Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KULIAH

MAKALAH
KEADILAN, KEPASTIAN, KEMANFAATAN HUKUM
MENURUT ‘Gustav Radbruch’

DI SUSUN OLEH

LEFRANDO S. SUMUAL
NIM. 18202108022

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
PASCASARJANA
MANADO
2018

i
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2
2.1 Sketsa Biografi Gustav Radbruch ................................................................................... 2
2.2 Mempelajari secara detail Keadilan, Kepastian, Kemanfaatan Hukum menurut
Gustav Radbruch .................................................................................................................... 3
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 11
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................ 11
3.2 SARAN ............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Gustav Radbruch mengemukakan bahwa ada tiga nilai dasar yang harus terdapat dalam
hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hampir sama dengan
Radbruch, Antonius Sujata juga mengemukakan bahwa penegakan hukum di manapun
dan saat kapanpun memiliki cita-cita luhur yakni keadilan, kepastian, ketertiban serta
manfaat. Soenarjati Hatono juga mengemukakan hal yang sama bahwa tujuan hukum
yang terpenting adalah untuk mencapai keadilan di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa
di satu sisi kaidah-kaidah hukum tidak hanya valid saja tetapi juga harus merupakan
kaidah-kaidah yang adil dan pada sisi yang lain penegakan hukum dan pelaksanaan
hukum itu tidak boleh dilakukan sedemikian rupa sehingga sama sekali menghilangkan
nilai-nilai etika pada umumnya dan menghilangkan matabat kemanusiaan sebagai
manusia khususnya.1

Gustav Radbruch di dalam ajarannya tentang filosofi konsep hukum dan gagasan
hukum, di katakan “the idea of law is defined through a triad of justice, utility and
certainty.” Nilai utilitas atau kemamfaatan muncul dari analisis tentang nilai keadilan.
Perselisihan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian berdasarkan pertimbangan Common
sense bergerak di ranah kemaslahatan dan atau kemanfaatan, maka apabila aturan,
mamfaatannya lebih besar hendaknya diabdikan pada kepastian. Kemamfaatan hukum
harus menciptakan kepastian. Peraturan yang bermanfaat dan menciptakan kepastian
harus diabdikan untuk keadilan.2

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui sketsa biografi dari Gustav Radbruch
b. Mempelajari secara detail Keadilan, Kepastian, Kemanfaatan Hukum menurut
Gustav Radbruch

1
Yustinus Suhardi Ruman.2012.Keadilan Hukum dan Penerapannya Dalam
Pengadilan.Humaniora.Volume 3:hal.346
2
Husnan Wadi.2014.Perselisihan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum Dalam Privatisasi
Sumber Daya Air.Jurnal ius.Nomor 5 / Volume 2:hal.225

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sketsa Biografi Gustav Radbruch


Gustav Radbruch (21 November 1878 - 23 November 1949) adalah seorang sarjana
hukum dan politisi Jerman. Dia menjabat sebagai Menteri Kehakiman Jerman selama
periode awal Weimar. Radbruch juga dianggap sebagai salah satu filsuf hukum paling
berpengaruh pada abad ke-20. Lahir di Lübeck , Radbruch belajar hukum di Munich ,
Leipzig , dan Berlin . Dia lulus ujian ujian pertama "Staatsexamen" di Berlin pada tahun
1901, dan tahun berikutnya dia menerima gelar doktor dengan disertasi "The Theory of
Adequate Causation". Ini diikuti pada tahun 1903 oleh kualifikasi untuk mengajar
hukum pidana di Heidelberg . Pada 1904, ia diangkat sebagai Profesor hukum pidana
dan hukum dan filsafat hukum di Heidelberg. Pada 1914 ia menerima panggilan ke
jabatan profesor di Königsberg , dan kemudian tahun itu diasumsikan sebagai jabatan
profesor di Kiel .Radbruch adalah anggota Partai Demokrat Sosial Jerman (SPD), dan
menduduki kursi di Reichstag dari 1920 hingga 1924. Pada 1921-22 dan sepanjang
1923, ia menjadi menteri keadilan di kabinet Joseph Wirth dan Gustav Stresemann.
Selama masa jabatannya, sejumlah undang-undang penting dilaksanakan, seperti yang
memberi perempuan akses ke sistem peradilan, dan, setelah pembunuhan Walter
Rathenau, hukum untuk perlindungan republik. Pada tahun 1926, Radbruch menerima
panggilan baru untuk mengajar di Heidelberg . Setelah perebutan kekuasaan Nazi pada
Januari 1933, Radbruch, sebagai mantan politisi Sosial Demokrat , diberhentikan dari
jabatan universitasnya di bawah ketentuan yang. Universitas, sebagai badan publik,
tunduk pada undang-undang dan peraturan pegawai negeri. Meskipun ada larangan
kerja di Nazi Jerman , selama 1935/36 ia mampu menghabiskan satu tahun di Inggris ,
di University College, Oxford . Hasil praktis yang penting dari ini adalah bukunya, "Der
Geist des englischen Rechts" "Roh Hukum Inggris", meskipun ini hanya dapat
diterbitkan pada tahun 1945. Selama periode Nazi, ia mengabdikan dirinya terutama
untuk budaya pekerjaan-sejarah. Segera setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua pada
tahun 1945, ia memulai kembali kegiatan mengajarnya, tetapi meninggal di Heidelberg
pada tahun 1949 tanpa dapat menyelesaikan edisi terbarunya yang direncanakan dari
buku teksnya mengenai filsafat hukum. Pada bulan September 1945, Radbruch
menerbitkan sebuah makalah singkat Fünf Minuten Rechtsphilosophie Lima Menit
Filsafat Hukum, yang berpengaruh dalam membentuk yurisprudensi nilai-nilai
Wertungsjurisprudenz, yang lazim setelah Perang Dunia II sebagai reaksi terhadap
positivisme hukum.3
Filosofi hukum Radbruch berasal dari Neokantianisme, yang mengasumsikan
bahwa pembelahan kategoris ada antara "adalah" sein dan "seharusnya" sollen. Menurut
pandangan ini, "seharusnya" tidak bisa berasal dari "Menjadi." Indikatif sekolah
Heidelberg neokantianisme yang menjadi langganan Radbruch adalah bahwa interpolasi
studi budaya terkait nilai antara ilmu penjelasan menjadi dan ajaran filosofis tentang

3
Litschewski Paulson.2006.Five Minutes of Legal Philosophy.Oxford Journal of Legal Studies.Volume
26:hal.1-11

2
nilai seharusnya. Sehubungan dengan hukum, triadisme ini menunjukkan dirinya dalam
subbidang sosiologi hukum, filsafat hukum dan dogma hukum. Dogma legal
mengasumsikan tempat di antaranya. Ia menempatkan dirinya sebagai oposisi terhadap
hukum positif, karena yang terakhir menggambarkan dirinya dalam realitas sosial dan
secara metodologis dalam tujuan "harus-memiliki" rasa hukum, yang mengungkapkan
dirinya melalui penafsiran terkait nilai. Inti dari filosofi hukum Radbruch terdiri dari
prinsip-prinsipnya tentang konsep hukum dan gagasan hukum. Gagasan tentang hukum
didefinisikan melalui triad keadilan, kegunaan dan kepastian. Radbruch dengan
demikian memiliki gagasan kegunaan atau kegunaan yang muncul dari analisis gagasan
keadilan. Setelah gagasan ini didasarkan pada formula Radbruch , yang masih
diperdebatkan hari ini. Konsep hukum, untuk Radbruch, adalah "tidak lain dari fakta
yang diberikan, yang memiliki arti untuk melayani gagasan hukum." Sengketa panas
adalah pertanyaan apakah Radbruch adalah seorang positivist hukum sebelum 1933 dan
dieksekusi tentang-wajah dalam pemikirannya karena munculnya Nazisme, atau apakah
ia terus berkembang, di bawah kesan kejahatan Nazi, pengajaran nilai relativistik yang
ia miliki. sudah melakukan advokasi sebelum 1933. Masalah kontroversi antara roh dan
surat hukum, di Jerman, telah dibawa kembali ke perhatian publik karena persidangan
mantan tentara Jerman Timur yang menjaga Tembok Berlin yang disebut keharusan
mengikuti perintah. Teori-teori Radbruch mengemukakan pendapat positivist "prinsip-
prinsip hukum murni" yang diwakili oleh Hans Kelsen dan, sampai taraf tertentu, juga
dari Georg Jellinek . Singkatnya, rumus Radbruch berpendapat bahwa di mana undang-
undang hukum tidak sesuai dengan persyaratan keadilan "pada tingkat yang tidak dapat
ditoleransi", atau di mana hukum perundang-undangan jelas dirancang dengan cara
yang dengan sengaja meniadakan "kesetaraan yang merupakan inti dari semua
keadilan", undang-undang hukum harus diabaikan oleh hakim yang mendukung prinsip
keadilan. Sejak penerbitan pertamanya pada tahun 1946, prinsip tersebut telah diterima
oleh Mahkamah Konstitusi Federal Jerman dalam berbagai kasus. Banyak orang yang
sebagian menyalahkan tradisi hukum Jerman yang lebih tua dari positivisme hukum
untuk kemudahan yang diperoleh Hitler dengan cara "legal" secara lahiriah, dan bukan
dengan kudeta. Dapat dibilang, pergeseran ke konsep hukum kodrat seharusnya
bertindak sebagai perlindungan terhadap kediktatoran, kekuasaan Negara yang tak
tercela dan pencabutan hak-hak sipil.4
2.2 Mempelajari secara detail Keadilan, Kepastian, Kemanfaatan Hukum
menurut Gustav Radbruch
Gustav Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sebagai
tiang penyanggah penegakan hukum. Ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada
pengertian dan implementasi hukum yang memadai. Khusus tujuan keadilan atau
finalitas yaitu menekankan dan menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.5
Gustav Radbruch mengatakan bahwa nilai dasar hukum ada 3 (tiga) ranah yakni
keadilan hukum, kemanfaatan hukum dan kepastian hukum. Nilai keadilan menjadi

4
Litschewski Paulson.2006.Statutory Lawlessness and Supra Statutory Law.Oxford Journal of Legal
Stiudies.Volume 26:hal.13-15
5
Yohanes Suharudin.2009.Fenomena Mengabaikan Keadilan dalam Penegakan Hukum.Mimbar
Hukum.Nomor 2 / Volume 21:hal.342

3
ukuran bagi adil tidaknya hukum. Tidak hanya itu nilai keadilan juga menjadi dasar
hukum sebagai hukum. Dia normatif karena berfungsi sebagai prasyarat transendental
yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Dia menjadi landasan moral dan
tolak ukur hukum positif. Dia bersifat konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur
mutlak bagi hukum sebagai hukum. Dengan demikian bicara tentang keadilan maka
pada dasarnya bicara tentang hakekat keberadaan hukum di dunia manusia yakni untuk
menjamin keadilan. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum dan keadilan
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, bicara tentang keadilan tidak cukup
bicara tentang bangunan formal semata melainkan sebagai bagian ekspresi cita-cita
masyarakat secara menyeluruh atau komprehensif.6
Menurut Gustav Radbruch keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan (Gustav
Radbruch: Gerechtigkeit, Rechtssicherheit, Zweckmäßigkeit) adalah tiga terminologi
yang sering dilantunkan di ruang-ruang kuliah dan kamar-kamar peradilan, namun
belum tentu dipahami hakikatnya atau disepakati maknanya. Keadilan dan kepastian
hukum, misalnya. Sekilas kedua terma itu berseberangan, tetapi boleh jadi juga tidak
demikian. Kata keadilan dapat menjadi terma analog, sehingga tersaji istilah keadilan
prosedural, keadilan legalis, keadilan komutatif, keadilan distributif, keadilan vindikatif,
keadilan kreatif, keadilan substantif, dan sebagainya. Keadilan prosedural, sebagaimana
diistilahkan oleh Nonet dan Selznick untuk menyebut salah satu indikator dari tipe
hukum otonom, misalnya, ternyata setelah dicermati bermuara pada kepastian hukum
demi tegaknya the rule of law. Jadi, pada konteks ini keadilan dan kepastian hukum
tidak berseberangan, melainkan justru bersandingan. Keadilan dan Kepastian adalah dua
nilai aksiologis di dalam hukum. Wacana filsafat hukum sering mempersoalkan kedua
nilai ini seolah-olah keduanya merupakan antinomi, sehingga filsafat hukum dimaknai
sebagai pencarian atas keadilan yang berkepastian atau kepastian yang berkeadilan.
Pandangan Gustav Radbruch secara umum diartikan bahwa kepastian hukum tidak
selalu harus diberi prioritas pemenuhannya pada tiap sistem hukum positif, seolah-olah
kepastian hukum itu harus ada lebih dulu, baru kemudian keadilan dan kemanfaatan.
Gustav Radbruch kemudian meralat teorinya bahwa ketiga tujuan hukum sederajat.7
Secara historis, pada awalnya menurut Gustav Radbruch tujuan kepastian
menempati peringkat yang paling atas di antara tujuan yang lain. Namun, setelah
melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut Jerman di bawah kekuasaan Nazi
melegalisasi praktek-praktek yang tidak berperikemanusiaan selama masa Perang Dunia
II dengan jalan membuat hukum yang mensahkan praktek-praktek kekejaman perang
pada masa itu, Radbruch pun akhirnya meralat teorinya tersebut.8
Bagi Radbruch ketiga aspek ini sifatnya relatif, bisa berubah-ubah. Satu waktu
bisa menonjolkan keadilan dan mendesak kegunaan dan kepastian hukum ke wilayah
tepi. Diwaktu lain bisa ditonjolkan kepastian atau kemanfaatan. Hubungan yang

6
Shinta Dewi Rismawati.2015. Menebarkan Kadilan Sosial Dengan Hukum Progresif Di Era Komodifikasi
Hukum.Jurnal Hukum Islam.Nomor 1 / Volume 13:hal.1-2
7
Nur Agus Susanto.2014. Dimensi Aksiologis Dari Putusan Kasus “ST” Kajian Putusan Peninjauan
Kembali.Jurnal Yudisial.Nomor 3 / Vol 7:hal. 7
8
Ahmad Zaenal Fanani.2011.Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim.Jurnal Varia Peradilan.Nomor
304:hal.3

4
sifatnya relatif dan berubah-ubah ini tidak memuaskan. Meuwissen memilih kebebasan
sebagai landasan dan cita hukum. Kebebasan yang dimaksud bukan kesewenangan,
karena kebebasan tidak berkaitan dengan apa yang kita inginkan. Tetapi berkenaan
dengan hal menginginkan apa yang kita ingini. Dengan kebebasan kita dapat
menghubungkan kepastian, keadilan, persamaan dan sebagainya ketimbang mengikuti
Radbruch.9
Menurut Aristoteles, tanpa ada kecenderungan hati sosial-etis yang baik pada
warga negara, maka tidak ada harapan untuk tercapai keadilan tertinggi dalam negara
meskipun yang memerintah adalah orang-orang bijak dengan undang-undang yang
mutu sekalipun.10 Karena hukum mengikat semua orang, maka keadilan hukum mesti
dipahami dalam penngertian kesamaan. Namun ia membagi kesamaan numerik dan
kesamaan proporsional. Kesamaan numerik melahirkan prinsip: ”semua orang sederajat
di depan hukum”. Sedangkan kesamaan proporsional melahirkan prinsip: ”memberi tiap
orang apa yang menjadi haknya”. Selain model keadilan berbasis kesamaan, Aristoteles
juga mengajukan model keadilan lain, yakni keadilan distributif dan keadilan korektif.
Keadilan distributif identik dengan keadilan atas dasar kesamaan proporsional.
Sedangkan keadilan korektif (remedial), berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah.
Jika suatu perjanjian dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif
berupaya memberi kompensasi11 yang memadai bagi pihak yang dirugikan. Jika suatu
kejahatan dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan pada si pelaku.
Singkatnya, keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan. Keadilan
korektif merupakan standar umum untuk memperbaiki setiap akibat perbuatan, tanpa
memandang siapa pelakunya. Prinsip-prinsip itu adalah hukum harus memperbaiki
kejahatan, ganti rugi harus memperbaiki kerugian dan memulihkan keuntungan yang
tidak sah.12
Untuk menelaah lebih jelas tentang pengertian keadilan ini perlu kiranya dirujuk
pandangan hukum alam klasik yang diajarkan oleh Thomas Aquinas. Dengan mengikuti
pandangan Aristoteles, Thomas Aquinas mengemukan dua macam keadilan yaitu
keadilan distributif (iustitia distributiva) dan keadilan komulatif (iustitia commutativa).
Dua macam keadilan itu sebenarnya merupakan varian-varian persamaan, tetapi bukan
persamaan itu sendiri. Prinsip persamaan mengandung: “hal yang sama harus
diperlakukan sama dan yang tidak sama harus diperlakukan tidak sama pula”.
Tampaknya prinsip itu merupakan terjemahan yang keliru dari ajaran ius suum cuique
tribuere13 karena ajaran ini tidak berkaitan dengan masalah perlakuan. Ajaran mengenai

9
Arief Sidharta.2007.Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat
Hukum.Cetakan Kesatu.Bandung:PT Refika Aditama.hal.20
10
Bernard L. Tanya.2013.Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.Cetakan
Kedua.Yogyakarta:Genta Publishing.hal.42
11
Ibid, hal. 42
12
Ibid, hal. 43
13
Peter Mahmud Marzuki.2009.Pengantar Ilmu Hukum.Cetakan Kedua.Jakarta:Prenada Media
Group.hal.151

5
keadilan dalam hal ini hanya bersangkutan14 paut dengan apa yang menjadi hak
sesorang yang lain dan dalam hubungan dengan masyarakat.15
Menurut Kurt Wilk bahwa bentuk keadilan pertama, yaitu keadilan distributif
merujuk kepada adanya persamaan di antara manusia didasarkan atas prinsip
proporsionalitas. Gustav Radbruch mengemukan bahwa pada keadilan distributif
terdapat hubungan yang bersifat superordinasi artinya antara yang mempunyai
wewenang untuk membagi dan yang mendapat bagian. Untuk melaksanakan keadilan
ini diperlukan adanya pihak yang membagi yang bersifat superordinasi terhadap lebih
dari satu orang atau kelompok orang sebagai pihak yang menerima bagian yang
samasama mempunyai kedudukan yang bersifat subordinasi terhadap yang membagi.
Yang menjadi tolok ukur dalam prinsip proporsionalitas dalam kerangka keadilan
distributif adalah jasa, prestasi, kebutuhan, dan fungsi. Dengan adanya dua orang atau
kelompok orang yang berkedudukan sama sebagai subordinat terhadap pihak yang
membagi dapat dilihat apakah yang membagi telah berlaku adil berdasarkan tolok ukur
tersebut. Dalam dunia nyata, pihak yang membagi adalah negara dan yang mendapat
bagian adalah rakyatnya. Berdasarkan pandangan ini, dilihat dari keadilan distributif
apakah suatu negara telah membuat undangundang yang bersandarkan pada tolok ukur
tersebut, apakah tindakan pemerintah juga demikian dan pengadilan juga menjatuhkan
putusan yang memerhatikan ukuran-ukuran itu. Lebih lanjut Kurt Wilk menyatakan
bahwa dengan berpegang pada pandangan tersebut, Radbruch lebih jauh menyatakan
bahwa prinsip keadilan distributif bukanlah berkaitan dengan siapa yang di16 perlakukan
sama dan siapa yang diperlakukan tidak sama; persamaan atau ketidaksamaan itu
sebenarnya merupakan sesuatu yang telah terbentuk. Akhirnya, Radbruch bahwa
keadilan distributif hanya bersangkut paut dengan hubungan di antara manusia bukan
jenis perlakuan terhadap manusia yang berbeda sehingga keadilan distributif tidak
bersangkut paut dengan pemidanaan, misalnya apakah pencuri harus digantung dan
pembunuh harus digilas sampai mati atau pencuri cukup didenda sedangkan pembunuh
harus dipenjarakan.17
Bentuk kedua keadilan menurut Kurt Wilk, yaitu keadilan komutatif terdapat pada
hubungan yang bersifat koordinatif di antara para pihak. Untuk melihat bekerjanya
keadilan ini diperlukan adanya dua pihak yang mempunyai kedudukan yang sama.
Contoh keadilan komutatif yang diberikan Aristoteles adalah antara kerja dan upah dan
antara kerugian dan ganti rugi. Mengenai keadilan komutatif ini, Thomas Aquinas
mengungkapkan bahwa dalam hubungan antara dua orang yang bersifat koordinatif
tersebut, persamaan diartikan sebagai ekuivalensi, harmoni, dan keseimbangan.18
Meskipun Aristoteles menyatakan bahwa keadilan bukan persamaan, bentuk-bentuk
keadilan yang dikemukan olehnya, yaitu kedailan distributif dan keadilan komutatif
yang dielaborasi lebih lanjut oleh Thomas Aquinas dan Gustav Radbruch
mengindikasikan adanya persamaan. Hal ini sangat berbeda dengan konsep ius suum

14
Ibid, hal. 151
15
Ibid, hal. 152
16
Ibid, hal. 152
17
Ibid, hal. 153
18
Ibid, hal. 153

6
cuique tribuere yang artinya memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
bagiannya. Sebenarnya doktrin itu pertama kali dikemukan oleh Ulpianus dan berbunyi:
Iustitia est perpetua et constans voluntas ius suum19 cuiquni tribuendi, yang kalau
diterjemahkan secara bebas keadilan adalah suatu keinginan yang terus-menerus dan
tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi bagiannya. Jika konsep ini
ditelaah, keadilan tidak harus berkonotasi dengan persamaan seperti pada keadilan
distributif dan komutatif.20
Hukum sebagai pengemban nilai-nilai kemanusiaan, menurut Radbruch menjadi
ukuran bagi adil dan tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan
(memajukan nilai-nilai kemanusiaan) juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum.
Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum.
Keadilan menjadi dasar bagi tiap hukum positif yang bermartabat.21
Jadi bagi Radbruch, keadilan merupakan titik sentral dalam hukum. Adapun dua
aspek lainnya yakni kepastian dan kemanfaatan, bukanlah unit yang berdiri sendiri dan
terpisah dari kerangka keadilan itu sendiri. Sebab tujuan keadilan, menurut Radbruch,
adalah untuk memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek inilah yang harus
mewarnai isi hukum. Gustav Radbruch mengemukakan idealnya dalam suatu putusan
harus memuat idee des recht, yang meliputi 3 unsur yaitu keadilan (Gerechtigkeit),
kepastian hukum (Rechtsicherheit) dan kemanfaatan (Zwechtmassigkeit). Ketiga unsur
tersebut semestinya oleh Hakim harus dipertimbangkan dan diakomodir secara
proporsional, sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan putusan yang berkualitas dan
memenuhi harapan para pencari keadilan.22
Teori Radbruch tidak mengijinkan adanya pertentangan antara, keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan, seperti yang terjadi selama ini. Kepastian dan
Kemanfaatan, bukan saja harus diletakkan dalam kerangka keadilan, tetapi juga
sebenarnya merupakan suatu kesatuan dengan keadilan itu sendiri. Kepastian hukum,
tidak lagi sekedar kepastian legalitis, tetapi kepastian yang berkeadilan. Demikian juga
soal kemanfaatan. Ia bukan lagi kemanfaatan tanpa patokan, tetapi kemanfaatan yang
berkeadilan yaitu memajukan nilai-nilai kemanusiaan.23 Gustav Radbruch menuturkan
bahwa hukum adalah pengemban nilai keadilan, keadilan memiliki sifat normatif
sekaligus konstitutif bagi hukum. Bersifat normative karena kepada keadilanlah, hukum
positif berpangkal. Bersifat konstitutif karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi
hukum, tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum.24 Hal ini
memperhatikan pula asas prioritas yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch bahwa
untuk menerapkan hukum secara tepat dan adil untuk memenuhi tujuan hukum maka

19
Ibid, hal. 153
20
Ibid, hal. 154
21
Bernard L Tanya, Op. Cit., hal. 74
22
Ibid, hal. 74
23
Ibid, hal. 74
24
Bernard L. Tanya.2013.Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.Cetakan
Kedua.Yogyakarta:Genta Publishing.hal.117

7
yang diutamakan adalah keadilan, kemudian kemanfaatan setelah itu kepastian
hukum.25
Kata kepastian berkaitan erat dengan asas kebenaran, yaitu sesuatu yang secara
ketat dapat disilogismekan secara legal-formal. Melalui logika deduktif, aturan-aturan
hukum positif ditempatkan sebagai premis mayor, sedangkan peristiwa konkret menjadi
premis minor. Melalui sistem logika tertutup akan serta merta dapat diperoleh
konklusinya. Konklusi itu harus sesuatu yang dapat diprediksi, sehingga semua orang
wajib berpegang kepadanya. Dengan pegangan inilah masyarakat menjadi tertib. Oleh
sebab itu, kepastian akan mengarahkan masyarakat kepada ketertiban.26
Kepastian hukum akan menjamin seseorang melakukan perilaku sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku, sebaliknya tanpa ada kepastian hukum maka seseorang
tidak memiliki ketentuan baku dalam menjalankan perilaku. Dengan demikian, tidak
salah apabila Gustav Radbruch mengemukakan kepastian sebagai salah satu tujuan dari
hukum. Dalam tata kehidupan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam
hukum. Kepastian hukum merupakan sesuai yang bersifat normatif baik ketentuan
maupun keputusan hakim. Kepastian hukum merujuk pada pelaksanaan tata kehidupan
yang dalam pelaksanaannya jelas, teratur, konsisten, dan konsekuen serta tidak dapat
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif dalam kehidupan
masyarakat.27
Kepastian merupakan ciri dari yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama
untuk norma hukum tertulis. Hukum bagi setiap orang tanpa nilai kepastian akan
kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku orang.
Pada saat memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa
hukum itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum positif dan peranan
Negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif.28

Kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang
bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap
individu.29
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada
aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai
sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain
hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar
menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum
dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat

25
Satjipto Rahardjo.2012.Ilmu Hukum.Cetakan Ketiga.Bandung:PT Citra Aditya Bakti.hal.20
26
Shidarta. Op. Cit., hal.8
27
Nur Agus Susanto. Op. Cit.
28
Fernando M. Manullang.2007.Pengantar ke Filsafat Hukum.Cetakan Kedua.Jakarta:Kencana.hal.95
29
Riduan Syahrani.1996.Rangkuman Intisari Ilmu Hukum.Bandung:Citra Aditya Bakti.hal.23

8
umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk
mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.30
Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi keadilan.
Norma-norma yangmemajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi sebagi
peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum
merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan
dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan
dan ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati. Berdasarkan
teori kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan
kebahagiaan.31
Membicarakan konsep penegakan hukum dari tinjauan filsafat hukum dapat dikaji dari
faktor penegak hukum khususnya hakim sebagai manusia yang akan memahami nilai-
nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam kaitannya dengan penegakan
hukum adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu
“hukum dan keadilan”, sebagaimana seorang filsuf hukum terkemuka Gustav Radbruch
menjelaskan bahwa: “Hukum itu adalah hasrat kehendak untuk / demi mengabdi pada
keadilan.”32
Kajian mengenai keadilan akan selalu dihadapkan pada antinomi hukum antara
keadilan dan kepastian hukum. Dikatakan sebagai antinomi karena keadilan dan
kepastian hukum tidak dapat diwujudkan sekaligus dalam situasi yang bersamaan.33
Sebagaimana yang dikutip oleh Sidharta, dalil yang dikatakan oleh Gustav Radbruch,
bahwa ia menjabarkan ide-hukum yang dikemas melalui tiga aspek, yakni kepastian
hukum, kemanfaatan, maupun keadilan. Pertautan di antara ketiganya menjadi sangat
dinamis, ketika dihubungkan dengan hubungan kaidah-kaidah hukum positif dengan
hubungan sosial yang mendasarinya. Dalam substansi hukum terdapat dan tercermin
berbagai gejala sosial dan nilai-nilai yang melahirkannya. Oleh karena itu, hukum dan
kaidah-kaidah hukum, juga secara dogmatis, hanya dapat dipahami dalam kaitannya
dengan hubungan sosial yang diaturnya dan nilai-nilai mendasarinya.34
Kemanfaatan merupakan hal yang paling utama didalam sebuah tujuan hukum,
mengenai pembahasan tujuan hukum terlebih dahulu diketahui apakah yang diartikan
dengan tujuannya sendiri dan yang mempunyai tujuan hanyalah manusia akan tetapi
hukum bukanlah tujuan manusia, hukum hanyalah salah satu alat untuk mencapai tujuan
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tujuan hukum bisa terlihat dalam fungsinya
sebagai fungsi perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai sasaran yang
hendak dicapai.35

30
Achmad Ali.2002.Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis.Cetakan
Kesatu.Jakarta:Toko Gunung Agung.hal.82-83
31
Ibid, hal. 94
32
Otje Salman.2012.Filsafat Hukum – Perkembangan dan Dinamika Masalah.Cetakan
Kesatu.Bandung:PT Refika Aditama.hal. 58
33
Peter Mahmud Marzuki.2008.Pengantar Ilmu Hukum.Cetakan Kesatu.Jakarta:Kencana.hal. 161
34
Arief Sidharta.1994.Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya.Cetakan Kesatu.Bandung:Remaja Rosda
Karya.hal. 64-67
35 Said Sampara dkk.2011.Pengantar Ilmu Hukum,Cetakan Kedua.Yogyakarta:Total Media.hal. 40

9
Menurut Pandangan Gustav Radbruch secara umum diartikan bahwa kepastian hukum
tidak selalu harus diberi prioritas pemenuhannya pada tiap sistem hukum positif, seolah-
olah kepastian hukum itu harus ada lebih dulu, baru kemudian keadilan dan
kemanfaatan. Gustav Radbruch kemudian meralat teorinya bahwa ketiga tujuan hukum
sederajat. Gustav Radbruch, pencetus tiga nilai dasar hukum dari Jerman pernah
mengatakan bahwa hukum yang baik adalah ketika hukum tersebut memuat nilai
keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Artinya, meski ketiganya merupakan nilai
dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai tuntutan yang berbeda satu
dengan yang lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan
dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga nilai tersebut oleh karena itu, hukum
sebagai pengemban nilai keadilan, tegas Radbruch dapat menjadi ukuran bagi adil
tidaknya tata hukum. Karenanya, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai
hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi
hukum. Dalam hal ini, keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok
ukur sistem hukum positif. Karenanya, kepada keadilanlah, hukum positif berpangkal.
Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum.
Artinya, hukum tanpa keadilan adalah sebuah aturan yang tidak pantas menjadi hukum.
Dalam mewujudkan tujuan hukum Gustav Radbruch menyatakan perlu digunakan asas
prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum. Hal ini disebabkan karena
dalam realitasnya, keadilan hukum sering berbenturan dengan kemanfaatan dan
kepastian hukum dan begitupun sebaliknya (Ahmad Zaenal, 2003). Diantara tiga nilai
dasar tujuan hukum tersebut, pada saat terjadi benturan, maka mesti ada yang
dikorbankan. Untuk itu, asas prioritas yang digunakan oleh Gustav Radbruch harus
dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut, yang pertama yaitu Keadilan Hukum, yang
kedua Kemanfaatan Hukum, dan yang ketiga yaitu Kepastian Hukum.36

36
Hermawati & Yeny Widowaty.2018.Konsep Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Sebagai
Korban Pencemaran Lingkungan Akibat Pembakaran Lahan Pada Saat Panen di Lampung Tengah.Jurnal
Kajian Hukum.Volume 3:hal. 338-389

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Gustav Radbruch belajar hukum di Munich , Leipzig , dan Berlin . Dia lulus ujian
ujian pertama "Staatsexamen" di Berlin pada tahun 1901, dan tahun berikutnya dia
menerima gelar doktor dengan disertasi "The Theory of Adequate Causation". Filosofi
hukum Radbruch berasal dari Neokantianisme, yang mengasumsikan bahwa
pembelahan kategoris ada antara "adalah" sein dan "seharusnya" sollen. Menurut
pandangan ini, "seharusnya" tidak bisa berasal dari "Menjadi." Indikatif sekolah
Heidelberg neokantianisme yang menjadi langganan Radbruch adalah bahwa interpolasi
studi budaya terkait nilai antara ilmu penjelasan menjadi dan ajaran filosofis tentang
nilai seharusnya. Sehubungan dengan hukum, triadisme ini menunjukkan dirinya dalam
subbidang sosiologi hukum, filsafat hukum dan dogma hukum. Dogma legal
mengasumsikan tempat di antaranya. Ia menempatkan dirinya sebagai oposisi terhadap
hukum positif, karena yang terakhir menggambarkan dirinya dalam realitas sosial dan
secara metodologis dalam tujuan "harus-memiliki" rasa hukum, yang mengungkapkan
dirinya melalui penafsiran terkait nilai.
Jadi menurut Radbruch ada tiga nilai penting dalam teori hukum yaitu Keadilan,
Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum. Ia mengatakan bahwa hukum yang baik adalah
ketika hukum tersebut memuat nilai keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Artinya,
meski ketiganya merupakan nilai dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai
tuntutan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga ketiganya mempunyai
potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga
nilai tersebut oleh karena itu, hukum sebagai pengemban nilai keadilan, tegas Radbruch
dapat menjadi ukuran bagi adil tidaknya tata hukum.
3.2 SARAN
Dengan ini penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, dengan kata lain masih jauh dari kata sempurna dan tentunya kedepan
penulis akan lebih baik lagi dan lebih detail dalam menulis dan menjelaskan makalah ini
dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat di pertanggungjawabkan. Untuk
saran penulis sangat mengharapkan berisi kritik atau saran yang membangun terhadap
penulisan makalah ini juga bisa menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasa makalah
yang telah dijelaskan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ruman Yustinus Suhardi.2012.Keadilan Hukum dan Penerapannya Dalam


Pengadilan.Humaniora.Volume 3:hal.346
Wadi Husnan.2014.Perselisihan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum Dalam
Privatisasi Sumber Daya Air.Jurnal ius.Nomor 5 / Volume 2:hal.225
Paulson Litschewski.2006.Five Minutes of Legal Philosophy.Oxford Journal of Legal
Studies.Volume 26:hal.1-11
Paulson Litschewski.2006.Statutory Lawlessness and Supra Statutory Law.Oxford Journal of
Legal Stiudies.Volume 26:hal.13-15
Saharudin Yohanes.2009.Fenomena Mengabaikan Keadilan dalam Penegakan Hukum.Mimbar
Hukum.Nomor 2 / Volume 21:hal.342
Rismawati Shinta Dewi.2015. Menebarkan Kadilan Sosial Dengan Hukum Progresif Di Era
Komodifikasi Hukum.Jurnal Hukum Islam.Nomor 1 / Volume 13:hal.1-2
Susanto Nur Agus.2014. Dimensi Aksiologis Dari Putusan Kasus “ST” Kajian Putusan
Peninjauan Kembali.Jurnal Yudisial.Nomor 3 / Vol 7:hal. 7
Fanani Ahmad Zaenal.2011.Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim.Jurnal Varia
Peradilan.Nomor 304:hal.3
Sidharta Arief.2007.Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan
Filsafat Hukum.Cetakan Kesatu.Bandung:PT Refika Aditama.hal.20
Tanya Bernard L.2013.Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi.Cetakan Kedua.Yogyakarta:Genta Publishing.hal.42 & hal. 117
Marzuki Peter Mahmud.2009.Pengantar Ilmu Hukum.Cetakan Kedua.Jakarta:Prenada Media
Group.hal.151
Rahardjo Satjipto.2012.Ilmu Hukum.Cetakan Ketiga.Bandung:PT Citra Aditya Bakti.hal.20
Manullang Fernando M.2007.Pengantar ke Filsafat Hukum.Cetakan
Kedua.Jakarta:Kencana.hal.95
Syahrani Riduan.1996.Rangkuman Intisari Ilmu Hukum.Bandung:Citra Aditya Bakti.hal.23
Ali Achmad.2002.Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis.Cetakan
Kesatu.Jakarta:Toko Gunung Agung.hal.82-83

Salman Otje.2012.Filsafat Hukum – Perkembangan dan Dinamika Masalah.Cetakan


Kesatu.Bandung:PT Refika Aditama.hal. 58
Marzuki Peter Mahmud.2008.Pengantar Ilmu Hukum.Cetakan
Kesatu.Jakarta:Kencana.hal. 161
Sidharta Arief .1994.Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya.Cetakan Kesatu.Bandung:Remaja
Rosda Karya.hal. 64-67

12
Sampara Said dkk.2011.Pengantar Ilmu Hukum,Cetakan Kedua.Yogyakarta:Total Media.hal.
40
Widowaty Yeny & Hermawati.2018.Konsep Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat
Sebagai Korban Pencemaran Lingkungan Akibat Pembakaran Lahan Pada Saat Panen
di Lampung Tengah.Jurnal Kajian Hukum.Volume 3:hal. 338-389

13

Anda mungkin juga menyukai