalnya untuk menyingkap rahasia alam. Agar
pengetahuannya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, ia menetapkan kriteria
yang benar yang disebut dengan metodologi ilmiah, yaitu menggabungkan cara
berpikir deduktif dan induktif dengan cara seperti ini manusia dapat menyikap rahasia
alam yang melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti kimia, fisika.
Ilmu-ilmu kealaman juga disebut juaga ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) yang
kebenarannya pasti. Ilmu kealaman adalah positivisme, sesuatu itu baru dianngap
sebagai ilmu apabila dapat diamati, dapat diukur, dan dapat dibuktikan.
Dalam islam ,ilmu adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan ia bersifat
teologis, sempurna, dan teratur. Sebagai anugrah alam adalah tempat yang baik dan
tidak ternoda bagi manusia. Tidak ada jurang pemisah dialam. Tidak ada objek atau
kejadian dialam ini secara kebetulan. Semua kejadian yang terjadi dengan sebab
akibat yang dapat diperkirakan. Inilah sebabnya alam adalah kosmos nyata, bukan
chaos yang membiarkan terjadi sesuatu tanpa akibat, kadang-kadang berakibat,
ataukadang-kadang tanpa akibat.
2. Ilmu social
Dinamakan ilmu-ilmu sosial karena ilmu-ilmu tersebut mengambl masyarakat
atau kehidupan bersama sebagai objek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum
mempunyai kaidah dan dalil tetap yang diterima oleh sebagian besar masyarakat,
karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang. Objek dari ilmu-ilmu sosial ini
adalah masyarakat/ manusia yang selalu berubah-ubah. Karena sifat masyarakat yang
selalu berubah-ubah, hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas
hubungan antarunsur dalam masyarakat secara mendalam. Mengenai pengertiannya,
menurut Nursid Sumaatmadja (1986: 82), ilmu-ilmu sosial adalah semua bidang ilmu
pengetahuan mengenai manusia dalam konteks sosial atau sebagai anggota
masyarakat.
P.J. Bouman (1961: 13) mendefinisikan ilmu sosial sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari hubungan sosial antarmanusia, antara manusia dan
kelompok manusia, serta sifat dan perubahan dari bangunan dan buah pikiran ssosial.
Ia berusaha mencapai sintesis antara ilmu jiwa sosial dan bentuk ilmu sosial, sehingga
dapat memahami masyarakat dalam hubungan kebudayaan umumnya. Untuk
memperoleh gambaran tentang ilmu sosial, Soerjono Soekanto (2002:13)menyusun
kriteria berikut:
a. Memerinci isi ilmu sosial secara konkret
b. Memerinci yang dianggap sebagai sebab –sebab khusus dari variabel-variabel
bergantung;
c. teknik apakah yang lazim digunakan oleh masing-masing ilmu pengetahuan untuk
mendapatkan kebenaran atau mencapai sasarannya. Hal ini mencakup metode dan
teknik penelitian.
3. Humaniora
Pembahasan mengenai humaniora tidak jauh berbeda dengan ilmu sosial sebab
humaniora juga menempatkan manusia sebagai objek kajian. Perbedaan yang sangat
tipis antara ilmu sosial dengan humaniora , ilmu sosial mengkaji tingkah laku manusia
dengan manusia lainnya ketika berinteraksi. Adapun humaniora mempelajari aspek
etis dari interaksi itu atau aktualisasi dari potensi manusia dalam wilayah pikiran, rasa
dan kemauan (A. Syafi‟i Ma‟arif, 1997:45)
Menurut Jasob (1988:68) humaniora adalah ilmu-ilmu “kejiwaan” ilmu
kealaman berbeda dengan ilmu-ilmu sosial atau humanoira meskipun objek kajiannya
sama-sama alam. Alam yang diteliti oleh ilmu kealaman adalah alam besar alam besar
yang dimaksudadalah bumi. Adapun alama yang diteliti oleh ilmu sosila dan
humaniora adalah alam kecil atau disebut juga dengan mikrokosmos alam yang
dimaksud adalah manusia.
Ali syariati (1983:32) mengatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada
kesepakatan definisi yang logis dan ketat tentang siapa manusia itu karena definisi
seperti itu selalu berubah sesuai dengan perspektif ilmu pengetahuan, aliran filsafat,
atau keyakinan keagamaan. Disamping itu, ilmu pengetahuan belum dapat
mengungkap misteri yang ada pada makro kosmos. Sebagaimanan Alexsis sarel
mengatakan,” sampai sedemikian jauh manusia telah di hadapkan pada masalah-
masalah lahiriayah saja dan memamng mencapai kemajuan di bidang tsb, tetapi ia
telah jauh dari dirinya sendiri dan melupakan realitas pribadinya.”
Oleh sebab itu, sampai saat ini belum ada metode yang dianggap cukup tepat
untuk memahami dimensi kemanusiaan manusia tsb. Munculnya psikologi
minindikasikan sulitnya membuat metode dan pendekatan yang relatif cocok untuk
menguak rahasia manusia.
Ilmu alaam, ilmu sosial, dan humaniora dapat di kaji dalam studi islam.
Selanjutnya, studi islam dalam peta pengetahuan ilmiah dapat dimulai dengan
menjelaskan maksud studi islam tsb. Studi islam atau studi ilmiah tentang islam
adalah upaya pengkajian islam dengan menerapkan metode ilmiah khususnya dalam
kontek sosial sains. Objek ilmiah studi islam sering di istilahkan dengan pada 3
tingkatan, tataran wahyu, pemahaman dan pemikiran, dan pengamalannya dalam
masyarakat karena pada dasarnya studi-studi keislaman tidak pernah terlepas dari
salah satu tingkatan ini
KESIMPULAN

Istilah pengetahuan, ilmu (sains), dan filsafat pada pembahasan sebelumnya banyak
disinggung sebagai bagian dari ruang lingkup pengetahuan itu sendiri. Namun demikian,
meskipun ketiganya memiliki persamaan sebagai pengetahuan tetap ditemukan
perbedaan-perbedaan mendasar, baik dari segi pengertian, fungsi maupun cara-cara untuk
memperolehnya. Untuk melihat perbedaan-perbedaan tersebut lebih jauh, sangat penting
terlebih dahulu dipaparkan pengertian dari ketiganya.
Pengetahuan sebagai pengetahuan yang benar dibicarakan dalam ranah pengetahuan
ilmiah (ilmu/sains). Ilmu (sains) adalah pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai
kebenaran ilmiah tentang objek tertentu yan diperoleh melalui pendekatan, metode dan
sistem tertentu. Jika proses cerapan rasa tahu manusia merupakan pengetahuan secara
umum yang tidak mempersoalkan seluk beluk pengetahuan tersebut, ilmu – dengan cara
khusus dan sistematis – dalam hal ini mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan
tersebut secara lebih luas dan mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat
(ontologis) pengetahuan itu sendiri, melainkan juga mempersoalkan tentang bagaimana
(epistemologis) pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan yang
benar-benar memiliki nilai guna (aksiologis) untuk kehidupan manusia. Oleh karenanya,
perkembangan ilmu
Pengetahuan itu pada dasarnya bersifat dinamis. Selain pengetahuan biasa dan
pengetahuan ilmiah (sains) yang telah dipaparkan di Atas, filsafat juga merupakan bagian
penting yang turut dibicarakan dalam ranah pengetahuan, sebab filsafat merupakan
bagian dari pengetahuan itu sendiri

Anda mungkin juga menyukai