Disusun Oeh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baiknya bersifat
abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk paham betul
semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya
bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; . Epistemologi
Fenomenologi, Hermeneutika, dan Dekonstruksionisme. Mempelajari ketiga cabang tersebut
sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja
berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan
membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu dan dapat
membedakan dengan yang lain. Fenomenologi adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran dan
pengenalan diri manusia sebagai ilmu yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat.
Sedangkan hermeneutika memiliki kaitan dengan sebuah penafsiran atau interpretasi. Dan
dekonstruksionisme akan membahas tentang sebuah sistem analisis kontroversial, yang dirancang
untuk membongkar bahasa dan membuka bias dan kesalahan-kesalahan asumsi yang melekat di
dalamnya
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia
sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu
hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang
filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak
nyata.
Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian dari individu
individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama lainnya. Komunikasi di
pandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi antar individu melalui dialog.
Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradisi ini. Dalam
tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi,
satu kata saja sudah dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.
Pada dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk
mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn bahwa
fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam
konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah
pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok
fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan
memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan
proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain
pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.
Menurut istilah, hermeneutika biasa dipahami sebagai: "the art and science of interpreting
especially authoritative writings; mainly in application to sacred scripture, and equivalent to exegesis"
(seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan
kitab suci dan sama sebanding dengan tafsir). Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika
merupakan sebuah filsafat yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan "understanding of
understanding (pemahaman pada pemahaman)'' terhadap teks, terutama teks Kitab Suci, yang datang
dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing bagi paia pembacanya.
Istilah hermeneutika sering dihubungkan dengan nam a Hermes, tokoh dalam mitos Yunani yang
bertugas menjadi perantara antara Dewa Zeus dan manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya
definisi hermeutika ini mengalami perkembangan, yang semula hermeneutika dipandang sebagai ilmu
tentang penafsiran (science of interpretation). Dalam perkembangan selanjutnya definisi
hermeneutika menurut Richard E. Palmer dibagi menjadi enam, yakni
1. Friederich Sehleiermacher
2. Wtlhelm Dilthey
3. Gadamer
4. Husser
5. Heideger
6. Ricoeur
Contoh nyata :
Sekarang ada Gerakan Sistematis yang di antara kerjanya membuat keraguan tentang kemurnian
Al-Quran. Gerakan itu secara aktif menulis di berbagai media massa termasuk internet, disamping
menyebarkan penghujatan akan kemurnian Al-Quran lewat buku.
Mereka bekerja secara sistematis, terprogram, terorganisir, bahkan lewat jalur intelektual tingkat
akademis. Di antaranya mereka berada di lembaga-lembaga JIL (Jaringan Islam Liberal) dan
Paramadina. Sedang jalur-jalur untuk menyebarkan faham tersebut di antaranya Majalah Syirah,
Kantor Berita Radio 68H, Koran Jawa Pos dengan cabang-cabangnya (koran daerah sekitar 40-an
koran), pencetakan buku, dan website Islamlib.com milik JIL.
Sebagai contoh bukti, di antaranya:
1) Tulisan Luthfi Assyaukanie dosen Paramadina Jakarta (Merenungkan Sejarah Al-Quran dimuat
diwebsite islamlib.com, 17 November 2003).
2) Tulisan Luthfi Assyaukanie dosen Paramadina Jakarta (Sejarah Al-Quran Rejoinder, dimuat di
islamlib.com, 8 Desember 2003, sebagai pembelaannya terhadap tulisan no.1).
3) Tulisan Taufiq Adnan Amal dosen IAIN Makassar (Al-Quran Edisi Kritis, dimuat di
islamlib.com,28/10/ 2001, juga dimuat di buku tentang JIL)
4) Tulisan Taufiq Adnan Amal dosen IAIN Makassar (Al-Quran Antara Fakta dan Fiksi, dimuat
diislamlib.com, 25/11/ 2001).
5) Buku karangan Taufiq Adnan Amal dosen IAIN Makassar berjudul Rekonstruksi Sejarah Al-Quran
terbitan FKBA (Forum Kajian Budaya dan Agama), Jogjakarta, 2001.
6) Laporan Majalah Syirah, Pembaruan al-Quran ala Indonesia (Syirah Vol 2, No 3, tanggal 25
Januari-25 Februari 2002).
C. Pengertian Dekonstruksionisme
Nalar Bayani
Nalar Burhani
Kata burhani diambil dari bahasa Arab, al-burhan yang berarti argumentasi yang kuat
dan jelas. Sedangkan kata yang memiliki makna sama dengan al-burhan dalam bahasa
Inggris adalah demonstration. Arti dari kata demonstration adalah berfikir sesuai dengan alur
tertentu atau penalaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pengetahuan
demonstratif merupakan pengetahuan yang integratif, sistemik, dan sistematis. Ciri daripada
pengetahuan demonstratif ada tiga. Pertama, pokok bahasannya jelas dan pasti. Kedua,
universal dan tidak partikular. Ketiga, memiliki peristilahan teknis tertentu.
Menurut Abid al-Jabiri, burhan dalam logika adalah aktivitas intelektual untuk
membuktikan kebenaran suatu proposisi dengan cara konklusi atau deduksi. Sedangkan
dalam pengertian umum, burhan merupakan semua aktivitas intelektual untuk membuktikan
kebenaran suatu proposisi.2[12] Istilah burhani juga dipakai dalam pengertian yang cukup
beragam. Beberapa di antaranya; (1) cara atau jenis argumentasi; (2) argumen itu sendiri; (3)
bukti yang terlihat dari suatu argumen yang menyakinkan.
Dalam bahasa lain, metode burhani atau demonstratif merupakan sebentuk inferensi
rasional, yaitu penggalian premis-premis yang menghasilkan konklusi yang bernilai. Metode
burhani atau demonstratif ini berasal dari filosof terkenal Yunani, yaitu Aristetoles. Apa yang
dimaksudkan oleh Aristetoles dengan metode demonstratif ini adalah silogisme ilmiah, yaitu
silogisme yang apabila seseorang memilikinya, maka orang tersebut akan memiliki
pengetahuan. Menurut Aristetoles, silogisme merupakan seperangkat metode berfikir yang
dengan silogisme tersebut, seseorang dapat menyimpulkan pengetahuan baru yang
diperolehnya dari pengetahuan-pengetahuan sebelumnya.
Metode burhani pada dasarnya merupakan logika, atau metode penalaran rasional yang
digunakan untuk menguji kebenaran dan kekeliruan dari suatu pernyataan atau teori ilmiah
dan filosofis dengan memerhatikan keabsahan dan akurasi pengambilan sebuah kesimpulan
ilmiah.
Tidak semua silogisme dapat disebut denga burhani atau demonstratif. Sebuah silogisme
baru dikatakan sebagai demonstratif apabila premis-premisnya didasarkan bukan pada opini,
melainkan didasarkan pada kebenaran yang telah teruji atau didasarkan kepada kebenaran
utama. Ditinjau dari perspektif metodologi, burhani menggunakan logika (al-maqayis)
sebagai metodologi.
Sementara dalam pandangan filosof al-Farabi, metode al-burhaniyah (demonstrasi)
merupakan metodologi yang super canggih dibandingkan dengan metodologi-metodologi
lainnya, seperti metodologi dialektika (jadaliyah), dan metodologi retorika (khatabbiyah).
Jika metode retorika dan dialektika dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum, hal ini tidak
berlaku bagi metode burhani. Burhani hanya mampu dikonsumsi oleh orang-orang tertentu.
Ilmu-ilmu yang muncul dari tradisi burhani disebut al-Ilm al-Husuli, yakni ilmu yang
dikonsep, disusun, dan disistematiskan hanya melalui premis-premis logika. Metode burhani
ini biasa digunakan dan dijumpai dalam filsafat paripatetik yang secara eksklusif
mengandalkan deduksi rasional dengan menggunakan silogisme yang terdiri dari premis-
premis dan konklusi. Metode ini dikembangkan oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Rusyd.
Berbeda dengan epistemologi bayani, epistemologi burhani menempatkan akal dalam
otoritas kebenaran. Jika dalam epistemologi bayani setiap proses pemikiran pasti berangkat
dari teks menuju makna, pada epistemologi burhani justru sebaliknya, yaitu makna lebih dulu
lahir dari kata-kata.
Maksud epistemologi Burhani adalah, bahwa untuk mengukur benar atau tidaknya
sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiyah manusia berupa
pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci, yang memunculkan peripatik. Maka
sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris; alam, sosial, dan
humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil
eksperimen, baik di laboratorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat sosial maupun
alam. Corak berfikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil
penelitian empiris.
Irfan dalam bahasa Arab semakna dengan marifah yang diartikan dengan al-ilm. Di
kalangan sufi, kata irfan dipergunakan untuk menunjukkan jenis pengetahuan yang tertinggi,
yang dihadirkan ke dalam qalb dengan cara kasyf atau ilham. Di kalangan kaum sufi sendiri,
marifah diartikan sebagai pengetahuan langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau
petunjuk Tuhan.
Dalam konteks pemaknaan terhadap marifah, klasifikasi pengetahuan yang dilakukan oleh
Dzu al-Nun al-Mishri menempatkan marifah sebagai salah satu jenis pengetahuan khusus di
kalangan sufi. Pengetahuan jenis ini, dalam pandangan Dzu al-Nun, yang disebut
pengetahuan hakiki. Dzu al-Nun membagi pengetahuan kepada tiga jenis yakni; (1)
pengetahuan orang awam yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan ucapan
syahadat, (2) pengetahuan ulama yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa menurut logika akal,
dan (3) pengetahuan para sufi yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan
hati nurani. Pengetahuan jenis pertama dan kedua baru tahap ilmu, sedangkan pengetahuan
ketiga adalah pengetahuan hakiki, yaitu marifat.
Irfani adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi (kasf/ilham). Dari irfani muncul
illuminasi. Prosedur penelitian irfaniah berdasarkan literatur tasawuf, secara garis besar
langkah-langkah penelitian irfaniah sebagai berikut:
a. Riyadah : rangkaian latihan dan ritus dengan penahapan dan prosedur tertentu.
b. Tariqah : di sini diartikan sebagai kehidupan jamaah yang mengikuti aliran tasawuf
yang sama.
c. Ijazah : dalam penelitian irfaniah, kehadiran guru sangat penting. Guru membimbing
murid dari tahap yang satu ke tahap yang lain. Pada tahap tertentu, guru memberikan
wewenang (ijazah) kepada murid.
Epistemologi irfani diharapkan menjembatani sekaligus menghindari kekakuan
(rigiditas) dalam berfikir keagamaan yang menggunakan teks sebagai sumber utamanya.
Dengan peran dan fungsinya, epistemologi irfani dalam pemikiran Islam menjadi
mekanisme kontrol perimbangan pemikiran dari dalam. Memang, perpaduan antara teks
dengan akal ternyata tidak selamanya berjalan baik den sesuai harapan. Dalam kondisi ini,
perpaduan ini ternyata juga membawa dampak yang kurang produktif, baik berupa
ketegangan, konflik, dan bahkan dalam batas-batas tertentu dalam bentuk kekerasan.
Berbeda dengan kedua epistemologi sebelumnya, sumber epistemologi irfani adalah intuisi.
Karena menggunakan intuisi ini, maka status keabsahannya acapkali digugat, baik oleh
tradisi bayani maupun burhani. Epistemologi mempertanyakan keabsahannya karena
dianggap tidak mengindahkan pedoman-pedoman yang diberikan teks. Sementara
epistemologi burhani mempertanyakan keabsahannya karena dianggap tidak mengikuti aturan
dan analisa logika.
Ditinjau dari sisi metode, irfani yang dikembangkan terutama oleh kalangan sufi ini
menggunakan metode penegtahuan illuminasi (kasyf). Kasyf adalah uraian tentang apa yang
tertutup bagi pemahaman yang tersingkap bagi seseorang, seakan ia melihat dengan mata
telanjang. Selain itu, kasyf juga diartikan sebagai penyingkapan atau wahyu. Ia merupakan
jenis pengalaman langsung yang lewat pengalaman tersebut, pengetahuan tentang hakiki
diungkapkan pada hati sang hamba dan pecinta.
Nalar Amali
Nalar Amaly
A.Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab , dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan
pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk
masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah
pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang
mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maful wahyu Allah terhadap Nabi-Nya ini sering
disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah
pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua
itu datang dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Baik menjelma seperti
suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
A. Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini
yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan
akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang
akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-
Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai
keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
c. Kekuatan wahyu
1. Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
4. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-Aql (), yang dalam
bentuk kata benda. Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya aqaluuh ( )dalam 1 ayat,
taqiluun ( )24 ayat, naqil ( )1 ayat, yaqiluha ( )1 ayat dan yaqiluun ( )22 ayat,
kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah
peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta
menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan
praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan
masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang
mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata aqala mengandung arti
mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah:
suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang membedakan manusia dari
mahluk lain.
b. Fungsi Akal
2. Alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak
dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan
meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan Akal adalah jalan
untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus
berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Kekuatan Akal
3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat
baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
5. Mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban pula menjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiannya di akhirat.
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam menyusun paper ini, kami menyadari masih ada kekurangannya. Jadi kami
menyarankan agar pembaca paper ini membaca referensi dari buku-buku lain untuk melengkapi
atau menambah pengetahuannya dalam bidang psikologi, khususnya psikologi dakwah untuk
mengukur kepribadiannya. Ada kurang lebihnya kami mohon maaf, terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://saifulmmuttaqin.blogspot.com/2008/01/pembelajaran-ketrampilan.html
http://www.ensikom.fisipol.ugm.ac.id/ensikom/index.php?title=Fenomenologi
http://thaa-anax.blogspot.com/2011/10/makalah-fenomenologi.html
rumahmakalah.blogspot.com/.../mengenal-filsafat-fenomenologi.htm
www.totosimandja.com/2013/12/makalah-filsafat-umum-tentang.html
http://rainbowcak.blogspot.com/2013/01/makalah-filsafat-pendidikan-aliran_804.html
http://filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme1.html
http:// filsafat-rekonstruksionisme.html
http://habibisir.blogspot.com/2013/04/epistemologi-bayani-burhani-dan-irfani.html
http://muhammad-kurdi.blogspot.com/2008/10/pendekatan-bayani-burhani-dan-irfani.html
http:/shofiyullah.files.wordpress.com/2007/12/suka-press.doc