Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LANDASAN DAN ORIENTASI DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Disusun oleh :

Lora Pitaloka Sitompul A1F018006

Ferlianti Azrelia A1F018018

Dosen pembimbing : Vira afriyanti, M.Pd, Kons.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah mencurahkan segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga berkat rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Suatu kebahagiaan yang tidak ternilai bagi kami, yang telah menyelesaikan makalah
ini,untuk memenuhi salah satu persyaratan yang di ajukan dalam mata kuliah Bimbingan dan Konseling.
Kami sangat menyadari keterbatasan pengalaman, pengetahuan, kemampuan dalam penyusunan
makalah ini.

Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini, terutama kepada Allah SWT, Dosen pembimbing Vira afriyanti, M.Pd,
Kons. dan semua rekan yang telah ikut membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan, karenanya kami masih dalam proses
belajar. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan makalah-makalah
selanjutnya.

Bengkulu, 25 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Landasan Dalam Bimbingan dan Konseling..........................................................

B. Orientasi Dalam Bimbingan dan Konseling……………………………………………………..

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................................

B. Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai
sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan
pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling apabila tidaj
didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan
bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya.
Tidak lepas dari landasan saja karena dalam prateknya masih banyak yang salah sasaran. Dalam hal ini
pula cakupan bimbingan dan konseling haruslah sesuai dengan apa yang diharapkan dari tujuan
bimbingan dan konseling

Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang orientasi yang harus di capai bimbingan
dan konseling, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang orientasi atau pengenalan dan ruang ingkup
bimbingan dan konseling. serta Secara teoritik, secara umum terdapat empat aspek pokok yang
mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling ada 6 yaitu : landasan filosofis, landasan
religius, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologis, landasan
pedagogis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja landasan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling?

2. Bagaimana orientasi dalam bimbingan dan konseling?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui landasan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling.

2. Untuk mengetahui orientasi dalam bimbingan dan konseling.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Landasan Dalam Bimbingan dan Konseling

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak
dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak
memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian
pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang
kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang
menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).

1. Landasan Filosofis

Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: Philos berarti cinta dan sophos berarti
bijaksana, jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan filsafat
sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada,
dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini”. Filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan
manusia, yaitu bahwa:

1) Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan

2) Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri

3) Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan

4) Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu

berubah.

Dengan berfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga
dapat mengambil keputusan yang tepat John J. Pietrofesa et. al. (1980) mengemukakan pendapat James
Cribin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan sebagai berikut:

1. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan dan harga diri individu dan
hak-haknya untuk mendapat bantuannya.

2. Bimbingan merupakan proses yang berkeseimbangan

3. Bimbingan harus Respek terhadap hak-hak klien


4. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental

5. Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya

6. Bimbingan merupakan bagian dari pendidikan yang bersifat individualisasi dan sosialisasi.

Para penulis Barat (Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno,
2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :

1. Manusia adalah makhluk rasional

2. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri


khususnya melalui pendidikan.

3. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk

4. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual

5. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya

6. Manusia adalah unik

7. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan
yang menyangkut perilaku kehidupannya sendiri.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharpkan
tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan
kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.

2. Landasan Religius

Dalam landasan religius BK diperlukan penekanan pada 3 hal pokok:

1. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah mahluk Tuhan

2. Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan sesuai
dengan kaidah-kaidah agama

3. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk
membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.

Landasan Religius berkenaan dengan :

1. Manusia sebagai Mahluk Tuhan


Manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Wujud ketakwaan manusia pada
Tuhan hendaklah seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia dengan Tuhan maupun
hubungan manusia dengan manusia di dunianya. Tetapi, karna kasih sayang, kemurahan dan keadilan-
Nya, Tuhan tidak mau mutlak-mutlakan. Wujud ketakwaan yang tidak seimbang dan tidak lengkap pun
diberi-Nya ganjaran yang setimpal. Biar sekecil apapun, suatu wujud ketakwaan akan diberi ganjaran
manis yang sepadan.

2. Sikap Keberagamaan

Menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagaman. Sikap
keberagaman tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus dipandang sebagai
pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi
peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.

3. Peranan Agama

Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat
menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri, sehingga
agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama sebagai pedoman hidup yang
memiliki fungsi :

1. Memelihara fitrah

2. Memelihara jiwa

3. Memelihara akal

4. Memelihara keturunan

Landasan religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai
makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi fokus netral upaya bimbingan dan
konseling. Tetapi, karna di dalam masyarakat agama itu banyak macamnya, maka konselor harus dengan
sangat hati-hati dan bijaksana menerapkan landasan religius itu terhadap klien yang berlatar belakang
agama yang berbeda.

3. Landasan Sosial Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor
tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap
perilaku individu. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang
mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam
Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi
sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :
(a) perbedaan bahasa (b) komunikasi non-verbal

(c) stereotype (d) kecenderungan menilai

(e) kecemasan.

Agar komunikasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan
komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan
tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan
pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan
dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas
keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya
bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

4. Landasan Psikologis

Landasan psikologis dalam BK memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi
sasaran (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah
laku klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi. Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi
perlu dikuasai, yaitu tentang:

1. Motif dan motivasi

2. Pembawaan dasar dan lingkungan

3. Perkembangan individu

4. Belajar, Balikan dan Penguatan

5. Kepribadian

4. Landasan Sosial Budaya

5. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan,
baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling
disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku
teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain
telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti :
psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi,
manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk
kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun
prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui
pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun
1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut
Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier
dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan
perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien)
tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan
secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa
perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam
penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula
sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah
seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori
tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai
bentuk kegiatan penelitian.

6. Landasan Pedagogis

Bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan. Artinya, ketika seseorang melakukan praktik
bimbingan dan konseling berarti ia sedang mendidik, dan begitu pula sebaliknya. Pendidikan itu
merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (
Budi Santoso, 1992). Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,
yaitu:

1. Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu

Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu
tidak akan mampu memperkembangkan dimensi ke individualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan
keberagamaanya.

2. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling.

Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini
telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat .
pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang
berorientasi pada belajar. Belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk
mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. Lebih jauh, Nugent (1981)
mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan.
Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru . Dengan belajar itulah klien
memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya dan dengan memperoleh hal-hal baru itu juga seorang
klien akan semakin berkembang.

3. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling

Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang
proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan
konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan
kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial,
semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah
(Borders dan Drury, 1992).

B. Orientasi Bimbingan dan Konseling

 Pengertian dan tujuan orientasi bimbingan dan konseling

Orientasi yang dimaksudkan disini ialah “Pusat Perhatian” atau “Titik Berat Pandangan”. Misalnya,
seseorang yang berorientasi ekonomi dalam ekonomi dalam peergaulan, maka ia akan menitik beratkan
pandangan atau memusatkan perhatiannya pada perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh
pergaulan yang ia adakan dengan orang lain, sedangkan orang yang berorientasi agama akan melihat
pergaulan sebagai lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran agama.

Tujuan layanan orientasi yaitu layanan Bimbingan dan Konseling yang memungkinkan peserta didik dan
pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap peserta didik (terutama orang tua)
memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan
memperlancar berperannya peserta didik dilingkungan yang baru ini.

1. Orientasi Perseorangan

Misalnya seorang Konselor memasuki sebuah kelas, didalam itu ada sejumlah orang siswa. Apakah yang
menjadi titk berat pandangan konselor berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu siswa-siwa yang
hendaknya memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Semua itu secara keseluruha masing –
masing siswa seorang demi seorang? “Orientasi Perseorangan” Bimbingan dan Konseling menghendaki
agar konselor menitik beratkan pandangan pada siswa secara individual, satu persatu siswa harus
dapat perhatian. Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai kelompok dalam
kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditunjukkan kepada masing –
masing siswa. Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk keseluruhan)
yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan.

Berkenaan dengan isu “Kelompok” atau “Individu”, konselor memilih individu sebagai titik berat
pandangannya. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat
memberian pengariuh tertentu terhadap individu dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan sebesar
besarnya untuk kepentingan kebahagiaan individu, dan bukan sebaliknya. Pemusatan terhadapa
individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok, dalam hal ini kepentingan
kelompok diletakkan dalam kaitannya hubungan timbal balik yang wajar antar individu dan
kelompoknya. Kepentingan Kelompok dalam arti misalnya keharuman nama citra kelompok, keseriaan
pada kelompok, kesejahteraan kelompok, dan sebagainya tidak akan terganggu oleh pemusatan pada
kepentingan dan kebahagiaan individu yang menjadi angota kelompok itu. Kepentingan kelompok justru
dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan tercapainya kebahagiaan
individu, apabila secara individual para anggota kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan
merasa bahagia dapat diharapkan kepentingan kelompok pun akan terpenuhi pula. lebih lebih lagi,
pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh
menyimpang ataupun bertentangan dengan nilai – nilai yang berkembang didalam kelompok sepanjang
nilai – nilai itu sesuai dengan norma – norma umum yang berlaku.

Sejumlah Kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam Bimbingan dan Konseling dapat di
catat sebagai berikit :

a. Semua Kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan Bimbingan dan Konseling
diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran
layanan.
b. Pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk
memahami kebutuhan – kebutuhanya, motivasi-motivasinya, dan kemampuan – kemampuan
potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat menghargai
kebutuhan, motivasi, dan potensinya itu kearah pengembangan yang optimal, dan
pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap Klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual (Rogers,
Dalam McDaniel, 1956).
d. Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan, dan perasaan
klien serta untuk menyesuaikan program – program pelayanan dengan kebutuhan klien setepat
mungkin. Dalam hal itu, penyelenggaraan rogram yang sistematis untuk mempelajari individu
merupakan dasar yang tak terelakkan bagi berfungsinya program bimbingan.

2. Orientasi Perkembangan

Orientasi perkembangan dalam Bimbingan dan Konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan
perkembangan yang terjadi dan hendaknya diterjadikan pada individu. Bimbingan dan Konseling
memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.

Ivey dan Rigazio Digilio (dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan justru
merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan. Perkembangan merupakan konsep inti dan
terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap layanan Bimbingan dan Konseling. Selanjutnya
ditegaskan bahwa, praktek Bimbingan dan Konseling tidak lain adalah memberikan kemudahan yang
berlangsung perkembangan yang berkelanjutan. Permasalahn yang dihadapi individu harus diartikan
sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal itu semua mendorong konselor dank lien bekerja sama
untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.

Secara khusus, Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan
kognisi. Dalam perkembangannya , anak-anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan
kognisi dalam empat bentuk :

a. Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain di luar apa yang
dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih dari
satu aspek tentang sesuatu hal.
c. Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur yang
dipahami semula.
d. Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang
ditetapkan.

Thomphson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah menangani
hambatan-hambatan perkembangan itu.

3. Orientasi Permasalahan

Ada yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung resiko. Perjalanan kehidupan dan
proses perkembangan sering kali ternyata tidak mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan.
Padahal tujuan umum Bimbingan dan Konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu
sendiri, ialah kebahagiaan. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan perkembangan pastilah
mengganggu tercapainya kebahagiaan itu. Agar tujuan hidup dan perkembangan, yang sebagainya
adalah tujuan Bimbingan dan Konseling, itu dapat tercapai dengan sebaik baiknya, maka resiko yang
mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan itu harus selalu di waspadai. Kawaspadaan terhadap
timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan
Bimbingan dan Konseling.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang
kokoh. Karena landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya
layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.

Landasan bimbingan dan konseling meliputi : (a) landasan filosofis, (b) landasan religius; (c) landasan
psikologis; (d) landasan sosial budaya; (e) ilmu pengetahuan dan teknologi dan (f) landasan pedagogis.

tidak hanya berdasarkan landasan saja tetapi juga disertai dengan orientasi. Orientasi yang dimaksud
dalam bimbingan konseling ialah “pusat perhatian” atau “ titik berat pandangan ”. Dan yang menjadi
titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya adalah (1) Orientasi
perseorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada
siswa secara individual. Satu per satu perlu mendapat perhatian. (2) Orientasi perkembangan , dalam
bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan
yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. (3) Orientasi Permasalahan , Dalam kaitannya dengan
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan, orientasi masalah secara langsung
bersangkut-sangkut dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan.

B. Saran

Sebagai calon pendidik, mahasiswa diharapkan benar-benar memahami materi orientasi pengembangan
bimbingan konseling. Karena materi ini akan memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang
bagaimana melaksanakan orientasi pengembangan bimbingan konselingsecara baik, tepat dan terarah.
Pemahaman yang baik mengenai hal itu, tentu akan memudahkan mahasiswa dalam mempraktekannya
langsung kepada peserta didik disekolah.
DAFTAR PUSTAKA

PRAYITNO, Prof. Dr. H, M.Sc.Ed dan AMTI ERMAN , Drs., Dasar-dasar Bimbingan dan konseling, PT
Rineka Cipta, Jakarta, 2009

ZAINAL AQIB ., Bimbingan dan Konseling di Sekolah, YRAMA WIDYA, Bandung, 2012

http://diahayususilawati.blogspot.com/2015/12/makalah-orientasi-dan-ruang-lingkup.html

https://yuniafy1902.wordpress.com/2015/06/04/makalah-dasar-dasar-bk-tentang-landasan-bimbingan-
dan-konseling/

Anda mungkin juga menyukai