Anda di halaman 1dari 38

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

DISUSUN OLEH :
ANJARI WAHYU WARDHANI
NIM : 25000117410004

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I

A. PENDAHULUAN
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung turut memperkaya kehidupan kita.Pengetahuan juga dapat
dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam
kehidupan dari sebuah pertanyaan di harapkan mendapatkan jawaban yang
benar.Maka dari itu muncul lah masalah bagaimana cara kita menyusun
pengetahuan yang benar ? masalah inilah yang pada ilmu filsafat disebut
dengan istilah epistimologi.Setiap pengetahuan memiliki ciri-ciri spesifik atau
metode ilmiah mengenai apa ( ontology),bagaimana (epistimologi) dan untuk
apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.Ketiga landasan saling memiliki
keterkaitan ,ontology ilmu terkait dengan epistemology ilmu dan epistemology
ilmu terkait dengan aksiologi dan seterusnya ( Suriasumantri,2007:105)
Pengertian Pengetahuan menurut Dr. M.J. Langeveld mengatakan bahwa
pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang
diketahui.Lalu menurut James K. Feibleman merumuskan sbb.: Knowledge:
relation between object and subject (pengetahuan: hubungan antara objek
dan subjek.Dan menurut Ensiklopedia Indonesia memuat antara lain:
epistemologi menyebutkan bahwa setiap pengetahuan manusia adalah hasil
dari berkontaknya dua hal, yaitu:
1) Benda (yang diperiksa), diselidiki dan akhirnya diketahui (objek).
2) Manusia yang melakukan berbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan
akhirnya mengetahui benda hal itu.
3) Pengetahuan dibedakan sebagai Pengetahuan biasa sehari hari,
Pengetahuah ilmiah, Pengetahuan filosofis, Pengetahuan wahyu /
theologis, Pengetahuan intuisi.
Ralph Ross mengatakan bahwa: Science is empirical, rational, general,
and cumulative; and it is all four at one (ilmu ialah yang empiris, yang rasional,
yang umum dan bertimbun bersusun; dan keempat-empatnya serentak).
Karl Pearson pengarang karya: Grammar of Science, merumuskan
sbb: Science is the complete and consistent description of the facts of
experience in the simplest possible terms (Ilmu pemgetahuan ialah lukisan
atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman
dengan istilah yang sesederhana/ sesedikit mungkin). Ada berbagai definisi
filsafat ilmu yang dihimpun oleh The Liang Gie, disini hanya akan dikemukan
empat pendapat yang dianggap paling refresentatif.

a. Robert Ackermann: Filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang


pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dibandingkan dengan pendapat-
pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
b. Lewi White Beck: Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-
metode pemikiran ilmiah, serta mencoba meletakkan nilai dan pentingnya
usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
c. Cornelis Benjamin: Filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati
yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya,
konsep-konsepnya, dan praanggapan-pranggapannya, serta letaknya
dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
d. My Brodbeck: Filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Keempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup atau cakupan
yang dibahas di dalam filsafat ilmu, meliputi antara lain:

a. Komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu.


b. Sifat dasar ilmu pengetahuan
c. Metode ilmiah
d. Peranggapan-peranggapan ilmiah
e. Sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Selain keempat definisi di atas, filsafat ilmu merupakan kata lain dari
epistemologi, berasal dari bahasa Latin, episteme yang berarti Knowledge,
yaitu pengetahuan; logos berarti theory. Jadi epistemology berarti teori
pengetahuan atau teori tentang metode, cara, dan dasar dari ilmu
pengetahuan, atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran, dan batasan
ilmu manusia. Dalam filsafat epistemologi adalah cabang filsafat yang meneliti
asal, struktur, metode-metode, dan kesahahihan pengetahuan.
Filsafat ilmu atau epistimologi adalah analisis filosofis terhadap sumber-
sumber pengetahuan. Dari mana dan bagaimana pengetahuan diperoleh,
menjadi kajian epistemologis, sebagai contoh bahwa semua pengetahuan
bersumber dari Tuhan, artinya Tuhan sebagai sumber pengetahuan. Adapun
landasan ontologis suatu ilmu menjelaskan objek yang ditelaah ilmu tersebut,
wujud hakikinya serta bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya
tangkap manusia, seperti berfikir, merasa, dan mengindra yang membuahkan
pengetahuan.
Dalam wikipedia bahasa Indonesia disebutkan bahwa filsafat ilmu adalah
bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi
dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di
sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti:
apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai
ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat
menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi;
cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan
penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan
untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah
terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Filsafat?
2. Ada berapa dimensi dari filsafat?
3. Apa saja teori-teori Ilmu Pengetahuan menurut para filosof?
4. Apa saja jenis-jenis Pengetahuan?
5. Apa saja langkah-langkah dalam ilmu pengetahuan?
6. Bagaimana tentang objek yang di telaah dan bagaimana wujud yang
hakiki dari objek tersebut?
7. Bagaimana korelasi antara objek dengan daya tangkap manusia?
8. Bagaimana Proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak
teratur itu menjadi ilmu?
9. Hal apa yang harus di perhatikan agar dapat memperoleh pengetahuan
yang benar?
10. Cara atau sarana apa yang membantu manusia dalam mendapatkan
pengetahuan?
11. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Filsafat.
2. Mengetahui Ada berapa dimensi dari filsafat.
3. Mengetahui teori-teori Ilmu Pengetahuan menurut para filosof.
4. Mengetahui jenis-jenis Pengetahuan.
5. Mengetahui langkah-langkah dalam ilmu pengetahuan.
6. Mengetahui tentang objek yang di telaah dan bagaimana wujud yang
hakiki dari objek tersebut
7. Mengetahui korelasi antara objek dengan daya tangkap manusia
8. Mengetahui Proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak
teratur itu menjadi ilmu
9. Mengetahui apa yang harus di perhatikan agar dapat memperoleh
pengetahuan yang benar
10. Mengetahui Cara atau sarana apa yang membantu manusia dalam
mendapatkan pengetahuan
11. Mengetahui kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN


Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai Ketuhanan, alam manusia, dan manusia, sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat di capai akal manusia setelah mencapai pengetahuan, Pengetahuan
berkaitan erat dengan kebenaran, apakah pengetahuan itu benar-benar atau
tidak, untuk itu perlu di mengerti apa itu yang benar dan bagaimana manusia
mengetahui kebenaran.
Pengetahuan memiliki 3 fungsi yaitu menjelaskan, meramalkan, dan
mengontrol. Aristoteles membagi kerja dasar intelektual ke dalam
1. Memahami Objek
2. Membentuk dan memilah
3. Menalar dari sesuatu yang di ketahui kepada sesuatu yang tidak diketahui
Ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu yang bahasa Inggrisnya: Science,
(Jerman: Wissenschaft) dan (Belnada: Wetenschap).
Secara etimologis, kata science berasal dari kata Latin: scio, scire berarti
tahu. Begitu juga kata ilmu berasal dari kata Arab: alima yang juga berarti
tahu. Jadi secara etimologis bahwa ilmu dan science adalah pengetahuan
yang mempunyai ciri-ciri dan syarat syarat khusus.
Menurut Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai
kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi
Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atauhasil pekerjaan
mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan
pandai. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan
pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil
suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup
seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah
kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan
intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta
mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan manusia
mempunyai pengetahuan adalah :

a. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup


b. Mengembangkan arti kehidupan
c. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
d. Mencapai tujuan hidup.

Ada beberapa jenis Pengetahuan yaitu:

a. Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk


kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-
dalamnya dan seluas-luasnya.
b. Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan
cara khusus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui
lebih dalam dan luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih
berkisar pada pengalaman.
c. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas,
sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki
sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
d. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan
lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama.

Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan


yang memuaskan manusia adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan
yang tidak benar adalah kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek dari pada tidak
tahu. Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan
menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka.
Ada beberapa langkah dalam Ilmu pengetahuan, seperti:

a. Perumusan Masalah
Yaitu, setiap penyeldikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan
secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan mempunyai
jalan untuk mengetahui fakta yang harus dikumpulkan.
b. Observasi
Yaitu, Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris &
induktif dan seluruh kegiatannya diarahkan pada pengumpulan data
dengan melalui pengamatan yang cermat.Hasil observasi ini kemudian
dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
c. Pengamatan dan Klasifikasi Data
Yaitu, Penyusunan fakta dalam kelompok, jenis, & kelas tertentu
berdasarkan sifat yang sama.Jadi dengan klasifikasi ini maksudnya adalah
menganalisis, membandingkan & membeda-bedakan data yang relevan.
d. Perumusan Pengetahuan (Definisi)
Yaitu ilmuwan mengadakan analisis & sintesis secara induktif, kemudian
diadakan generalisasi dan dituangkan dalam pertanyaan universal,
sehingga dari sinilah teori terbentuk.
e. Prediksi
Yaitu deduksi mulai memainkan peranan, sehingga dari teori yang sudah
terbentuk tadi, kemudian diturunkan hipotesis baru, dan melalui deduksi
pula mulai disusun implikasi logis agar dapat diadakan ramalan-ramalan
tentang gejala yang perlu diketahui. Deduksi ini selalu dirumuskan dalam
bentuk silogisme.
f. Verifikasi
Yaitu dilakukan pengujian kebenaran hipotesis. Artinya, bahwa menguji
kebenaran prediksi-prediksi tadi melalui observasi terhadap fakta yang
sebenarnya, sehingga keputusan terakhir terletak pada fakta.

B. PENGERTIAN FILSAFAT
Terkait dengan pengertian filsafat, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam
garis besarnya filsafat minimal mempunyai tiga dimensi besar, yakni:
a. Dimensi epistemologis
Dimensi epistemologis, yakni dimensi yang membicarakan bagaimana
cara memperoleh pengetahuan. Runes (1971: 94) dalam kamusnya
menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which
investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge.
Itulah sebabnya sehingga sering disebut dengan istilah filsafat
pengetahuan, karena ia membicarakan hal pengetahuan. Untuk hal ini
ada beberapa aliran yang membicarakan, seperti: Aliran empirisme, yakni
kata yang berasal dari kata Yunani empeirikos yang asal katanya adalah
empeiria, artinya pengalaman. Oleh sebab itu, menurut aliran ini bahwa
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. John Locke
(1632-1704), bapak aliran ini pada zaman Modern mengemukakan
teori tabula rasa yang dalam bahasa Indonesia adalah meja lilin.
Maksudnya adalah bahwa manusia pada mulanya kosong dari
pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
sehingga manusia memiliki pengetahuan. Aliran Rasionalisme, yakni
aliran yang menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal. Menurut aliran ini, bahwa manusia memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini di zaman
Modern adalah Rene Descartes (1596-1650), ini benar. Akan tetapi
sesungguhnya paham semacam ini sudah ada jauh sebelum itu, yakni
orang orang Yunani Kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat
dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles
yang teleh disebutkan di depan. Di samping kedua aliran ini masih banyak
aliran filsafat yang belum disebutkan di sini.
b. Dimensi ontologis
Dimensi ontologis, hal ini setelah membenahi cara memperoleh
pengetahuan, filsuf mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh
pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada
hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat, yang
biasa disebut dengan istilah ontologi (Ahmad Tafsir, 2009: 28). Bidang
bahasan dalam dimensi ontologis ini sangat luas, yakni segala yang ada,
dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai
(yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan kakikat nilai).
c. dimensi aksiologis
Dimensi aksiologis, bahwa dalam dimensi ini seandainya ditanyakan
kepada Socrates atau Nietzsche tentang apa guna filsafat, agaknya
mereka akan menjawab bahwa filsafat dapat menjadikan manusia
menjadi manusia. Artinya, dengan filsafat orang akan bisa menjadi orang
bijaksana. Namun bila melihat rumusan ini nampaknya terlalu umum,
sehingga sulit dipahami. Untuk memahami kegunaan filsafat di tingkat
teknis operasionalnya, dapat dimulai dengan melihat filsafat sebagai tiga
hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori, kedua filsafat sebagai
pandangan hidup (philosophy of life), dan ketiga filsafat sebagai metode
pemecahan masalah (Ahmad Tafsir, 2009: 42).
Filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, digunakan untuk memahami
dan mereaksi dunia pemikiran. Sedangkan filsafat sebagai philosophy of
life (pandangan hidup) ini sangat penting untuk dipelajari, sebab dalam hal ini
fungsinya mirip dengan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 42). Dalam posisi ini
filsafat dapat menjadi jalan kehidupan.Ia menjadi pedoman. Isinya berupa
ajaran dan ajaran itu dilaksanakan dalam kehidupan. Intinya bahwa filsafat
sebagai philosophy of life gunanya untuk petunjuk dalam menjalani
kehidupan, lebih singkat lagi: untuk dijadikan agama (Ahmad Tafsir, 2009:
43). Dan selanjutnya, bahwa filsafat sebagai methodology dalam
memecahkan masalah, ada berbagai cara yang ditempuh orang bila hendak
menyelesaikan sesuatu masalah.
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapatlah dikatakan bahwa dimensi
aksiologis dari filsafat adalah berupa kegunaan filsafat dan itu luas sekali. Di
mana pun dan pada apa pun filsafat diterapkan di situ filsafat memiliki
kegunaan. Bila digunakan dalam pedidikan, maka akan dapat dilihat bahwa
filsafat berguna bagi pendidikan, bila digunakan dalam bahasa, ia berguna
bagi bahasa, dan bila digunakan dalam agama, maka filsafat juga dapat dilihat
bahwa filsafat berguna bagi agama, dan seterusnya. Inilah pemehaman
filsafat dalam dimensi aksiologis.
Ciri ciri utama ilmu pengetahuan sesuai dengan terminologinya antara
lain:
1) Ilmu pengetahuan adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, epiris,
sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Hal ini beda dengan iman, yaitu
pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan
pengahayatan serta pengalaman pribadi.
2) Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, sebab
ilmu pengetahuan tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu
putusan tersendiri, melainkan ilmu pengetahuanmenandakan seluruh
kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam objek) yang sama dan saling
berkaitan secara logis. Oleh sebab itu, koherensi sistematik adalah hakikat
ilmupengetahuan.
3) Ilmu pengetahuan tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan
dengan masing masing penalaran perorangan, sebab
ilmu pengetahuan dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-
hipotesis dan teori teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4) Berkaitan dengan konsep ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) adalah
ide bahwa metode metode yang berhasil dan hasil hasil yang terbukti pada
dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5) Ciri hakiki dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu
tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari
banyak pengamatan dan ide yang terpisah.
Setelah dipahami pengertian Filsafat, pengertian Ilmu pengetahuan,
dan pengertian Pengetahuan, maka dapat disimpulkan bahwa Filsafat
Ilmu pengetahuan adalah kajian secara mendalam tentang dasar-dasar
ilmu pengetahuan, Pengertian filsafat ilmu pengetahuan menurut Hartono
Kasmadi (1990) dapat dirangkum dalam tiga (3) medan telaah, yaitu:
a. Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang
digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang yang digunakan, dan
terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan.
Misal: untuk mengkaji ilmu empiris, ilmu rasional, bidang etika, estetika, dll.
b. Filsafat ilmu pengetahuan adalah upaya untuk mencari kejelasan
mengenai dasar-dasar konsep, praduga, dan postulat mengenai ilmu ,
serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar empiris, rasional, dan
pragmatis. Misal: analisis terhadap anggapan dasar tentang kuantitas,
kualitas, waktu, ruang, dan hukum, serta dapat pula sebagai studi
keyakinan tertentu, maupun keyakinan dunia sana.
c. Filsafat ilmu pengetahuan adalah studi gabungan yang terdiri atas
beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan
batas yang tegas mengenai ilmu tertentu
1. Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
a. Adapun Persamaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1) Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2) Kedua-duanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau
koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang dialami, serta
menunjukkan sebab-sebabnya.
3) Keduanya hendak memberikan sintesis, yakni suatu pandangan yang
begandengan.
4) Keduanya mempunyai metode dan system.
5) Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan
seluruhnya yang timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan
pengetahuan yang lebih mendasar.
b. Sedangkan Perbedaannya antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1) Objek material (lapangan) penyelidikan filsafat bersifat umum
(universal), yakni segala sesuatu yang ada, sedangkan objek material
ilmu pengetahuan adalah bersifat khusus dan empiris.
2) Objek formal filsafat bersifat non fragmentaris, sebab mencari
pengertian dari segala sesuatu yang ada secara luar, mendalam, dan
mendasar (sampai pada hakekat). Sedang ilmu pengetahuan objek
formalnya bersifat pragmentaris, spesifik, dan intensif, juga bersifat
teknis, artinya bahwa idea idea manusia itu mengadakan penyatuan
diri dengan realita.
3) Filsafat dilaksanakan dalam suasana menonjolkan daya spekulasi,
kritis, dan pengawasan. Sedangkan ilmu harus diadakan riset lewat
pendekatan trial and error. Oleh sebab itu, nilai ilmu terletak pada
kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
4) Filsafat dengan pertanyaan yang lebih jauh dan mendalam berdasar
pengalaman realitas sehari-hari. Sedangkan ilmu pengetahuan
bersifat diskursif, yakni menguraikan secara logis, yang dimulai dari
tidak tahu menjadi tahu.
5) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan
mendalam sampai dasar yakni yang disebut hakekat. Sedangkan ilmu
pengetahuan menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam
atau yang disebut yang sekundar (secondary cause).
2. Tujuan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan tujuannya, yakni:
a. Mendalami unsure-unsur pokok ilmu pengetahuan, sehingga secara
menyeluruh dapat dipahami sumber-sumber, hakikat, dan tujuan ilmu
pengetahuan.
b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga didapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
c. Menjadi pedoman bagi para pendidik dan anak didik dalam mendalami
studi di perguruan tinggi, khususnya untuk membedakan persoalan ilmiah
dan non ilmiah.
d. Mendorng para calon ilmuwan untuk konsentrasi dalam mendalami ilmu
pengetahuan dan mengembangkannya.
e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu
pengetahuan dan agama tidak ada pertentangan (Amsal Bakhtiar, 2004:
20).
Menurut paradigma filsafat Barat semua orang mengakui memiliki
pengetauan. Persoalannya dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat
apa pengetahuan didapat? Dari situ timbul pertanyan bagaimana caranya kita
memperoleh pengetahuan atau darimana sumber pengetahuan kita?
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai
alat yang menggunakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada
beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
a. Idealisme
Pertama, idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat
fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme atau nasionalisme menitik beratkan pada pentingnya peranan
ide, kategori atau bentuk-bentuk yang terdapat pada akal sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Plato (427-347 SM).
b. Empirisme
Paham selanjutnya adalah empirisme atau realisme, yang lebih
memperhatikan arti penting pengamatan inderawi sebagai sumber
sekaligus alat pencapaian pengetahuan (Harold H. Titus dkk.;1984).
Aristoteles (384-322 SM) yang boleh dikata sebagai bapak empirisme ini,
dengan tegas tidak mengakui ide-ide bawaan yang dibawakan oleh
gurunya, Plato. Bagi Aristoteles, hukum-hukum dan pemahaman itu
dicapai melalui proses panjang pengalaman empirik manusia. (Amin
Abdullah;1996).

Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun indra merupakan satu-


satunya instrumen yang paling absah untuk menghubungkan manusia
dengan dunianya, bukan berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting. Hanya
saja, nilai rasio itu tetap diletakkan dalam kerangka empirisme (Harun
Hadiwiyoto;1995). Artinya keberadaan akal di sini hanyalah mengikuti
eksperimentasi karena ia tidak memiliki apapun untuk memperoleh kebenaran
kecuali dengan perantaraan indra, kenyataan tidak dapat dipersepsi (Ali Abdul
Adzim;1989). Berawal dari sinilah, John Locke berpendapat bahwa manusia
pada saat dilahirkan, akalnya masih merupakan tabula (kertas putih).
Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan,
lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, kemudian ia memiliki
pengetahuan. Di dalam kertas putih inilah kemudian dicatat hasil pengamatan
Indrawinya (Louis O. Katsof;1995). Empirisme adalah sebuah paham yang
menganggap bahwa pengetahuan manusia hanya didapatkan melalui
pengamatan konkret, bukan penalaran rasional yang abstrak, apalagi
pengalaman kewahyuan dan institusi yang sulit memperoleh pembenaran
factual.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakanbahwa manusia
tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan
adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan
(empressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang
dimaksud kean-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari
pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang dimaksud dengan ide
adalah gambaran tentang pengamatan yang samara-samar yang dihasilka
dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang
diterima dari pengalaman.(Amsal Baktiar; 2002) Namun aliran ini mempunyai
banyak kelemahan, antara lain :
1) Indra terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil, apakah ia benar-benar
kecil? Ternyata tidak. Keterbatasan indralah yang menggambarkan
seperti itu. Dari sini akan terbentuk pengetahuan yang salah.
2) Indra menipu, pada yang sakit malaria gula rasanya pahit, udara akan
tersa dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah
juga.
3) Objek yang menipu, contohnya fammorgana dan ilusi. Jadi obyek itu
sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indra, ia membohongi
indra.
4) Berasal dari indra dan objek sekaligus. Dalam hal ini indra mata tidak
mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan, dan kernau itu juga
tidak dapt memperlihatkan badanya secara keseluruhan.
Kesimpulannya ialah empirisme lemah karena keterbatasan indra
manusia.
c. Rasionalisme
Paradigma selanjutnya adalah Rasionalisme, sebuah aliran yang
menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan
akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan dianggap dapat menemukan dan
memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris.
Faham rasionalisme dipandu oleh tokoh seperti Rene Deskrates (1596-
1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Leibniz (1646-1716).
Menurut kelompok ini, dalam setiap benda sebenarnya terdapat ide ide
terpendam dan proposisi - proposisi umum yang disebut proposi
keniscayaan yang dapat dibuktikan sebagai kebenaran yang dapat
dibuktikan sebagai kebenaran dalam kesempurnaan atau keberadaan
verifikasi empiris.
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap
objek.
Menurut aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan
kelemahan alat indra dapt dikoreksi, seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalammemperoleh
pengetahuan. Pengalaman indra diperlukan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, etapi
sampainya mausia kepada kebenaran adalah semata-mata akal. Laporan
indra menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas, bahkan
ini memungkinkan dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berfikir.
Akal mengatur bahan tersebut sehingga dapatlah terbentuk pengetahuan
yang benar. Jadi fungsi panca indra hanyalah untuk memperoleh data-
data dari alam nyata dan akalnya menghubungkan data-data itu satu
dengan yang lain. Akal, selain bekerja karena ada bahan indra, juga akal
dapat menghasilkan pegetahuan yang tidak berdasarkan bahan indrawi
sama sekali, jadi akal juga dapat menghasilkan pengetahan tentang objek
yang betul-betul abstrak tetapi rasionalisme juga mempunyai kelemahan,
seperti mengenai kriteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu
ide yang menurut seseorang dalah jelas dan dapat dipercaya tetapi
menurut orang lain tidak. Jadi masalah yang utama yang dihadpi kaum
rasionalisme adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis inisemuanya
bersumber pada penalaran induktif, karena premis-premis ini semuanya
bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak. Terbebas dari
pengalaman maka evalusi yang semacam ini tidak dapat dilakukan.
(Jujun S. Suriasumantri;1998).
d. Positivisme
Adanya problem pada empirisme dan rasionalisme yang
menghasilkan metode ilmiah melahirkan aliran positivisme oleh August
Comte dan Immanuel Kant. August Comte berpendapat bahwa indera itu
amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang
positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam
pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.(Drs. Drs. H. Ahmad Syadali,
M.A; 2004 :133).
Kekeliruan indera dapat dikoreksi lewat eksperimen dan
eksperimen itu sendiri memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Dari sinilah
kemajuan sains benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal
dengan didukung bukti-bukti empiris yang terukur.
Pada dasarnya aliran ini (yang diuraikan oleh August Comte dan
Immanuel Kant) bukanlah suatu aliran khas yang berdiri sendiri, tetapi ia
hanya menyempurnakan emperisme dan rasionalisme yang bekerjasama
dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.
Menurut Suriasumantri (dalam Susanto, 2011:186) terdapat empat
cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan, pertama adalah
pengetahuan yang berdasarkan rasio yang dikembangkan oleh kaum
rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang
berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan faham empirisme.
Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan pemikirannya pada suatu
masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak
bisa digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang
teratur. Sumber pengetahuan yang keempat adalah wahyu yang
merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia.
Sedangkan Amsal Bakhtiar mengungkapkan ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal. Menusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
menangkap objek. Kaum rasionalis mempergunakan metode
deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang digunakan
dalam penalarannya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka
bukanlah cipataan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri itu sudah ada
jauh sebelim manusia berusaha memikirkannya fungsi pikiran
manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi
pengetahuannya. Pengalaman tidaklah membuahkan prinsip dan
justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang dapat
lewat penalaran rasional itulah maka kita daapt mengerti kejadian-
kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Masalah utama yang
timbul dari cara berpikir ini adalah mengenai kriteria untuk
mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang
adalah jelas dan dapat dipercaya. Ide yang satu bagi si A mungkin
bersifat jelas dan dapat dipercaya namun hal itu belum tentu bagi si
B. Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah
evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam
penalaran deduktif. Karena premis-premis ini semuanya bersumber
pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbatas
daripengalam maka evaluasi semacam ini tak dapat dilakukan. Oleh
sebab itu maka lewat penalaran rasional akan didapatkan
bermacam-macam pengetahuan mengenai satu objek tertentu tanpa
adanya suatu konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak.
Dalam hal ini maka pemikiaran rasional cenderung untuk bersifat
silopsistik dan subyektif.
Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman.
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya,
pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman inderawi.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat
bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran
rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang konkret.
Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah
bersifat konkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindra
manusia. Gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai
beberapa katakteristik tertentu, umpamanya saja terdapat pola yang
teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau
dipanaskan akan mememanjang. Demikian seterusnya di mana
pengamatan kita akan membuahkan pegetahuan mengenai berbagai
gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Di samping itu kita melihat
adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaan dan pengulangan
umpamanya saja bermacam-macam logam kalau kita panaskan
akan memanjang. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan suatu
generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan
mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan
yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala
fisik yang bersifat individual. Masalah utama yang timbul dalam
penyusunan pengetahuan secara empiris ini ialah bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu
fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan
mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. Suatu
kumpulan mengenai fakta, atau kaitan antara berbagai fakta, belum
menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis;
kecuali kalau dia hanya " seorang kolektor barang-barang
serbaneka". Lebih jauh Einstein mengingatkan bahwa tak terdapat
metode induktif yang memungkinkan berkembangnya konsep dasar
suatu ilmu. Kaum empiris menganggap bahwa dunia fisik adalah
nyata karena merupakan gejala yang tertangkap oleh pancaindra.
Hal ini membawa kita kepada dua masalah. Pertama, sekiranya kita
mengetahui dua fakta yang nyata, umpamanya rambut keriting dan
inteligensi manusia, bagaimana kita merasa pasti mengenai kaitan
antara kedua fakta tersebut? Apakah rambut keriting dan inteligensi
manusia mempunyai kaitan satu sama lain dalam hubungan
kausalitas? Pernyataan tersebut mengingatkan kita bahwa hubungan
antara berbagai fakta tidakalah nyata sebagaimana yang kita sangka.
Harus terdapat suatu kerangka pemikirang yang memberi latar
belakang mengapa X mempunyai hubungan dengan Y, sebab kalau
tidak, maka pada hakikatnya semua fakta dalam dunia fisik bisa saja
dihubungkan dalam kaitan kausalitas. Masalah yang kedua adalah
mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam
menemukan pengetahuan dan pancaindra sebagai alat yang
menangkapnya. Pertanyaannya apakah yang sebenarnya
dinamakan pengalaman? Apakah ha ini merupakan stimulus
pancaindra? Ataukah perspsi? Atau sensasi? Sekiranya kita
mendasarkan diri kepada pancaindra sebagai alat dalam menangkap
gejala fisikyang nyata maka seberapa jauh kita dapat mengandalkan
pancaindra tersebut? Ternyata kaum empiris tidak bisa memberikan
jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat pengalaman itu sendiri.
Sedangkan mengenai kekurangan pancaindra manusia ini bukan
merupakan suatu yang baru bagi kita. Pancaidra manusia sangat
terbatas kemampuannya dan terlebih penting lagi pancaindra
manusia bisa melakukan kesalahan.
Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman
yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda
dengan kesadaran dan kebebasannya.Ia juga mengatakan bahwa
intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan
bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi bersifat personal dan tidak
bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan
secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Sampai sejauh ini,
pengetahuan yang didapatkan secara rasional maupun secara
empiris, keduanya merupakan induk produk dari sebuah sebuah
rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang
didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat
personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menysun
pengetahuan secara teratu maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.
Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pennyataan
yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja
saling membantu dalam menemukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi
ini merupakan pengalaman puncak (peak expierence) sedangkan
bagi Nietzsche merupakan intelegensi yang paling tinggi.
Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh ALLAH kepada
manusia lewat perantaraan para nabi. Wahyu Allah (agama)
berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang
terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah
transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia,
dunia dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.

Kajian Filsafati tentang Arah dan strategi perkembangan ilmu pengetahuan


Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang
sekarang dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu
pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di masa itu
untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan perantingan
keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai
dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh
sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha mula mula di bidang
keilmuan yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana
banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya
sistem almanak, geometri, dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang
memberikan sumbangan-sumbangan berharga meskipun tidak seintensif
kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang
menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu. Bangsa Yunani dapat dianggap
sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis.
Sejalan dengan hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu
pengetahuan adalah sbb.:
1) Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan yang banyak atau
terspesialisasi.
Dari aspek ini dinyatakan, bahwa tidak ada ilmu pengetahuan pada
umumnya, yang ada hanyalah ilmu konkrit. Perkembangan seperti ini
ternyata tidak dapat dielakkan, sehingga ilmu dalam perkebangannya
menuju ke arah spesialisasi. Spesialisasi dimungkinkan oleh karena
manusia dapat menelaah satu aspek saja pada satu soal, terutama pada
tahapan analisis.
2) Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke arah rasional empiris
dan rasional eksperimental. Aspek perkembangan ini bersangkutan
dengan metode ilmu dan metode merupakan komponen pokok dalam
segala aktivitas keilmuan.
Ditelusuri lebih jauh, karakter ilmu mengalami perubahan, dari masa Purba
yang hanya memiliki a receptive and emperical mentality ke arah
bangkitnya suatu inquiring mind, dari kemampuan know-how ke
arah know-why. (inquire: menyelidiki/ ingin tahu).
3) Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke arah kuantitatif. Dari aspek
ini perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran pandangan tentang
objek manakah yang bisa dan patut dikaji secara ilmiah. Ilmu-ilmu positif
misalnya, mulai menyangsikan realibilitas dan validitas persoalan-
persoalan metafisik, yang oleh para pengikut positivisme dianggap
sebagai nonsense.
4) Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi memajukan masyarakat
ke arah ideologi yang mendominasi masyarakat. Beberapa tokoh yang
mengkritik perkembangan ilmu yangdemikian itu, seperti Herbert Marcuse
dan Jurgen Habermas.
3. Strategi pengembangan ilmu pengetahuan
Strategi pengembangan ilmu terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
1. Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam otonomi
tertutup. Ilmu untuk ilmu, science for the sake of science only. Di sini
pengeruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan.
2. Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar merefleksikannya tetapi
memberi justifikasi bagi konteks.
3. Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling meresapi, agar
timbul gagasan-gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan dengan
kenyataan yang tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan karena pada
akhirnya ilmu pengetahuan dibutuhkan, dan pada gilirannya dipergunakan
sebagai instrumen bagi penyelesaian masalah masalah konkrit yang
dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono (1983) berpendapat bahwa strategi
pengembangan ilmu pengetahuan harus berorientasi pada dimensi:
1) Dimensi teleologis, artinya bahwa ilmu pengetahuan hanyalah sekedar
sarana yang dibutuhkan untuk mencapai suatu teleos.
2) Dimensi etis, artinya bahwa ilmu pengetahuan berkiblat pada manusia
yang menduduki tempat sentral. Dimensi etis menuntut pengembangan
ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab.
3) Dimensi integratif, artinya bahwa pengembangan ilmu pengetahuan
pada akhirnya terarah pada peningkatan kualitas manusia yang
sekaligus juga kualitas struktur masyarakat.
4. Kedudukan filsafat ilmu pengetahuan dalam filsafat.
Tempat kedudukan filsafat ilmu pengetahuan ditentukan oleh dua lapangan
penyelidikan Filsafat Ilmu pengetahuan, yakni:
a sifat pengetahuan ilmiah. Di sini filsafat ilmu berkaitan dengan
epistemologi, artinya: berfungsi menyelidiki syarat-syarat pengetahuan
manusia dan bentuk-bentuknya.
b. berkaitan dengan cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan
ilmiah, artinya: berkaitan dengan logika dan metodologi.Filsafat ilmu
pengetahuan mempunyai objek yaitu:
1) Objek material, yaitu objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, oleh
sebab ini objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu
sendiri.
2) Objek formal, yaitu sudut pandang terhadap objek materialnya,
sehingga objek formalnya berupa hakekat ilmu pengetahuan, artinya
filsafat ilmu menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu
pengetahuan. Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani,
yaitu Meta yang artinya sesudah atau dibalik sesuatu, dan Hodos
yang artinya jalan yang harus ditempuh. Ada juga yang mengatakan
metode berasal dari bahasa Yunani Methodos yang berarti jalan.
Sedangkan dalam bahasa latin methodus berarti cara. Metode
menurut istilah adalah suatu proses atau atau prosedur yang
sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik ilmiah yang
dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan.
Jadi, ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.

Sebelum menjelaskan ilmiah terlebih dahulu harus mengetahui dulu ilmu. Ilmu
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Pengertian Ilmiah secara istilah dapat diartikan sebagai sesuatu hal
yang bersifat keilmuan/sains (pemahaman tentang sesuatu yang dapat diterima
secara logika/akal/pikiran/penalaran).Ilmu yang ilmiah (Ilmu Pengetahuan) adalah
ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah atau memikirkan realita
yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan menerapkan
Metode Ilmiah. Sehingga didapat metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang
mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah
untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang
telah ada. Tujuan dari penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang
dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi.
Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada ruang, waktu, tempat
dan kondisi tertentu. Berdasarkan objek yang diamati dalam metode ilmiah,maka
ilmu dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Naturwissenschaft
Istilah jerman naturwissenschaften berarti ilmu kealaman yang objeknya
adalah benda-benda fisik. Termasuk dalam tipe ilmu-ilmu kealaman adalah
ilmu-ilmu seperti ilmu-ilmu fisika, kimia dan biologi, serta ilmu-ilmu khusus lain
yang merupakan pengkhususan lebih lanjut ataupun cabang-cabang dari
ilmu-ilmu tersebut, yang selanjutnya berkembang menjadi ilmu yang berdiri
sendiri, misalnya Fisiologi, Anatomi dan sebagainya.
Ciri dasar pertama yang menandai ilmu-ilmu kealaman adalah bahwa ilmu-
ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang memungkinkan
registrasi indrawi secara langsung. Data-data indrawi yang merupakan
objeknya harus dimengerti tepat menurut penampakannya, dalam keadaan
luas, keras, tinggi dan sebagainya. Bahan-bahan ini disaring, diselidiki,
dikumpulkan, diawasi, diidentifikasi, dan diklasifikasi secara ilmiah, yaitu
digunakannya instrumen-instrumen sebagai alat bantu. Perkembangannya
sebagai ilmu alam modern dewasa ini, maka registrasi indrawi tersebut
dilakukan alam wujud eksperimen.Eksperimentasi ilmu-ilmu kealaman
mampu menjangkau objek potensi-potensi alam yang semula sulit diamati,
seperti elektron dan ini protein (Van Melsen, 1982).
Ilmu-ilmu kealaman memperoleh suatu objektivitas yang khas, yaitu
semata-mata bersifat empiris-eksperimental.Ciri selanjutnya dari ilmu-ilmu
kealaman adalah bahwa ada suatu determinisme dalam objeknya,
sedemikian rupa sehingga suatu aksi tertentu niscaya menimbulkan reaksi
tertentu pula.Hukum aksi-reaksi ini berlangsung menurut sifatnya yang
spesifik, karena itu eksperimen-eksperimen yang dilakukan pada prinsipnya
dapat diulang.Selain sifat penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam
jumlah yang relatif sedikit, gejala fisik yang diamati pada umumnya seragam.
b. Geisteswissenschaften /the humanities
Geisteswissenschaften berarti ilmu-ilmu budaya atau ilmu-ilmu yang
objeknya adalah hasil atau ekspresi roh manusia.Geisteswissenschaften
sering disebut ilmu-ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu human/kemanusiaan, yang
dalam kerangka penulisan ini untuk selanjutnya digunakan istilah ilmu-ilmu
sosial-humanistik. Ilmu yang termasuk dalam ilmu-ilmu sosial-humanistik ini
antara lain adalah Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Antropologi sosial/budaya,
Ilmu Hukum, Psikologi (untuk sebagian), Ilmu Bahasa, dan Ilmu Komunikasi
(Theodorson, 1970)
Ilmu-ilmu sosial humanistik seringkali disebut juga ilmu-ilmu tingkah laku
(Behvioral science) dan melalui istilah Geisteswissenschaften tercakup
pengertian luas, sehingga kerap kali mencakup juga ilmu pengetahuan
budaya.Ilmu-ilmu sosial humanistik ini bersangkutan dengan aspek-aspek
tingkah laku manusiawi, sebab pada dasarnya berobjekkan hasil atau
ekspresi roh manusia yang dalam wujudnya tampak sebagai bahasa,
permainan, syair, agama, institusi (bentuk bentuk kelembagaan)(Bakker,
1986). Objek ilmu-ilmu sosial humanistik ini merupakan gejala yang dapat
diamati dan dinalar sebagai suatu fakta empiris, tetapi sekaligus termuat
didalamnya arti, nilai, dan tujuan. Hal ini senantiasa terkait pada kenyataan
bahwa manusia berbeda dengan binatang dan benda-benda fisik lainnya,
hidup alam, dunia yang terdiri dari barang-barang yang dibuatnya sendiri serta
dalam tujuan-tujuan yang dipikirkannya dan diterapkannya sendiri. Lapangan
penyelidikan ilmu-ilmu sosial humanistik meliputi apa yang diperbuat manusia
dalam dunianya serta yang dipikirkan tentang dunia tersebut (Rickman, 1967).
Ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu humanistik mempunyai ciri yang khas, yaitu
normatif-teologis.Ilmu-ilmu sosial dan humanistik menemukan arti, nilai, dan
tujuan.
A. Pola umum langkah metode ilmiah
Bersesuaian dengan Jujun S.S.(1987), Titus dkk menjelaskan enam pola
umum langkah metode utuk memperoleh pengetahuan yaitu:
1. Kesadaran adanya problema
Kesadaran akan adanya problema adalah penting sekali.karena hanya
demikian suatu pemikiran dan penyelidikan itu mungkin untuk diawali.
Dalam hal ini, kemampuan untuk melukiskan problema secara jelas dan
benar dalam suatu definisi adalah penting.Karena hanya dengan demikian
pula pengumpulan data yang faktual baru mungkin.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang relevan, yang juga memerlukan kesabaran dan
lebih-lebih kemampuan untuk menguji data-data apakah faktual atau
tidak.Pada persoalan yang sulit, untuk mendapatkan data-data seperti itu,
memerlukan pemikiran dan penyelidikan yang saksama dan tidak aneh jika
memerlukan waktu bertahun-tahun.
3. Penertiban data
Dalam masalah ini, diperlukan kemampuan analisis dan pengelompokan.
Bagi metode ilmiah, memperbandingkan dan mempertentangkan data
yang satu dengan data yang lain untuk diatur dalam urutan yang sesuai
dengan kepentingan adalah pokok. Jadi, setiap data harus diberi nomor,
dianalisis, dan diklasifikasikan.
4. Pembentukan Hipotesis
Langkah ini penting ketika melakukan pemeriksaan problem.Hipotesis
dapat dibentuk setelah diperoleh data-data yang cukup.Dalam membentuk
hipotesis, hal yang penting adalah harus bersifat masuk akal.Artinya, suatu
deduksi harus dapat dicoba dan berfungsi sebagai petunjuk bagi
penyelidikan selanjutnya.
5. Penarikan deduksi/kesimpulan dari hipotesis
Maksudnya, hipotesis menjadi dasar penarikan deduksi atau kesimpulan
mengenai jenis susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda
tertentu yang sedang diselidiki.
6. Verifikasi
Masalah pengujian kebenaran dalam ilmu pengtahuan, keputusan
akhirnya terletak pada fakta.Jika fakta tidak mendukung suatu hipotesis,
maka hipotesis lain dipilih.Dengan demikian selanjutnya, kecuali fakta
(data empirik), kaidah umum, atau hukum tersebut telah memenuhi
persyaratan pengujian empiris.Terhadap hal ini, kaum rasionalis
menyatakan bahwa suatu hipotesis baru bisa diterima secara keilmuan bila
konsisten dengan semua hipotesis yang sebelumnya telah diuji
kebenarannya.
B. Macam-macam metode ilmiah
Berdasarkan objek pengamatannya dibagi menjadi dua yaitu:
1. Metode siklus-empirik.
Metode siklus-empirik ini menunjukan pada dua macam hal yang pokok,
yaitu siklus yang mengandaikan adanya suatu kegiatan yang dilaksanakan
berulang-ulang, dan empirik yang menunjukan pada sifat bahan yang
diselidiki, yaitu hal-hal yang dalam tingkatan pertama dapat diregristasi
secara indrawi.Metode ini digunakan dalam ilmu-ilmu kealaman
(naturwissenschaft).
2. Metode linier.
Metode linier pada umumnya digunakan dalam ilmu-ilmu sosial dan
humanistik (Geisteswissenschaft yang dalam bahasa inggris dikenal
sebagai the humanities).
C. Pembagian Metode Siklus Empirik dan Metode Linear
Metode siklus-empirik ini mencakup lima tahapan yang disebut observasi,
induksi, deduksi, eksperimen, dan evaluasi.Watak siklusnya tampak dalam
hal bahwa setelah melakukan evaluasi, dimungkinkan dilakukannya lagi
observasi-observasi yang kemudian dilanjutkan dengan tahapan-tahapan
selanjutnya. Sifat ilmiahnya terletak pada kelangsungan proses yang runtut
dari segenap tahapan prosedur ilniah tersebut, meskipun pada prakteknya
tahap-tahap kerja tersebut seringkali dilakukan secara bersamaan (soejono
Soemargono, 1976).
1. Observasi,
maka yang dimaksudkan adalah bahwa tahapan ini berbuat lebih dari
sekedar melakukan pengamatan biasa. Kenyataan empirik yang terjadi
maka objeknya diselidiki, dikumpulkan, diidentifikasi, didaftar, dan
diklasifikasikan secara ilmiah. Observasi mencari saling hubuingan dari
bahan tersebut dan disoroti dalam suatu kerangka ilmiah.
2. Induksi.
Pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum. Induksi dipermudah dengan digunakannya
alat-alat bantu matematik dalam merumuskan serta mengumpulkan data-
data empirik. Pengukuran secara kuantitatif terhadap besaran-besaran
tertentu yang saling berhubungan, maka hubungan tersebut dapat
digambarkan dalam simbul matematika. Apabila suatu kejadian terjadi
secara berulang-ulang (terjadi keajegan), maka pernyataan umum tersebut
memperoleh kedudukan sebagai hukum.
3. Deduksi-deduksi logis,
data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Pernyataan sistem semacam ini juga tergantung dipergunakannya
pengertian-pengertian operasional tertentu, yaitu bahasa buatan dalam
rangka teori ilmiah. Berdasarkan sistem semacam ini dapatlah dijabarkan
pernyataan-pernyataan khusus tertentu.
4. Observasi eksperimental, yaitu pernyataan yang telah dijabarkan secara
deduktif (secara rasional). Diuji dengan melakukan verifikasi atau klarifikasi
secara empirik. Verifikasi atau klarifikasi secara empirik dimaksudkan
untuk mngukuhkan pernyataan-pernyataan rasional hasil deduksi sebagai
teori. Verifikasi merupakan tahapan untuk mengukuhkan atau
menggugurkan pernyataan-pernyataan rasional hasil dari deduksi-deduksi
logis.

Sedangkan, metode liner memiliki tiga tahap, yaitu persepsi, konsepsi, dan
prediksi. Persepsi adalah penangkapan data melalui indra. Konsepsi adalah
pengolahan data dan penyusunannya dalam suatu sistem. Prediksi adalah
penyimpulan dan sekaligus peramalan.

D. Nilai Guna Metode Berpikir Ilmiah


Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia
untuk memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi
kehidupan manusia.Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia
terus mengembangkan pengetahuannya.

Ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:

1. Berpegang pada sesuartu yang telah ada (metode keteguhan)


2. Merujuk kepada pendapat ahli
3. Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
4. Menggunakan metode ilmiah
Dari ke empat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai
pelekat dasar kemajuan manusia. Namun cara yang ke empat ini, sering
disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya,
metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu,
melalui cara kerja penelitian.
Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai reaksi dari
tantangan yang dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui
metode ilmiah tidak akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan
menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu
manusia untuk memecahkan setiap masalah yang di hadapinya.
Ilmuan biasanya bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan
menghindari diri dari pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap
pengetahuan yang berasal dari paham orang awam, mendorong kelahiran
filsafat.Filsafat menyelidik ulang semua pengetahuan manusia untuk
mendapat pengetahuan yang hakiki.
Ilmuan mempunyai falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara
menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah
selalu digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya.Penggunaan metode ilmiah tertentu dalam kajian tertentu, dapat
memudahkan ilmuan dan pengguna hasil keilmuannya dapat memudahkan
melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah, tidak ada
kebenaran yang sekedar berada di awang-awang meskipun atas nama logika.
Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan indrawi,
bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji.

Kebenaran ilmiah yang meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu


berpatokan kepada beberapa hal mendasar, yaitu:

1. Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta-fakta


aktual.
2. Adanya data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas
dalam dokumen tertentu.
3. Adanya pengelompokkan fakta dan data yang signifikan.
4. Adanya uji validitas.
5. Adanya penarikan kesimpulan yang operasional
6. Adanya fungsi timbal balik antara teori dan realitas.
7. Adanya pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji.
8. Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional.

Ciri-ciri tersebut merupakan citra ilmu pengetahuan dan metode


ilmah.Oleh karena itu, menurut Juhaya S. Pradja (1997), metode ilmiah
dimulai dengan pengamatan-pengamatan, kemudian memperkuat diri dengan
pengalaman dan menarik kesimpulan atas dasar pembuktian yang akurat.
Langkah metode ilmiah berpijak pada pertanyaan di seputar pada 3 hal,
yaitu:

a. Kemana arah yang hendak dituju ?


b. Bagaimana dan kapan mulai bergerak ?
c. Mampukah melakukan langkah dan gerakan yang sesuai dengan maksud
yang ditargetkan; benarkah telah mulai bergerak ?
Metode ilmiah dimulai dengan usaha untuk konsisten dalam berfikir ilmiah.
Dalam kerangka berfikir ilmiah, logika merupakan metode meluruskan
pemikiran, baik dalam pendekatan deduktif maupun induktif. Metode ilmiah
pun harus berpedoman pada paradigma tentang kebenaran indrawi yang
positif, karena hal itu akan lebih membuktikan relevansi antara teori dan
realitas secara apa adanya
E. Prosedur Berpikir Ilmiah
Prosedur berfikir ilimiah modern, masih selalu teatp menggunakan kaidah
keilmuan barat yang hanya melandaskan fikirannya pada penalaran rasional
dan empiris. Metode ilmiah adalah ekspresi tentang cara berfikir menurut
kaidah ilmiah. Melalui metode ini, diharapakan dapat menghasilkan
karakteristik tertentu yang diminta pengetahuan ilmiah.Karakteristik yang
dimaksud bersifat rasional (deduktif) dan teruji secara empiris. Metode ilmiah
dengan demikian adalah pengggabungan antara cara berfikir deduktif dalam
membangun tubuh pengetahuan.
Prosedur ilmiah mencakup 7 langkah, yaitu:
1. Mengenal adanya suatu situasi yang tidak menentu. Situasi yang
bertantangan atau kabur yang menghasilkan penyelidikan.
2. Menyatakan masalah-masalah dalam istilah spesifik
3. Merumuskan suatu hipotesis
4. Merancang suatu metode penyelidikan yang terkendali dengan jalan
pengamatan atau percobaan
5. Mengumpulkan dan mencatat data kasar, agar mempunyai suatu
pernyataan yang mempunyai makna dan kepentingan
6. Melakukan penegasan yang dapat dipertanggung jawabkan
7. Melakukan penegasan terhadap apa yang disebut dengan metode ilmiah.
Permasalahan akan menentukan ada atau tidaknya ilmu. Tanpa ada
masalah, maka tidak akan ada ilmu. Langkah pertama suatu penelitian adalah
mengajukan sesuatu yang dianggap sebagai masalah. Sesuatu yang
dianggap sebagai masalah apabila terdapat pertentangan antara harapan
akan sesuatu yang seharusnya, dengan kenyataan yang sebenarnya ada.

Permasalahan dalam ilmu pengetahuan, memiliki 3 ciri:

1. Dapat di komunikasikan dan dapat menjadi wacana public


2. Dapat diganti dengan sikap ilmiah
3. Dapat ditangani dengan metode ilmiah
F. Sikap dan Aktifitas Ilmiah
1. Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah merupakan bagian penting dari prosedur berfikir ilmiah.
Sikap ilmiah memiliki 6 karakteristik, yaitu:
a. Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu yang menjadi pemicu munculnya pertanyaan serta
dilakukannya penyelidikan, pemeriksaan, penjelajahan dan
percobaaan dalam rangka mencapai pemahaman.
b. Spekulatif
Spekulatif ini adalah sikap ilmiah yang diperlakukan untuk
mengajukan hipotesis-hipotesis (tentu bersifat dedukatif) untuk
mencari solusi terhadap permasalahan.
c. Objektifitif
Objektifitif ini dimaknai dengan sikap yang selalu sedia untuk
mengakui subjektivitas terhadap apa yang dianggapnya benar.
d. Keterbukaan
Sikap terbuka adalah kesediaan untuk mempertimbangkan semua
masukan yang relevan.
e. Kesediaan untuk menunda penilaian.
Kesediaan untuk menunda penilaian, artinya tidak memaksakan diri
untuk memperoleh jawaban, jika peneyelidikan belum memperoleh
bukti yang diperlukan.
f. Tentatif
Bersikap tentatif artinya tidak bersikap dogmatis terhadap hipotesis
maupun simpulan.
2. Aktivitas Ilmiah
Aktivitas ilmiah merupakan sebuah pekerjaan yang terus-menerus
melakukan research ilmiah untuk mencapai kebenaran. Para ilmuan
sering melakukan aktivitas ilmiah ini, secara terus menerus untuk
mencapai pada apa yang disebutnya benar. Menurut Walter R Borg and
Meredith D Gall, menyebutkan ada 7 langkah yang ditempuh seorang
peneliti dalam melakukan penelitiannya. 7 langkah tersebut diantaranya:
a. Menyusun sesuatu yang disebut masalah
b. Melakukan perumusan masalah atau mendefinisikan masalah
kedalam bentuk yang operasional
c. Menyusun hipotesis/dugaan sementara
d. Menetapkan tekhnik dan menyusun instrumen penelitian
e. Mengumpulkan data yang diperlukan
f. Melakukan analisis terhadap data yang terkumpul
g. Menggambarkan kesimpulan yang berhasil dipecahkan

Dalam melakukan reserch, para ilmuan mempunyai dua aspek, yaitu aspek
invidual yang mengacu pada ilmuan sebagai aktifitas ilmuan dan aspek sosial
yang mengacu kepada ilmu sebagai suatu komunitas ilmiah dan kumpulan para
ilmuan.Komunitas ini berinteraksi dengan intuisi-intuisi lain dalam masyarakat.
Dalam bahasa Yunani, ethika berati ethikos yang mengandung arti karakter,
kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang menagandung analisis konsep-
konsep seperti harus, benar salah, mengandung pencarian watak ke dalam
watak moralitas atau tindakan-tindakan moral atau mengandung pencarian
kehidupan yang baik secara moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu
yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan
dengan moral.
Moral berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos, moris) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral berarti sesuatu
yang menyangkut prinsip benar salah, dan salah satu dari suatu perilaku yang
menjadi standar perilaku manusia. Bila dijabarkan lebih lanjut moral
mengandung empat pengertian: i)baik-buruk, benar-salah dalam aktifitas
manusia, ii) tindakan yang adil dan wajar, iii) kapasitas untuk diarahkan pada
kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain agar
sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah iv) Sikap seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain.

G. Hubungan antara ilmu pengetahuan dan etika


Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan
bagaimana seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu
Pengetahuan dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat
meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan di
kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika diharapkan mampu
mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat sekitar agar
dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral dan akhlak yang baik dan mulia.
Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dilakukan itu salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses
penilaiannya ilmu pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau
pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan
untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Etika memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam
aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-
prinsip moral yang ada dan pada saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai
pedoman untuk melakukan tindakan tertentu terhadap segala macam
tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik yang telah
ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai asas moral atau etika
mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia
dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk
menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan
kebenaran diperlukan keberanian. Sejarah kemanusiaan telah mencatat
semangat para ilmuwan yang rela mengorbankan nyawanya untuk
mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak pernah
urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka
ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara
rasional yang telah membawa manusia mencapai harkat
kemanusiaannya berganti dengan proses rasionalisasi yang mendustakan
kebenaran.
Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang
menyangkut tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan
manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya ilmu pengetahuan juga
mempunyai akibat positif dan negatif bahkan destruktif maka diperlukan nilai
atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika menjadi ketentuan
mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan
dan kebahagiaan manusia.

Bebas Nilai dan Terikat Nilai Dalam Ilmu


1. Bebas Nilai
Ilmu bebas nilai atau dalam bahasa inggris sering disebut dengan value
free menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu
secara otonom tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai.
Pembatasan etis hanya akan menghalangi eksplorasi pengembangan ilmu.
Bebas nilai mengartikan bahwa semua kegiatan terkait pada penyelidikan
ilmiah harus didasarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Etika hanya bekerja
ketika ilmu telah selesai bekerja. Etika hanya bisa diterapkan pada
manusianya, yaitu ilmuan. Yang harus dikenai nilai dan pernyataan
normatif adalah ilmuan sebagai manusia. Kelompok ini memegangi
pandangan Francis Bacon bahwa ilmu adalah kekuasaan, berkat atau
malapetaka terletak pada orang yang menggunakan kakuasaan tersebut.
Kekuasaan terletak pada si pemilik pengetahuan. Beberapa filosofis
menunjukkan bahwa ilmu tidak bebas dari kepentingan. Diantaranya,
menurut Gadamer, ilmu hanya bisa bekerja karena ia tertancap dalam
tradisi yang telah berlangsung lama sehingga seseorang tidak mungkin
netral terhadap seluruh tradisi. Justru tradisi yang memungkinkan manusia
membangun pengetahuan atau ilmu. Michel Foucault juga menunjukkan
bahwa ilmu merupakan kekuasaan. Ilmu melahirkan kekuasaan, dan
kekuasaan melahirkan ilmu.
2. Pengetahuan yang memiliki pola yang sangat berlainan, sebab tidak
menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan
memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial.
Oleh Habermas ini disebut dengan studi histori-hermeneutik. Sifat historis
memperlihatkan adanya gejala perkembangan dari objek yang diselidiki,
yakni manusia. Hasil yang dihasilkan disini adalah kemampuan
komunikasi, saling pengertian karena pemahaman makna. Dan
hermeneutik yaitu penafsiran menurut tata cara tertentu yang dihasilkan
oleh pengetahuan itu. Aspek kemasyarakatan yang dibahas disini adalah
hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang di tuju oleh
pengetahun ini adalah pemahaman makna.
3. Teori kritis, teori yang membongkar penindasan dan mendewasakan
manusia pada otonomi dirinya sendiri. Disini, sadar diri sangat
dipentingkan. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi
kekuasaan dan kepentingan yang di kejar adalah pembebasan atau
emansipasi manusia. Jelas sekali dalam pandangan Harbermas bahwa
ilmu itu sendiri dikonstruksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yakni
nilai relasional antara manusia dan alam, manusia dan manusia, dan nilai
penghormatan terhadap manusia. Jika lahirnya ilmu saja terkait dengan
nilai, maka ilmu itu sendiri tidak mungkin bekerja lepas dari nilai.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi, cakupan objek filsafat lebih luas dibanding dengan ilmu, sebab
ilmu hanya mencakup yang empiris saja, sedang filsafat tidak hanya yang
empiris saja. Secara historis ilmu adalah berasal dari kajian filsafat, sebab
awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang yang ada secara
sistematis, rasional, logis dan empiris. Setelah berjalan, terkait dengan yang
empiris, maka semakin bercabang dan berkembang, sehingga timbullah
spesifakasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses
terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. (Sumber buku Filsafat Ilmu
oleh: Amsal Bakhtiar, 2008, 2). Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan
spesialisasi masing masing, sehingga ilmulah secara praktis bagaikan
membelah gunung, dan merambah hutan. Sedangkan filsafat kembali ke laut
lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh. Oleh sebab itu,
filsafat sering disebut sebagai induk/ ibu ilmu penetahuan. Hal ini bisa
dimengerti, sebab dari filsafatlah, maka ilmu ilmu modern dan kontemporer
berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus
buahnya, yaitu: teknologi.
Dasar memahami filsafat ilmu adalah bila mengatahui empat titik
pandang (view points) dalam filsafat ilmu.
Empat titik pandang filsafat ilmu, yaitu:
a. Perumusan world-views yang konsisten, misal: pada beberapa pengertian
didasarkan atas teori teori ilmiah. Jadi filsuf ilmu bertugas
mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari illmu.
b. Eksposisi dari presuppositions dan predispositions para ilmuwan. Misal:
filsuf ilmu mengemukakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak
berubah-ubah, dan terdapat keteraturan di alam, sehingga gejala-gejala
alam mudah didapat oleh peneliti. Oleh sebab itu peneliti tidak menutup
keinginan keinginan deterministik.
c. Konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
Artinya memberikan kejelasan tentang makna dari berbagai konsep
Oleh sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu:
1) Pertama, apakah para ilmuwan mengerti suatu konsep yang
digunakannya, sehingga dalam hal ini tidak memerlukan klasifikasi.
2) Kedua, para ilmuwan tidak tahu makna konsep tersebut, sehingga
mereka harus inquiry hubungan konsep itu dengan konsep-konsep lain.
Jadi, bila seorang ilmiawan melakukan inquiry, berarti ia sedang
mempraktekkan filsafat ilmu.
d. Filsafat ilmu merupakan second-order criteriology.
Filsafat Ilmu mempunyai beberapa criteria yang harus dipahami bagi para
ahlinya.
artinya: bahwa filsuf ilmu menuntut jawaban jawaban atas pertanyaan:
1) Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dengan tipe
penyelidikan lain.
2) Prosedur yang bagaimana yang harus diikuti oleh para ilmuwan dalam
menyelidiki alam.
3) Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai dalam penyelidikan ilmiah
agar jadi benar.
4) Status yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum ilmiah.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang


dapat dirumuskan antara doing science danthingking tentang ilmu. Metode ilmiah
merupakan prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan
tata langkah untuk memperoleh pengetahuan atau mengembangkan
pengetahuan. Pola umum tata langkah metode ilmiah mencakup Kesadaran akan
adanya problema, pengumpulan data, penertiban data, pembentukan hipotesis,
penarikan deduksi/kesimpulan dari hipotesis, dan terakhir verifikasi.Ilmu-ilmu
kealaman pada umumnya menggunakan metode siklus-empiris.Metode siklus-
empiris terdiri dari 5 tahapan yaitu observasi, induksi, deduksi, eksperimen, dan
evaluasi. Ilmu-ilmu sosial dan humanistik pada umumnya menggunakan metode
linier dan analisisnya dimaksudkan untuk menemukan arti, nilai dan tujuan.
Metode ilmiah memiliki tiga tahap, yaitu persepsi, konsepsi, dan prediksi.
Daftar Pustaka

Amsal Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Jakarta, PT. Grafindo Persada


Bebbington, David, 1979, Patterns in history, , England, Inter-Varsity Press
Caputo, John D. 1987, Radical Hermeneutics, Bloomington and Indianapolis,
Indiana University Press
Harun Hadiwijono, 1988, Sari Sejarah Fil safat Yunani,Yogyakarta, Penerbit
Kanisius
Robert N. Beck, 1967, Perspectives in Social Philosophy, New York, Holt, Rinehart
and Winston, Inc.
Sullivan, John Edward, 1970, Prophets of the West, New York, Holt, Rinehart and
Winston, Inc
Suparlan Suhartono, 2007, Dasar-dasar Filsafat, Ruzz Media.Yogyakarta, ArFil.
Surajiyo,

Anda mungkin juga menyukai