Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Aliran-Aliran Dalam Epistemologi”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Epistemologi

Dosen Pengampu: ANDI SULASTRI, M.Pd

Oleh: KELOMPOK 5
Kelas : 3 F (PGSD)
SRI IRSAMAYORI (200102239)
MAULIANA HARTATI (200102224)
HERIL BISRI (200102217)
RIRQI FARABI AL-FARUQ (200102

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN (FIP)
UNIVERSITAS HAMZANWADI
T.H 2021/2022

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puja-puji beserta syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah Swt,


karena dengan rahmat dan karunianya saya masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dalam keadaan sehat wal afiat,
Alhamdulillah.

Sholawat beserta salam tidak lupa kami haturkankepada Nabi akhirul


zaman yang Rahmatallilalamin Nabi Muhammad Saw, karena beliaulah yang
telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Pertama saya ucapkan terimakasih kepada bapak dosen pengampu mata


kuliah “EPISTEMOLGI”, yang telah memeberikan saya tugas makalah ini,
sehingga saya dapat mengetahui, serta paham akan “Pengertian Epistemologi
dan Aliran-Aliran Epistemologi,” untuk menjadi bekal ketika sudah terjun
kepada masyarakat kelak, karena pada hakikatnya ilmu itu semata-mata untuk
diamalkan.

Tidak dapat dipungkiri, saya menyadari bahwa dalam penulisan


makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan terlebih saya masih
dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari Bapak dosen dan pembaca. Semoga kita
sama-sama dapat mengambil hal yang baik dan membuang hal yang bururk
dari isi makalah ini. Sekian dari saya lebih dan kurangnya saya ucapkan
terimakasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sakra, 10 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

Halaman Depan...........................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3

B. Aliran-Aliran Epistemologi...........................................................5
1. Realisme...................................................................................5
2. Idealisme....................................................................5
3. Empirisme................................................................................8
4. Rasionalisme............................................................................8
5. Kritisisme...............................................................................10
6. Positivisme.............................................................................11
7. Eksistensialisme.....................................................................11
8. Pragmatisme...........................................................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................15
B. Saran...........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan
tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di
lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia
seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan.
Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan.
Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan
manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak
jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga
sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia,
termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan
dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.

Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat


sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-
permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh
disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak
dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa
saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk
mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?
  2. Apa saja aliran- aliran yang ada dalam Epistemologi ?

3. Apa yang dimaksud dengan Realisme, Idealisme,Empisisme,


Rasionalisme, Kritisme, Positivisme, Eksistensialisme, dan Pragmatisme ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Epistemologi.
2. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi

Epistemologi dari bahasa yunani episteme (pengetahuan) dan


Logos (ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat,
karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling
sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang Filsafat,1 misalnya
tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta
hubungan dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologi atau teori
pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indra
dengan berbagai metode, diantaranya : metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

a. Menurut para Ahli.

Pengertian Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang


filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Secara linguistik
kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme”
dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau
alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan
yang dalam bahasaInggris dipergunakan istilah theory of know ledge.
Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan
yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan.

3
Secara terminology epistemology adalah teori mengenai hakikat
ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan. Masalah utama
dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah
sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemolog iartiny
apertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai
pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen
untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab
dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam
epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu
manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu
dengan ilmu yang lainnya.

Epistemologi menurut para ahli yaitu :

1. Abdul Munir Mulkan. Segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran


manusia yang selalu mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu
pengetahuan itu diperoleh.

2. Mujamil Qomar. Bagian ilmu filsafat yang secara khusus mempelajari


dan menentukan arah dan kodrat pengetahuan.

3. Anton Bakker. Cabang filsafat yang berurusan mengenai ruang lingkup


serta hakikat pengetahuan.

4. Achmad Charris Zubair. Suatu ilmu yang secara khusus mempelajari


dan mempersoalkan secara dalam mengenai apa itu pengetahuan, dari
mana pengetahuan itu diperoleh serta bagaimana cara memperolehnya.

5. Jujun S. Suria Sumantri. Arah berfikir manusia dalam menemukan dan


memperoleh suatu ilmu pengetahuan degan menggunakan kemampuan
rasio.

4
B. Aliran-Aliran Epistemologi

Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :

1. Realisme

Seorang filsuf asal Yunani Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan


murid Plato mengembangkan aliran realisme yang menekankan pada pengetahuan
dan nilai. Ilmuwan membawa paham realisme pada abad 21, ilmuwan realisme
beranggapan bahwa realitas yang ada tidak bergantung pada apa yang kita ketahui
dan metode ilmiah adalah cara yang terbaik untuk mendapatkan deskripsi yang
akurat dari apa itu dunia dan bagaimana kerjanya. Untuk menjelaskan dan untuk
menggunakan penemuan ilmiah, kita harus menyusun suatu teori. Untuk
meningkatkan penelitian ilmiah, kita dapat meninjau kembali dan menyaring
teori-teori kita sehingga lebih akurat terhadap realitas.

Realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan. Aliran realisme


mempersoalkan obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme memandang bahwa
obyek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia. Contohnya bagaimana
kursi itu ada karena ada yang membuatnya, begitu juga dengan adanya alam yang
berarti ada yang membuat. Tetapi kaum realis tidak mempercayai adanya ruh
karena yang ada hanyalah jiwa. Kaum realis berpendapat bahwa tidak ada
kehidupan sesudah kematian.

2. Idealisme

Dalam perspektif epistemologi aliran realisme menyatakan bahwa


hubungan antara subjek dan objek diterangkan sebagai hubungan dimana subjek
mendapatkan pengetahuan tentang objek murni karena pengaruh objek itu sendiri
dan tidak tergantung oleh si subjek. Pemahaman subjek dengan demikian
ditentukan atau dipengaruhi oleh objek ( Joad, 1936:366 ).

Realis mempercayai pengetahuan yang didapatkan berasala dari hal-hal


nyata yang ada di sekitar manusia, bukan berasal dari pemikiran manusia. Dan
pengetahuan manusia yang dipengaruhi oleh alam bukan alam yang dipengaruhi

5
oleh alam. Manusia dapat mengetahui suatu objek melalui indra dan akal fikiran
mereka. Proses mengetahui terdiri dari dua tahap yaitu perasaan dan gambaran.
Pertama, orang yang mengetahui melihat objek dan panca indra merekam data di
dalam pikiran seperti warna, ukuran, berat atau bunyi. Pikiran memilah data ke
dalam suatu sifat yang selalu muncul dalam objek. Dengan mengidentifikasi sifat-
sifat yang dibutuhkan manusia membentuk konsep dari benda dan mengenalinya
ke dalam kelas-kelas tertentu. Klasifikasi ini akan membuat manusia memahami
bahwa objek atau benda membagi sifat tertentu dengan anggota lain dalam satu
kelompok tetapi tidak dengan objek dari kelompok yang berbeda.

2. Ontologi Realisme

Menurut Smith , bagi kaum realis, realitas berhubungan dengan apa yang
disebut filsuf sebagai ‘alam’ atau pola invarian dalam realitas yang memberikan
berbagai macam contoh yang tidak terbatas dari berbagai macam hal. Seperti
menjelaskan berbagai macam partikel menggunakan satu atau beberapa bentuk
sumum, membuat ilmu menjadi mungkin.

Loux menyatakan bahwa realis berpendapat hanya sebutan dari ilmu fisika
dan bentuk-bentuk abstrak yang terhubung dengan gaya acuan. Pada akhirnya
realis menerima pendapat yang kuat dari ilmuwan realisme yang menganggap
IPA, termasuk fisika memberikan kriteria utama. Berdasarkan filsuf-filsuf
tersebut, pertanyaan “ Semesta seperti apa yang ada disana?” adalah pertanyaan
empiris yang harus dijawab oleh fisikawan : semesta tersebut dibutuhkan untuk
memformulasikan teori fisika terbaik yang ada.

Realisme secara ontologi diartikan bahwa semua benda di alam ini tidak
ada yang mempunyai roh.

3. Aksiologi Realisme

Aspek aksiologis banyak berkaitan dengan bidang nilai. Dalam pendidikan


tidak hanya berbicara mengenai proses transfer pengetahuan, melainkan juga
menyangkut penanaman nilai. Dalam kaitan dengan nilai, pandangan Realisme

6
menyatakan bahwa nilai bersifat absolut, abadi namun tetap mengikuti hukum
alam yang berlaku.

Melalui konsep nilainya tersebut kelompok realis juga menyatakan bahwa


mata pelajaran yang dilaksanakan disekolah pada intinya adalah untuk
menerangkan realitas objektif dunia, sehingga studi-studi disekolah lebih banyak
didasarkan pada kajian-kajian ilmu kealaman atau sains. Hal ini banyak
dimaklumi mengingat bahwa melalui sains lah realitas itu tergelar secara objektif
dan menantang manusia untuk memahaminya ( Orsnstein , 2008:168).

B. Jenis-Jenis Realisme

Aliran realisme dibagi menjadi dua yaitu realisme rasional dan realisme
alam (Musdiani, 2011). Aliran realisme rasional yang berasal dari Aristoteles
dibagai menjadi dua yaitu :

1. Realisme klasik

Realisme klasik berasal dari pandangan Aristoteles. Menganggap bahwa segala


sesuatu yang ada berdasarkan hal yang nyata. Aristoteles menganggap bahwa
setiap benda ada tanpa adanya roh.

2. Realisme religius

Realisme ini berasal dari pandangan Thomas Aquina, yaitu filsafat agama Kristen
yang lebih dikenal dengan aliran Thomisme. Aliran ini menganggap bahwa jiwa
itu penting walaupun tidak nyata seperti badan. Sehingga aliran ini mempercayai
bahwa jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan
didapat dari wahyu, berpikir dan pengalaman. Aturan-aturan keharmonisan alam
semesta ini merupakan ciptaan Tuhan yang harus dipelajari.

Aliran realisme alam atau realisme ilmiah mengembangkan ilmu


pengetahuan alam. Aliran realisme ini bersifat skeptis dan eksperimental. Aliran
ini menganggap bahwa alam semesta itu nyata dan yang mempelajarinya adalah
ilmu pengetahuan bukan ilmu filsafat. Tugas ilmu pengetahuan adalah
menyelidiki semua isi alam sedangkan tugas ilmu filsafat adalah mengkoordinasi

7
konsep-konsep dan penemuan-penemuan dari ilmu pengetahuan yang bermacam-
macam. Menurut aliran ini alam bersifat tetap. Meskipun ada perubahan di alam
namun perubahan tersebut sesuai dengan hukum-hukum alam yang sudah berlaku
sehingga alam semesta terus berlangsung dengan teratur.

3. Empirisme

Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu
es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia
mencicipinya.

John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan
teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa
manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya
mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula
tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah
pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan
manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang
tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi,
pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.

Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode
eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan
indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu
kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.

4. Rasionalisme

Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman
rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke-XVII sampai akhir abad ke-
XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan

8
yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata,
penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu
pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu
alam.

Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikutnya orang-orang


yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran
tentang hidup dan dunia. Hal ini jadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke-
XVII, dan lebih lagi pada abad ke-XVIII karena pandangan baru terhadap dunia
yang diberikan oleh Isaac Newton (1643-1727). Menurut sarjana genial Inggris
ini, fisika itu terdiri dari bagian- bagian kecil (atom) yang berhubungan satu sama
lain berdasarkan hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus diterangkan
menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu
keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran
melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan
kekuasaan akal budi, lama-kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam
kegelapan. Dan ketika mereka mampu menaikkan obor terang yang menciptakan
manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan pada abad XVIII, maka
abad itu disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).

Sebagai aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio untuk memperoleh


pengetahuan dan kebenaran, rasionalisme selalu berpendapat bahwa akal
merupakan faktor fundamental dalam suatu pengetahuan. Dan menurut
rasionalisme, pengalaman tidak mungkin dapat menguji kebenaran hukum ”sebab-
akibat”, karena peristiwa yang tak terhingga dalam kejadian alam ini tidak
mungkin dapat diobservasi. Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme
disebabkan kelemahan alat indra tadi, dan dapat dikoreksi seandainya akal
digunakan.

Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh


pengetahuan. Pengalaman indra digunakan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi,
akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak didasarkan bahan indra

9
sama sekali. Jadi, akal dapat juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang
betul-betul abstrak.

Indra dan akal yang bekerja sama belum juga dapat dipercaya mampu
mengetahui bagian-bagian tertentu tentang suatu objek. Manusia mampu
menangkap keseluruhan objek beserta intuisinya. Jika yang bekerja hanya rasio,
yang menjadi andalan rasionalisme, maka pengetahuan yang diperoleh ialah
pengetahuan filsafat. Dan pengetahuan filsafat itu sendiri ialah pengetahuan logis
tanpa didukung data empiris. Jadi, pengetahuan filsat ialah pengetahuan yang
sifatnya logis saja.

Tokoh-tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650 M), Nicholas


Malerbranche (1638-1775 M), B. De Spinoza (1632-1677 M), G.W.Leibniz
(1646-1716 M), Christian Wolff (1679-1754 M), dan Blaise Pascal (1623-1662
M).

5. Kritisisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang
ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-
18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti
rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui
peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis.  Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).

Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri


dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal.

Jadi kesimpulan diatas Kritisisme yaitu suatu aliran yang menjadi


jembatan antara aliran rasionalisme dan empirisme. Karena pada aliran kritisisme
ini berupaya untuk memperoleh suatu pengetahuan tanpa berpihak kepada
rasionalisme atau empirisme, atau dengan kata lain dengan menggabungkan kedua

10
aliran tersebut. Yang pada dasarnya kedua aliran tersebut saling melengkapi.
Tokoh yang menggagas aliran ini adalah Immanuel Kant.

6. Positivisme

Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham


empirisme. Positivisme adalah suatu paham atau teori yang dalam mencari
kebenaran harus didasarkan oleh kejadian yang benar-benar terjadi atau dapat
diartikan seperti ini, suatu teori yang yang meyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah penetahuan yang didasarkan oleh pengalaman
yang benar-benar terjadi. Tokoh yang menjadi pencetus aliran ini yaitu Auguste
Comte.

Positivisme merupakan aliran yang berorientasi pada ilmnu pengetahuan


alam. Timbulnya filsafat positivisme adalah sebagai reaksi tehadap spekulasi
theologis dan metafisis filsafat hegel. Aliran positivisme ini memberi tekanan
kepada fakta, kepada bukti-bukti yang konkrit kepada sesuatu yang diverifikasi.

Tokoh-tokohutama aliran positivisme ini adalah Auguste Comte (1798-


1857), john Stuart Mill (1806-1903). Auguste Comte berpandangan bahwa alam
pikiran manusia berkembang menjadi tiga tahap: (1) religius, (2) metafisis, (3)
positivisme. Pada tahap relegius segala sesuatu diterangkan dari sudut pandangan
adanya pengaruh dan sebab-sebab yang melampaui kemampuan dan kondrat
manusia. Manusia memandang sesuatu dari sudut keyakinan baik politheisme atau
mototheisme.

Pada taraf metafisis, segala sesuatu diterangkan oleh manusia melalui


abstrak, melalui perenungan metafesis.pada tingkat positivistis segala sesuatu
ingin diterapkan dari sudut pengetahuan yang bertolak dari hukum sebab akibat
yang sudah determinitis. Menurut Comte, ilmu pengetahuan termasuk ilmu
masyarakat, haruslah bersemangat positivisme, artinya dapat dialami dan dapat
dibuktikan dengan fakta-fakta berdasarkan hukum kausalitet. Comte sendiri
adalah ahli sosiologi dan dipandang sebagai bapak ilmu sosiologi modern.

11
Menurut positivisme Comte, kita harus menjahui diri dari pertanyaan yang
melampai bidang-bidang ilmu positif. Positivisme ingin mengetahui tentang
gejala, bukan hakikat kenyataan. Hubungan antara gejala-gejala disebut comte
sebagai. “ konsep-konsep” atau “hukum-hukum” dan hukum-hukum itu bersifat
positif. Pandangan metafisis dan spekulatif di pandangan oleh comte sebagai tidak
positif, tapi negatif. Karena itu filsafat comte bersifat anti matematika.

Neo-positivisme Filsafat positifisme telah sangat berjasa bagi


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang ini positivisme masih
hidup dalam aliran neo-positivisme sebagaimana yang di kembangkan oleh
kelompok sarjana yang tergabung dalam Wiener Kreis atau Vienna Circle
(lingkaran wina), atau disebut juga dengan sebutan: logika positivisme, logica
empiricism dan scientific empiricism. Pendirinya ialah Moritz Schilick (1882-
1936), dan tokoh yang lain ialah Hans Hahn (1879-1934) dan Rudolf Carnap
(1891-1979).

Menurut Neo-positivisme pengalaman itu hendaknya dijadikan sebagai


sumber satu-satunya bagi pengetahuan. Karena kurang tertib dalam perumusan
bahasa, maka neo-positivisme menurut analisa daripada istilah-istilah yaitu
penertiban dalam penggunaan bahasa. Pandangan mereka erat hubungannya
dengan logika modern. Banyak anggota”lingkaran wina” adalah orang yahudi
yang melarikan diri ke Amerika dan Inggris sebelu Hilter menduduki Australia,
sehingga kelompok ini tidak lama dalam hidupnya.

Tokoh aliran ini di antaranya August Comte, yang memiliki pandangan sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap,
yaitu:

a. Tahap fteologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau


pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh
takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak dibedakan.

12
b. Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.

c. Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk


menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Oleh karena
itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan
lewat fakta (Harun H 1983: 110 dibandingkan dengan Ali Mudhofir 1985:
52 dalam Kaelan 1991: 30).

7. Eksistensialisme

Eksistensialisme merupakan gerakan filosofis yang menganut paham


bahwa tiap orang harus menciptakan makna di alam semesta yang tak jelas, kacau,
dan tampak hampa ini. Eksistensialisme berasal dari kata "eksistensi" dengan akar
kata eks "keluar" dansistensi "berdiri", menempatkan (diturunkan dari kata kerja
sisto). Oleh karena itu, kata "eksistensi" diartikan: manusia berdiri sebagai diri
sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada. Yang
dianggap sebagai pelopor atau bapak eksistensialisme adalah Soren Aabye
Kierkegaard (1813—1855). Namun juga tidak dapat diingkari adanya pengaruh
filsafat lain terhadap eksistensialisme, yaitu fenomenologi dari Friedrich Wilhelm
Nietzsche (1844—1900), Edmund Husserl (1859—1941), Nicolas Alexandrovitch
dan metafisika modern. Pokok-pokok filsafat eksistensialisme adalah menganggap
bahwa hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi merupakan cara khas
manusia mengada.Perhatian utama diarahkan pada manusia dan oleh karena itu,
filsafat ini bersifat humanistis, bereksistensi harus diartikan secara dinamis.

Pokok-pokok filsafat eksistensialisme adalah menganggap bahwa hanya


manusialah yang bereksistensi. Eksistensi merupakan cara khas manusia
mengada. Perhatian utama diarahkan pada manusia dan oleh karena itu, filsafat ini
bersifat humanistis, bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Pengertian
bereksistensi berarti bahwa manusia menciptakan dirinya secara aktif, berbuat,
menjadi dan merencanakan, manusia ditinjau sebagai "sesuatu" yang terbuka dan
manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk, dan

13
filsafat ini memberi tekanan pada pengalaman yang konkret yang berbeda-beda.
Martin Heidegger (1889—1976) memberi tekanan pada kematian, yang
menyuramkan segala sesuatu. Dikatakan oleh Heidgger bahwa di dalam
kesibukan dan kecintaan untuk memelihara manusia merasa cemas akan ketiadaan
karena ketiadaan ini mengancam ada. Kematian ini adalah akhir yang selalu hadir,
maka eksistensi manusia adalah eksistensi yang menuju ke kematian. Gabriel
Marcel (1889 –1973) memberi tekanan pada pengalaman keagamaan dan hal yang
transendental. Ini ditunjukkan melalui ajarannya mengenai adanya "Engkau yang
tertinggi", yang tidak dapat dijadikan obyek oleh manusia. Karl Jaspers (1883—
1969) memberi tekanan pada pengalaman saling pertentangan dalam eksistensi
yang sulit didamaikan. Eksistensi masih mengandung di dalamnya hal-hal yang
baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah.

Pengertian bereksistensi berarti bahwa manusia menciptakan dirinya


secara aktif, berbuat, menjadi dan merencanakan, manusia ditinjau sebagai
"sesuatu" yang terbuka dan manusia adalah realitas yang belum selesai, yang
masih harus dibentuk, dan filsafat ini memberi tekanan pada pengalaman yang
konkret yang berbeda-beda. Martin Heidegger (1889—1976) memberi tekanan
pada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu. Dikatakan oleh Heidgger
bahwa di dalam kesibukan dan kecintaan untuk memelihara manusia merasa
cemas akan ketiadaan karena ketiadaan ini mengancam ada. Kematian ini adalah
akhir yang selalu hadir, maka eksistensi manusia adalah eksistensi yang menuju
ke kematian. Gabriel Marcel (1889 –1973) memberi tekanan pada pengalaman
keagamaan dan hal yang transendental. Ini ditunjukkan melalui ajarannya
mengenai adanya "Engkau yang tertinggi", yang tidak dapat dijadikan obyek oleh
manusia. Karl Jaspers (1883—1969) memberi tekanan pada pengalaman saling
pertentangan dalam eksistensi yang sulit didamaikan. Eksistensi masih
mengandung di dalamnya hal-hal yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang
salah. Sifat-sifat hakiki eksistensi ini lebih-lebih dialami dalam situasi perbatasan
yang tidak dapat dihindari yaitu kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan.
Jean Paul Sartre (1905—1980) memberi tekanan pada kebebasan manusia.
Manusia tidak lain daripada bagaimana ia menjadikan dirinya sendiri.

14
8. Pragmatisma

Merupakan sifat atau ciri seseorang yang cenderung berfikir praktis,


sempit dan instant. Orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan
segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan ingin segera tercapai tanpa
mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama. Sehingga kadang
hasilnya itu meleset dari tujuan awal. Biasanya sifat ini identik dengan orang yang
kurang penyabar dan ambisius. Orang yang ambisius ini selalu melakukan sesuatu
atau melakukan perubahan secara cepat. Sehingga tidak heran kalau orang seperti
ini mempunyai keinginan yang keras dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain.
Tapi, sifat ambisius ini cenderung bersifat ke hal yang negatif, mereka melakukan
segala macam cara untuk mencapai keinginannya.Pragmatisme berasal dari kata
bahasa yunani yaitu pragma yang berarti tindakan, pragmatisme adalah aliran
yang bersedia menerima segala hal, asalkan hal perbuatan. Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran
sifatnya menhadi relatif tidak mutlak. Suatu konsep atau peraturan sama sekali
tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi
masyarakat.

Aliran tersebut berakibat baik atau berguna. Aliran ini mementingkan


kegunaan suatu pengetahuan dan bukan kebenaran objektif dari pengetahuan.
Pragmatisme akan menguji suatu pengetahuan dan akan mengetahui kebenaran
pengetahuan tersebut melalui konsekuensi dari pelaksanaan pengujiannya.
Dengan demikian, aliran pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-
pertanyan seputar kebenaran yang bersifat metafisik.Proses pendidikan dalam
pragmatisme bertujuan memberikan pengalaman empiris kepada anak didik
sehingga terbentuk suatu pribadi yang belajar, berbuat (learningbydoing). Proses
demikian berlangsung sepanjang hayat.

Dalam pandangan filsafat pragmatisme, anak didik memiliki akal dan


kecerdasan. Artinya anak didik secara naluriah dan amaliah memiliki
kecenderungan untuk tetusberkreatif dan dinamis dalam perkembangan zaman.

15
Anak didik memiliki bekal untuk menghadapi dan memecahkan problematika-
problematika.Maka dalam pembelajarannya, pendidikan pragmatisme selalu
menekankan pada pengalaman hidup dan cara menghadapi masalah dimanapun
peserta didik itu tinggal, agar nantinya peserta didik dapat berfikir kritis dan
berhasil beradaptasi dengan perubahan-perubahan kehidupan dunia. Peranan guru
dalam pendidikan pragmatisme adalah sebagai pengawas dan pembimbing dalam
pembelajaran pengalaman tanpa mengganggu minat kebutuhan siswa. Dan
sekolah harus mampu menyesuaikan segala aspek, karena perannya sebagai
tempat untuk mengajarkan pengalaman kehidupan yang terus berubah-ubah dan
seharusnya sekolah juga lebih mengedepankan muatan penglaman pembelajaran
dibanding muatan materi dan nilai.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epistemologi adalah teori pengetahuan yang berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya
serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap manusia. Epistemologi pendidikan dipahami secara
beragam menurut pandangan aliran-alirannya.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa hal yaitu:

1. Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang


didapatkan melalui proses berpikir yang logis sehingga dapat
diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme.

2.  Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan


baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan
cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan,
jadi ketika manusia lahir benar-benar dalam keadaan yang bersih

16
dan suci dari apapun. Aliran yang mempunyai paham ini adalah
aliran empirisme.

3. Pengetahuan diperoleh dari intuisi, yakni pengetahuan yang


bersifat personal, dan hanya orang-orang tertentu yang
mendapatkan pengetahuan ini.

B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang
sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya.
Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis
harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna
perbaikkan penyusunan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alfabeta Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997. Filsafat Umum. Bandung; Pustaka
Setia Admin.

Honer, Stancey M. dan Thomas C. Hunt, (2003),


Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme dan
Metode Keilmuan, dalam Jujun
S. Suriasumantri (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: SebuahKumpulan
Karangan tentang Hakekat Ilmu, Yayasan obor Indonesia, Jakarta
Tafsir, ahmad, 2012, filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai
capra, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya

Kusuma,Fajar,22 Mei 2011,Aliran Idealisme Pendidikan, 22 Mei 2011

http://www.petuah.com

Musdiani, 2011. Aliran-Aliran dalam Filsafat. Journal Visipena, (Online)

(http://ejournal.stkipgetsempena.ac.id), diakses 25 September 2015

Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama.

17
Sadullah, Uyoh, 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan.Bandung

https://bunghatta.ac.id/artikel-283-pragmatisme-mahasiswa.html

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Eksistensialisme |
Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

https://www.dictio.id/t/apa-saja-aliran-aliran-dalam-epistemologi/129501

18

Anda mungkin juga menyukai