Disusun Oleh :
Ahmad Rifai
Prodi : MPI
A. Latar Belakang
1
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta : PT. Penebar
Swadaya) 2009
dan instrument epistemology seperti skeptic, relative, common sense dll,
dan yang membentuk suatu pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II : PEMBAHASAN
1. Metode Induktif
2. Metode Deduktif
2
Drs. Lies Sudibyo, M.H. , Drs. Bambang Triyanto, M.M. , Meidawati Suswandari,
S.Pd., M.Pd Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Deepublisher) 2014
diruntut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya
perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivisme
Metode ini berawal dari apa yang telah diketahui, yang factual,
yang positif. Mengenyampingkan segala uraian diluar yang ada
sebagai fakta. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang
tampak dan segala gejala. Dengan demikian, metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-gejala saja.
4. Metode Kontemlatif
5. Metode Dialektis
Metode ini berasal dari bahasa yunani yaitu dialektike artinya cara
atau metode berdebat dan wawancara yang diangkat menjadi sarana
dalam memperoleh pengertian yang dilakukan secara bersama-sama
mencari kebenaran. Dialektika dalam hal ini berarti
mengkompromikan tesis, anti tesis dan sintesis.
a. Metode Empirisme
b. Metode Rasionalisme
c. Metode Fenomenalisme
d. Metode Intuisionisme
e. Metode Ilmiah
Epistemologi
Tema-tema Epistemologi
- Skeptis
- Relatif
- Common Sense
- Kebenaran
- Social epistemology
- Ahgama
3
https://kbbi.web.id/instrumen Selasa 24 Oktober 2017 13.00
Sedangkan instrument dalam filsafat adalah Instrumen pengetahuan yang
merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk meperoleh
pengetahun. Adapun intrumen-instrumen tersebut adalah:
1. Panca Indera
Indera manusia memiliki beragam indera seperti penglihatan,
pendengaran, dan perabaan. Untuk memperoleh pengetahuan yang
sempurna beragam indera tersebut harus ada pada manusia karena apabila
manusia kehilangan satu bentuk indera maka ia kehilangan satu ilmu.
2. Akal
Selain indera yang juga termasuk instrumen dan merupakan syarat
unuk memperoleh pengetahuan adalah rasio. Untuk memperoleh
pengetahuan, manusia terkadang memerlukan pemilahan dan penguraian.
Aktivitas memilah dan menguraikan inilah yang merupakan tugas rasio,
sehingga terjadi pengklasifikasian objek-objek dalam kategorinya yang
berbeda-beda. Selain itu, rasio juga mampu menguraikan secara dari
objek-objek yang telah di klasifikasikan tersebut, misalnya dalam aktivitas
ilmiah kita mengenal kategori kuantiatas seperti ukutan jarak berdasarkan
meter, berat berdasarkan kilogram, dan lain-lain, dan juga kategori
kualitas. Manusia, sebelum bisa melakukan pengelompokan dan
penguraian terhadap terhadap suatu objek, belum dapat memahami dan
mengetahui. Hal itu merupakan tugas Rasio, bukan tugas indra.
Instrumen akal dibagi atas dua bagian; akal murni (rasio) dan
konsep akal jatuh (Hati Nurani). Ada tendensi kuat dalam filsafat untuk
mengakui bahwa hati nurani secara khusus harus dikaitkan dengan rasio.
Ketika melakukan penilaian, hati nurani bertolak dari suatu pertimbangan
(judgement) atas dasar rasio praktis.4 Perbedaan rasio dan hati nurani
terletak pada apa yang diperolehnya. Hati Nurani menangkap hal-hal yang
sifatnya partikulir, subyektif dan relatif seperti perasaan senang, sedih,
lapar, cinta, benci dan marah. Sementara akal murni menangkap hal-hal
yang sifatnya universal, obyektif dan mutlak. Persamaan keduanya terletak
pada kemampuannya menangkap hal-hal yang abstrak atau tidak dapat
diinderai. Keduanya juga mampu menangkap subtansi, intisari atau nama-
nama segala sesuatu. Tidak sedikit ilmuwan, agamawan dan filsuf yang
berpendapat adalah inti dari kemanusiaan adalah akal. Manusia yang tidak
berakal kurang lebih sama saja dengan binatang.
3. Logika
Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis, Valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berfikir sesuai
dengan aturan-aturan berfikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari
4
Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara)
2003
satu. Memang sesuai perlengkapan antologisme, pikiran kita dapat bekerja
secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan fungsinya dengan baik,
lebih-lebih dalam hal yang biasa, sederhana, dan jelas. Namun, tidak
demikianlah halnya apabila menghadapi bahan yang sulit, berliku-liku dan
apabila harus mengadakan pemikiran yang panjang dan sulit sebelum
mencapai kesimpulan. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat difahami
bahwa pengetahuan yang sistematis adalah berdasarkan Logika (yang
benar). Sedangkan pengetahuan yang biasa dan masalah yang biasa dapat
diselesaikan dengan pikiran yang spontan.
4. Naluri
Naluri atau insting adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap
suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak
kelahiran suatu makhluk hidup dan dipeoleh secara turun temurun
(filogenetik)
5. Intuisi (irfani)
Menurut sejarahnya, intuisi sudah digunakan sejak zaman Persia
maupun Yunani jauh sebelum datangnya teks-teks keagamaan, baik
Yahudi, Kristen maupun Islam. Sementara dalam tradisi (sufisme) islam
baru berkembang pada abad ke 3 H/9 M dan abad ke 4 H/10 M, seiring
dengan berkembangnya doktrin marifah (gnosis) yang diketahui sebagai
pengetahuan bathin, terutama tentang Tuhan.5
Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa
melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu
tiba-tiba saja datanynya dari dunia lain dan diluar kesadaran. Misalnya saja
seseorang tiba-tiba saja terdorong untuk membaca sebuah buku.
Dalam kehidupan sehari-hari, intuisi banyak membantu kita
membuat keputusan, intuisi mendorong seseorang untuk membuat suatu
catatan mengenai kejadian yang selanjutnya akan berbicara mengenai hal
lain. Sebagai akibatnya, ia mungkin mengatakan atau merasa, dia tidak
benar-benar mengetahui apa yang terjadi atau bagaimana perasaan saya.
5
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta : Belukar) 2004 Hal. 197
Perbedaaan pengetahuan yang diperoleh intuisi terletak pada dua
ungkapan, yaitu pengetahuan mengenai (knowledge about) dan
pengetahuan tentang (knowledge of). Pengetahuan mengenai dinamakan
pengetahuan diskursif atau pengetahuan simbolis, dan pengetahuan ini ada
diantaranya. Pengetahuan tentang disebut pengetahuan yang langsung atau
pengetahuan intuitif, dan pengetahuan tersebut diperoleh secara langsung.
Menurut Henry Burgon, intuisi ialah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan
jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara
langsung dari pengetahuan intuitif.6
6. Khayal atau Imajinasi
Alam khayal atau imajinasi mampu menangkap bentuk-bentuk
sesuatu dan warna yang diperoleh dari indera. Gunung emas yang tak ada
di dunia nyata, dapat tertampung di alam khayal. Bidadari bersayap yang
tak ada di dunia nyata, dapat terbayang di alam khayal. Kekasih Anda
yang jauh disana, dapat hadir di alam khayal. Bahkan bagi Anda yang
belum mempunyai kekasih di dunia nyata, dapat membayangkan bermanja
ria bersama kekasih di alam khayal. Itu semua dapat terjadi karena alam
khayal juga berfungsi menggabungkan bentuk-bentuk segala sesuatu.
Fungsi yang lain yaitu membandingkan. Kita dapat mengatakan
yang ini lebih tinggi dari yang itu ketika kita membandingkannya di alam
khayal. Seniman seperti Picasso dan Leonardo da Vinci sering
menggunakan imajinasinya. Bahkan Wright bersaudara mengawali
rancangan pesawatnya di alam khayal. Mereka menggabungkan bentuk
burung serta teknologi mesin dan besi.
7. Indera Ke 6
6
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya) 2004 Hal. 141
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : PT.
Penebar Swadaya, 2009
Kattsoff. Louis O., Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2004
Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, Yogyakarta : PT LKiS Pelangi
Aksara, 2003
Drs. Lies Sudibyo, M.H. , Drs. Bambang Triyanto, M.M. , Meidawati Suswandari,
S.Pd., M.Pd, Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Deepublisher, 2014
Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan
kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Belukar, 2004