Anda di halaman 1dari 14

EPISTOMOLOGY:

METODOLOGI, METODE YANG TEPAT, INSTRUMEN

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah


Filsafat Ilmu & Metode Berpikir

Dr. Siti Fatimah, M. Hum

Disusun Oleh :

Ahmad Bahrul Hayat (17086010001)

Ahmad Rifai

Prodi : MPI

PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI


Jalan Sunyaragi, Kesambi Kota Cirebon
Jawa Barat
2017
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh


mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan merupakan
produk dari epistemologi dimana Epistemologi merupakan salah satu
cabang Filsafat yang membahas pengetahuan dan cara mendapatkan suatu
pengetahuan. Adapun pengertian tentang Epistemologi sudah dibahas oleh
pemakalah sebelumnya.

Apabila seseorang berkata bahwa dia mampu mengendarai sepeda


motor, maka akan muncul pertanyaan apakah yang dia ketahui itu
merupakan sebuah ilmu? Tentu dia akan menjawab bahwa pengetahuan
mengendarai sepeda motor itu bukanlah ilmu, melainkan skill
(pengalaman). Demikian juga sekiranya seseorang mengemukakan bahwa
sesudah mati semua manusia akan dibangkitkan kembali, akan timbul
pertanyaan serupa apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat
transcendental yang menjorok ke luar batas pengalaman manusia dapat
disebut ilmu? Tentu saja jawabnya adalah Bukan, sebab pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah semacam itu adalah agama.1 Oleh
karena itu suatu pengetahuan dapat diperoleh dan dapat dikatakan sebagai
Ilmu berdasarkan proses Ilmu tersebut terbangun yang dihasilkan melalui
rumusan-rumusan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan secara
sistematik dapat diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tersebut..

|Dalam memperoleh suatu pengetahuan harus menggunakan tehnik


berfilsafat melalui metode-metode filsafat dengan mengetahui tema-tema

1
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta : PT. Penebar
Swadaya) 2009
dan instrument epistemology seperti skeptic, relative, common sense dll,
dan yang membentuk suatu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja Metode-metode dalam epistemology?

2. Metode apa yang Tepat dalam Manajemen Pendidikan

3. Apa saja Instrumen-instrumennya?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahuai macam-macam metode epistemology

2. Mengetahui metode yang tepat dalam manajemen pendidikan

3. Mengetahui instrument-instrumen pada metode epistemology

BAB II : PEMBAHASAN

A. METODOLOGI EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT

Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk


memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara
tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang
sedang dikaji. Metodologi tersusun dari cara-cara yang terstruktur untuk
memperoleh ilmu.
Metodologi berasal dari bahasa Yunani metodos dan "logos,"
kata metodos terdiri dari dua suku kata yaitu metha yang berarti melalui
atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Metode berarti
suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. logos artinya ilmu

Menurut Argumen Denzin & Lincoln menjelaskan epistemotologi


sebagai berikut: The epistemological Question: What is the nature of the
relationship between the knower or would be-knower and what can be
known? Pertanyaan Epistemologi: Apakah hakikat hubungan antara
peneliti atau yang akan menjadi peneliti dan apa yang dapat diketahui.2

Pengetahuuan yang diperoleh manusia melalui proses penelitian


menggunakan akal, indera dan lain-lain, pada dasarnya mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan untuk memahami filsafat.
Diantaranya :

1. Metode Induktif

Metode berpikir induktif adalah metode berpikir dengan bertolak


dari khusus ke umum danan sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan going from specific to the general.

Metode ini mengemukakan adanya keterbatasan indera dan akal


manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang
dihasilkan pun akan berbeda-beda. Oleh sebab itu harus dikembangkan
suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Metode induksi ini
merupakan metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil
observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.

2. Metode Deduktif

Adalah suatu metode uang menyimpullkan bahwa data-data


empiris diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang

2
Drs. Lies Sudibyo, M.H. , Drs. Bambang Triyanto, M.M. , Meidawati Suswandari,
S.Pd., M.Pd Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Deepublisher) 2014
diruntut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya
perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.

3. Metode Positivisme

Metode ini berawal dari apa yang telah diketahui, yang factual,
yang positif. Mengenyampingkan segala uraian diluar yang ada
sebagai fakta. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang
tampak dan segala gejala. Dengan demikian, metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-gejala saja.

4. Metode Kontemlatif

Metode ini mengatakan bahwa adanya keterbatasan indera dan akal


manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang
dihasilkan pun juga berbeda-beda, dan harusnya dikembangkan suatu
kemampuan akal yang disebut intuisi.

5. Metode Dialektis

Metode ini berasal dari bahasa yunani yaitu dialektike artinya cara
atau metode berdebat dan wawancara yang diangkat menjadi sarana
dalam memperoleh pengertian yang dilakukan secara bersama-sama
mencari kebenaran. Dialektika dalam hal ini berarti
mengkompromikan tesis, anti tesis dan sintesis.

Menurut kajian epistemology terdapat beberapa metode untuk


memperoleh pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebenaran secara
ilmiah dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya:

a. Metode Empirisme

Seorang penganut empirisme biasanya berpendirian bahwa kita


dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang didasarkan pada
pengalaman yang bersifat empiris. Adapun arti dari empiris yaitu
pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui
pengalaman indera manusia. Pernyataan empiris dapat berupa pertanyaan
tentang bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah
karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera). Maka pengetahuan
diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke sebagai tokoh
empirisme britania berkata: waktu manusia dilahirkan, akalnya
merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah
dicatat ppengalaman-pengalaman indera. Akal yang dimaksud adalah
sejenis tempat penampungan yang secara pasif dapat menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman
inderawi yang pertama-tama, yang diibaratkan sebagai atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Oleh sebab itu, metode untuk
memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan
pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca
indera manusia.

Ditinjau dari sudut epistemology khususnya dari pandagan


empiris pengalaman kadang-kadang menunjuk hanya pada hasil
penginderaan. Sebab itu, dinamakan datum indera. Kedudukan yang
bersifat ontologis dari data kita ini tidaklah dipersoalkan sekarang. Dan
hendaknya diketahui, dalam batas-batas tertentu, dapat disimpulkan bahwa
dunia tersusun dari data-data indera atau bahwa data indera pada
hakekatnya bersifat kerohanian (idealisme) tetapi menunjuk pada alam
semesta yang tidak bersifat kerohanian (realisme), atau suatu pendirian
yang lain.

b. Metode Rasionalisme

Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan utama


adalah akal dan memandang bahwa metode untuk memperoleh
pengetahuan adalah melalui akal pikiran. bukan karena rasionalisme
mengingkari nilai pengalaman, melainkan bagi kaum rasionalis
memandang keberadaan nilai pengalaman dari kaum empiris hanya
dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu
pengetahuan. Menurut Rene Descartes sebagai bapak Rasionalisme
member penjelasan bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode
deduktif melalui cahaya yang terang dari akal pikiran (budi).

Seorang penganut rasionalisme tidaklah memandang pengalaman


sebagai hal yang tidak mengandung nilai. Bahkan sebaliknya ia mungkin
mencari pengalaman-pengalaman selanjutnya sebagai bahan pertimbangan
dan pendorong dalam penyelidikannya untuk memperoleh kebenaran.
Oleh sebab itu, eksistensi pengalaman indrawi bagi penganut rasionalisme
dijadikan sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam
penyelidikannya untuk memperoleh kebenaran.

c. Metode Fenomenalisme

Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah


melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan pengalaman-
pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Ada empat
macam pengetahuan menurut kant:

1. Pengetahuan analisis apriori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh


analisa terhadap unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada
adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman.

2. Pengetahuan sintesis apriori yaitu pengetahuan sebagai hasil


penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang
mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya terpisah.

3. Pengetahuan analisis aposteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi


sebagai akibat pengalaman.

4. Pengetahuan sintesis aposteriori, yaitu pengetahuan sebagai hasil


keadaan yang mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang
berbeda.

Oleh sebab itu, Kant mengakui dan memakai empirisme dan


rasionalisme dalam metode fenemenologinya untuk memperoleh
pengetahuan. Karena pengetahuan tentang gejala (phenomenon)
merupakan pengetahuan yang paling sempurna yang berdasarkan pada
pengalaman inderawi dan pemikiran aakal.

d. Metode Intuisionisme

Menurut Henry Bergson seorang penganut intuisionisme


menyatakan bahwa metode intuisionisme adalah suatu metode untuk
memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara
nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Dalam hal ini intuisi
merupakan suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan secara
langsung, selanjutnya, proses penemuan dari pengetahuan dari metode
intuisionisme yaitu segala hal atau bentuk perbuatan atau tindakan yang
pernah dialami oleh manusia berdasarkan intuisi seseorang.

Intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang


biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya dan hanya mengatakan
bahwa pengetahuan yang lengkap diperoleh melalui intuisi. Jadi penganut
intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa
menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.

e. Metode Ilmiah

Proses penemuan pengetaahuan dalam pandangan metode ilmiah


dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran
sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Maka, kronologi
pemerolehan pengetahuan tersebut berawal dari pengalaman-pengalaman
dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis berdasarkan fakta-fakta
yang diamati secara inderawi. Selanjutnya, untuk memperoleh
pengetahuan dengan metode ilmiah dibuktikan hipotesa. Hipotesa yaitu
usulan penyelesaian berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus
dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi dalam proses
hipotesis tersebut. Kemudian dalam merumuskan hipotesa juga tidak lepas
dari bukti atau data kuat untuk mempertahankan hipotesa seperti:
1. Bahan-bahan atau data-data keterangan yang diketahui harus cocok
dengan hipotesa tersebut.

2. Hipotesa harus meramalkan data-data atau bahan-bahan yang dapat


diamati yang memang demikian keadaannya. Maka, pada metode
ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi
merupakan analisis yang berdasarkan paham rasionalisme.

B. METODE TEPAT DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN

pada makalah ini yang akan dibahas adalah tehnik berfilsafat


melalui metode-metode untuk mendapatkan suatu pengetahuan

Epistemologi merupakan salah satu cabang Filsafat yang yang


mmembahas pengetahuan

Epistemologi

Tema-tema Epistemologi

- Skeptis

- Relatif

- Common Sense

- Kebenaran

- Social epistemology

- Ahgama

C. INSTRUMEN PENGETAHUAN DALAM FILSAFAT

Instrumen adalah alat yang dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu


(seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik,
dan kimia); perkakas; sarana penelitian (berupa seperangkat tes dan
sebagainya) untuk mengumpul-kan data sebagai bahan pengolahan.3

3
https://kbbi.web.id/instrumen Selasa 24 Oktober 2017 13.00
Sedangkan instrument dalam filsafat adalah Instrumen pengetahuan yang
merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk meperoleh
pengetahun. Adapun intrumen-instrumen tersebut adalah:

1. Panca Indera
Indera manusia memiliki beragam indera seperti penglihatan,
pendengaran, dan perabaan. Untuk memperoleh pengetahuan yang
sempurna beragam indera tersebut harus ada pada manusia karena apabila
manusia kehilangan satu bentuk indera maka ia kehilangan satu ilmu.

Sebuah Ungkapan terkait hal tersebut yang dianggap berasal dari


Aristoteles yaitu Barang siapa yang kehilangan satu indera, maka ia
kehilangan satu ilmu,. Jika seseorang dilahirkan dalam keadaan buta,
maka ia tidak mungkin dapat mengetahui macam-macam warna, berbagai
bentuk dan jarak. Mustahil manusia dapat menjelaskan masalah itu kepada
orang-orang yang sejak lahir buta. Disinilah letak dimana Indera
merupakan suatu syarat untuk bisa mengetahui dan memahami, tatapi
belum memenuhi syarat.

Tahapan pertama sekaligus yang paling sederhana untuk


memperoleh pengetahuan adalah melalui panca indera. Kedudukan kelima
panca indera ini sangat penting dalam proses memperoleh pengetahuan
meskipun indera penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga) seringkali
disebut-sebut sebagai indera yang paling penting. Namun menurut
Aristoteles; Barang siapa yang kehilangan satu indera, maka ia
kehilangan satu ilmu,. orang yang buta tentu takkan dapat melihat warna.
Sebagaimana orang yang tuli tentu takkan dapat mendengar bunyi. Paham
yang menganggap bahwa indera adalah alat pengetahuan yang benar
disebut kaum empiris. Meskipun betapa pentingnya indera, namun
terkadang indera memberi pengetahuan yang salah. Seperti kayu yang
bengkok di dasar air ternyata lurus ketika diangkat ke permukaan. Itu
berarti dibutuhkan instrumen pengetahuan lain yang dapat menutupi
kelemahan dan kesalahan indera.

2. Akal
Selain indera yang juga termasuk instrumen dan merupakan syarat
unuk memperoleh pengetahuan adalah rasio. Untuk memperoleh
pengetahuan, manusia terkadang memerlukan pemilahan dan penguraian.
Aktivitas memilah dan menguraikan inilah yang merupakan tugas rasio,
sehingga terjadi pengklasifikasian objek-objek dalam kategorinya yang
berbeda-beda. Selain itu, rasio juga mampu menguraikan secara dari
objek-objek yang telah di klasifikasikan tersebut, misalnya dalam aktivitas
ilmiah kita mengenal kategori kuantiatas seperti ukutan jarak berdasarkan
meter, berat berdasarkan kilogram, dan lain-lain, dan juga kategori
kualitas. Manusia, sebelum bisa melakukan pengelompokan dan
penguraian terhadap terhadap suatu objek, belum dapat memahami dan
mengetahui. Hal itu merupakan tugas Rasio, bukan tugas indra.
Instrumen akal dibagi atas dua bagian; akal murni (rasio) dan
konsep akal jatuh (Hati Nurani). Ada tendensi kuat dalam filsafat untuk
mengakui bahwa hati nurani secara khusus harus dikaitkan dengan rasio.
Ketika melakukan penilaian, hati nurani bertolak dari suatu pertimbangan
(judgement) atas dasar rasio praktis.4 Perbedaan rasio dan hati nurani
terletak pada apa yang diperolehnya. Hati Nurani menangkap hal-hal yang
sifatnya partikulir, subyektif dan relatif seperti perasaan senang, sedih,
lapar, cinta, benci dan marah. Sementara akal murni menangkap hal-hal
yang sifatnya universal, obyektif dan mutlak. Persamaan keduanya terletak
pada kemampuannya menangkap hal-hal yang abstrak atau tidak dapat
diinderai. Keduanya juga mampu menangkap subtansi, intisari atau nama-
nama segala sesuatu. Tidak sedikit ilmuwan, agamawan dan filsuf yang
berpendapat adalah inti dari kemanusiaan adalah akal. Manusia yang tidak
berakal kurang lebih sama saja dengan binatang.

3. Logika
Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis, Valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berfikir sesuai
dengan aturan-aturan berfikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari
4
Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara)
2003
satu. Memang sesuai perlengkapan antologisme, pikiran kita dapat bekerja
secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan fungsinya dengan baik,
lebih-lebih dalam hal yang biasa, sederhana, dan jelas. Namun, tidak
demikianlah halnya apabila menghadapi bahan yang sulit, berliku-liku dan
apabila harus mengadakan pemikiran yang panjang dan sulit sebelum
mencapai kesimpulan. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat difahami
bahwa pengetahuan yang sistematis adalah berdasarkan Logika (yang
benar). Sedangkan pengetahuan yang biasa dan masalah yang biasa dapat
diselesaikan dengan pikiran yang spontan.
4. Naluri
Naluri atau insting adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap
suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak
kelahiran suatu makhluk hidup dan dipeoleh secara turun temurun
(filogenetik)
5. Intuisi (irfani)
Menurut sejarahnya, intuisi sudah digunakan sejak zaman Persia
maupun Yunani jauh sebelum datangnya teks-teks keagamaan, baik
Yahudi, Kristen maupun Islam. Sementara dalam tradisi (sufisme) islam
baru berkembang pada abad ke 3 H/9 M dan abad ke 4 H/10 M, seiring
dengan berkembangnya doktrin marifah (gnosis) yang diketahui sebagai
pengetahuan bathin, terutama tentang Tuhan.5
Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa
melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu
tiba-tiba saja datanynya dari dunia lain dan diluar kesadaran. Misalnya saja
seseorang tiba-tiba saja terdorong untuk membaca sebuah buku.
Dalam kehidupan sehari-hari, intuisi banyak membantu kita
membuat keputusan, intuisi mendorong seseorang untuk membuat suatu
catatan mengenai kejadian yang selanjutnya akan berbicara mengenai hal
lain. Sebagai akibatnya, ia mungkin mengatakan atau merasa, dia tidak
benar-benar mengetahui apa yang terjadi atau bagaimana perasaan saya.

5
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta : Belukar) 2004 Hal. 197
Perbedaaan pengetahuan yang diperoleh intuisi terletak pada dua
ungkapan, yaitu pengetahuan mengenai (knowledge about) dan
pengetahuan tentang (knowledge of). Pengetahuan mengenai dinamakan
pengetahuan diskursif atau pengetahuan simbolis, dan pengetahuan ini ada
diantaranya. Pengetahuan tentang disebut pengetahuan yang langsung atau
pengetahuan intuitif, dan pengetahuan tersebut diperoleh secara langsung.
Menurut Henry Burgon, intuisi ialah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan
jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara
langsung dari pengetahuan intuitif.6
6. Khayal atau Imajinasi
Alam khayal atau imajinasi mampu menangkap bentuk-bentuk
sesuatu dan warna yang diperoleh dari indera. Gunung emas yang tak ada
di dunia nyata, dapat tertampung di alam khayal. Bidadari bersayap yang
tak ada di dunia nyata, dapat terbayang di alam khayal. Kekasih Anda
yang jauh disana, dapat hadir di alam khayal. Bahkan bagi Anda yang
belum mempunyai kekasih di dunia nyata, dapat membayangkan bermanja
ria bersama kekasih di alam khayal. Itu semua dapat terjadi karena alam
khayal juga berfungsi menggabungkan bentuk-bentuk segala sesuatu.
Fungsi yang lain yaitu membandingkan. Kita dapat mengatakan
yang ini lebih tinggi dari yang itu ketika kita membandingkannya di alam
khayal. Seniman seperti Picasso dan Leonardo da Vinci sering
menggunakan imajinasinya. Bahkan Wright bersaudara mengawali
rancangan pesawatnya di alam khayal. Mereka menggabungkan bentuk
burung serta teknologi mesin dan besi.
7. Indera Ke 6

BAB III : PENUTUP


KESIMPULAN

6
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya) 2004 Hal. 141
DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : PT.
Penebar Swadaya, 2009

Kattsoff. Louis O., Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2004
Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, Yogyakarta : PT LKiS Pelangi
Aksara, 2003
Drs. Lies Sudibyo, M.H. , Drs. Bambang Triyanto, M.M. , Meidawati Suswandari,
S.Pd., M.Pd, Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Deepublisher, 2014

Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan
kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Belukar, 2004

https://kbbi.web.id/instrumen Selasa 24 Oktober 2017 13.00

Anda mungkin juga menyukai