Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Seiring berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan pun semakin maju.
Pemikiran manusia semakin kritis dan selalu berusaha menemukan sesuatu yang
baru. Berbagai usaha dilakukan orang untuk dapat memecahkan peristiwa yang
terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya. Rasa ingin tahu tentang peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan kompleks.
Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang
apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi
bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi
(epistemologi), serta untuk apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi). Ketiga
landasan tersebut merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan. Oleh
karena itu, pengetahuan yang dimiliki haruslah benar (Salam, 2005). Beranjak
dari pengetahuan adalah kebenaran, maka dalam kehidupannya manusia dapat
memiliki berbagai pengetahuan.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas
manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan
pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan,
namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia
mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada kehidupan,
manusia “memanusiakan diri dalam hidupnya” dan manusia memiliki tujuan
hidup tertentu. Hal Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan
pengetahuannya. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat
dan mantap karena kemampuan bahasa serta kemampuan berpikir menurut suatu
alur kerangka berpikir tertentu (Suriasumantri, 1998).
Sifat pengetahuan ilmiah berhubungan erat dengan epistemologi. Filsafat
pengetahuan atau epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang
membahas mengenai hakikat pengetahuan (Surajiyo, 2007). Cabang filsafat ini
secara khusus menelaah pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan

1
mendasar tentang pengetahuan. Dalam pembelajaran, epistemologi sebagai filsafat
pengetahuan, tidak hanya menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari
siswa, tetapi juga menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran itu
terjadi. Oleh karena itu, kegiatan manusia mengetahui merupakan unsur penting
yang mendasari muncul dan berkembangnya pengetahuan, struktur dasar yang
memuat beberapa aspek, dan tahap dalam proses manusia mengetahui dan
beberapa persoalan di dalamnya.

2
BAB II
ISI

A. Aspek Ilmu Pengetahuan


Aspek ilmu pengetahuan terdiri dari tiga hal, yaitu ontologi atau
keapaan, epistemologi atau kebagaimanaan, dan aksiologi yang bermakna
kegunaan. Berikut adalah penjelasan tentang Ontologi, Epistomologi dan
Aksiologi.
1. Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani  yaitu  Ontos  berarti yang
berada (being) dan Logos berarti pikiran (logic). Jadi, Ontologi berarti
ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu yang ada/berada atau
dengan kata lain  artinya ilmu yang mempelajari tentang “yang ada”
atau dapat dikatakan berwujud dan berdasarkan pada logika.
2. Epistologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang
diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.
Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal
muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran
pengetahuan.
3. Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani
yaitu: axios yang berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu.
Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

B. Unsur-unsur Pengetahuan
1. Subjek dan Objek Pengetahuan
Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua
berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang
berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam.

3
Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga
subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya
adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
a. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada
dan ada yang tidak harus ada
b. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh
karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan
tidak kebenaran

2. Metode Mendapatkan Pengetahuan


Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara
sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang
sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah. beberapa
metode untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah :

a. Metode Empirisme.
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh
pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu
pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui
pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana
orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya
melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan
diperoleh melalui perantaraan indera.

b. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme
memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah
melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai
pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi
akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Fungsi pengalaman
inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau

4
sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh
kebenaran.

c. Metode Fenomenalisme
Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan
tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan
pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal
rasionalisme. Sehingga pengetahuan tentang gejala (phenomenon)
merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena ia dasarkan
pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui
dan memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode
fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan.

d. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh
pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau
pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry Bergson,
penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui
suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah
metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang
pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak
menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan
pengetahuan darinya.

e. Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan
dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai
pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Metode ilmiah diawali
dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain
secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi.
Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah dibuktikan

5
hipotesa, yaitu usulan penyelesaian berupa saran dan sebagai
konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan
verifikasi dalam proses hipotesis ini. Kegiatan akal bergerak keluar
dari pengalaman mencari suatu bentuk untuk didalamnya disusun
fakta-fakta secara nyata.

3. Gejala Tahu
Gejala tahu adalah gejala manusiawi yang setiap orang
mengalaminya. John Dewery mengatakan bila manusia ingin mengetahui
sesuatu, prosesnya tidak misterius, tapi suatu yang lumrah seperti dia ingin
makan untuk mengusir laparnya.
Prof. Poedjawijatna, dalam bukunya tahu dan pengetahuan
menjelaskan bahwa macam-macam gejala tahu adalah :
a. Manusia ingin tahu
b. Manusia ingin tahu yang benar
c. Objek tahu adalah yang ada dan yang mungkin tidak ada
d. Manusia tahu bahwa ia tahu

4. Macam-macam Pengetahuan
Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat
dibagi atas:
1. Pengetahuan non ilmiah
Pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam metode
ilmiah.Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah
adalah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang
sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

6
2. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia
yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah
mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir
yang khas, yaitu metodologi ilmiah.
3. Pengetahuan Dianoya (Matematika)
Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk pengetahuan
tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan
dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi, jumlah, berat
yang semata-mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah
oleh akal pikir karenanya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan
pikir.
4. Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan Neosis adalah pengetahuan tingkatan tertinggi,
pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip utama yang
mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip utama ini disebut
”IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir
sama dengan pengetahuan pikir
Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip utama yang isinya
hal yang berupa kebaikan, kebenaran dan keadilan. Menurut Plato,
cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan itu
adalah dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai
pengetahuan yang sungguh-sungguh sempurna yang biasa disebut
Episteme.

DAFTAR PUSTAKA

Ismaun, (2002), Filsafat Ilmu, Materi Kuliah, Bandung (Terbitan Khusus).

7
Keraf, A. Sonny dan Mikhael Dua. 2004. Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tinjauan
Filosofis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Muhadjir, N. 2004. Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivisme dan Post
Modernimisme. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Pandia, W. 2004. Filsafat ilmu. Diktat kuliah. Sekolah Tinggi Theologi Injili
Philadelphia.
Peursen, V.C.A. 1980. Orientasi di Alam Filsafat. Terjemahan: Filosofische
orientatie, oleh Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Salam, B. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, J. S. 1998. Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai