Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FILSAFAT ILMU

Disusun Oeh :

1. Brama Mandala Putra (6143048)


2. Hena Tri Atmaja (6143062)
3. Sandra Amita Rizqi Lillah (6143075)
3. Siti Mutmainah (6143077)
4. Ulyaniswah (6143080)
5. Yunita Dian Pratiwi (6143085)

PRODI S-1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baiknya bersifat
abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk paham betul
semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya
bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; . Epistemologi
Fenomenologi, Hermeneutika, dan Dekonstruksionisme. Mempelajari ketiga cabang tersebut
sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.

Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja
berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan
membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu dan dapat
membedakan dengan yang lain. Fenomenologi adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran dan
pengenalan diri manusia sebagai ilmu yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat.
Sedangkan hermeneutika memiliki kaitan dengan sebuah penafsiran atau interpretasi. Dan
dekonstruksionisme akan membahas tentang sebuah sistem analisis kontroversial, yang dirancang
untuk membongkar bahasa dan membuka bias dan kesalahan-kesalahan asumsi yang melekat di
dalamnya

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Fenomenologi?


2. Apa Pengertian Hermenutika?
3. Apa Pengertian Dekonstruksionisme?
4. Apa Pengertian Nalar Bayani dan Burhani?
5. Apa Pengertian Nalar Irfani dan Amali?
6. Bagaimana Wahyu, Akal dan Ketrampilan dalam ilmu slam?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa arti episemologi

2.Mengetahui apa arti fenomenologi,hermenutika dan dekonstruksionisme

3.Mengetahui apa arti nalar bayani,burhani,irfani dan burhani

4. Mengetahui apa arti wahyu,akal dan ketrampilan dalam ilmu islam


KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Salawat dan
salam kami haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas perjuangan beliau
kita dapat menikmati pencerahan iman dan islam dalam mengarungi samudera kehidupan ini.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Epistemologi dalam rangka memenuhi
tugas Filsafat Ilmu.
Makalah ini telah dibuat berdasarkan hasil diskusi kelompok kami. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fenomenologi

Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia
sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu
hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang
filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak
nyata.

Dalam pendekatan sastra, fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena,


sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk
mendapatkan fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita alami. G.W.F.
Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan
filosofis ini.

Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian dari individu
individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama lainnya. Komunikasi di
pandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi antar individu melalui dialog.
Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradisi ini. Dalam
tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi,
satu kata saja sudah dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.

Pada dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk
mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn bahwa
fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam
konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah
pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok
fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan
memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan
proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain
pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.

Manusia memiliki paradigma tersendiri dalam memaknai sebuah realitas. Pengertian


paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma
tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan
sesuatu yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan
kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan
eksistensial atau epistimologis yang panjang.
Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran.
Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep yang
bersifat intersubyektif. Oleh karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk
menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala.
Natanson menggunakan istilah fenomenologi merujuk kepada semua pandangan sosial yang
menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami
tindakan sosial.

Berdasar asumsi ontologis, penggunaan paradigma fenomeologi dalam memahami fenomena


atau realitas tertentu, akan menempatkan realitas sebagai konstruksi sosial kebenaran.
Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya relatif, yaitu sesuai dengan konteks
spesifik yang dinilai relevan oleh para aktor sosial. Secara epistemologi, ada interaksi antara
subjek dengan realitas akan dikaji melalui sudut pandang interpretasi subjek. Sementara itu
dari sisi aksiologis, nilai, etika, dan pilihan moral menjadi bagian integral dalam
pengungkapan makna akan interpretasi subjek.

Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi


Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam
suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan
pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman
personal dan langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada
bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya. Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah,:

1. Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui


pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut
pandangnya tersendiri atau obyektif.
2. Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut
pandang yang berbeda beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada
obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih subyektif.
3. Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari
aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna
menarik suatu kesimpulan.

Prinsip Dasar Fenomenologi


Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis:

Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan


mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita
berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang
digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
B. Pengertian Hermenutika

Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein,yang artinya diterjemahkan


"menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran". Dalam tradisi Yunani kuno kata
hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan
menerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan
dengan kata: to interpret, Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok:
pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan
terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language), atau mengekspresikan.[1]

Menurut istilah, hermeneutika biasa dipahami sebagai: "the art and science of interpreting
especially authoritative writings; mainly in application to sacred scripture, and equivalent to exegesis"
(seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan
kitab suci dan sama sebanding dengan tafsir). Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika
merupakan sebuah filsafat yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan "understanding of
understanding (pemahaman pada pemahaman)'' terhadap teks, terutama teks Kitab Suci, yang datang
dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing bagi paia pembacanya.

Istilah hermeneutika sering dihubungkan dengan nam a Hermes, tokoh dalam mitos Yunani yang
bertugas menjadi perantara antara Dewa Zeus dan manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya
definisi hermeutika ini mengalami perkembangan, yang semula hermeneutika dipandang sebagai ilmu
tentang penafsiran (science of interpretation). Dalam perkembangan selanjutnya definisi
hermeneutika menurut Richard E. Palmer dibagi menjadi enam, yakni

1. Teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis)


2. Sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology).
3. Sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding).
4. Sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of
Geisteswissenschaften)
5. Sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan
of existential understanding)
6. sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).
Keenam definisi tersebut bukan hanya merupakan urutan fase sejarah, melainkan pendekatan
yang sangat penting di dalam problem penafsiran suatu teks. Keenam definisi tersebut, masing-
masing, mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi
membawa nuansa yang berbeda, namun dapat dipertanggungjawabkan, dari tindakan manusia
menafsirkan, terutama penafsiran teks.Tulisan ini mau memberikan kerangka menyeluruh tentang
keenam definisi tersebut, yang lebih banyak berfungsi sebagai pengantar pada arti sesungguhnya dari
hermeneutika.

Tokoh-tokoh Pengembang Hermeneutika

1. Friederich Sehleiermacher
2. Wtlhelm Dilthey
3. Gadamer
4. Husser
5. Heideger
6. Ricoeur
Contoh nyata :

Sekarang ada Gerakan Sistematis yang di antara kerjanya membuat keraguan tentang kemurnian
Al-Quran. Gerakan itu secara aktif menulis di berbagai media massa termasuk internet, disamping
menyebarkan penghujatan akan kemurnian Al-Quran lewat buku.
Mereka bekerja secara sistematis, terprogram, terorganisir, bahkan lewat jalur intelektual tingkat
akademis. Di antaranya mereka berada di lembaga-lembaga JIL (Jaringan Islam Liberal) dan
Paramadina. Sedang jalur-jalur untuk menyebarkan faham tersebut di antaranya Majalah Syirah,
Kantor Berita Radio 68H, Koran Jawa Pos dengan cabang-cabangnya (koran daerah sekitar 40-an
koran), pencetakan buku, dan website Islamlib.com milik JIL.
Sebagai contoh bukti, di antaranya:
1) Tulisan Luthfi Assyaukanie dosen Paramadina Jakarta (Merenungkan Sejarah Al-Quran dimuat
diwebsite islamlib.com, 17 November 2003).
2) Tulisan Luthfi Assyaukanie dosen Paramadina Jakarta (Sejarah Al-Quran Rejoinder, dimuat di
islamlib.com, 8 Desember 2003, sebagai pembelaannya terhadap tulisan no.1).
3) Tulisan Taufiq Adnan Amal dosen IAIN Makassar (Al-Quran Edisi Kritis, dimuat di
islamlib.com,28/10/ 2001, juga dimuat di buku tentang JIL)
4) Tulisan Taufiq Adnan Amal dosen IAIN Makassar (Al-Quran Antara Fakta dan Fiksi, dimuat
diislamlib.com, 25/11/ 2001).
5) Buku karangan Taufiq Adnan Amal dosen IAIN Makassar berjudul Rekonstruksi Sejarah Al-Quran
terbitan FKBA (Forum Kajian Budaya dan Agama), Jogjakarta, 2001.
6) Laporan Majalah Syirah, Pembaruan al-Quran ala Indonesia (Syirah Vol 2, No 3, tanggal 25
Januari-25 Februari 2002).

C. Pengertian Dekonstruksionisme

Dekonstruksionisme adalah sebuah sistem analisis kontroversial, yang dirancang untuk


membongkar bahasa dan membuka bias dan kesalahan-kesalahan asumsi yang melekat di dalamnya.
Berakar pada keyakinan bahwa bahasa memuat hal-hal yang tak bisa atau dihalangi untuk mencapai
keasadarannya yang penuh, Dekonstruksionisme merupakan sebuah metodologi lentur yang bisa
diterapkan pada tiap-tiap dan semua teks dan memang, dampaknya pada kritik sastra setara, jika
tidak lebih besar, dari jejak yang ditinggalkannya pada wacana filsafat.
Proses dekonstruksi ini bersifat tidak terbatas. Derrida mengemukakan bahwa niali sebuah tanda di
tentukan sepenuhnya oleh perbedaannya dengan tanda - tanda lainyang terwadahi dalam konsep
different. Namun, konsep tersebut juga menegaskan bahwa nilai sebuah tanda tidak dapat hadir
seketika. Nilainya terus di tunda ( differed ) dan di tentukan bahkan juga di modifikasi oleh tanda
berikutnya dalam satu aliran sintagma.
Dekonstruksionisme dipopulerkan yang utama oleh seorang filsuf postmodern dari Perancis
bernama Jacques Derrida. Hal utama yang Derrida serang demikian pula para dekonstruksionis
lainnya adalah klaim modern bahwa pengetahuan merupakan refleksi realita yang akurat, sehingga
apa yang orang ketahui diyakini sebagai cerminan sesuatu realita yang sesungguhnya (obyektif).
Derrida mencoba untuk menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan sebagai "realita sesuatu yang
ada" adalah "bukan apa-apa" atau "tidak ada", dan kalaupun kita dapat menyebutkan sesuatu yang
sebenarnya bukan apa-apa atau tidak ada tersebut, hal itu adalah konstruksi bahasa kita sendiri.
Setiap orang membentuk realita bagi diri mereka masing-masing di dalam simbol-simbol bahasa.
Atau, apa yang Derrida hendak katakan adalah, "what is claimed to be present is really absent and
that the given is itself a construction of human discourse." Berangkat dari dekonstruksionisme,
dapat disimpulkan bahwa bagi orang-orang postmodern, kebenaran tidak lain adalah hasil
pembentukan atau konstruksi, bukan hanya oleh individu tetapi juga merupakan hasil kesepakatan
kelompok sosial di dalam wujud bahasa. Jadi bahasa itu sendiri tidak menunjukkan realita secara
obyektif. Bahasa digunakan hanya untuk mewakili sesuatu yang hendak kita katakan, tetapi bukan
realita itu sendiri (not reality itself).
Salah satu dampak langsung yang dapat dilihat dari dekonstruksionisme adalah, dalam era
postmdern apabila kita menuliskan suatu kata atau kata apapun, semuanya harus di dalam tanda
kutip, karena kata tersebut bukanlah arti sesungguhnya. Misalnya, untuk menulis kata bola, harus
ditulis "bola" dengan dua tanda kutip, karena "bola" hanya mewakili suatu realita yang
sesungguhnya kita tidak tahu apa, tetapi karena kita secara pribadi, atau kelompok sosial sepakat
menyebut benda bulat itu demikian, yah jadilah benda itu disebut "bola." Tetapi apabila kita
bertanya kepada orang postmodern, "Mengapa disebut bola?" Kurang lebih, ia akan menjawab
demikian, "Jangan tanya! Aku (dan kelompok sosialku) sepakat menyebutnya demikian, kalau kamu
tidak setuju, silahkan ungkapkan dengan kata lainnya. Jangan memaksa, sebagaimana aku tidak
memaksa kamu menyebutnya demikian."
Secara positif, dampak pola pikir dekonstruksionisme memang berbeda dengan modern yang
lebih cenderung otoritarian dan totaliter dengan memaksakan, bahkan menindas, pendapat dengan
dalih kebenaran yang obyektif hasil pengamatan rasional.

EPISTEMOLOGI NALAR ISLAMI

D. Pengertian Nalar Bayani dan Nalar Burhani

Nalar Bayani

Secara bahasa, bayani bermakna sebagai penjelasan, pernyataan, ketetapan. Sedangkan


secara terminologis, bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma, dan ijtihad.
Jika dikaitkan dengan epistemologi, maka pengertiannya adalah studi filosofis terhadap
struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagai sebuah kebenaran mutlak.
Adapun akal hanya menempati tingkat sekunder dan bertugas hanya untuk menjelaskan teks
yang ada.
Ditinjau dari perspektif sejarah, bayani sebetulnya sudah dimulai sejak pada masa awal
Islam. Hanya saja pada masa awal ini, yang disebut dengan bayani belum merupakan sebuah
upaya ilmiah dalam arti identifikasi keilmuan dan peletakan aturan penafsiran teks-teksnya,
tetapi baru sekedar upaya penyebaran tradisi bayani saja.
Dalam tradisi keilmuan Islam, corak bayani sangat dominan. Dengan segala
karakteristiknya, corak bayani bukanlah sebuah corak yang sempurna. Salah satu
kelemahannya adalah kurang peduli terhadap isu-isu keagamaan yang bersifat konstektual.
Padahal, jika ingin mengembangkan pola berfikir bayani, maka mau tidak mau harus
menghubungkan dengan pola berfikir irfani dan burhani. Jika masing-masing tetap kokoh
pada pendiriannya dan tidak mau membuka diri, berdialog, dan saling melengkapi satu sama
lain, sulit rasanya studi Islam dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman mampu menjawab
tantangan kontemporer yang terus berkembang tiada henti.
Dalam tradisi bayani, otoritas kebenaran terletak pada teks (wahyu). Sementara akal
menempati posisi sekunder. Tugas akal dalam konteks epistemologi bayani adalah
menjelaskan teks-teks yang ada. Sementara bagaimana bagaimana implementasi ajaran teks
tersebut dalam kehidupan konkret berada di luar kalkulasi epistemologi ini.1[9]
Epitemologi Bayni adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka sumber
epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam studi Islam dapat dikelompokkan secara
umum menjadi dua, yakni:
a. Teks nash ( Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW)
b. Teks non nash berupa karya para ulama

Obyek kajian yang umum dengan pendekatan bayani adalah :


a. Gramatika dan sastra (nahwu dan balagah)
b. Hukum dan teori hukum (fiqh dan ushul fiqh)
c. Filologi
d. Teologi,

Nalar Burhani
Kata burhani diambil dari bahasa Arab, al-burhan yang berarti argumentasi yang kuat
dan jelas. Sedangkan kata yang memiliki makna sama dengan al-burhan dalam bahasa
Inggris adalah demonstration. Arti dari kata demonstration adalah berfikir sesuai dengan alur
tertentu atau penalaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pengetahuan
demonstratif merupakan pengetahuan yang integratif, sistemik, dan sistematis. Ciri daripada
pengetahuan demonstratif ada tiga. Pertama, pokok bahasannya jelas dan pasti. Kedua,
universal dan tidak partikular. Ketiga, memiliki peristilahan teknis tertentu.
Menurut Abid al-Jabiri, burhan dalam logika adalah aktivitas intelektual untuk
membuktikan kebenaran suatu proposisi dengan cara konklusi atau deduksi. Sedangkan
dalam pengertian umum, burhan merupakan semua aktivitas intelektual untuk membuktikan
kebenaran suatu proposisi.2[12] Istilah burhani juga dipakai dalam pengertian yang cukup
beragam. Beberapa di antaranya; (1) cara atau jenis argumentasi; (2) argumen itu sendiri; (3)
bukti yang terlihat dari suatu argumen yang menyakinkan.
Dalam bahasa lain, metode burhani atau demonstratif merupakan sebentuk inferensi
rasional, yaitu penggalian premis-premis yang menghasilkan konklusi yang bernilai. Metode
burhani atau demonstratif ini berasal dari filosof terkenal Yunani, yaitu Aristetoles. Apa yang
dimaksudkan oleh Aristetoles dengan metode demonstratif ini adalah silogisme ilmiah, yaitu
silogisme yang apabila seseorang memilikinya, maka orang tersebut akan memiliki
pengetahuan. Menurut Aristetoles, silogisme merupakan seperangkat metode berfikir yang
dengan silogisme tersebut, seseorang dapat menyimpulkan pengetahuan baru yang
diperolehnya dari pengetahuan-pengetahuan sebelumnya.
Metode burhani pada dasarnya merupakan logika, atau metode penalaran rasional yang
digunakan untuk menguji kebenaran dan kekeliruan dari suatu pernyataan atau teori ilmiah
dan filosofis dengan memerhatikan keabsahan dan akurasi pengambilan sebuah kesimpulan
ilmiah.
Tidak semua silogisme dapat disebut denga burhani atau demonstratif. Sebuah silogisme
baru dikatakan sebagai demonstratif apabila premis-premisnya didasarkan bukan pada opini,
melainkan didasarkan pada kebenaran yang telah teruji atau didasarkan kepada kebenaran
utama. Ditinjau dari perspektif metodologi, burhani menggunakan logika (al-maqayis)
sebagai metodologi.
Sementara dalam pandangan filosof al-Farabi, metode al-burhaniyah (demonstrasi)
merupakan metodologi yang super canggih dibandingkan dengan metodologi-metodologi
lainnya, seperti metodologi dialektika (jadaliyah), dan metodologi retorika (khatabbiyah).
Jika metode retorika dan dialektika dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum, hal ini tidak
berlaku bagi metode burhani. Burhani hanya mampu dikonsumsi oleh orang-orang tertentu.
Ilmu-ilmu yang muncul dari tradisi burhani disebut al-Ilm al-Husuli, yakni ilmu yang
dikonsep, disusun, dan disistematiskan hanya melalui premis-premis logika. Metode burhani
ini biasa digunakan dan dijumpai dalam filsafat paripatetik yang secara eksklusif
mengandalkan deduksi rasional dengan menggunakan silogisme yang terdiri dari premis-
premis dan konklusi. Metode ini dikembangkan oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Rusyd.
Berbeda dengan epistemologi bayani, epistemologi burhani menempatkan akal dalam
otoritas kebenaran. Jika dalam epistemologi bayani setiap proses pemikiran pasti berangkat
dari teks menuju makna, pada epistemologi burhani justru sebaliknya, yaitu makna lebih dulu
lahir dari kata-kata.
Maksud epistemologi Burhani adalah, bahwa untuk mengukur benar atau tidaknya
sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiyah manusia berupa
pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci, yang memunculkan peripatik. Maka
sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris; alam, sosial, dan
humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil
eksperimen, baik di laboratorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat sosial maupun
alam. Corak berfikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil
penelitian empiris.

E. Nalar Irfani dan Nalar amali


Nalar Irfan

Irfan dalam bahasa Arab semakna dengan marifah yang diartikan dengan al-ilm. Di
kalangan sufi, kata irfan dipergunakan untuk menunjukkan jenis pengetahuan yang tertinggi,
yang dihadirkan ke dalam qalb dengan cara kasyf atau ilham. Di kalangan kaum sufi sendiri,
marifah diartikan sebagai pengetahuan langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau
petunjuk Tuhan.

Dalam konteks pemaknaan terhadap marifah, klasifikasi pengetahuan yang dilakukan oleh
Dzu al-Nun al-Mishri menempatkan marifah sebagai salah satu jenis pengetahuan khusus di
kalangan sufi. Pengetahuan jenis ini, dalam pandangan Dzu al-Nun, yang disebut
pengetahuan hakiki. Dzu al-Nun membagi pengetahuan kepada tiga jenis yakni; (1)
pengetahuan orang awam yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan ucapan
syahadat, (2) pengetahuan ulama yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa menurut logika akal,
dan (3) pengetahuan para sufi yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan
hati nurani. Pengetahuan jenis pertama dan kedua baru tahap ilmu, sedangkan pengetahuan
ketiga adalah pengetahuan hakiki, yaitu marifat.

Irfani adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi (kasf/ilham). Dari irfani muncul
illuminasi. Prosedur penelitian irfaniah berdasarkan literatur tasawuf, secara garis besar
langkah-langkah penelitian irfaniah sebagai berikut:

a. Takhliyah : pada tahap ini, peneliti mengkosongkan (tajarrud) perhatiannya dari


makhluk dan memusatkan perhatian kepada (tawjih).
b. Tahliyah : pada tahap ini, peneliti memperbanyak amal sholeh dan melazimkan
hubungan dengan al-Khaliq lewat ritus-ritus tertentu.
c. Tahliyah : pada tahap ini, peneliti menemukan jawaban batiniah terhadap persoalan-
persoalan yang dihadapinya.
Paradigma irfaniyah juga mengenal teknik-teknik yang khusus. Ada tiga teknik penelitian
irfaniyah :

a. Riyadah : rangkaian latihan dan ritus dengan penahapan dan prosedur tertentu.
b. Tariqah : di sini diartikan sebagai kehidupan jamaah yang mengikuti aliran tasawuf
yang sama.
c. Ijazah : dalam penelitian irfaniah, kehadiran guru sangat penting. Guru membimbing
murid dari tahap yang satu ke tahap yang lain. Pada tahap tertentu, guru memberikan
wewenang (ijazah) kepada murid.
Epistemologi irfani diharapkan menjembatani sekaligus menghindari kekakuan
(rigiditas) dalam berfikir keagamaan yang menggunakan teks sebagai sumber utamanya.
Dengan peran dan fungsinya, epistemologi irfani dalam pemikiran Islam menjadi
mekanisme kontrol perimbangan pemikiran dari dalam. Memang, perpaduan antara teks
dengan akal ternyata tidak selamanya berjalan baik den sesuai harapan. Dalam kondisi ini,
perpaduan ini ternyata juga membawa dampak yang kurang produktif, baik berupa
ketegangan, konflik, dan bahkan dalam batas-batas tertentu dalam bentuk kekerasan.

Berbeda dengan kedua epistemologi sebelumnya, sumber epistemologi irfani adalah intuisi.
Karena menggunakan intuisi ini, maka status keabsahannya acapkali digugat, baik oleh
tradisi bayani maupun burhani. Epistemologi mempertanyakan keabsahannya karena
dianggap tidak mengindahkan pedoman-pedoman yang diberikan teks. Sementara
epistemologi burhani mempertanyakan keabsahannya karena dianggap tidak mengikuti aturan
dan analisa logika.

Sumber terpokok epistemologi irfani adalah pengalaman (eksperince). Pengalaman hidup


sehari-hari yang otentik merupakan pelajaran yang tidak ternilai harganya. Ketika manusia
menghadapi alam semesta yang cukup mengagumkan, dalam lubuk hatinya yang terdalam
telah dapat mengetahui adanya Dzat Yang Maha Suci dan Maha segalanya. Untuk
mengetahui Dzat Yang Maha tersebut, manusia tidak perlu menunggu turunnya
teks..Validitas kebenaran irfani hanya dapat dirasakan dan dihayati secara langsung oleh
intuisi dan al-dhauq. Sekat-sekat formalitas lahiriah yang diciptakan tradisi bayani maupun
burhani, baik dalam bentuk bahasa, agama, ras, etnik, kulit, golongan, kultur, dan tradisi,
yang ikut andil merenggangkan hubungan interpersonal antar umat manusia, hendak
dipinggirkan oleh tradisi berfikir orisinal irfani.

Ditinjau dari sisi metode, irfani yang dikembangkan terutama oleh kalangan sufi ini
menggunakan metode penegtahuan illuminasi (kasyf). Kasyf adalah uraian tentang apa yang
tertutup bagi pemahaman yang tersingkap bagi seseorang, seakan ia melihat dengan mata
telanjang. Selain itu, kasyf juga diartikan sebagai penyingkapan atau wahyu. Ia merupakan
jenis pengalaman langsung yang lewat pengalaman tersebut, pengetahuan tentang hakiki
diungkapkan pada hati sang hamba dan pecinta.

Nalar Amali

Nalar Amaly

Penalaran ini bertumpu pada pengamalan atau pelaksanaan pengetahuan setelah


sebelumnya menggunakan ketiga penalaran di atas. Penalaran ini muncul atau dimunculkan
setelah Al Jabiri memunculkan tiga tradisi sebelumnya; Bayani, Burhani, dan Irfani. Dalam
filsafat ilmu Islam, menurut kami penalaran amali adalah tindak lanjut dari ketiga penalaran
tersebut. Hasil dari penalaran ini adalah teknologi.

F.Wahyu ,Akal dan Ketrampilan dalam ilmu Islam

A.Pengertian Wahyu

Kata wahyu berasal dari kata arab , dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan
pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk
masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah
pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang
mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maful wahyu Allah terhadap Nabi-Nya ini sering
disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi

Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah
pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua
itu datang dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Baik menjelma seperti
suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.

A. Fungsi wahyu

Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini
yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan
akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang
akan di terima manusia di akhirat.

Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-
Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai
keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.

c. Kekuatan wahyu

1. Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.

2. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.

3. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.

4. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.

5. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

Pengertian Akal

Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-Aql (), yang dalam
bentuk kata benda. Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya aqaluuh ( )dalam 1 ayat,
taqiluun ( )24 ayat, naqil ( )1 ayat, yaqiluha ( )1 ayat dan yaqiluun ( )22 ayat,
kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah
peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta
menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.

Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan
praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan
masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang
mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata aqala mengandung arti
mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah:
suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang membedakan manusia dari
mahluk lain.
b. Fungsi Akal

1. Tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.

2. Alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.

3. Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.

Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak
dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan
meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan Akal adalah jalan
untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus
berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada
Tuhan Yang Maha Esa.

c. Kekuatan Akal

1. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya.

2. Mengetahui adanya kehidupan di akhirat.

3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat
baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.

4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan.

5. Mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban pula menjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiannya di akhirat.

6. Membuat hukum-hukum yang membantu dalam melaksanakan kewajiban tersebut.

. Ketrampilan dalam ilmu Islam


Pengertian Keterampilan.
Dalam proses Pendidikan Islam, keterampilan mempunyai kedudukan yang sangat
menunjang bagi peserta didik maupun Guru dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan,
karena keterampilan adalah sarana untuk menindak lanjuti materi pelajaran agar dapat
berproses secara efektif dan efisien.
Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran pada mata pelajaran di
Sekolah, adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat dan tepat dalam
menghadapi permasalahan belajar dalam hal ini, pembelajaran dengan Keterampilan
dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat,
cepat dan tepat melalui belajaran kerajinan dan teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan.
Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat.
Melihat uraian tersebut, secara substansi bidang Keterampilan mengandung kinerja
kerajinan dan teknologis. Istilah kerajinan berangkat dari kecakapan melaksanakan,
mengolah, dan menciptakan dengan dasar kinerja psychomotoric-skill. Maka, Keterampilan
Kerajinan berisi kerajinan tangan membuat (creation with innovation) benda pakai dan
fungsional.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian epistemologi keilmuan Islam adalah merupakan asas mengenai cara


bagaimana materi pengetahuan yang menjelaskan tentang keilmuan Islam dan beberapa aspek
yang termasuk di dalamnya yang diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan
yang meliputi sumber dan sarana untuk mencapai ilmu pengetahuan.
. Dalam kajian pemikiran Islam terdapat beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori
pengetahuan (epistemologi) yaitu ada tiga model sistem berfikir dalam Islam, yakni bayani,
burhani dan irfani.
a. Model berfikir Islam Bayani bersumber pada teks, baik nash maupun non-nash.
b. Model berfikir Islam Burhani bersumber pada akal dan empirikal.
c. Model berfikir Islam Irfani bersumber pada kasf.
Setiap epistemologi, termasuk di dalamnya irfani, memiliki kelebihan dan kelemahan.
Tidak ada di antara ketiga epistemologi keilmuan Islam tersebut yang sempurna. Eksistensi
ketiganya justru saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, hal yang bijak bukanlah
menafikan eksistensi peran masing-masing, tetapi bagaimana masing-masing epistemologi
tersebut menjalankan perannya yang tepat dan saling melengkapi satu sama lain.

B. Saran

Dalam menyusun paper ini, kami menyadari masih ada kekurangannya. Jadi kami
menyarankan agar pembaca paper ini membaca referensi dari buku-buku lain untuk melengkapi
atau menambah pengetahuannya dalam bidang psikologi, khususnya psikologi dakwah untuk
mengukur kepribadiannya. Ada kurang lebihnya kami mohon maaf, terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

http://saifulmmuttaqin.blogspot.com/2008/01/pembelajaran-ketrampilan.html
http://www.ensikom.fisipol.ugm.ac.id/ensikom/index.php?title=Fenomenologi

http://thaa-anax.blogspot.com/2011/10/makalah-fenomenologi.html

rumahmakalah.blogspot.com/.../mengenal-filsafat-fenomenologi.htm

www.totosimandja.com/2013/12/makalah-filsafat-umum-tentang.html

http://rainbowcak.blogspot.com/2013/01/makalah-filsafat-pendidikan-aliran_804.html

http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran rekonstrusionisme .html

http://filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme1.html

http:// filsafat-rekonstruksionisme.html

http://habibisir.blogspot.com/2013/04/epistemologi-bayani-burhani-dan-irfani.html

http://muhammad-kurdi.blogspot.com/2008/10/pendekatan-bayani-burhani-dan-irfani.html

http:/shofiyullah.files.wordpress.com/2007/12/suka-press.doc

Anda mungkin juga menyukai