Anda di halaman 1dari 17

EPISTIMOLOGI

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Filsafat Ilmu oleh :

Kelompok 5 :

Nabila Nurul Habibah (NIM 1181030120)

Nurdianing Tyan (NIM 1181030131)

Restu Aji Sukma (NIM 1181030140)

JURUSAN ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN

UINIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2019

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya. Selawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Berkat limpahan rahmat, inayah, taufik dan hidayah-Nya
penulis mampu menyusun dan menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Disusunnya makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas terstruktur, yang
penulis sajikan berdasarkan sumber dari beberapa referensi.
Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa tidak ada yang
sempurna di dunia ini. Untuk itu makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dengan segala kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan penulisan di masa mendatang sangat penulis harapkan. Akhir kata dari
penulis, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan yang
membutuhkan, kepada pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bandung, 12 oktober 2019
Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan


tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan
lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi,
manuisa seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang
bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah
pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia
karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.
Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari
Epistimologi.

Epistimologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan


mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan.
Persoalan epistimologi sangat dipandang serius sehingga filosof Yunani,
Aristoteles, berusaha menyusum kaidah-kaidah logika sebagai aturan
dalam berpikir dan beragumentasi secara benar yang hingga sampai
sekarang ini masih digunakan. Adanya kaidah itu menjadi penyebab
berkembangnya penangkapan akal yang dapat di pertanggung jawabkan.

Sebenarnya, epistimologi bukanlah permasalahan pertama yang


muncul dalam tradisi pemikiran manusia. Dahulu aktifitas berfikir
manusia, terutama filsafat, dimulai dari wilayah metafisika. Di antara
pertanyaan-pertanyaan metafisika yang muncul waktu itu adalah: Apa itu
Tuhan? Apa yang dimaksud dunia? Apa itu jiwa? Mereka mendapatkan
berbagai jawaban tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut, masing-masing
saling bertentangan. Berawal dari fakta ini, mereka tidak lagi mengarah
kepada aktifitas mengetahui itu sendiri. Di sinilah manusia mulai masuk
kedalam ranah epistimologi.1

1. 2. Batasan Masalah

Agar penulisan makalah ini tidak menyimpang dari tujuan yang


semula direncanakan, maka penulis menetapkan batasan-batasan sebagai
berikut:

1) Pengertian epistimologi,

2) Proses terjadinya ilmu pengetahuan,

3) Teori kebenaran menurut para ahli,

4) Metode dalam epistimologi

1. 3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah-masalah


dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1) Apa yang dimaksud dengan epistimologi?

2) Bagaimana proses terjadinya ilmu pengetahuan?

3) Bagaimana teori kebenaran menurut para ahli?

4) Bagaimana metode yang digunakan dalam epistimologi?

1. 4. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1) Menjelaskan pengertian epistimologi,

2) Memaparkan proses terjadinya ilmu pengetahuan,

3) Memaparkan teori kebenaran menurut para ahli,


1
Askin Wijaya, Nalar Kritis Epistimologi Islam, (Ponorogo: Komunitas Kajian proliman,
2012) hal. 22
4) Memaparkan metode yang digunakan dalam epistimologi

1. 5. Manfaat

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka


penulisan makalah ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pembaca yaitu
agar bisa menjadi referensi yang berguna bagi kita semua.

1. 6. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini adalah studi


pustaka. Data dan informasi yang mendukung penulisan makalah ini
diperoleh melalui studi pustaka dengan mengutip dari buku, artikel, dan
lain-lain.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epistemologi

Epistemology berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang artinya


“pengetahuan” dan logos yang artinya “ilmu” atau “teori”. Epistimolgi
merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan, termasuk diantaranya proses terjadinya pengetahuan,
teori-teori kebenaran, dan metode ilmiah.
Menurut salah satu ahli dari sekian banyak para ahli yang mendefinisikan
epistemologi, Dagobert D. Runes mendefinidikan epistemologi sebagai cabang
dari filsafat yang membahas mengenai sumber pengetahuan, struktur
pengetahuan, metode-metodenya serta validitas pengetahuan.
2.2 Terjadinya pengetahuan

Menurut John Hospers, ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan,


yaitu :

1. Pengalaman indera (sense experience) / empiris.

Pengetahuan bisa didapatkan melalui penginderaan karena alat


indera dianggap sebagai satu-satunya alat vital yang digunakan untuk
menangkap seluruh aspek yang berada di luar manusia. Penginderaan ini
menitikberatkan pada kenyataan atau pengalaman, sehingga orang-orang
yang menyetujui hal ini disebut dengan aliran realisme atau empirisme.

2. Nalar (reason)

Nalar atau penalaran adalah proses berpikir yang didasarkan pada


penginderaan dan kemudian membuahkan suatu konsep yang akan
membentuk sebuah proposisi baru yang belum diketahui sebelumnya. Hal
yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah tentang asas pemikiran yaitu:
a. Asas persamaan, asas ini merupakan dasar dari semua pemikiran.
Asas ini mengatakan bahwa sesuatu adalah dirinya sendiri, bukan
sesuatu yang lain.
b. Asas pertentangan, asas ini mengatakan bahwa suatu proposisi
tidak akan benar atau salah dalam waktu yang bersamaan”.
c. Asas tidak ada kemungkinan ke tiga, asas ini mengatakan bahwa
kebenaran terletak diantara pengakuan dan pengingkaran, jadi,
suatu proposisi berada dalam dua kemungkinan, yaitu benar atau
salah.

3. Otoritas (Authority)

Otoritas bisa diartikan juga dengan kekuasaan. Otoritas ini bisa


menjadi sumber pengetahuan bagi sebuah anggota kelompok atau
komunitas dimana pengetahuan tersebut mereka dapatkan melalui
pemimpin, penguasa, ataupun orang yang mereka anggap mempunyai
wibawa sehingga mereka tidak meragukan kebenaran yang
disampaikannya.

4. Intuisi (Intuition)
intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui
penalaran yang rasional yang berasal dari diri manusia kemudian
memunculkan pernyataan-peenyataan berupa pengetahuan.
5. Wahyu (Revelation)

Wahyu adalah berita yang berasal dari tuhan kemudian


disampaikan kepada orang yang dikehendaki untuk disampaikan kembali
pada umat. Pengetahuan yang berasal dari wahyu disebabkan karena
adanya kepercayaan mengenai sesuatu yang disampaikan tersebut.

6. Keyakinan (Faith)

Keyakinan adalah sumber pengetahuan yang berasal dari diri


manusia dimana pengetahuan tersebut didapatkan melalui kepercayaan.
Kepercayaan ini bersifat dinamik yang berarti mampu menyesuiakan
dengan keadaan. Sedangkan keyakinan itu bersifat statik, kecuali ada
kesesuaian dan bukti yang akurat.

Berikut beberapa aliran dalam epistemologi, antara lain:


A. Empirisme
Empiris memiliki asal kata empieriskos yang merupakan bahasa Yunani
yang artinya pengalaman. Aliran ini berasumsi bahwasannya seluruh
pengetahuan didapatkan dengan indera. Pengetahuan di sini lebih
cenderung kepada pengalaman. Maka dari itu, metode pene;itian yang
digunakan adalah eksperimen. Beberapa tokoh empirisme diantaranya
adalah Thomas Hobbes, David Huston, John Locke, dll.
Filsafat empirisme ini berawal dari Aristoteles, yang berasumsi
bahwasannya kenyataan yang sebenarnya terletak pada hal-hal yang
bersifat nyata atau konkret baik berupa benda ataupun yang lainnya yang
dapat diindera.

B. Rasionalisme
Sebagaimana kita ketahui, makna dari rasional sendiri adalah
masuk akal atau dapat diterima dengan akal. Maka aliran ini berasumsi
bahwasannya akal merupakan sumber pengetahuan yang benar. Bapak
aliran ini adalah Descartes (1596-1650).

C. Positivisme

Menurut aliran ini, kebenaran bukan hanya bisa didapatkan melalui


akal, tetapi juga harus didukung oleh bukti empirisnya. Jadi, aliran ini
bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini
menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Salah satu tokoh dari
aliran ini adalah Auguste Comte.

D. Intuisionisme
Aliran ini berasumsi bahwa intuisi adalah sumber dari pengetahuan
dan kebenaran. Intuisi adalah kegiatan berpikir yang tidak berdasarkan
pada penalaran dan sering bercampur dengan perasaan.
Tokoh aliran ini antara lain: Plotinos dan Henri Bergon. Bergon
menyatakan bahwa intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan
jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara
langsung dari pengetahuan intuitif. 2

E. Fenomenologi
Istilah fenomenologi pertama kali digunakan oleh J.H. Lambert
(1764). Edmund Husserl (1859-1938) pernah menyatakan bahwasannya
pengetahuan tidak memilili objek yang terbatas pada sesuatu yang
bersifat empirik saja, melainkan juga meliputi fenomena atau gejala-
gejala.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa fenomenalisme mereupakan


aliran atau paham yang meyakini bahwasannya fenomena
(gejala)merupakan sumber dari pengetahuan.

2.3 Teori kebenaran

Teori kebenaran adalah teori yang dituturkan oleh plato dan aristotiles
untuk menentukan apakah pengatahuan kita mempunyai kebanaran atau tidak. Hal
ini berhubungan dengan sikap bagaimana memperoleh pengatahuan, apakah
melalui kegiatan dan kemampuan akal pikir atau kegiatan indera. Yang jelas bagi
seorang skeptis pengathaun tidaklah mempunyai nilai kebenaran, karena semua
diragukan atau keraguan itulah yang merupakan kebenaran.

Teori-teori kebenaran adalah sebagai berikut:

A. Teori kebenaran saling berhubungan.

2
Kattsoff, L. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 141
“suatu proposisi benar jika proposisi tersebut dalam
keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar.
Atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling
berhubungan dengan pengalaman kita” Katttsoff(1986)

Intinya, sesuatu itu dianggap benar jika berkaitan dengan


ide-ide yang ada atau ide-ide terdahulu yang benar. Pembuktian
kebenaran teori koherensi ini dapat dilakukan dengan melihat fakta
sejarah jika membahas sejarah atau memakai logika yang bersifat
logis.

Contoh, kita tahu bahwa kerajaan majapahit runtuh pada


tahun 1487, kita tidak bisa membuktikan secara langsung karena
kita tidak tinggal dimasa itu. Maka untuk membuktikan ini benar
atau tidak adalah dengan menghubungkan proposisi terdahulu.
Baik dalam buku atau peninggala sejarah.

B. Teori kebenaran saling bekesesuaian.


Teori yang menyatakan segala sesuatu yang diketahui
adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan atau yang
dikenal oleh subjek. Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi
bernilai benar apabila sesuai dengan kenyataan. Atau kebenarannya
dapat dibuktikan dalam dunia nyata.
Contoh, kita tahu, air akan menguap jika dipanaskan
sampai suhu 100 derajat celcius. Pengetahuan ini belum dikatakan
benar sebelum terbukti didunia nyata. Untuk membuktikan teori ini
benar atau salah adalah dengan mengujinya. Jika air menguap saat
suhu 100 derajat, maka teori ini benar. Tapi jika dipanaskan sampai
100 derajat dan tidak menguap, maka teori ini salah.
Jika teori kebenaran koheren banyak didukung oleh kaum
ideealis, teori kebenaran koresponden ini kebalikannya, teori ini
banyak didukung oleh kaum realis.

C. Teori kebenaran inherensi.


Teori ini juga sering disebut teori pragmatis. Pandangannya
adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai
konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
Contohnya, pengetahuan tentang naik angkot. Tentang
bagaimana cara naik dan turun dari angkot. Misalnya saat hendak
turun, penumpang akan berkata “kiri” kemudian angkot berhenti
diposisi kiri, lalu penumpang bisa turun dengan selamat. Maka
menurut teori kebenaran pragmatis, pengetahuan tentang naik
angkot ini benar karena sangat bermanfaat dan terbukti
kebenarannya.

D. Teori kebenaran berdasarkan arti(semantik)


Dalam teori ini suatu preposisi ditinjau dari segi arti atau
maknanya. Setiap proposisi yang merupakan pangkal tumpuan itu
mempunyai referen yang jelas. Karena itu, teori ini mempunyai
tugas untuk menguak kebenaran dari proposisi dalam referensi nya.
Teori ini dianut oleh paham analitik bahasa.
Contohnya, kata filsafat secara bahasa berasal dari kata
philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan. Pengetahuan ini
dinyatakn benar apabila ada referensi yang jelas. Namun jika tidak
ada referensi yang jelas, maka pengetahuan ini dinilai salah.

E. Teori kebenaran sintaksis.


Teori ini bertolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika
atau tata bahasa yang digunakannya. Dengan demikian suatu
pernyataan dikatakan benar apabila pernyataan itu mengikuti
aturan sintaksis yang baku. Intinya jika suatu proposisi itu tidak
mengikuti syarat atau keluar dari gramatika maka proposisi itu
tidak memiliki arti.
Contohnya, “manusia tidak abadi hidupnya” bukan “tidak
abadi hidup manusia” kenapa pernyataan kedua salah? Karena jika
suatu kalimat tidak mengandung subjek, maka ia tidak bisa
dikategorikan kedalam kalimat standar. Yang artinya kalimat
tersebut tidak sesuai dengan gramatika. Maka pernyataan tersebut
salah.

F. Teori kebenaran nondeskripsi.


Teori ini dikembangkan oleh para penganut paham
fungsionalisme. Karena pada dasarnya proposisi akan mempunyai
nilai tergantung pada peran dan fungsinya atau dapat digunakan
sehari-hari.
Contohnya didalam budaya sunda dan budaya jawa,
terdapat istilah yang maknanya diketahui secara umum sehingga
kadang tak perlu dideskripsikan lagi arti yang dikandungnya.
Contoh, istilah “kiri” memiliki arti umum yang tak perlu
ditunjukan lagi maknanya.

G. Teori kebenaran logis yang berlebihan.


Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Pada
dasarnya teori kebenaran ini problema kebenaran hanya merupakan
kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan, karena
pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki
derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya
(Abbas Hamami.1996, hlm.115-121)
Contohnya, suatu lingkaran adalah bulat, ini telah memberi
kejelasan dalam pernyataan itu sendiri, tidak perlu diterangkan
lagi. Sebab pada dasarnya lingkaran adalah suatu yang terdiri dari
rangkaian, himpunan dari titik yang jaraknya sama kemudian
membentuk lintasan melingkar, sehingga titik awal bertemu dengan
titik akhir kemudian terbentuklah lingkaran.

2.4 METODE ILMIAH

2.4 METODE ILMIAH


Landasan dari epistemoogi ilmu adalah metode ilmiah. Bagai mana cara
membedakan ilmu dan pengetahuan ?. jika timbul suatu pertanyaan demikian
maka cara pembedaanya melalui dua kriteria. Secara ontologis dan secara
epistemologi. Pertema, secara ontologis maksudnya adalah suatu ilmu dibatasi
pada daerah pengalaman manusia (empiris). Kedua, secara epistemologi
pengetahuan dari suatu ilmu didapatkan melaui metode ilmiah.3
Suatu pengetahuan dikatakan bersifat ilmiah, ketika pengetahuan yang
didaptkan itu berasal dari metode ilmiah : disebut sebagai pengetahuan ilmiah,
atau disebut juga sebagai ilmu. Metode ilmiah memiliki proses yang saling
berkaitan antara satu langkah dengan langkah lainya atau langkah satu menjadi
penjelas langkah yang lain tapi, pada prosesnya metode ilmiah punya proses yang
dinamis. Langkah – langkah tersebut lah yang nantinya akan menghasilkan suatu
kesimpulan yang kemungkinan benar.
Pengembilan suatu pengetahuan dengan proses yang rasional dan dengan
mengacu pada data empirik yang ada itulah yang disebut, Metode Ilmiah. Dari
suatu masalah yang nantinya akan muncul sebuah pertanyaan-pertanyaan yang
akan menjadi dasar Dari suatu permasalahan.
Langkah dalam Metode ilmiah :4
A. penemuan atau penentuan masalah.
Masalah yang akan dibahas, ditelaah secara sadar dan jelas untuk
membahas dan memperoleh ruang lingkup dan batasnya. Pada langkah
ini harus benar – benar memperoleh kejelasna untuk memeprmuda ke
langkah berikutnya.

B. Perumusan kerangka masalah.


Pendeskripsian suatu masalah lebih jelas. Pada langkah ini
pembahaasan mengarah pada pengidentifikasian fatkor yang terkait
dalam masalah tersebut. Faktor itu yang nantinya akan menajdi suatu
kerangka dalam bentuk suatu gejala permasalahan yang sendang kita
teliti.
C. Pengajuan hipotesis.
Suatu bentuk usaha untuk menjelaskan sebab akibat yang
mengikuti faktor masalah yang bersifat sementara. Dugaan teori.
Hipotesis umumnya merupakan hasil dari penalaran deduktif dan
induktif dari pengetahuan yang kita sudah ketahi kebenarannya.
D. Deduksi dan hipotesis.
Langkah ini adalah langkah perantara sebelum pengujian
hipotesis. Langkah ini akan menjabarkan secara empiris konsekuensi
yang ada dalm hipotesis yang diajukan. Singkatnya langkah ini adalah

3
Drs. H. Burhanuddin Salam, LogikaMateril Fisafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT RINEKA
CIPTA, h.106.
4
Drs. H. Burhanuddin Salam, LogikaMateril Fisafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT RINEKA
CIPTA, h.108.
apa saja hubungan/kebenaran antara hipotesis yang di ajukan dengan
fakta yang ada dalam dunia nyata.
E. Pembuktian hipotesis.
Usaha pengumpulan fakta-fakta yang ada, yang telah di bahas
pada deduksi dan hipotesis. Jika fakta itu benar ada dalam dunia
empiris kita maka, hipotesisi itu terbukti.
F. Penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah.
Hipotesisi yang telah sesuai dengan bukti empiris maka itu
akan dianggap suatu kebenaran dan akan menjadi bagian dari ilmu atau
teori ilmiah. Teori ilmiah adalah teori dari suatu gejala tertentu atau
penjelasan teoritis suatu gejala. Pengetahuan itu yang akan menjadi
premis untuk menjelaskan gejala yang lain. Maka dari itu proses ilmiah
akan terus berlanjut untuk mendapatkan teori ilmiah lainya.

Langkah – langkah diatas harus ditempu untuk memperoleh suatu


penelahaan yang ilmiah. Walau dalam penjelasan di atas langkah – langkah
tersusun secar teratur dan langkah satu seperti menjadi persiapan untuk
melangkah ke langkah selanjutnya. Tapi, dalam perakteknya sering tidak demikian
itu karena sekali lagi disebutkan bahwa langkah metode ilmiah adalah dinamis.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara bahasa epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti


“pengetahuan”, dan logos yang berarti “teori”. Epistemologi adalah
cabang filsafat yang membahas terjadinya pengetahuan, teori kebenaran
dan metode ilmiah. Menurut Langeveled, teori pengetahuan membicarakan
hakikat pengetahuan, unsur-nsur pengetahuan, dan susunan berbagai jenis
pengetahuan; pangkal tumpunya yang fundamental, metode – metode dan
batasan-batasan.

Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to


Philosopical Analysis mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu :

5) Pengalaman indera (sense experience) / empiris.


6) Nalar (reason)
7) Otoritas (Authority)
8) Intuisi (Intuition)
9) Wahyu (Revelation)
10) Keyakinan (Faith)

Teori kebenaran adalah teori yang dituturkan oleh plato dan


aristotiles untuk menentukan apakah pengatahuan kita mempunyai
kebanaran atau tidak. Hal ini berhubungan dengan sikap bagaimana
memperoleh pengatahuan, apakah melalui kegiatan dan kemampuan akal
pikir atau kegiatan indera.
Teori-teori kebenaran adalah sebagai berikut:

A. Teori kebenaran saling berhubungan.


B. Teori kebenaran saling bekesesuaian.
C. Teori kebenaran inherensi.
D. Teori kebenaran berdasarkan arti(semantik)
E. Teori kebenaran sintaksis.
F. Teori kebenaran non-deskripsi.
G. Teori kebenaran logis yang berlebihan.

3.2 Saranan

Dari penyusunan Makalah ini, diharapakan bermanfaat bagi semua


pihak. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan, agar
lebih sempurnanya Makalah ini.

Daftar Pustaka

Salam,H. Burhanuddin. LogikaMateril Fisafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:


PT RINEKA CIPTA. 1997.

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2014

Wijaya, Askin. Nalar Kritis Epistimologi Islam. Ponorogo: Komunitas


Kajian proliman. 2012

Anda mungkin juga menyukai