Anda di halaman 1dari 23

AL KINDI:

(Riwayat Hidup, Hubungan Agama dan Filsafat dan Filsafat Ketuhanan,


Jiwa/Nafs)

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam

Prof. Dr. Mustari Mustafa M.Pd

Oleh:

AWAL
NIM. 80100220073

KOSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Kindi (185-260 H) dikenal sebagai filosof muslim yang

memproklamasikan antara teori filsafat dan Agama dengan tujuan untuk

mengetahui sesuatu yang benar (knowledge of the truth).1 Ia dikenal sebagai

filosof Muslim yang pertama kali membwa sistem pemikiran yang

berdasarkan logika filsafat Yunani.2 Tujuan filsafatnya adalah mencari yang

benar. Mencari yang benar itu menurut Al Kindī tidak lain sama halnya

dengan yang dipraktikkan dalam mempelajari Agama. Kajian tentang sesuatu

yang benar absolut ini bagi Al Kindī adalah pengkajian konsep Tuhan.

Konsep filsafat Al Kindi secara umum memusatkan pada penjelasan

tentang metafisika dan studi tentang kebenaran. Pencapaian kebenaran

menurut Al Kindi adalah dengan filsafat. Oleh sebab itu, Ilmu filsafat

menurut Al Kindi adalah ilmu yang paling mulia. Al Kindi mengatakan:

“Sesungguhnya ilmu manusia yang derajatnya paling mulia adalah


ilmu filosof. dengan ini hakek ilmu didefinisikan, dan tujuan filosof
mempelajari filsafat adalah mengetahui Al-Haq (Allah)”.

Sedangkan ilmu filsafat yang paling mulia dan paling tinggi

derajatnya adalah filsafat yang pertama (Falsafah al-Ula). Yakni Ilmu tentang

1
Orientalis mengenalkan al-Kindī adalah filosof muslim pertama. Padahal sebelum al-
Kindī banyak pengetahuan-pengetahuan filosofis di dunia Islam, tapi mereka tidak menyebut
sebagai filsafat. Padahal beberapa pengetahuan filsafat seperti ilmu Kalam al-Asy’ari dan teori
tasawwuf dapat dikategorikan sebagai ilmu filsafat. Kajian orientalis ingin menunjukkan bahwa
dalam Islam tidak ada filsafat dan baru kenal filsafat setelah bersentuhan dengan Yunani. Lihat
Jurnal Islamia Vol. II No 3 Desember 2005, h. 44 dan Seyyed Hossein Nasr & Oliver Leamen,
Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (ed) (Bangung: Mizan,2003), h.207.
2
Isma’il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Menjelajah Khasanah
Peradaban Gemilang Islam.terj oleh Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 2003), h. 337.
al-Haq A-al-Ula yang menjadi sebab segala sesuatu yang tidak lain

adalah Tuhan Allah SWT. Manusia merupakan makhluk unik yang menjadi

kajian filsafat sejak awal. Dengan mengkaji manusia, lahirlah banyak cabang

ilmu pengetahuan yang bersumber dari manusia. Misalnya biologi,

antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu komunikasi, ekonomi, hukum, dan

lain-lain. Bahkan, banyak teori yang lahir dari cabang-cabang ilmu tersebut.

Pemikiran Al Kindi cukup besar dan mendasar terutama di bidang filsafat,

fisika, metafisika, epistemologi, dan etika. Ia mempertemukan antara filsafat

dan agama. Menurut Al Kindi filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau

ilmu yang termulia dan tertinggi martabatnya. Agama juga merupakan ilmu

mengenai kebenaran3.

Dalam konsep pemikiran Al Kindi penulis akan menguraikan

pemikiran Al Kindi antara Filsafat dan Agama, filsafat Ketuhanan dan

Filsafat jiwa/Nafs.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup Al Kindi?

2. Bagaimana pemikiran Al Kindi terhadap Agama dan Filsafat, Filsafat

Ketuhanan, dan Filsafat Jiwa/Nafs?

3. Bagaimana pengaruh pemikiran Al Kindi terhadap dunia Islam?

3
Abu Ahmadi, Filsafat Islam (Toha Putra: Semarang, 1982), h. 20.

2
C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui sejarah biografi Al-Kindi dan karya karyanya.

2. Dapat mengetahui pemikiran Al Kindi terhadap Agama dan Filsafat,

Filsafat Ketuhanan, dan Filsafat Jiwa/Nafs.

3. Dapat mengetahui pengaruh pemikiran Al kindi selama hidup terhadap

perkembangan dunia Islam.

3
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al Kindi

1. Biografi Al Kindi

Al Kindi nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’cup Ibn Ishaq

Ibnu Al Shabbah Ibnu Imron Ibnu Muhammad Ibnu Asy’as Ibnu Qais Al

Kindi. Al Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H atau 801 M.4

Pendidikan Al Kindi dimulai di Kufah. Saat itu ia mempelajari Al-

Quran, tata bahasa Arab, kesastraan, ilmu hitung, fiqih, dan teologi. Di

samping Basrah, Kufah saat itu merupakan pusat keilmuan dan

kebudayaan islam yang cenderung pada studi keilmuan rasional (aqliyah).

Tampaknya kondisi dan situasi inilah yang kemudian menggiring Al Kindi

untuk memilih dan mendalami sains dan filsafat pada masa-masa

berikutnya.5Setelah menginjak dewasa, ia pergi ke Baghdad dan mendapat

perlindungan dari Khalifah Al-Makmun dan Khalifah Al-Mu’tasim;

bahkan sebagian besar umurnya dihabiskan berada di lingkungan

Khalifah. Pada masa itu masa penerjemahan buku buku Yunani. Dan Al

Kindi tampaknya juga ikut ambil bagian dalam gerakan penerjemahan

tersebut. Namun usahanya tersebut lebih banyak memberikan kesimpulan

dari pada penerjemahan, karena dia sendiri orang kaya, sehingga ia dapat

membayar orang-orang untuk menerjemahkan buku-buku yang diperlukan

4
Sirajudin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatny (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h. 37.
5
A.Khudori soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), h. 88-89.
bagi dirinya, sehingga menjadi bermacam ilmu yang dapat

dipelajarinya. Pikiran Al Kindi semakin berkembang, sehingga kemudian

ia mengarang sendiri, di samping menerjemahkan buku-buku filsafat dan

ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Mengenai jumlah karangannya, sulit

ditentukan secara pasti, karena beberapa hal:

a. Para penulis biografinya tidak sepakat menuturkan jumlah

karangannya.

b. Sebagian karangan-karangannya telah musnah dan banyak yang

hilang.

c. Karangan-karangannya yang sampai kepada kita banyak memuat

karangankarangan orang lain.

d. Karangan-karangannya sebagian besar berbentuk risalah, sehingga

mudah hilang. Karena karangannya banyak yang hilang, maka agak

sukar untuk memberikan penilaian yang tepat terhadap buah

pikirannya. Namun demikian, dengan tidak mengurangi penghargaan

terhadap dirinya sebagai seorang filosof Islam yang pertama sekali

secara terang-terangan memperkenalkan filsafat Yunani secara

langsung kepada Dunia Islam. Maka Al Kindilah orang pertama yang

merintis jalan menyesuaikan filsafat Yunani dengan prinsip-prinsip

ajaran Islam, sehingga lahirlah apa yang dinamakan filsafat Islam.

5
Mereka yang berikutnya hanya mengikuti apa yang telah dirintis oleh

Al Kindi.6

Al Kindi meninggal di Baghdad, tahun 873 M. Menurut Atiyeh, Al

Kindi meninggal dalam kesendirian dan kesunyian, hanya ditemani oleh

beberapa orang terdekatnya. Ini adalah ciri khas kematian orang besar

yang sudah tidak lagi disukai, tetapi juga sekaligus kematian seorang filsuf

besar yang menyukai kesunyian.7

2. Karya Al Kindi

Menurut Ali Mahdi Khan Al Kindi adalah seorang penulis dan

ilmuwan eksiklopedia. Tulisan-tulisan orisinalnya berjumlah 275 buah,

termasuk buku-buku filsafat, logika, fisika, politik, psikologi, etika,

astronomi, kedokteran, peradaban, teologi, musik, optik, geografi,

fenomenologi, sejarah dan bidang bidang lainnya. Al Kindi juga sangat

dihormati para pemikir Eropa abad pertengahan, sangat disayangkan buku-

bukunya yang masih ada hanya berjumlah kurang dari dua puluh buah,

segelintir dalam bahasa Arab, sebagian lagi dalam bahasa Latin. Adapun

beberapa karya yang tulis Al Kindi adalah sebagai berikut:

Pertama, fil al-falsafat al-Ula, Kedua, Kitab al-Hassi ’ala Ta’allum

al-Falsafat. Ketiga, Risalat ila al-Ma’mun fi al-’illat wa Ma’lul. Keempat,

Risalat fi Ta’lif al-A’dad. Kelima, Kitab al-Falsafat al-Dakhilatn wa al-

6
H. Sunardji Dahri Tiam, Historiografi Filsafat Islam (Malang: Intrans Publising, 2015),
h. 95-96.
7
A.Khudori soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), h. 90.

6
Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Faruqa al-Thabi’yyat.

Keenam, Kammiyat Kutub Aristoteles, Ketujuh, Fi alNafs.

Dari uraian di atas dapat dijadikan bukti bahwa wawasan keilmuan

Al Kindi Menguak Hal-Hal Penting. Bahkan beberapa karya tulisnya telah

diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat

mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Oleh karena itu,

Cardono sebagaimana dikutip Sirajuddin Zar menyatakan bahwa al-Kindi

termasuk salah satu dari dua belas pemikir besar.8

B. Pemikiran Al Kindi

1. Agama dan Filsafat

Al Kindi menganggap filsafat Ketuhanan mendapat derajat atau

kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia

memandang pembahasan mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat

yang paling tinggi kedudukannya. Yang benar pertama bagi Al

Kindi adalah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan

dan Agama ini pulalah dasarnya. Beliau juga mengatakan bahwa ilmu

ketuhanan dan cabang-cabangnya itu sesuai dengan apa yang dibawa

Nabi dan Rasul, sebab Rasul mengajarkan ketuhanan, keharusan

berakhlak mulia, menjauhkan dari perbuatan tercela, sehingga antara

filsafat dan agama mengandung kebenaran serupa. Sebagai filosof

Muslim yang berusaha memproklamasikan antara teori filsafat dan

Agama dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang benar (knowledge

8
Havis Arafik. Hoirul Amri, “Menguak Hal Hal Penting dalam Pemikiran Al Kindi”,
SALAM: Jurnal Sosial & Budaya Syar-i 6, no. 2 (2019): h. 194-195.

7
of the truth).9 Dari sinilah kita bisa lihat persamaan antara filsafat

dan Agama. Tujuan Agama dan tujuan filsafat adalah sama, yaitu

menerangkan apa yang benar dan apa yang baik. Agama, disamping

wahyu juga menggunakan akal. Adapun kebenaran pertama menurut Al

Kindi, ialah Tuhan (Allah). Dialah al haqq al awwal, the first Truth.

Dengan demikian filsafat membahas soal Tuhan, agamapun yang

menjadi dasarnya Tuhan. Oleh karena itu bagi Al Kindi, filsafat yang

paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan.10

Ia menunjukkan keselarasan antara filsafat dengan agama.

Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan:

a. ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.

b. wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling

bersesuaian.

c. menuntut ilmu secara logis di perintahkan dalam agama.11

2. Filsafat Ketuhanan

a. Ketuhanan

Konsep ketuhanan Al Kindi dibangun atas dasar metafisika.

Dalam metafisikanya dititik beratkan kepada masalah hakikat Tuhan,

bukti-bukti, dan sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud yang

haq (benar), yang bukan asalnya dari tidak ada menjadi ada, Ia

9
Sayyed Hossein Nasr & Oliver Leamen, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (Bandung:
Mizan, 2003), h. 207.
10
Juhaya S.Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.
197.
11
ArqomKuswanjono, Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perenial (Yogyakarta: Badan
Penerbitan Filsafat UGM, 2006), h. 55

8
selalu mustahil tidak ada, Ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi

Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului wujud yang lain,

tidak berakhir wujud Nya dan tidak ada kecuali dengannya.12

Hal ini yang membedakan dengan Aristoteles. Dalam beberapa

hal, doktrin-doktrin filosofisnya dan segi peristilahan, Al Kindi

mengadopsi dari Aristoteles, akan tetapi hal tersebut tidak diambil

secara penuh oleh Al Kindi, diadapsi dan disaring sehingga hasil

ijtihadnya berbeda dari sumber asalnya. Kebenaran adalah sesuainya

apa yang ada dalam akal dengan apa yang ada diluar akal. Di

alam ini terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan

panca indera yang merupakan juz’iyyat yang tiada terhingga itu,

akan tetapi yang terpenting adalah hakikat yang terdapat di dalam

juz’iyyat itu, yaitu kulliyyat, atau universal, definisi. Tiap benda

mempunyai dua hakikat. Pertama, hakikat sebagai jaz’iyyyang

disebut an-niya. Kedua, hakikat sebagai kulliyahyang disebut

ma’hiyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus

dan spesies. Tuhan dalam filsafat Al Kindi mempunyai hakikat

dalam arti an-niyah maupun ma’hiyyah.

Tuhan bukanlah benda, dan tidak termasuk benda yang

ada di alam. Ia pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan

bentuk. Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk

ma’hiyah, karena Tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan

12
Sudarsono, Filsafat Islam ( Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 26.

9
hanya satu, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Ia adalah unik, ia

adalah Yang Benar Pertama (al-Haqq al-awal)dan yang Maha

Benar (al-Haqq al-wahid). Ia hanya satu dan semata mata satu. Selain

dia mengandung arti banyak. Sesuai dengan ajaran paham Islam,

Tuhan bagi Al Kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama

seperti pendapat Aristoteles. Alam bagi Al Kindi bukan kekal di

zaman lampau (qodim), tetapi mempunyai permulaan. Karena itu

dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat Plotinus yang mengatakan

bahwa yang Maha satu (to-Hen) adalah sumber dari alam ini dan

sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi atau

pancaran dari Yang Maha Satu. Namun, paham emanasi

(nazzariyyat al-fayadl) Al Kindi itu tidak begitu jelas.13

Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud

lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud yang lain

disebabkan wujudnya. Tuhan adalah maha Esa yang tidak dapat

dibagi-bagi, dan tidak ada dzat lain yang menyamai-Nya dalam segala

aspekTuhan tidak termasuk benda-benda yang ada di alam.

Bahkan ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan

bentuk, Tuhan adalah al-Haq al Awwal dan al-Haq al-Wahid,

hanya Dialah yang satu, selain dari Tuhan mengandung arti

banyak. Dan bukan asalnya tidak ada menjadi ada sebab ia

mustahil kalau tidak ada. Tuhan digambarkan oleh Al Kindi

13
Juhaya S.Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika ( Jakarta: Prenada Media, 2005), h.
197.

10
sebagai sesuatu yang bersifat tetap, tunggal, ghaib dan penyebab

sejati gerak. Dalam al-Sina’at al-‘uzma, Al Kindi memaparkan Al

Kindi berkata:

“Karena Allah Maha terpuji, Dia adalah penyebab gerak


ini,yang abadi (qadim), maka Ia tidak dapat dilihat dan tak
bergerak, penyebab gerak tanpa menggerakkan diri-Nya.

Inilah gambaran-Nya bagi yang memahaminya lewat kata-

kata sederhana:

“Ia tunggal sehingga tak dapat dipecah-pecah lagi menjadi


lebih tunggal. Ia tak terlihat, karena ia tak tersusun dan tak
ada susunan bagi-Nya, tetapi sesungguhnya ia terpisah dari
segala yang dapat dilihat, karena Ia adalah penyebab gerak
segala yang dapat dilihat.”14

Gagasan dasar Islam tentang Tuhan adalah keEsaan-Nya,

penciptaan oleh-Nya dari ketakadaan, dan ketergantungan semua

ciptaan kepada-Nya.

b. Bukti adanya Tuhan

Pertama, proof evidences yang didasarkan atas keteraturan atau

kerapian alam. Jalan terpenting yang dijalani oleh Al Kindī untuk

membuktikan adanya tuhan ialah dengan cara memperhatikan dengan

seksama terhadap alam ini. Menurutnya, alam ini jelas tidak mungkin

rapi saat ia pertama kali diciptakan, dan kerapian itu tidak terjadi

dengan sendirinya, melainkan kerapian alam ini pasti diciptakan oleh

subtansi yang maha kuasa. Jadi alam ini tidak mungkin rapi dan teratur

kecuali ada yang mengatur. Kecuali, adanya zat yang tidak nampak,

14
Syarif, M.M.,Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan,1993), h.20.

11
zat yang tidak nampak ini dapat diketahui dari bekas-bekas dan

kerapian yang telah ada, demikian juga tampak terlihat pada fenomena

suatu kejadian alam yang sedang berlangsung terjadi, maka tidak

mungkin secara tiba-tiba maupun kebetulan, melainkan ia mempunyai

tujuan-tujuan tertentu. Al Kindī menegaskan bahwa alam empiris ini

tidak mungkin dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan

mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tetntu yang berada

diluar alam dan tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi

dapat diketahui dengan melihat fenomena atau tanda-tanda yang

terdapat di alam. Bagi Al Kindī, hal tersebut menunjukan adanya dzat

yang maha kuasa yang dapat mengatur revolusi alam itu sendiri15, dzat

itulah yang disebut Allah.

Proof evidences kedua, dari hukum sebab akibat, segala sesuatu

yang baru pastilah ada yang mengadakannya, tidak ada sesuatu yang

muncul ada dengan sendirinya. Atau sebab diciptakannya suatu yang

baru berasal dari suatu yang sebelumnya, sebagai contoh: alam ini baru

dan diciptakan, tidak mungkin muncul ada dengan sendirinya tanpa

ada pencipta. Sebagai bukti atas barunya alam ini adalah alam ini

mempunyai batas dari segi benda, bendadan gerak sangat berkaitan

erat, oleh karena itu alam ini ada batasnya karena adanya gerak dan

waktu. Al Kindī kembali menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada

15
Ahmad Hanafi, Pengantar filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), h. 81.

12
batasnya pastilah ia dihukumi sebagai sesuatu yang baru16. Bahwa,

menurutnya, tidak mungkin alam ini mempunyai batas permulaan

waktu dan setiap yang mempunyai permulaan akan berkesudahan

(mutanahi). Setiap benda pasti ada yang menyebabkan wujudnya dan

mustahil benda itu sendiri yang menjadi sebab keberadaannya. Dengan

demikian bahwa alam semesta pasti lah baharu dan diciptakan dari

tiada oleh yang menciptakannya, yakni Allah.

Proof evidences ketiga dari Al Kindī diletakkan atas pemikiran

ide islam mengenai ke-esaan tuhan, yang dirangkai ke dalam semua

wujud dunia adalah bayangan majmuk dan berganda, atau

keanekaragaman alam wujud. Kalau kita cermati keadaan alam ini,

tampak ada keseragaman dan keragaman di dalamnya. Hal demikian

tidak akan mungkin dapat terjadi tanpa adanya penyebab yang

menyebabkan, dan penyebab itu sendiri adalah tuhan Allah.

Terpadunya keseragaman dan keragaman di atas bukanlah suatu

kebetulan belaka, dan sebab (yang menjadi pemicu) itu bukanlah alam

sendiri, karena apabila alam sendiri lah yang menjadi sebabnya, itu

halnya akan menjadi tidak terhingga dan tak ada habis-habisnya,

padahal sesuatu yang tidak berakhir itu tidak mungkin dapat terjadi17.

Al Kindī berargumen bahwa tidak mungkin ada keanekaragaman

terjadi dengan sendirinya atau secara kebetulan, tetapi pasti lah ada

yang menyebabkan atau merancangnya. Akan menjadi mustahil alam

16
A. Hanafi, Theologi Islam (Yogyakarta: Sumbangsih, 1962), h. 64
17
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Buku III (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 07.

13
itu berdiri sendiri sebagai penyebab adanya dirinya, dan jika alam yang

menjadi sebab (Illat’)-nya maka akan terjadi sebuah tasalsul

(rangkaian) yang tidak akan habis-habisnya. Dengan demikian, harus

dapat dipahami dengan benar bahwa yang menjadi penyebab harus

berada diluaralam itu sendiri, yakni Zat Yang Maha Baik, Maha Mulia,

yang keberadaannya mendahului adanya alam, yang disebut dengan

Allah Swt. Al Kindī menyebut bahwa ada dua sebab atau „illat:

Pertama, sebab yang sebenarnya dan aksinya ada merupakan ciptaan

dari ketiadaan (ibda‟) ialah Allah Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal

alam semesta. Kedua, sebab yang tidak sebenarnya, sebab yang

menyebabkan sebab-sebab itu sendiri. Sebab ini jelas membutuhkan

yang lain tanpa berkesudahan. Ia bukanlah bukanlah sebab yang

menciptakan alam ini.

Keempat, proof evidences yang berdasarkan prinsip bahwa

sesuatu tidak dapat menjadi sebab dirinya. Agar dapat menjadi

demikian, sesuatu tersebut haruslah ada sebelum dirinya (baca: yang di

maksud sesuatu disini ialah segala bentuk ciptaan tuhan). Dan untuk

membuktikan hal ini Al Kindī merumuskan empat macam persoalan

kemungkinan yang merupakan sebuah kemustahilan unutk dapat

terjadi bagi kemungkinan itu sendiri, yaitu:

1. Sesuatu yang menjadi sebab dari dirinya, ia mungkin berwujud non

eksistensi dan esensinya pun juga berwujud non ekistensi.

14
2. Sesuatu mungkin berwujud non eksisten sedangkan esensinya

eksisten.

3. Sesuatu itu mungkin berwujud eksisten sedangkan esensinya non

eksisten.

4. Sesuatu itu mungkin berwujud eksisten sedangkan esensinya juga

eksisten. Apabila kita telaah lebih jauh mengenai hukum

konteradiksi yang Al Kindī bagikan di atas, maka tidak ada dalil

yang bias dihukumi benar dan salah.

Proof evidences terakhir, dapat ditelusuri dari analogi antara

makroksmos dan mikroksmos. Pembuktian ini dilakukan gunamelihat

hal-hal yang sangat kecil sampai hal yang besar, yang tentu itu berada

dan melingkupi manusia (baik yang dapat di rasakan oleh indra

maupun yang tidak bias), dan semua hal ini ternyata berjalan

sebagaimana fungsinya, maka kesimpulannya ini menandakan adanya

pengatur yang tidak terlihat. Sebagaimana berfungsinya tubuh

manusia yang tertib dan lancar yang mengarahkan kesadaran kita

kepada adanya suatu pengatur yang cerdas tidak bisa di lihat, yaitu

jiwa. Demikian juga ihwal jalannya alam semesta yang begitu tertib

selaras dapat menunjukkan akan adannya pengatur yang maha kuasa

yaitu tuhan Allah.

15
3. Filsafat Jiwa/Nafs

Pembahasan jiwa dalam filsafat telah ada sejak masa filsafat

Yunani yang dimotori oleh Aristoteles. Menurut Aristoteles jiwa (al-

nafs) adalah:

“Terjadinya suatu (kehidupan) karena suatu akibat (jiwa) atau


sempurnanya tubuh yang memiliki alat untuk menerima
kehidupan, atau sempurnanya jasad secara alami yang
mempunyai kekuatan untuk hidup”.18

Definisi di atas, sangat mempengaruhi pemikiran al-Kindi

dalam menjelaskan jiwa namun beliau tetap berusaha

menghubungkannya dengan agama. Menurut al-Kindi, terjadinya

suatu kehidupan tidak berproses dengan sendirinya, akan tetapi ada

yang memprosesnya. Olehnya itu, jiwa menurutnya adalah: “Inti

sesuatu yang berproses dan bergerak dari zat-Nya (Allah)” . Menurut

Al Kindi, subtansi roh berasal dari zat Allah swt. Olehnya itu, roh

tidak tersusun, sempurna dan mulia. Adapun hubungan antara roh dan

Tuhan sebagaimana dengan hubungan cahaya dan matahari. Selain itu,

jiwa bersifat spritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dengan Tuhan19 .

Tubuh mempunyai hawa nafsu, dan sifat pemarah (‫الغضب‬

,(sedangkan roh menentang hawa nafsu. Dengan roh manusia

memperoleh pengetahuan yang sebenarnya. Roh bersifat kekal dan

tidak hancur, sebagaimana hancurnya badan jika sudah meninggal,

karena substansinya berasal dari Tuhan Selama di dalam badan, roh

18
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 11.
19
Hasyim Syah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 22

16
tidak akan memperoleh ketenangan yang sebenarnya dan pengetahuan

yang sesungguhnya. Hanya setelah badan terpisah dengan roh, baru

memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan

yang sempurna. Setelah roh bercerai dengan badan, roh pergi ke alam

kebenaran ,alam akal di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat

dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan, disinilah kesenangan abadi

roh . Adapun hakekat jiwa tersebut adalah inti Tuhan yang merupakan

bahagian dari roh, sangat halus, tidak memiliki ruang, karena jiwa

adalah cahaya ilahi, tempatnya adalah alam yang paling tinggi dan

tempat tersebut merupakan tempat kembalinya setelah mati yang

abadi dan kekal selamanya Dengan demikian, walaupun alKindi

sependapat dengan Aristoteles dalam hal kehidupan, akan tetapi

mereka berbeda dalam proses kehidupan, Aristoteles dalam

menjelaskan proses bersatunnya jasad dengan jiwa tidak melibatkan

unsur ketuhanan, sedangkan al-Kindi tetap meyakini bahwa proses

bersatunya jasad dan jiwa atas kehendak Allah swt.

Fungsi jiwa menurut Al Kindi ialah:

a. Kekuatan inderawi yang berfungsi untuk mengetahui hakekat

sesuatu.

b. Kekuatan mengingat berfungsi menyimpan data.

c. Kekuatan berpikir berfungsi untuk mengetahui hakekat sesuatu

walaupun tanpa ada bendanya Al Kindi berpendapat bahwa jiwa

17
mempunyai 3 daya, yaitu: Daya ingat, daya mengetahui, daya fikir.

daya fikir ini disebut dengan akal.

C. Pengaruh Filsafat Al Kindi terhadap Dunia Islam

Al Kindi sebagai kunci pertama pembuka gerbang filsafat dunia islam.

Melalui usahanya Al Kindi berhasil membuka jalan bagi kaum muslimin

untuk menerima filsafat. Al Kindi memiliki pengaruh dan kontribusi besar

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam. Sejarah

membuktikan, prestasi yang telah di ukir Al Kindi menjadikan dirinya di

nobatkan sebagai filosof muslim kenamaan yang sejajar dengan para pemikir

lainnya. Al Kindi adalah filosof pertama yang menyelaraskan agama dan

filsafat.

Ia melicinkan jalan bagi Al Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Ia

memberikan dua pandangan yang berbeda. Yang pertama mengikuti jalur ahli

logika, dan memfilsafatkan agama. Yang kedua, memandang agama sebagai

ilmu ilahiyah dan menempatkan di atas filsafat. Ilmu ilahiyah diketahui

melalui jalur para Nabi. Tetapi melalui jalur penafsiran filosofis, agama jadi

selaras dengan filsafat. Kebesaran Al Kindi telah di buktikan dengan

pengaruh Al Kindi terhadap kemajuan peradaban islam , kemajuan ilmu

pengetahuan di dunia islam yang di pelopori oleh Al Kindi ini telah

mengantarkan Al Kindi dan karya karyanya menghiasi kerajaan Al Mu’tasim.

Pemikiran Al Kindi telah banyak menginspirasikan banyak para pemikir lain

18
pada masa itu. Hal itu di buktikan oleh Gerad dari Cremona ke dalam bahasa

latin. Karya karya itu sangat mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.20

20
Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 40.

19
19

BAB III

KESIMPULAN

filosof muslim yang mengkompromikan antara teori filsafat dan agama

dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang benar (knowledge of the truth). Ia

dikenal sebagai filosof Muslim yang pertama kali membwa sistem pemikiran

yang berdasarkan logika filsafat Yunani. Tujuan filsafatnya adalah mencari yang

benar.

Dalam pemikiran Al Kindi antara Agama dan Filsafat membahas tentang

Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Beliau juga mengatakan bahwa ilmu

ketuhanan dan cabang-cabangnya itu sesuai dengan apa yang dibawa Nabi

dan Rasul, sebab Rasul mengajarkan ketuhanan, keharusan berakhlak mulia,

menjauhkan dari perbuatan tercela, sehingga antara filsafat dan agama

mengandung kebenaran serupa. Pemikiran Al Kindi terkait filsafat ketuhanan

Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujud-Nya

tidak berakhir, sedangkan wujud yang lain disebabkan wujudnya. Tuhan adalah

maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi, dan tidak ada dzat lain yang menyamai-

Nya dalam segala aspekTuhan tidak termasuk benda-benda yang ada di alam.

Bahkan ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk,

tuhan adalah al-Haq al Awwal dan al-Haq al-Wahid,hanya Dialah yang

satu, selain dari Tuhan mengandung arti banyak. Dan bukan asalnya tidak

ada menjadi ada sebab ia mustahil kalau tidak ada. Pemikiran Al Kindi terkait

Filsafat Jiwa jiwa menurutnya adalah: “Inti sesuatu yang berproses dan bergerak

dari zat-Nya (Allah)” . Menurut al-Kindi, subtansi roh berasal dari zat Allah swt.
Olehnya itu, roh tidak tersusun, sempurna dan mulia. Adapun hubungan

antara roh dan Tuhan sebagaimana dengan hubungan cahaya dan matahari.

Al Kindi memiliki pengaruh dan kontribusi besar terhadap perkembangan

ilmu pengetahuan di dunia islam. Sejarah membuktikan, prestasi yang telah di

ukir Al Kindi menjadikan dirinya di nobatkan sebagai filosof muslim kenamaan

yang sejajar dengan para pemikir lainnya

20
DAFTAR PUSTAKA

A. Hanafi. Theologi Islam. Yogyakarta: Sumbangsih, 1962.


A.Khudori soleh. Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2014.
A.Khudori soleh. Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2014.
Abu Ahmadi. Filsafat Islam. Toha Putra: Semarang, 1982.
Ahmad dan Mudzakir Syadali. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Ahmad Hanafi. Pengantar filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1969.
ArqomKuswanjono. Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perenial. Yogyakarta:
Badan Penerbitan Filsafat UGM, 2006.
H. Sunardji Dahri Tiam. Historiografi Filsafat Islam. Malang: Intrans Publising,
2015.
Harun Nasution. Falsafah dan Mistisisme Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Hasyim Syah Nasution. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Havis Arafik. Hoirul Amri. “Menguak Hal Hal Penting dalam Pemikiran Al
Kindi”, SALAM: Jurnal Sosial & Budaya Syar-i 6, no. 2 (2019): h. 194-
195.
Isma’il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi. Atlas Budaya Menjelajah
Khasanah Peradaban Gemilang Islam .terj oleh Ilyas Hasan. Bandung:
Mizan, 2003.
Juhaya S.Praja. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media, 2005.
Juhaya S.Praja. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media, 2005.
Sayyed Hossein Nasr & Oliver Leamen. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam.
Bandung: Mizan, 2003.
Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat, Buku III. Jakarta: Bulan Bintang, 1973
Sirajudin Zar. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatny. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Sudarsono. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Syarif, M.M. Para Filosof Muslim. Bandung: Mizan,1993.

21

Anda mungkin juga menyukai