Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN HASIL OBSERVASI

“NILAI NILAI ISLAM PADA UNSUR BUDAYA, BAHASA, DAN SASTRA DI


TANAH MANDAR”
Diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
Dosen pembimbing Dr. Sri Musdikawati, M.Si.

Disusun Oleh KELOMPOK I


Anggota:
ALI H. : 10256119004
ASLIA ALWI : 10156119005
MUTMAINNAH HADI : 10256119015
NURLAILATUL QADRI : 10256119018
NUSFASYRA :

TBI 1
STAIN MAJENE
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt., karena berkat limpahan
rahmat dan kesehatan dari-Nya kami dari kelompok I dapat menyelesaikan
observasi dan wawancara dengan lancar dan menyusun laporan hasil observasi
yang berkaitan dengan “Nilai-Nilai Islam pada Unsur Budaya, Bahasa, dan Sastra
di Tanah Mandar”.

Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber


kami yang telah meluangkan waktunya untuk kami wawancarai mengenai topik
kami. Dan terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing dari mata
kuliah Islam dan Budaya Lokal, yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk belajar lebih dalam mengenai kebudayaan local di tanah Mandar. Dan terima
kasih juga kepada teman-teman yang telah bekerja sama dalam proses penyelesaian
tugas ini.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan yang tedapat dalam laporan ini.
Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca sekalian agar
kedepannya kami dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi.

Polewali Mandar, 26 April 2021

Kelompok I

2
DAFTAR ISI

Sampul…………………………………………………………………………….1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………....…3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..…..4

A. Latar Belakang……………………………………………………………..….4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..4
C. Tujuan…………………………………………………………………………4
D. Manfaat……………………………………………………………………….4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………..…..6

A. Nilai Nilai Islam……………………………………………………………...6


B. Kebudayaan Lokal……………………………………………..……………..6
C. Kebudayaan Lokal yang Ada di Tanah Mandar…………………………...…7

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………..….11

A. Nilai-Nilai Islam pada Unsur Budaya, Bahasa, pan Sastra di Tanah Mandar..11
B. Latar Belakang Tumbuhnya Nilai-Nilai Islam pada Unsur Budaya, Bahasa, dan
Sastra di Tanah Mandar………………………………………………..…….13
C. Pengaruh Nilai-Nilai Islam Terhadap Budaya, Bahasa, dan Sastra di Tanah
Mandar……….………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17

LAMPIRAN…..…………………………………………………………………18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang mayoritas penduduk Indonesia peluk. Islam
tersebar dengan luas di seluruh pelosok Indonesia. Namun, sebelum Islam
masuk ke Indonesia terlebih dahulu telah ada kebudayaan yang berbeda-beda
di setiap wilayah di Indonesia. Dan setalah Islam masuk nilai-nilai Islam
kemudian menyatu dengan kebudayaan lokal yang ada di Indonesia.
Salah satu wilayah di Indonesia yang perkembangan Islam terjadi dengan
pesat adalah wilayah tanah Mandar. Di tanah Mandar mayoritas penduduk
adalah beragama Islam. Dan tanah Mandar juga adalah daerah yang kaya akan
kebudayaan local yang khas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai Islam yang ada pada unsur budaya, bahasa, dan sastra di
Tanah Mandar?
2. Apa yang melatarbelakangi pertumbuhan nilai-nilai Islam pada unsur
budaya, bahasa, dan sastra di tanah Mandar?
3. Bagaimana pengaruh nilai-nilai Islam terhadap budaya, bahasa, dan sastra
di tanah Mandar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam pada unsur budaya, bahasa, dan sastra
di tanah Mandar.
2. Untuk mengetahui latar belakang tumbuhnya nilai-nilai Islam pada unsur
budaya, bahasa, dan sastra di tanah Mandar.
3. Untuk mengetahui pengaruh nilai-nilai Islam terhadap budaya, bahasa, dan
sastra di tanah Mandar.
D. Manfaat
1. Melalui tugas observasi dan wawancara ini penulis bisa bersilaturahmi
dengan salah satu narasumber yang mengetahui banyak hal tentang Mandar.

4
2. Penulis dan pembaca dapat lebih mengetahui tentang keterkaitan antara
nilai-nilai Islam dengan kebudayaan local di Tanah Mandar.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nilai Nilai Islam


Nilai itu adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan
keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola
pemikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah
nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan,
tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan
Islam itu dalam Kamus Ilmiah Populer di artikan menjadi damai, tentram, serta
agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw dengan kitap suci Al Qur’an.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa nilai-nilai Islam merupakan
bagian dari nilai-nilai material yang terwujud dalam kenyataan pengalaman
rohani dan jasmani. Nilainilai keIslaman merupakan tingkat integritas
kepribadian yang mencapai tingkat budi (insan kamil). Nilai-nilai keIslaman
bersifat mutlak kebenarannya, universal, dan suci. Kebenaran dan kebaikan
agama mengatasi rasio, perasaan, keinginan dan nafsu-nafsu manusiawi dan
mampu melampui subyektifitas golongan, ras, bangsa, dan stratifikasi social.
Nilai Islam mempunyai dua segi, yaitu segi normatif dan segi operatif. Segi
normative menitik beratkan petimbangan baik-buruk, benar-salah, hak-batil,
diridai- dikutuk, sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang
menjadi prinsip standardisasi perilaku manusia, yaitu baik, setengah baik,
netral, setengah buruk, dan buruk.
B. Kebudayaan Lokal
Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal); diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya
adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin
cultura1

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

6
Lokal biasanya mengacu pada sesuatu yang dekat, atau di daerah sekitar.2
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaaa lokal adalah
nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara
alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu.
Sedangkan menurut para ahli kebudayaan local memiliki arti sebagai
berikut:
• Lehman, Batty, dan Himstreet
Menurut Lehman, Batty, dan Himstreet mendefinisikan bahwa
budaya merupakan pemorgraman kolektif atas pikiran yang membedakan
anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini,
bisa dikatakan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang
menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah
kita lahir di dunia.
• Murphy dan Hildebrandt
Budaya menurut Murphy dan Hildebrandt adalah tipikal
karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian ini juga
mengindikasikan bahwa komunikasi verbal maupun non verbal dalam suatu
kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung
unik atau berbeda dengan yang lainnya.
• W Ajawaila
Ajawaila mengungkapkan bahwa budaya lokal merupakan ciri khas
budaya suatu kelompok masyarakat lokal atau daerah.
C. Kebudayaan Lokal yang Ada di Tanah Mandar
1. Budaya
Sayyang Pattu’du’
Tradisi Sayyang Pattu'du atau "kuda menari" adalah tradisi syukuran
terhadap anak-anak yang berhasil mengkhatamkan Alquran sebanyak
30 juz. Syukuran itu dilakukan dalam bentuk arakan keliling kampung

2
https://id.wikipedia.org/wiki/Lokal

7
dengan menggunakan seekor kuda yang menari di bawah lantunan
irama para pengiringnya.
Tradisi ini selain dipakai dalam rangkah khataman Alquran, juga
bisa dijumpai pada acara pernikahan (tokaweng).
Parrawana (Rebana)
Kegiatan ini dilakukan setiap ada acara pesta perkawinan ataupun
khataman Alquran. Parrawana inilah yang erat kaitannya dengan
Sayyang Pattu'du di mana sang kuda dapat menari dengan mendengar
iringan suara rebana yang begitu apik dimainkan oleh orang Mandar.
Mitawe’
Metawe' adalah sikap saling menghargai, perilaku masyarakat
Mandar yang sakral, bentuk penghargaan terhadap orang lain, dan
bukan citralis. Ridwan Alimuddin mengatakan: Metawe' adalah sikap,
adat kesopanan bagi masyarakat Mandar, metawe' erat kaitannya
dengan siri' (malu). Mua dissanngi siri dissang tomi tu'u metawe'.3
Passayang-sayang
Passayang-sayang adalah seni pertunjukan musik dan nyanyian
tradisional Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Alat musik yang dipakai
adalah 3 buah gitar. Pemberian nama passayang-sayang sangat identik
dengan penampilannya melantunkan lagu-lagu yang mengungkapkan
rasa sayang dan kerinduan yang sangat dalam.4
Pappalenggu Boyang
Pappalenggu Boyang atau Paakke Boyang adalah sebuah ritual
memindahkan rumah suku Mandar dengan cara diangkat secara
bersama-sama oleh masyarakat. Tak hanya kaum pria, perempuan pun
terlibat sebagai penyemangat dan menyiapkan jamuan.5

3
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/2558/1/Ardila.pdf
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Passayang-sayang
5
https://sulbarkita.com/hut_ri_seniman_mandar_lukis_paakke_boyang_di_yogyakarta_berita10
42.html

8
2. Bahasa
Bahasa Mandar adalah bahasa suku Mandar, yang tinggal di provinsi
Sulawesi Barat, tepatnya di Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, Majene
dan Mamuju Utara. Di samping di wilayah-wilayah inti suku ini, mereka
juga tersebar di pesisir Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur. Bahasa ini bagian dari kelompok Utara dalam rumpun
bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun
bahasa Austronesia.6
3. Sastra
Bentuk sastra Mandar ada 2 (dua) yaitu :
a) Karya sastra bentuk prosa yaitu karangan bentuk bebas
Karangan bentuk prosa disebut juga cerita, meliputi :
Pomolitang atau pau-pau losong (dongeng)
Di dalam pembicaraan sehari-sehari dalam bahasa inggris
dongeng itu disebut folklore (Prof. Dr. Stjipto W, 1964:95) Dongeng
merupakan suatu cerita fantasi yang kejadian-kejadiannya tidak
benar terjadi.
Toloq (kisah) menggambarkan liku-liku kehidupan dari seseorang
tokoh dalam masyarakat misalnya kisah Tonisesseq di Tingalor
(seorang bidadari jatuh dari kayangan dan ditelan oleh seekor ikan
Tingalor).
Sila-sila (silsilah) menggambarkan suatu kerajaan dan nama-nama
rajanya secara turun-temurun, misalnya silsilah raja-raja di
Pamboang, Sendana, Banggae dsb.
Pau-pau pasang atau Pappasang (pesan-pesan luhur)
menggambarkan ajaran norma, nasihat dan petuah bagi kehidupan
seseorang, keluarga dan bagi kehidupan masyarakat yang lebih luas,
misalnya pesan orang tua terhadap anak-anaknya, pesan seorang

6
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Mandar

9
kakek terhadap pasangan suami isteri, pesan seorang sesepuh
kepada warga masyarakat, pesan-pesan raja pada rakyatnya.
b) Karya Sastra bentuk Puisi atau Kalindaqdaq
Secara etimologi “kalindaqdaq” memiliki banyak versi, namun yang
paling populer menurut idham (2008:2) adalah kalindaqdaq dibentuk
oleh dua suku kata “kali” (gali) “daqdaq” (dada). Jadi pengertian secara
etimologi kalindaqdaq adalah “isi dada” atau cetusan perasaan dan
pikiran yang diungkapkan melalui kalimat-kalimat yang indah. Seperti
halnya pantun kalindaqdaq awalnya tumbuh sebagai sastra lisan (sastra
tutur) yang tidak memiliki data otentik mengenai asal muasalnya, siapa
pertama kali menggunakannya, dan dimana kalindaqdaq tersebut
berkembang.
Menurut Sarbin Sam (1997 : 58) Kalindaqdaq dikategorikan dalam
beberapa tema diantaranya yaitu,
Humor (Kalindaqdaq Pangino).
Satire (Kalindaqdaq Mattedze)
Kritik sosial (Kalindaqdaq Pappakaingaq).
Pendidikan/nasihat (kalindaqdaq Pipatudzu).
Keagamaan (kalindaqdaq Masaalah).
Kejantanan/ patriotisme (Kalindaqdaq Pettummoaneang).
Percintaan/romantik (kalindaqdaq Tosipomongeq).

10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Islam pada Unsur Budaya, Bahasa, dan Sastra Di Tanah Mandar
1. Budaya
Sayyang Pattu’du’
Budaya ini adalah budaya yang dikhususkan kepada orang yang
khatam mengaji. Orang yang telah khatam mengaji atau dalam istilah
mandar to tammaq akan dinaikkan ke kuda menari lalu dibawa keliling
kampung. Ini menandakan bahwa orang mandar sangat menghargai
orang yang pandai dan khatam mengaji sehingga membuatkan budaya
khusus bagi mereka. Nilai Islam yang ada dalam budaya ini adalah
mengenai mengistimewakan orang-orang yang pandai mengaji dan
memberi motivasi terhadap anak-anak agar rajin belajar mengaji.
Budaya sayyang pattu’du’ sering kita temukan pada peringatan
maulid Nabi. Khususnya daerah Pambusuang, maulid Nabi selalu
diadakan secara meriah setiap tahun. Ini salah satu bentuk kecintaan
orang mandar terhadap nabi Muhammad saw.
Mitawe’
Dalam budaya mitawe’ sangat jelas terlihat bahwa di tanah mandar
menghargai dan menghormati sesama adalah suatu keharusan oleh
setiap individu. Ini selaras dengan nilai Islam tentang bagaimana kita
menghormati sesama apalagi yang lebih tua.
Passayang-Sayang
Dalam lirik yang dilantukan oleh passayang-sayang tidak jauh dari
nafas Islam. Salah satu contohnya adalah dalam penggalan lirik berikut
“Bismillah turanna elong sayange”
“bismilah turanna elong bungasna panginoang”
Dari penggalan lirik di atas dapat dilihat bahwasanya orang
menanamkan ketika ingin memulai suatu pekerjaan hendaknya memulai
dengan menyebut nama Allah.

11
Parrawana
Budaya rebana adalah perpaduan antara permainan alat musik yakni
rebana dan lagu-lagu. Adapun syair-syair yang ada dalam lagu-lagu
tersebut tidak jauh dari syair-syair Islami. Bahkan ada beberapa lagu
yang isinya adalah shalawat-shalawat.
Pappalenggu Boyang
Dalam Islam kita selalu dianjurkan untuk saling tolong menolong.
Salah satu bentuk tolong menolong dalam budaya mandar adalah
budaya pappalenggu boyang. Dalam budaya ini para pria akan bekerja
sama untuk memindahkan rumah. Sedangkan para ibu-ibu akan bekerja
sama menyiapkan makanan. Budaya tolong menolong ini juga dapat kita
temui dalam budaya massorong lopi. Seperti yang kita tahu bahwa
sebagian tanah mandar adalah daerah pesisir dan banyak warga yang
berprofesi sebagai pelaut. Dan kapal yang digunakan adalah kapal-kapal
yang besar, dan untuk memindahkan kapal membutuhkan tenaga yang
besar sehingga orang-orang akan saling membantu dalam memindahkan
kapal tersebut.
2. Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh orang mandar untuk berkomunikasi
dikenal dengan sebutan basa mandar. Dalam basa mandar dapat kita
temukan banyak kata serapan yang merupakan serapan dari bahasa Arab,
bahkan nama-nama orang mandar banyak yang diserap dari nama-nama
Islami misalnya nama Ka’dullah, ini merupakan serapan dari kata Abdullah.
Selain itu, dalam bahasa mandar juga terdapat ungkapan-ungkapan
yang mengandung nilai Islam seperti ungkapan kata “tabe’”. Ungkapan ini
adalah bentuk menghormati orang lain ketika menyapa atau untuk permisi.
Dan di mandar apabila ingin memanggil yang lebih tua maka kata yang
digunakan adalah panggilan “puang”. Ini juga adalah salah satu bentuk
daripada nilai menghormati yang lebih tua.
Dan di mandar ada yang dikenal dengan “malaqbiq”. Istilah ini
memiliki banyak bentuk dan salah satunya adalah “malaqbiq pau”. Di

12
mandar berbicara dengan menggunakan bahasa yang sopan sangat
dijunjung.
3. Sastra
Sastra di tanah mandar terbagi atas sastra bentuk cerita khayalan dan
bentuk kalindaqdaq. Sastra dalam bentuk cerita khayalan sering diceritakan
oleh para orang tua kepada anaknya, biasanya digunakan sebagai dongeng
pengantar tidur. Walaupun cerita tersebut bukanlah berdasarkan cerita nyata
akan tetapi cerita-cerita tersebut memiliki pesan-pesan moral. Ini adalah
salah satu bentuk edukasi orang tua terhadap anak-anaknya di tanah mandar,
yakni melalui cerita. Sehingga anak akan lebih tertarik dan tidak mudah
bosan dalam belajar. Selain itu, ini juga dapat mempererat hubungan orang
tua dan anak.
Bentuk kedua dari sastra mandar adalah kalindaqdaq. Kalindaqdaq
memilki kedudukan penting dalam kebudayaan dan proses interaksi sosial
masyarakat Mandar. Kalindaqdaq digunakan sebagai media untuk
menyampaikan isi hati dan pikiran, kalindaqdaq juga memiliki fungsi
edukatif dan rekreatif serta membentuk kepribadian. Isi dari kalindaqdaq
bisa berisi tentang agama sebagai Contoh:
Ahera oroang tongan
Lino dindan di tiaq
Borong to landur
Leppang dipettullungngi.
(Kampung akhirat tujuan akhir
Dunia ini hanya pinjaman
Ibarat musyafir
Sekedar singgah untuk berteduh).
B. Latar Belakang Tumbuhnya Nilai-Nilai Islam pada Unsur Budaya, Bahasa, dan
Sastra di Tanah Mandar
Nilai-nilai Islam tumbuh di tengah masyarakat mandar khususnya pada
unsur budaya, bahasa, dan sastra dilatarbelakangi oleh masuknya Islam itu
sendiri ke tanah Mandar. Menurut Sarman Sahudding (2004) Islam pertama kali

13
datang dibawa oleh para pedagang dari wilayah pesisiran pantai, seperti Haji
Cendrana, Haji Tapalang, Haji Pure dan Daeng Pasore dan itu terjadi sekitar
akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Daerah yang pertama didatangi oleh
pedagang tadi untuk menyebarkan Islam tersebut adalah Lembang Matangga
atau daerah Posi’ melalui daerah Mapi dan Tu’bi. Hal lain yang juga dapat
dijadikan titik tumpu penelusuran sejarah peradaban Islam di Pitu Ulunna Salu
adalah melalui ditemukannya kuburan tua di daerah Matangga yang oleh
masyarakat setempat diyakini sebagai kuburan tempat dikebumikannya To
Salama’ atau sang pembawa Islam pertama kali ke daerah mi. Konon
sebelumnya pernah datang dua orang yang tak dikenal sebagai pembawa Islam
pertama.
Namun yang satunya kembali, sedang yang satunya lagi tinggal dan lalu
meninggal di daerah Lembang Matangga, hingga akhirnya dikebumikan di
tempat tersebut. Dari kuburan tempat dikebumikannya itulah kemudian, lalu
dianggap keramat oleh peduduk sekitar yang hingga kini diyakini adalah
kuburan Wall sang pembawa dan penyebar Islam di wilayah Pitu Ulunna Salu.
Sedang daerah kedua tempat penyebaran Islam di wilayah persekutuan ini
adalah di daerah Talipukki. Sebagai Bahagian dari Lembang Mambi, di daerah
ini juga ditemukan kuburan yang sama, juga diyakini sebagai pekuburan To
Salama’ yang dipercaya pertama kali membawa Islam ke Daerah Talipukki.
Demikian pula halnya dengan daerah Lembang Aralle, dimana dari daerah ini
didapatkan pembuktian adanya Daeng. Mappali yang tak lain adalah cucu dari
Kada Nene’. Yang lalu dipercaya sebagai orang yang pertama memeluk Islam.
Hal itu terbukti dengan gelar yang disandangkan atasnya yakni,
TodilamungSallang(yang dikebumikan dalam keadaan muslim-pen). Sedang di
Lembang Rentebulahan, juga dikenal seorang nama Tomesokko’ Sallang (yang
berkopiah muslim-pen) yang tak lain adalah cucu dari salah seorang cucu Indo
Lembang di Rantebulan.
Misalnya asumsi yang dikemukakan oleh Andi Syaiful Sinrang. I Salarang
Tomatindo di Agamana Maradia Pamboang, ayah dari Tomatindo di Puasana

14
Maradia Mamuju, pada tahun 1608 menjalin hubungan persahabatan dengan
Aji Makota Sultan Kutai VI (1545-1610), yang dibuktikan dengan adanya syair:
tenna' diandi ada’na
nama’ anna’ jambatang
anna silosa
Kute anna Pamboang
(Andaikata ada jalan
akan kubuat jembatan
agar tersambung
Kutai dengan Pamboang)
Dan yang paling terkenal, syair lagu “Tengga-tenggang Lopi”, yang
didalamnya mensiratkan orang Mandar tidak mau makan babi yang
dihidangkan bangsawan di Kutai. Kesimpulannya, Islam telah masuk di Mandar
sebelum tahun 1608.
Setelah Islam masuk tumbuhlah budaya-budaya di mandar yang
bernafaskan Islam seperti perayaan maulid nabi Muhammad saw., yang sering
dirangkaikan dengan budaya to tammaq
C. Pengaruh Nilai-Nilai Islam Terhadap Budaya, Bahasa, dan Sastra Di Tanah
Mandar
Mengutip dari narasumber kami ustadz As’ad bahwasanya sebelum Islam
masuk kerajaan-kerajaan di Mandar telah ada beberapa kebijakan yang
mencerminkan nilai-nilai Islam seperti demokrasi. Beliau mengatakan bahwa
kerajaan Balanipa dulu menganut sistem demokrasi, dan raja yang dipilih
adalah raja jujur, bahkan sekalipun ia bukan dari keturunan raja.
Mengenai pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sekalipun Islam
belum masuk di Mandar sudah ada ajaran yang sejalan dengan ajaran Islam.
Dan setelah Islam masuk, orang-orang mandar dapat menerima dengan mudah
ajaran dari agama Islam. Apalagi para pembawa ajaran Islam ke Mandar
menggunakan pendekatan sufistik yang dapat lebih mudah diterima oleh
masyarakat.

15
Dengan masuknya agama Islam ke mandar, nilai-nilai Islam dapat dengan
mudah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Lalu kemudian nilai-nilai
tersebut masuk dan membentuk budaya-budaya baru yang sesuai dengan
koridor Islam. Seperti adanya sastra kalindaqdaq dan sayang-sayang yang
bernafas islami, serta budaya perayaan terhadap orang-orang yang pandai dan
khatam al-qur’an. Dan bukan hanya di unsur budaya dan sastra, akan tetapi juga
berpengaruh terhadap bahasa di mandar. Orang mandar dikenal sebagai orang-
orang yang tidak pernah mengingkari perkataannya. Dan dengan masuknya
Islam budaya ini semakin kuat dengan adanya ajaran Islam tentang larangan
berdusta dan memiliki sifat munafik. Dan mandar memiliki slogan malaqbiq
yang dimana slogan ini sejalan dengan nilai-nilai keislaman.

16
DAFTAR PUSTAKA
Akbar,ahmad maulana/ Penerapan Nilai-nilai Islam, Pembentukan Akhlakul
Karimah-2013
galerikopicoqboq.blogspot.com/2014/05/seni-sastra-mandar.
https://news.okezone.com/read/2016/02/18/340/1315004/mengenal-5-tradisi-
unik-suku-mandar-di-sulawesi-barat?page=2
https://www.nafiun.com/2013/02/budaya-lokal-pengertian-macam-macam-
contoh-ciri-ciri.html
https://mandarkreatif.wordpress.com/2019/06/03/lirik-lagu-sayang-sayang-
mandar-pantun-mandar-suku-mandar-sulawesi-barat-sulbar
https://budaya-indonesia.org/Kalindaqdaq-Syair-Puisi-Khas-Mandar
sejarah-masuknya-islam-di-sulawesi-barat. www.bengkulutoday.com

17
LAMPIRAN

NARASUMBER
Nama : Ust. As’ad Sattari
Alamat : Pambusuang

PROSES WAWANCARA

LOKASI WAWANCARA
Pambusuang, kec. Balanipa,
kab. Polewali Mandar

18

Anda mungkin juga menyukai