Anda di halaman 1dari 72

TEORI TRAIT AND FACTOR

A. Tokoh
Menurut Munandir (1996:111) teori trait and factor  (sifat dan faktor) ini tidak terkait
dengan nama  atau tokoh tertentu, akan tetapi pikiran-pikiran ini bermula dari gagasan F.Parsons,
dan kemudian tokoh-tokoh lain seperti D.G. Paterson, J.G. Darley, E.G. Williamson ikut
menyumbang perkembangan dari teori trait and factor.
B. Konsep
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat
dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan
pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Maksud konseling
menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek
kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalam
memeperoleh kemajuan, memahami, dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai
kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup
dan karir.
Para teoretikus ini mengemukakan, pentingnya kecocokan antara ciri pribadi orang dan
persyaratan kerja, makin cocok, makin besar peluang, orang itu mencapai produktivitas dan
memperoleh kepuasan. Untuk pengambilan keputusan kerja Parsons mengemukakan 3 hal
serangkai yaitu pribadi, pekerjaan, dan kecocokan (pribadi dengan pekerjaan). Individu perlu
dibantu memperoleh pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya, pemahaman yang
lengkap mengenai syarat-syarat untuk berhasil dalam suatu pekerjaan, dan berdasarkan informasi
dan pemahaman itu akan menerapkan penalaran yang benar dalam proses pengambilan
keputusan.
Dalam perkembangannya, teori trait and factor mengalami penyesuaian-penyesuaian dari
rumusan semula, yaitu jabatan itu soal pencocokan sifat pribadi dengan syarat jabatan. Selain hal
tersebut, dipertimbangkan pula nilai sebagai faktor atau sumber tingkah laku. Komitmen nilai ini
dikenali dengan menggunakan tes kepribadian atau tes psikologi. Pada intinya, teori trait and
factor menekankan pentingnya kecocokan antara ciri pribadi orang dengan persyaratan kerja,
makin cocok, makin besar peluang produktivitas kerja orang dan ia kemungkinan akan
memperoleh kepuasan. Teori ini kemudian dimodifikasi. Pilihan pekerjaan bukan sekedar soal
kecocokan sifat diri dengan syarat pekerjaan, melainkan juga soal pertimbangan segi-segi
kognitif, non kognitif, dan berkenaan dengan pandangan bahwa tingkah laku itu berorientasi
pada tujuan. Teori ini menekankan pada pentingnya pengukuran atau tes psikologis. Williamson
(1939) mengemukakan bahwa hasil tes hanya salah satu cara saja untuk mengevaluasi perbedaan
individu. Data lain, seperti pengalaman kerja dan latar belakang individu pada umumnya,
merupakan faktor yang sama pentingnya dalam proses konseling karier.
C.Karakteristik
Teori trait and factor  ini memiliki karakteristik tersendiri yang akan membedakan dengan
teori-teori lainnya. Teori ini menitik beratkan pandangan bahwa sifat diri, syarat pekerjaan, dan
pertimbangan segi-segi seperti kognitif, nonkognitif itu akan mempengaruhi pilihan karir
seseorang. Menurut teori trait and factor ini diperlukan pengukuran-pengukuran psikologis
untuk menentukan pilihan karir seseorang, dimana hal itu tidak ditemukan dalam teori-teori
lainnya. Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi bahwa individu mempunyai pola
kemampuan unik atau traits yang dapat diukur secara objektif dan berkorelasi dengan tuntutan
berbagai jenis pekerjaan.
D.   Aplikasi dalam Bimbingan dan Konseling Karir
Aplikasi dalam bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor  yaitu seorang
konselor dapat menggunakan alat tes psikologis yang dimanfaatkan untuk mendiagnosis atau
menganalisis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi kepribadian tertentu dalam pemilihan
karir yang sesuai dengan kondisi konseli. Sebagai seorang konselor harus mampu memahami
sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli, dimana dalam hal ini konseli tersebut belumlah
mampu mengenali dirinya sendiri sehingga konseli tersebut mengalami masalah karir dalam
kehidupannya. Jika seorang konseli dengan bantuan dari konselor sudah mampu mengenali atau
memahami dirinya sendiri, maka konseli tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih
karir yang sesuai dengan potensi atau kemampuan yang dimilikinya. Akan tetapi, pilihan karir
tidak hanya ditentukan oleh sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli melainkan konselor juga
harus mampu memberikan data mengenai pengalaman kerja dan latar belakang individu
(konseli) pada umumnya. Proses konseling menurut teori trait and factor ini dibagi ke dalam 5
tahapan, diantaranya:
1.    Analisis, merupakan tahap yang terdiri dari pengumpulan data atau informasi dari konseli.
2.    Sintesis, merupakan tahap merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian
rupa, sehingga akan menunjukkan bakat konseli, kemampuan serta kelemahannya, dan
kemampuan dalam menyesuaikan diri.
3.    Diagnosis, merupakan tahap untuk menemukan ketetapan dan pola yang mengarah pada
permasalahan, sebab-sebab, serta sifat-sifat konseli yang relevan, dan akan berpengaruh pada
proses penyesuaian diri.
4.    Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan sumber diri sendiri dan
sumber di luar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian yang optimal
sesuia dengan kemampuan/potensi yang dimiliki.
5.    Evaluasi atau treatment, merupakan tindak lanjut dari proses konseling.
Konseling bertujuan untuk mengajak klien berpikir mengenai dirinya dan menemukan
masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari masalah tersebut. Untuk itu
secara umum konseling trait and factor dimaksud untuk membantu klien mengalami:
1.    Klarifikasi diri (self clarification)
2.    Pemahaman diri (self understanding)
3.    Pengarahan diri (self  acceptance)
4.    Pengarahan diri (self direction)
5.    Aktualisasi diri (self actualization)
Metode yang dapat digunakan oleh konselor menurut teori trait and factor ini adalah
dengan menggunakan teknik-teknik seperti wawancara, prosedur interpretasi tes, dan
menggunakan informasi jabatan atau pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu
menyelesaikan masalah karir yang dihadapi oleh konseli. Bimbingan dan konseling karir
menurut teori trait and factor  ini bertujuan untuk mengajak konseli agar dapat berfikir mengenai
dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah
karir yang dihadapi.
Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor dapat digunakan terhadap
semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut, ragam konseling jabatan atau
konseling akademik (konseling karir), dimana konseli dihadapkan oleh keharusan untuk memilih
beberapa alternatif, konseli telah menyelesaikan minimal jenjang pendidikan SMP dan sudah
mulai tampak stabil dalam berbagai ciri kepribadian, konseli tidak menunjukkan kelemahan yang
serius dalam beberapa segi kepribadiannya, misalnya selalu ragu-ragu dalam mengambil
keputusan karirnya.

DAFTAR PUSTAKA
Munandir. 1996. Program Bimbingan Karier di Sekolah. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

http://harulhudabk.blogspot.com/2011/02/teori-konseling-trait-factor.html (diunduh pada tanggal


24 Maret 2013 pada pukul 08.00 WIB)
http://konselor008.blogspot.com/2013/03/teori-bimbingan-karir-trait-factor.html (diunduh pada
tanggal 24 Maret 2013 pada pukul 08.15 WIB)
http://blog.uad.ac.id/eytti/2012/10/11/aplikasi-konseling-trait-and-factor-theory/ (diunduh pada
tanggal 24 Maret 2013 pada pukul 08.30 WIB)
http://enamkonselor.files.wordpress.com/2012/05/traitnfactor.pdf (diunduh pada tanggal 24
Maret 2013 pada pukul 08.45)

Diposkan oleh Asti Purwanti di 01.01

KONSELING TRAIT AND FACTOR


A. Konsep Utama
Menurut teori ini kepribadian merupakan sistem atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
yang lainnya seperti kecakapan, minat, sikap dan tempramen. Beberapa tokoh yang sering
dikenal dalam teori trait and factor adalah Walter Bigham, John Darley, Donald G.Paterson dan
E.G.Williamson.
Ada beberapa asumsi pokok yang mendasari teori konseling trait and factor, adalah:
1. Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisasikan
secara unik, dank arena kualitas yang relative stabil setelah remaja, maka tes objektif dapat
digunakan untuk mengindentifikasi karakteristik tersebut.
2. Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu.
3. Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dalam hal
ini dapat ditentukan.
4. Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali
penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.
5. Setiap orang memiliki kecakapan dan keinginan untuk mengindentifikasi secara kognitif
kemampuan sendiri.
B. Pengertian Konseling Trait and Factor (TF)
Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir,
berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif
(berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing
membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepsibadian seseorang dapat
dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis
yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada
pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis
seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai
relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu
program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang
menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan baraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program
studi/bidang pekerjaan.
C. Tujuan Konseling Trait and Factor
TF memiliki tujuan untuk mengajak siswa (konseling) untuk berfikir mengenai dirinya serta
mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah yang
dihadapinya. TF dimaksudkan agar siswa mengalami:
• Self-Clarification / Klarifikasi diri
• Self-Understanding / Pemahaman diri
• Self-Acceptance / Penerimaan diri
• Self-Direction / Pengarahan diri
• Sel-Actualization / Aktualisasi diri
D. Proses Konseling Trait and Factor
Ada 6 (enam) tahap yang harus dilalui dalam konseling pendekatan trait and factor , yaitu :
1. Analisis
Mengumpulkan data tentang diri siswa, dapat dilakukan dengan wawancara, catatan anekdot,
catatan harian, otobiografi dan tes psikologi.

2. Sintesis
Merangkum, menggolongkan, dan menghubungkan data yang dipeoleh sehingga memperoleh
gambaran tentang kelemahan dan kelebihan siswa.
3. Diagnosis
Menarik kesimpulan logis atas dasar gambaran pribadi siswa yang diperoleh dari hasil analisis
dan sintesis. Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu :
• Identiffikasi masalah
Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan
klien.
• Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal)
Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
• Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)
4. Prognosis
Upaya untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada.
5. Konseling (Treatment)
• Pengembangan alternatif masalah
Proses pemecahan masalah dengan menggunakan beberapa strategi
• Pengujian alternatif pemecahan masalah
Dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang akan diimplementasikan, sehingga perlu diuji
kelebihan dan kelemahan, keuntungan dan kerugian, serta faktor pendukung dan penghambat.
• Pengambilan keputusan
Keputusan diambil berdasarkan syarat, kegunaaan, dan fleksibilitas yang dipilih klien
6. Follow Up
• Hal-hal yang perlu direncanakan dari alternatif pemecahan masalah yang dipilih.
• Tindak lanjut dari alternatif yang telah dilaksanakan di lapangan.
E. Kelebihan dan Kelemahan konseling trait and factor
Adapun kontribusi yang diberikan teori ini adalah:
1. Teori ciri dan sifat menerapkan pendekatan ilmiah pada konseling
2. Penekanan pada penggunaan data tes objektif, membawa kepada upaya perbaikan dalam
pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data lingkungan.
3. Penekanan yang diberikan pada diagnose mengandung makna sebagai suatu perhatian
terhadap masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian teknik-teknik untuk
mengatasinya.
4. Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan pandangan lain yang lebih
menekankan afektif atau emosional.
Adapun kelemahan konseling trait and factor, sebagai berikut:
a. Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya
(cultural values), nilai-nalai kehudupan (personal values), dan cita-cita hidup, terhadap
perkembangan jabatan anak dan remaja (vocational development) serta pilihan program/bidang
studi dan bidang pekerjaan (vocational choice).
b. Kurang diperhatikan peran keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anak
dengan cara mengungkapkan harapan, dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi
sambil menunjuk pada tradisi keluarga; tuntutan mengingat ekonomi keluarga; serta keterbatasan
yang konkrit dalam kemampuan finansial, dan sebagainya.
c. Kurang diperhitungkannya perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut
memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
d. Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu
bidang pekerjaan atau program studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
e. Pola ciri-ciri kepribadian tertentu pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka
bagi seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses di bidang
pekerjaan yang sama.

RATIONAL EMOTIVE THERAPY


A. Konsep Utama
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada
tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga
seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian.
Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92) berpandangan bahwa REBT merupakan terapi yang
sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi,
kognisi, dan perilaku.
para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E). Teori ini
merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan dalam bagan sebagai
berikut :
Komponen Proses
A Activity / action / agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawaliatau yang mengerakkan individu.
(antecedent or activating event) External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
iB

rB Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian
eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik
mendukung kejadian eksternal (A) Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus mnenerus ia katakan berhubungan dengan A
terhadap dirinya
iC

rC Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari
(A)
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang
dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan
yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A)
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling
bertentangan (disputing) Validate or invalidate self-verbalization : yakni suatu proses self-
verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE Cognitive Effect of Disputing,yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating)
dalam keyakinan-keyakinan irasional. Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam
verbalisasi dari pada individu.
BE Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan
dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan
perilaku dalam diri individu
B. Pengertian Teori Konseling Rational Emotive Therapy (RET)
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia
adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia
adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang
berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004 : 75)
Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan rational emotive behavior
therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akan sehat
(rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan
bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan
yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Menurut Ellis manusia itu bersifat rasional
dan irasional. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seorang dapat membebaskan
dirinya dari gangguana emosional. Unsur pokok terapi rasional emotif adalah bahwa berpikir dan
emosi bukan dua proses yang terpisah, akan tetapi merupakan dua hal yang saling tumpang
tindih, keduanya merupakan hal yang sama. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran.
C. Proses Konseling Rational Emotive Therapy
• Teknik Konseling RET
Teknik-teknik konseling REBT menurut Willis (2004 : 78) adalah teknik yang berusaha
menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri yang meliputi :
a) assertive training, melatih dan membiasakan klien terus-menerus menyesuaikan diri dengan
perilaku tentang yang diinginkan.
b) sosiodrama yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan sosial.
c) Self modeling atau diri sebagai model yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku
tertentu dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti.
d) teknik reinforcement, memberi reward terhadap perilaku rasional atau memperkuatnya.
e) desensitisasi sistematik merupakan teknik relaxsasi yang digunakan untuk menghapus perilaku
yang diperkuat secara negatif.
f) Relaxation.
g) self control yaitu dengan mengontrol diri.
h) diskusi;
i) simulasi dengan bermain peran antara konselor dengan klien.
j) homework assigment (pemberian tugas rumah).
k) bibliografi (memberi bahan bacaan).
D. Tujuan Konseling Rational Emotive Therapy
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-
pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku
kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut,
rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Konselor melatih dan
mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan
membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Kurtanto, Edi, 2007. Bimbingan dan Konseling. Pontianak: CV Himalaya Raya


http://abangjo-sevenzero.blogspot.com/2009/10/trait-factor-counseling.html http://eko13.wordpr
ess.com/2008/03/18/ciri-ciri-teori-konseling/
http://jamroh.wordpress.com/
http://kejarmimpi.blogspot.com/2009/05/pengertian-konseling-rational-emotive.html
http://khairiwardi.multiply.com/journal/item/4
About these ads

http://spupe07.wordpress.com/2009/12/24/teori-konseling-trait-and-factor-rational-emotive-therapy/

TEORI KONSELING TRAIT AND FACTOR


A.    Konsep Dasar

Pandangan Trait and Factor terhadap kepribadian:


Menurut teori trait and factor, kepribadian merupakan sistem atau faktor yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya seperti kecakapan, minat, sikap dan tempramen. Beberapa tokoh yang sering
dikenal dalam teori trait and factor adalah Walter Bigham, John Darley, Donald G.Paterson dan
E.G.Williamson.
Ada beberapa asumsi pokok yang mendasari teori konseling trait and factor, adalah:
1. Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisasikan secara
unik, dank arena kualitas yang relative stabil setelah remaja, maka tes objektif dapat digunakan untuk
mengindentifikasi karakteristik tersebut.
2. Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu.
3. Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dalam hal inidapat
ditentukan.
4. Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali penempatan
dalam kurikulum atau pekerjaan.
5. Setiap orang memiliki kecakapan dan keinginan untuk mengindentifikasi secara kognitif kemampuan
sendiri.
Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir,
berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku).
Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum
atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepsibadian seseorang dapat
dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang
mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan
yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang
mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap
keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang
menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan baraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang
pekerjaan.
 Bercorak rasional, kognitif, "Directive Counseling" yang dikembangkan oleh
Edmund Griffith Williamson. Semula konseling vocational, kemudian peduli pada perkembangan total
individu,
• Dasar falsafahnya Personalisme, Termasuk pandangan optimis dalam pendidikan, Konseling dipandang
sama dengan pendidikan, tujuan pendidikan juga tujuan
konseling.
• Perhatian utama pada sifat-sifat (traits) yang unik pada setiap individu.
• Utamakan metode ilmiah, rasional, klinis
Trait adalah :
(1) kategorisasi untuk mendiskripsikan perbedaan individu dalam bertingkah laku
(2) prinsip pengatur yang dapat disimpulkan melalui pengamatan perilaku.
(3) struktur mental sebagai unsur dasar dari kepribadian.
kepribadian terdiri atas sistem sifat atau faktor yang saling bergantung,

B.     Pandangan Trait dan Factor tentang Manusia ( Human Nature )


1.Manusia membawa potensi baik dan buruk.
2.Bergantung dan berkembang optimal di masyarakat.
3.Ingin mencapai kehidupan yang baik (good life).
4.Berhadapan dengan "pengintroduksi" konsep hidup baik, dihadapkan pilihan-
pilihan.
5.Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (the universe)
6. memiliki perbedaan individu
7. memiliki sifat-sifat yang umum.
8. bukan penerima pasif bawaan dan lingkungan.
Teori ini berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia tentukan oleh faktor
pembawaan maupun lingkungannya. Pada tiap orang ada sifat-sifat umum dan sifat khusus terdapat
pada seseorang yang merupakan sifat yang unik. Hal ini terjadi karena pembawaan dan lingkungan tiap
orang tidak sama. Pendirian ini memandang bahwa kepribadian adalah suatu sistem saling
ketergantungan dengan trait and factor seperti kecakapan, sikap, tempramen dan lain-lain.

C.     Pandangan umum mengenai Trait and factor


• Proses yang bersifat rasional dan logis, tetapi tetap dalam pengertian
personalistik.
• Bagian komprehensif untuk menolong induvidu tumbuh, memilih, dan
menetapkan tujuan: pribadi, sosial
• Tujuan konseling, dianggap sama dengan tujuan pendidikan ataupun pengajaran
• Kedudukan konseling lebih luas daripada psikoterapi.
• Interview konseling merupakan satu jenis hubungan kemanusiaan
(hangat,akrab/bersahabat dan empatik), yang dengannya seseorang dapat belajar
mengamati dirinya sebagaimana adanya dan menerima dirinya, kekurangannya,
kesalahannya, dan potensi serta kecakapannya yang positif".
D.    Aspek-aspek hubungan interview konseling
a. bersifat individual.
b. angat pribadi (rahasia)

c. bersifat membantu, dan konselor memusatkan perhatiannya kepada


konseling

d. bersifat developmental memperhatikan masa depan konseli.


e. live centered, fokus pada perkembangan individu terutama aspek self-
conceptdan self-perception.
f. meskipun rasional tidak lepas dari afeksi, aspek afeksi digunakan sebagai
tenaga penggerak atau motivator.
g. menekankan pada martabat dan harga diri individu sebagai pribadi.
h. memusatkan penggunaan kemampuan berpikir untuk memecahkan
masalah.

Masalah dan Faktor Penyebabnya


Jenis masalah
a.Lack of assurance/Dependence (Kurang percaya diri/begantung),
b.Lack of information (kurang informasi)
c.Lack of skill (kurang keterampilan)
d.Self-conflict (konflik diri)
e.Choice anxiety (cemas memilih),
f.No problem (bukan masalah-masalah di atas),

Faktor-faktor penyebab  Internal
 Individu banyak dipengaruhi kehidupan emosi, sehingga
kemampuan berpikir rasionalnya terhambat.
 Potensi-potensinya kurang berkembang atau tidak mendapat
kesempatan berkembang secara penuh,
 Kurang memiliki kontrol diri.
 Memiliki kekurangan tertentu, baik cacat fisik maupun mental,
dan yang merupakan faktor keturunan.
Eksternal
 perlakuan orang tua; terlalu menekan, menolak maupun
melindungi
 kondisi lingkungan yang memberikan pengalaman traumatik.
 kesempatan mengembangkan diri

Konsep Pribadi yang Ideal


• Individu menggunakan berpikir rasionalnya untuk memecahkan masalah.
• Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya
• Mampu dan mau mengembangkan potensi positif secara penuh
• Memiliki motivasi untuk meningkatkan diri atau menyernpurnakan diri,
• Memiliki kontrol diri untuk menyeleksi pengaruh yang baik dan buruk, dan
• Dapat menyesuaikan diri di masyarakat sebagai warganegara yang baik
http://ulfaaseventeen.blogspot.com/2012/06/teori-konseling-trait-and-factor.html

Eklektisme (eclectism) adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode, teori, atau
doktrin,yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya dalam situasi yang tepat.
Eklektiksme berusaha untuk mempelajari teori-teori yang ada dan menerapkannya dalam situasi yang
dipandang tepat.
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang di dasarkan pada berbagai konsep dan tidak
berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Eklektisme berpandangan bahwa sebuah teori memiliki
keterbatasan konsep,prosedur, teknik. Karena itu eklektisme “dengan sengaja” mempelajari berbagai
teori dan menerapkan sesuai keadaan rill klien. Konseling eklektik dapat pula disebut konseling integratif.
Konseling eklektik dapat pula disebut dengan pendekatan konseling integratif. Perkembangan
pendekatan ini dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C.Thorne menyumbangkan pemikirannya
dengan mengumpulkan & mengevaluasi semua metode konseling yang ada. Brammer & Shostrom
(1982) sejak 1960 mengembangkan model konseling yang dinamakan “actualization counseling” & telah
membawa konseling ke dalam kerangka kerja yang luas, yang tidak terbatas pada satu pendekatan tapi
mengupayakan pendekatan yang integratif dari berbagai pendekatan, dan pada akhir 1960-an hingga
1977, R.Carkhuff juga telah mengembangkan konseling eklektik, dengan melakukan testing & riset
secara komperhensif, sistematik, & integratif. ahli lain yang turut membantu perkembangan konseling
eklektik di antaranya G.Egan (1975) dengan istilah Systemic helping, prochaska (1984) dengan nama
Integrative eclectic.
Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling, konseling eklektik
sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
• Unsur Positif diantaranya usaha menciptakan suatu sistematika dalam memberikan layanan konseling
• Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan konseling tertentu cukup
sulit bagi seorang konselor.

A. PERBANDINGAN EKLEKTIK DENGAN PENDEKATAN LAIN

Keistemewaan pendekatan ini dibandingkan dengan teori-teori lain?


Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya terdapat 3 aliran konseling yaitu:
• Formalisme atau Puritisme
Penganut formalisme akan “menerima atau tidak sama sekali”sebuah teori . seluruh kerangka teoritiknya
secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Teori yang tidak disetujui akan ditolak keseluruhannya. Dengan
demikian penganut formalisme akan menerima apa adanya tanpa kritik.
• Sinkertisme 
Pandangan ini beranggapan bahwa setiap teori adalah baik, efektif & positif. Kalangan sinkertisme
menerapkan teori-teori yang dipelajari tanpa perlu melihat kerangka & latar belakang teori itu
dikembangkan. Penganut sinkertisme akan mencampur adukan teori yang satu dengan teori lain sesuai
dengan kehendak sendiri.
• Eklektisme
Penganut pandangan eklektik akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori
memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan
situasinya. Konselor menyeleksi teori-teori yang ada & membawa kedalam kerangka menyeleksi teori-
teori yang ada & membawa kedalam kerangka kerja prinsip-prinsip teoritik & prosedur praktis.

Kecocokan antara masalah dengan pendekatan yang digunakan merupakan pertimbangan utama
konselor dalam menetapkan jenis pendekatan apa yang hendak digunakan. Oleh karena itu konselor
eklektik semestinya memahami berbagai pendekatan dan memiliki kemampuan untuk menerapkannya
dalam situasi yang diharapkan .
Penganut eklektik menyatakan bahwa fleksibilitas dalam menggunakan kerangka teori sangat penting.
Konselor eklektik tidak masalah dengan konseling psikoanalisis, yang berpusat paada person, rasional
emotif behavioral, maupun behavioral 
Pendekatan eklektik ini sangat ilmiah, sistematik, dan logis. Konselor tidak perlu terikat dengan salah satu
teori. Dalam pendekatan eklektik konselor menjalankan konseling secara sesuai dengan situasi kliennya.
Mereka tidak bekerja secara serampangan,emosional,popularitas,interes khusus,ideologi atau atas
kemauan dirinya sendiri. Lebih dari itu pendekatan eklektik itu sendiri secara konstan berkembang dan
berubah sesuai dengan ide, konsep dan teknik serta hasil-hasil riset mutakir.

B. TEORI KEPRIBADIAN 
Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari keseluruhan
teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne (1961)
mengemukakan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data yang diperoleh dari
studi secara individu terhadap klien yang meliputi keseleruhan kehidupan sehari-hari yang harus
mengalami perubahan, eklektik memandang kepribadian mencakup konsep yang terintegritas, bersifat
psikologis, perubahan dinamis, aspek perkembangan organisme & factor social budaya. Integritas
dimaksudkan bahwa organisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus-menerus dan
organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan,mengubah, dan mengalami integrasi pada tingkat
berbeda. Integrasi tertinggi pada semua individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan
(satisfactory integrity) dari keseluruhan kebutuhan
Eklektik mengutamakan aspek psikologis daripada sifat kepribadian sebagai focus sentral lain dari
kepribadian. Thorne memandang tingkah laku atau kepribadian berada dalam perubahan terus-menerus
selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula (Gillialand dkk.1984)

C. ASUMSI KONSELING
Eklektik mempunyai sejumlah Asumsi Dasar berkaitan dengan proses konseling. Asumsi dasar itu
adalah:
1. Tidak ada sebuah teori yang dapat menjelaskan seluruh situasi klien
2. Pertimbangan profesional/pribadi konselor adalah faktor penting akan keberhasilan konseling pada
berbagai tahap konseling.
Menurut Gilland dkk (1984) asumsi yang telah disebutkan ditunjang oleh kenyataan berikut :
1. Tidak ada dua klien/ situasi klien yang sama
2. Klien adalah pihak yang paling tau problemnya
3. Kepuasaan klien lebih di utamakan diatas pemenuhan kebutuhan konselor 
4. Konselor menggunakan keseluruhan sumber professional dan personal yang tersedia dalam situasi
pemberian bantuan (konseling)
5. Konselor dan proses konseling dapat salah dan dapat tidak mampu untuk melihat secara jelas atau
cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi klien
6. Secara umum,efektivitas konseling adalah proses yang dikerjakan “dengan” klien bukan “kepada” atau
“untuk” klien.
Berangkat dari asumsi dan fakta ini maka konseling elektik tidak mendukung dan secara eksekulsif
mengikuti teori tertentu. Eklektik di dasarkan pada prinsip umum untuk memahami dam memprediksi
tingkah laku klien dan menggunakan teori dan strategi serta teknik konseling sesuai dengan situasi nyata.

D. TUJUAN KONSELING
Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integrasinya pada level
tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan.

E. STRATEGI KONSELING
1. Hubungan konselor dan klien :
Untuk mencapai hasil, konseling eklektik memandang pentingnya hubungan positif antara konselor
dengan klien yang tergantung pada:
1. Iklim konseling
2. Ketrampilan konseling
3. Komunikasi verbal dan non verbal
4. Kemampuan mendengarkan

2. Interviu
Eklektik memandang interviu sebagai strategi untuk membangun atau menciptakan struktur hubungan.
Awal interviu merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan
interviu akan dapat mengidentifikasikan dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dan klien,
mengidentifikasikan alas an klien datang ke konselor, membangun kepercayaan dan hubungan.

3. Assesmen
Assesmen berguna untuk mengidentifikasikan alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara
realistik,merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potesinya.

4. Perubahan ide 
Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksanakan dengan sangat fleksibel,maka
pemecahan masalah diganti dengan cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibelitas
pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.

F. TAHAPAN KONSELING
1. Tahap eksplorasi masalah
Konselor menciptakan hubungan klien, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien
pada perilaku lebih dalam,mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien atau menggali pengalaman-
pengalaman klien dan merespon isi dari dibicarakan klien

2. Tahap Perumusahan Masalah


Masalah klien baik efeksi,kognisi maupun tingkah laku di perhatikan oleh konselor setelah itu keduanya
merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang di hadapi.
3. Tahap Identifikasi Alternatif
Konselor dengan klien mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah yabg telah
disepakati. Konselor dapat membantu klien menyusun alternatif-alternatif dan klien memiliki kebebasan
memilih alternative yang ada
4. Tahap Perencanaan
Setelah klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternative, selajutnya menyusun rencana tindakan.
Rencana yang baik jika realistic, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat dipahami klien
(Rencana bersifat tentatif sekaligus pragmatif
5. Tahap Tindakan atau Komitmen
Tindakan berati operasionalisai rencana yang disusun. Usaha klien untuk melaksanakan rencana sangat
penting bagi keberhasilan konseling
6. Tahap Penilaian Umpan balik
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya. Jika terdapat
kegagalan perlu di cari penyebabnya,dan mungkin diperlukan rencana-rencana baru yang lebih sesuai
dengan keadaan klien dan perubahan-perubahan yang di hadapi klien

G. PERAN KONSELOR
Dalam konseling eklektik peran konselor tidak terdefinisi secara khusus. Jika dalam proses konseling itu
menggunakan pendekatan psikoanalisis, maka peran konselor adalah sebagai psikoanalisis,sementara
jika pendekatan yang digunakan berpusat pada person maka perannya sebagai patner klien dalam
membuka diri terhadap penggalamannya. Beberapa ahli eklektik memberikan penekanan bahwa konselor
perlu memberi perhatian pad kliennya,menciptakan iklim kondusif bagi perubahan yang diinginkan klien. 

DAFTAR PUSTAKA
• Latipun (2003) Psikologi Konseling. Malang : UPT Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.
(hal.163-176)
• Winkel.W.S,1991.Bimbingan dan Konseling di institusi Pendidikan. Jakarta : Penerbit PT Gramedia
widiasarana Indonesia (hal.371-380)

http://bimbingankonsling.blogspot.com/2009/12/teori-konseling-eklektik.html

Konseling Ciri dan Faktor (trait and factor)  digolongkan ke dalam model


konseling yang berdimensi kognitif atau rasional. Model konseling ini
memecahkan masalah klien secara intelektual, logis dan rasional. Oleh
karenanya konseling ini sering disebut “konseling rasional”. Konseling ini
melakukan diagnosis untuk menemukan masalah klien, dan oleh karenanya
konseling ini sering disebut “konseling klinis”. Konseling Ciri dan Faktor ini
juga sering disebut konseling direktif (directive counseling),  karena konselor
secara aktif membantu klien mengarahkan perilakunya menuju pemecahan
masalahnya. Dalam konseling ini kendali pemecahan masalah ditangan
konselor, oleh karenanya konseling ini juga sering disebut konseling yang
terpusat pada konselor (counselor centered).
Beberapa pendapat mengenai esensi konseling ini telah dikemukakan oleh
para ahli model konseling ini, yang kesemuanya itu sepenuhnya
menggambarkan bahwa konseling ini betul-betul bersifat direktif. Akan
tetapi, kemudian terdapat perubahan pendapat pada diri mereka.
Pertanyaan maupun pernyataan kepada klien kemudian, seperti pertanyaan
dan pernyataan dari Williamson, Darley; Nampak tidak lagi bersifat direktif
atau terpusat pada konselor. Dalam hubungan ini , Rochman Natawidjaja
(1978: 73-74) mengutarakan sebagai berikut: “Pertanyaan-pertanyaan
mereka yang dikemukakan kemudian, seperti halnya pertanyaan-pertanyaan
di atas, tidak lagi mencerminkan sifat “terpusat pada konselor” dari model
konseling ini. Hahn dan Kendal, dalam tulisannya yang berjudul “Some
comments in Defence of Non-Directive Counseling” yang dimuat
dalam Journal of Consulting Psychology,  mengemukakan bahwa dewasa ini tidak
ada pendekatan yang sifatnya terpusat pada konselor (counselor
centered).  Konselor professional di manapun mereka pernah mendapat
pendidikan, cenderung untuk menempatkan kliennya di pusat proses
konseling. Dalam pada itu, tidaklah adil kiranya apabila aliran konseling
klinis ini dianggap sebagai pendekatan yang direktif, meskipun memang
benar bahwa konselor-konselor dari aliran ini sampai begitu jauh
mempertahankan adanya unsur-unsur pengendalian dalam penyelenggaraan
wawancara; dan oleh karena itu aliran ini “lebih direktif” sifatnya daripada
aliran konseling “terpusat pada klien” (client centered counseling).  Dengan kata
lain, konseling ini lebih direktif sifatnya daripada Konseling Non-Direktif atau
konseling “Client Centered)”.
Teori atau model konseling Ciri dan Faktor (Trait and Factor)  ini dipelopori oleh:
E.G. Williamson dan J.G. Darley, serta pendukung-pendukung lainnya,
seperti: Walter Bingham, Donald G. Paterson, Thurstone, Eysenk, dan Cattel.
Prinsip Dasar
Prinsip dasar konseling ciri dan faktor (trait dan factor),  adalah sebagai berikut:
1. Manusia itu pada dasarnya memiliki potensi untuk berbuat baik dan
buruk. Makna hidup itu adalah mencari kebaikan dan menolak
keburukan. Oleh karena itu dalam rangka konseling, konselor harus
optimis tentang hakikat manusia dan harus percaya bahwa individu itu
dapat belajar menyelesaikan masalah-masalahnya teristimewa jika
mereka belajar menggunakan kemampuan-kemampuannya.
2. Manusia tidak dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan
kemampuan-kemampuannya tersebut secara penuh tanpa bantuan
orang lain.
3. Dimensi kehidupan yang baik adalah “ekselen” (excellence),  dan dengan
peranan konselor dalam konseling klien dapat mencapai tingkat ekselen
dalam segala hal dari kehidupannya.
Baik buruknya hidup manusia banyak tergantung pada “hubungan” antara
manusia dengan alamnya. Dari hubungan dengan alamnya ini ada dua
kemungkinan, yakni: (a) individu sendirian dalam ketidakramahan alama,
dan (b) alam ramah dan cocok dengan perkembangan individu manusia.
Konsep Dasar/Konsep Kunci
Model konseling “ciri dan faktor” (trait and factor)  digolongkan pada kelompok
model konseling yang mengutamakan dimensi kognitif atau rasional dalam
perlakuannya terhadap klien. Oleh karena itu, implikasi utama dari model
konseling ini adalah “penggunaan tes psikologi” sebagai alat yang
dipandang valid untuk memperoleh informasi yang obyektif mengenai
keadaan diri individu atau klien. Model konseling ini menerangkan kesulitan-
kesulitan, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki
seseorang atau klien secara intelektual, logis, dan rasional; demikian pula
dalam menerapkan teknik-teknik konseling untuk membantu memecahkan
kesulitan klien dilakukan secara rasional pula.
Para ahli dalam model konseling ini banyak memusatkan perhatiannya pada
penggunaan atau pengembangan tes psikologi sebagai alat utama untuk
memahami sifat-sifat dan kepribadiaan seseorang atau klien. Berdasarkan
informasi yang diperoleh melalui tes psikologi, dapat dilakukan analisis dan
interpretasi yang cermat dan akurat terhadap ciri-ciri kepribadian individu
(klien), seperti: kemampuan intelektual, bakat, minat, sifat-sifat umum
meupun sifat-sifat khususnya. Dengan hasil tes psikologi ini dapat
diterangkan dan diprediksi kemampuan-kemampuan, faktor-faktor, dan sifat-
sifat individualnya; dan dengan demikian dapat pula direncanakan teknik-
teknik bimbingan dan konseling yang relevan dan intensif untuk individu
(klien) mengembangkan dirinya dalam bidang pendidikan atau pekerjaan
yang sesuai.
Meskipun analisis “trait and factor” dalam metodologi bimbingan dan
konseling ini bersifat intelektual, logis, dan rasional; namun dasar filsafatnya
bukanlah rasionalisme ataupun esensialisme. Dasar filsafat model konseling
ini lebih dekat dengan empirisme, mempunyai pandangan yang optimistic
bahwa walaupun manusia sudah dibekali dengan pembawaan, namun hal itu
sama sekali tidak menentukan. Williamson menyebut dasar filsafatnya
adalah personalisme, yang memandang manusia sebagai makhluk individual
yang unik dan memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat dikembangkan
hingga mencapai tingkat yang ekselen (excellent).
Yang menjadi dasar digunakannya tes psikologi dalam metodologi bimbingan
dan konseling menurut pandangan model konseling “ciri dan faktor” (trait and
factor),  adalah;
1. Bahwa perkembangan manusia dan kepribadiannya ditentukan oleh
faktor-faktor dan sifat-sifat umum (general traits)  yang terdapat pada
semua orang, dan sifat-sifat khusus (unique traits)  yang berebda pada
orang yang satu dengan orang lainnya.
2. Bahwa perilaku manusia terjadi menurut hukum-hukum yang dapat
dimengerti melalui hubungan antara berbagai faktor dan sifat yang
dimilikinya (Cattel).
3. Bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh sistem, struktur, dan faktor-
faktor psikologis yang dimiliki baik yang bersifat khusus/khas (unique
traits)  maupun yang bersifat umum (common traits).  Oleh karenanya
dikemukakan bahwa: ersonality is the more or less stable and enduring
organization of a person’s character, temperament, intellect and
physique, with determines his unique adjustment to the environment
(Eysenk, 1960).
4. a. Karena setiap individu adalah terorganisir (organized)  dan memiliki
berbagai potensi dan pola-pola kemampuan yang unik, dank arena
kualitas hal-hal tersebutbrelatif menjadi stabil sesudah masa adolesen;
maka tes psikologi dapat diandalkan secara obyektif untuk
mengidentifikasi karakteristik-karakteristik tersebut.
b. Kepribadian dan pola-pola minat individual mempunyai korelasi dengan
perilaku kerja teretntu. Konsekuensinya, diperlukan identifikasi mengenai
karakteristik perilaku kerja yang berhasil yang dapat digunakan sebagai
informasi dalam membantu pengembangan karier individu.
c. Perumusan kurikulum sekolah pada setiap jenjang dan jenis pendidikan
tertentu,, mensyaratkan kemampuan tertentu sesuai tujuan yang
dilembagakan. Individu akan lebih mudah dan efektif dalam belajarnya
bilamana potensi dan bakatnya kongruen dengan tuntutan kurikulum.
d. keberhasilan proses pendidikan mempunyai korelasi dengan keakuratan
penempatan potensi siswa. Dalam rangka itu, diagnosis merupakan prasyarat
mendasar bagi usaha pengembangan dan modifikasi proses pendidikan.
e. Setiap individu memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengenal
secara kognitif kemampuan-kemampuannya, dan berusaha mengatur,
memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan dirinya untuk
mencapai kepuasan yang tinggi.
Jadi, berdasarkan pikiran-pikiran di atas dikembangkanlah penggunaan tes
psikologi dalam metodologi bimbingan dan konseling di sekolah sebagai alat
yang dipandang cukup akurat untuk memperoleh informasi yang obyektif
mengenai diri siswa atau konseli.
Tujuan Konseling
Menurut Williamson, tujuan konseling adalah membantu individu mencapai
tingkat ekselen(excellent)  dalam segala aspek kehidupannya, dengan cara
membantu atau member kemudahan (to facilitate)  proses perkembangan
individu klien tersebut. Lebih lanjut Williamson mengemukakan sebagai
berikut: “The task of the trait-factor type of counseling is to aid the individual
in successive approximations of self-understanding and self-management by
means of helping him to assess his assets and liabilities in relation to the
requirements of progressively changing life goals and his vocational career
(Shertzer & Stone, 1980:171).
Dalam sumber lain dikemukakan bahwa tujuan konseling “trait-factor”
adalah mengajar klien keterampilan-keterampilan membuat keputusan yang
efektif, dengan membantu menilai karakteristik-karakteristiknya secara
efektif dan mengkaitkan penilaian diri itu dengan kriteria psikologis dan
sosial yang berarti (Burks, 1979:104).
Berkaitan dengan tujuan konseling ini, Williamson mencoba mengkaitkannya
dengan tujuan pendidikan. Dikatakannya, tujuan konseling pada dasarnya
sama dengan tujuan pendidikan, karena konseling itu sama dengan
pendidikan (counseling as education).Dalam hal ini Williamson mengatakan
bahwa tujuan konseling dan pendidikan adalah sama, yaitu perkembangan
optimum daripada individu sebagai pribadi yang utuh dan bukan semata-
mata ditujukan pada terlatihnya kemampuan intelektual (“the goals of
education and of counseling are the same – the optimum development of the individual as a
whole person and not solely with respect to his intellectual training”) ( Patterson,
1966:19).
Hubungan Konselor-Klien
Tanpa mengurangi pentingnya teknik-teknik konseling, model konseling
“cirri dan faktor”(trait-factor)  member penekanan pada pentingnya human
relationship  di dalam konseling. Di dalam membantu individu mengembangkan
diri menjadi menusia yang penuh (full humanity),  dibutuhkan hubungan yang
sangat individual (highly individualized)  dan pribadi(Personalized).  Hubungan yang
bersifat pribadi itu dimaksudkan agar konselor dapat menempatkan diri
secara emosional dan psikologis dalam kehidupan diri klien. Dalam
hubungan ini tidak semata-mata “problem centered”,  artinya bantuan tidak
langsung atau tidak segera ditujukan pada pemecahan masalahnya, tetapi
mengembangkan kemampuan individu untuk memecahkan sendiri
masalahnya. Suatu hubungan didasarkan padamartabat dan kehormatan
bantuan terhadap klien mencapai kesimpulan hipotesis tentatif yang
bermanfaat, yaitu memotivasi klien sampai bisa menggunakan potensinya
secara penuh (motivated him into his full potentiality).
Proses Konseling
Proses konseling “cirri dan faktor” (trait and factor)  tercermin dalam tahapan-
tahapan tertentu. Tahap-tahap tersebut merupakan langkah-langkah
konseling yang sudah barang tentu harus urut dalam pelaksanaannya.
Adapun langkah-langkah konseling ‘ciri dan faktor” (trait and factor),  adalah
sebagai berikut:
1. Analisis (Analysis).Langkah ini merupakan langkah pengumpulan data
atau informasi tentang diri klien termasuk lingkungannya. Pengumpulan
data yang akurat biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode atau teknik utamanya tes psikologis dan dari berbagai aspek
kepribadian klien. Dengan kata lain, pengumpulan data dilakukan
secara integrative dan komprehensif.
2. Sintesis (Synthesis). Pada langkah ini, yang dilakukan konselor adalah
mensintesiskan data mana yang relevan dan berguna dan yang tidak,
dengan keluhan atau gejala yang muncul. Dalam membuat sintesis,
konselor memadukan, menyusun, dan merangkum data yang telah ada
untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan diri
individu klien.
3. Diagnosis (Diagnosis). Pada langkah ini konselor menetapkan atau
merumuskan kesimpulan tentang masalah klien serta latar belakang atau
sebab-sebabnya. Secara rinci yang dilakukan konselor, adalah:
1. Melakukan identifikasi masalah secara deskriptif, misalnya:
tergantung, kekurangan informasi, konflik internal atau konflik
dalam diri sendiri, kecemasan dalam membuat pilihan, tidak ada
masalah (Bordin).
2. Menemukan sebab-sebab. Dalam hal ini biasanya mencari
hubungan antara masa lalu – masa kini – masa depan, karena
dengan ini dapat diperoleh kejelasan. Dalama proses ini sering
konselor menggunakan intuisinya yang kemudian dicek dengan
logikanya.
4. Prognosis (Prognosis). Pada langkah ini konselor memprediksi tentang
kemungkinan keberhasilan klien dari proses konseling, artinya
memprediksi tentang hasil yang dapat dicapai oleh klien dari kegiatan-
kegiatannya selama konseling, serta merumuskan bentuk bantuan yang
sesuai.
5. Perlakuan (Treatment)atau konseling. Langkah ini merupakan langkah
usaha menerapkan metode sebab-akibat. Langkah ini merupakan inti
dari pelaksanaan konseling. Usaha-usaha pada langkah ini, yakni:
1. Menciptakan atau meningkatkan hubungan baik antara konselor
dengan klien
2. Menafsirkan data yang telah ada dan mengkomunikasikannya
kepada klien
3. Memberikan saran atau ide kepada klien, atau merencanakan
kegiatan yang dilakukan bersama klien
4. Membantu klien dalam melaksanakan rencana kegiatan
5. Jika perlu, menunjukkan kepada konselor atau ahli lain untuk
memperoleh diagnosis atau koneling dalam masalah yang lain.
6. Tindak lanjut (Follow-Up). Langkah ini merupakan langkah untuk
menentukan apakah usaha konseling dilakukan itu efektif atau tidak.
Usaha-usaha koneling yang dapat dilakukan pada langkah ini, adalah
berusaha mengetahui:
1. Apakah klien telah melaksanakan rencana-rencana yang telah
dirumuskan atau belum
2. Bagaimana keberhasilan pelaksanaan rencana-rencana itu
3. Perubahan-perubahan apa yang perlu dibuat jika ternyata belum
atau tidak berhasil
4. Melakukan rujukan (referral)  jika perlu.
Mempertimbangkan bahwa: (a) istilah analisis berbeda maknanya dengan
pemahaman kita sebelumnya, dan dikuatirkan akan memperlambat
pemahaman akan makna yang sebenarnya 9menurut Williamson), dan (b)
budaya orang Indonesia tidak familiar dengan prosedur yang “to the point”
(langsung mengumpulkan data atau analisis); maka penulis merasa perlu
memodifikasi proses konseling ini sedemikian rupa sehingga mahasiswa atau
peserta latih lebih familiar dan akhirnya lebih mudah memahaminya dan
lebih mudah pula mengimplementasikannya. Dengan demikian, proses
konseling atau langkah-langkah konseling ini (yang sudah dimodifikasi),
adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
1. Menyambut kehadiran klien
2. Menciptakan hubungan yang baik dengan klien
3. Mendengarkan keluhan klien
4. Mempersetujukan tujuan
2. Inti
5. Mengumpulkan informasi secara integral dan komprehensif
6. Memadukan berbagai informasi
7. Merumuskan/menetapkan masalah dan penyebabnya
8. Mencari beberapa kemungkinan jalan keluar
9. Memilih jalan keluar yang paling tepat
10. Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
11. Memberi pertolongan atau perlakuan (treatment)  menuju jalan keluar
untuk dilakukan di dalam dan/atau di luar sesi konseling
12. Mengevaluasi hasil pemberian pertolongan dan melakukan tindak
lanjutnya
3. Penutup
13. Membuat kesimpulan
14. Menutup pertemuan.

Teknik Konseling
Teknik-teknik utama yang digunakan dalam konseling “Ciri dan faktor” (Trait
and Factor),adalah:
1. Memperkuat kesesuaian antara konselor dengan klien (forcing
conformity). Dalam
teknik ini konselor senantiasa berusaha
menjaga atau memelihara bahkan memperkuat adanya kesesuaian
antara dirinya dengan klien.
2. Mengubah lingkungan klien (changing environment).  Dalam teknik
ini konselor menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien
dengan cara mengubah lingkungan klien sedemikian rupa
sehingga klien menjadi lebih cocok dan merasa “enjoy” berada di
lingkungan tersebut.
3. Memilihkan atau menempatkan klien pada lingkungan yang sesuai
(selecting appropriate environment).Dalam
teknik ini konselor tidak
menyarankan klien untuk bertahan di lingkungan klien yang
sekarang, melainkan menyarankan pindah tempat atau lingkungan
yang kondusif.
4. Mendorong klien belajar keterampilan-keterampilan yang
diperlukan(learning needed skills).Dalamteknik ini, konselor
mendorong klien untuk lebih proaktif belajar keterampilan yang
sesuai untuk pemecahan masalahnya maupun keterampilan hidup
lainnya.
5. Mengubah sikap klien (changing attitudes). Dalam teknik ini, atas
pertimbangan yang tepat konselor bukannya mengubah
lingkungan klien ataupun memindahkan klien ke lingkungan yang
lain, melainkan justru mengubah sikap-sikap klien yang tidak tepat
agar terjadi perubahan sedemikian rupa sehingga selanjutnya klien
merasakan kebahagiaan (happiness).
Dalam hal wawancara konseling, Darley menjelaskan kaidah-kaidah dan teknik-
teknikdalam wawancara konseling sebagai berikut:
1. Kaidah-kaidah wawancara konseling
1. Dalam wawancara konseling, konselor jangan menceramahi atau
menghambat klien untuk berbicara
2. Dalam wawancara konseling, gunakan kata-kata sederhana dan
berikan informasi yang tidak terlalu banyak
3. Sebelum memberikan informasi atau menjawab pertanyaan,
yakinilah terlebih dahulu apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh
klien
4. Konselor hendaknya meyakinkan diri klien bahwa (konselor)
telah memahami dan menghayati sikap dan perasaan klien.
2. Teknik wawancara konseling
Darley mengajukan 21 teknik dalam wawancara konseling, yakni sebagai
berikut:
1. Dalam membuka wawancara, hendaknya dapat menyentuh rasa
haru klien
2. Susunan pertanyaan, hendaknya dapat menggugah klien untuk
berbicara. Hindari pertanyaan yang jawabannya Ya atau Tidak
3. Untuk membuka pengalaman klien, konselor perlu mengungkap
pengalaman klien dalam konseling sebelumnya dengan konselor
lain.
4. Jangan berbicara melebihi klien, artinya tidak mendahului atau
memotong
5. Konselor selayaknya menunjukkan sikap menerima
(acceptance)  sikap dan perasaan klien. Adapun sikap yang mudah
ditunjukkan oleh konselor adalahmerespons atau membumbui (Jawa)
6. Tidak bertanya bertubi-tubi, artinya tidak bertanya yang banyak
tanpa tenggang waktu
7. Jika klien diam atau bungkam, konselor jangan bingung dan juga
jangan terlalu terburu-buru membuat kesimpulan. Sikap yang
paling tepat adalah berusaha mengetahui sebab-sebab diam atau
bungkam tersebut
8. Konselor perlu memahami dan merefleksikan perasaan atau
sikap klien baik yang dinyatakan maupun yang tidak
9. Konsleor selayaknya bersikap jujur, artinya jika mempunyai
kekurangan misalnya tidak mengetahui tentang sesuatu
selayaknya tidak berpura-pura mengetahui
10. Waktu wawancara perlu dibagi secara proporsional antar waktu
bagi konselor dna waktu bagi klien, antara waktu bagian awal,
waktu bagian tengah, dan waktu bagian akhir
11. Konselor perlu memperhatikan kemampuan klien dalam
menangkap kosa kata, artinya menggunakan kata-kata yang
sesuai dengan kemampuan klien
12. Konselor perlu membatasi usahanya dalam mengungkap
masalah klien, agar klien tidak merasa malu atau jenis perasaan
negatif lainnya
13. Dalam wawancara perlu dibuat rambu-rambu, agar tidak terpaku
pada satu masalah saja atau terlalu luas. Dengan kata lain, dalam
wawancara perlu adanya pengendalian arah wawancara
14. Hindari penggunaan sebutan pribadi konselor, seperti: “Saya
kira…”, “Kalau saya jadi Anda…”, Menurut pendapat saya…”. Dan
lain-lain
15. Konselor jangan berpura-pura, misalnya membetulkan yang
salah pada diri klien; artinya konselor jangan menyembunyikan
hal-hal yang kurang enak bagi klien, konselor perlu mengatakan
apa adanya meskipun kurang enak bagi klien
16. Konselor harus siap menghadapi masalah yang lebih dari apa
yang dinyatakan klien pada bagian awal (topik awal)
17. Hindari pertemuan dengan klien yang terlalu sering sehingga
tidak memberi kesempatan kepada klien intuk mengembangkan
kemandiriannya
18. Konselor perlu membatasi lamanya wawancara, artinya
membuat wawancara tidak berkepanjangan hingga melelahkan
19. Konselor perlu mendorong klien menyususn alternative kegiatan
atau gagasan menuju pemecahan masalahnya
20. Dalam merangkum hasil wawancara, konselor hendaknya
menciptakan situasi yang dapat mendorong klien merangkum hasil
wawancara. Jadi, konselor hendaknya mengupayakan agar
rangkuman hasil wawancara disusun oleh klien atas bantuan
konselor
21. Dalam mengakhiri wawancara, hendaknya konselor menciptakan
situasi agar klien yang berinisiatif mengakhirinya.
Oleh: Prof. Dr. Soeharto, M.Pd. Hand-Out Mata Kuliah Teori-Teori Konseling. 2011.
http://himcyoo.wordpress.com/2011/10/16/konseling-%E2%80%9Cciri-dan-faktor%E2%80%9D-traits-
and-factor/

TEORI KONSELING EKLEKTIK


TEORI KONSELING EKLEKTIK

Di dalam melakukan konseling, terdapat berbagai macam teori konseling yang dapat digunakan oleh
konselor sebagai pedoman pelaksanaan konseling. Salah satu teori konseling tersebut adalah teori
konseling eklektik. Konseling eklektik (eclectic counseling) mulai dikembangkan sejak tahun 1940-an oleh
Frederick Thorne yang merupakan promotor utama dari corak konseling ini. Selanjutnya, teori ini
dikembangkan oleh Robinson. Teori konseling ini menunjukkan suatu sistematika dalam konseling yang
berpegang pada pandangan teoritis dan pendekatan hasil perpaduan berbagai unsur yang diambil atau
dipilih dari beberapa konsepsi serta pendekatan.

A.    Prinsip Dasar


         Menurut Thorne kepribadian seorang individu terbentuk dan tercermin sebagai interaksi antara
dirinya dengan lingkungannya. Hal ini merupakan karakteristik dari proses berubah dan menjadi.
Dinamika kepribadian terdiri dari serangkaian dorongan yang meliputi :
 Dorongan untuk perwujudan diri yang lebih tinggi (aktualisasi, fungsi sempurna, integrasi).
 Dorongan untuk mencapai dan memelihara kestabilitasan diri (pemeliharaan diri, kontrol diri,
tujuan hidup, gaya hidup).
 Dorongan menggabungkan fungsi pertentangan dalam diri sehingga menghindari
ketidakseimbangan.
       Suatu gaya hidup individu didasarkan pada pola karakteristik dari pencapaian penggabungan
strateginya dalam memuaskan kebutuhan dan menyesuaikan diri dengan kenyataan (realitas) hidup.
Kesadaran adalah mempertimbangkan, mengorganisasikan, menggabungkan, dan menyatukan
mekanisme penentu serta membuat kemungkinan fungsi kepribadian yang lebih tinggi. Penggambaran
diri didefinisikan sebagai apa yang orang pikirkan tentang dirinya sedangkan konsep diri digambarkan
sebagai inti dari evaluasi diri seseorang ketika menampakkan dirinya kepada orang lain.
     Dari pandangan eklektik, perkembangan kepribadian diakui sebagai suatu perjuangan untuk penentu
ketidaksadaran afektif-impulsif dari perilaku-perilaku melalui pembelajaran dan penyempurnaan rasional-
logika-fakultatif-kontrol perilaku.

B.    Konsep Dasar


      Kata eklektik berarti menyeleksi, memilih doktrin yang sesuai atau metode dari berbagai sumber atau
sistem. Teori konseling eklektik menunjuk pada suatu sistematika dalam konseling yang berpegang pada
pandangan teoritis dan pendekatan, yang merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau
dipilih dari beberapa konsepsi serta pendekatan. 
        Konselor yang berpegang pada pola eklektik berpendapat bahwa mengikuti satu orientasi teoritis
serta menerapkan satu pendekatan terlalu membatasi ruang gerak konselor sebaliknya konselor ingin
menggunakan variasi dalam sudut pandangan, prosedur dan teknik sehingga dapat melayani masing-
masing konseli sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri khas masalah-masalah yang
dihadapi. Ini tidak berarti bahwa konselor berpikir dan bertindak seperti orang yang bersikap opportunis,
dalam arti diterapkan saja pandangan, prosedur dan teknik yang kebetulan membawa hasil yang paling
baik tanpa berpegang pada prinsip-prinsip tertentu. Konselor yang berpegang pada pola eklektik
menguasai sejumlah prosedur dan teknik  serta memilih dari prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang
tersedia, mana yang dianggapnya paling sesuai dalam melayani konseli tertentu. (Winkel, 1991: 373)
        Dari pengetahuannya pada persepsi, pengembangan, pembelajaran dan kepribadian, konselor
eklektik mengembangkan metode dan memilih yang paling sesuai dengan masalah yang dihadapi
individu.
Konselor mengembangkan pandangan eklektik yang digambarkan oleh Brammer dengan urutan sebagai
berikut :
 Konselor menolak penekanan teori secara khusus dengan mengamati dan menilai klien dan
perilaku konselor lainnya.
 Konselor mempelajari sejarah dari konseling dan psikoterapi untuk mengembangkan
pengetahuannya.
 Konselor yang mengembangkan pandangan eklektik mengetahui kepribadiannya sendiri dan
menyadari gaya interaksi yang perlu dikembangkan dalam hubungan konseling sesuai dengan
karakteristik klien yang berbeda-beda.
      Teori konseling eklektik seperti yang dipersepsikan oleh Thorne membutuhkan tanggapan dari klien
tentang sejarah masa lalu mereka, situasi saat ini, dan kemungkinan di masa yang akan datang, dengan
memanfaatkan pengetahuan perkembangan kepribadian dari ilmu biologi dan sosial. Oleh karena itu,
konselor perlu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang perwujudan diri individu.
Teori konseling eklektik dibangun atas kebutuhan akan memaksimalkan intelektual individu sebagai
sumber daya untuk mengembangkan pemecahan masalah. Penyesuaian yang salah diyakini sebagai
hasil dari kegagalan klien dalam belajar menggunakan sumber daya intelektual.
Menurut Thorne, konseling dan psikoterapi dipahami sebagai proses pembelajaran yang meliputi :
 Mendiagnosis faktor-faktor psikodinamika etiologi dalam rangka untuk merumuskan masalah
yang akan dipelajari.
 Menyusun suasana kondusif untuk pembelajaran.
 Menguraikan dan membimbing langkah-langkah pendidikan.
 Menyediakan kesempatan untuk praktik.
 Memberi wawasan terhadap proses yang alami dan hasilnya untuk meningkatkan motivasi
belajar.

C.    Tujuan Konseling


        Tujuan konseling menurut teori eklektik adalah membantu klien mengembangkan integrasinya pada
level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk
mencapai tujuan yang ideal ini maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi
masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif, dan memiliki latihan pengendalian atas
permasalahan. Oleh karena itu, konselor dituntut untuk memiliki kepribadian yang baik.
      Tujuan layanan konseling eklektik  adalah menggantikan tingkah laku yang terlalu kompulsif dan
emosional dengan tingkah laku yang bercorak lebih rasional dan lebih konstruktif. Konselor sebagai ahli
konseling yang menguasai berbagai prosedur dan teknik untuk memberikan bantuan kepada orang lain
serta berkompeten untuk mendampingi konseli dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup secara
tuntas.
D.    Hubungan antara Konselor dan Klien
    Dalam konseling eklektik peran konselor tidak terdefinisi secara khusus. Beberapa ahli eklektik
memberikan penekanan bahwa konselor perlu memberi perhatian pada kliennya dan menciptakan iklim
kondusif bagi perubahan yang diinginkan klien.
       Tugas konselor adalah mendampingi konseli dalam melatih diri sendiri untuk memanfaatkan
kemampuan berpikir yang dimilikinya. Konseling eklektik sebagaimana dikembangkan oleh Thorne
dianggap sesuai untuk diterapkan terhadap orang-orang yang tergolong normal, yaitu tidak menunjukkan
gejala-gejala kelainan dalam kepribadiannya atau gangguan kesehatan mental yang berat. Orang-orang
yang normal itu dapat saja menghadapi berbagai persoalan hidup, yang dapat mereka selesaikan tanpa
dituntut perombakan total dalam kepribadiannya.
       Individu menghubungi seorang konselor, bilamana dia mempunyai masalah yang tidak dapat
diselesaikan sendiri. Para konseli mengharapkan bertemu dengan seorang ahli, yang lebih pandai dari
mereka dalam memikirkan persoalan-persoalan hidup dan memiliki lebih banyak pengalaman dalam hal-
hal itu daripada mereka sendiri. Oleh karena itu, konselor memberikan pengarahan sejauh yang
diperlukan.
        Dalam berkomunikasi dengan konseli, konselor harus menentukan kapan konseli membutuhkan
banyak pengarahan untuk penyaluran pikiran, informasi, instruksi, usul, serta saran; dan kapan konseli
tidak membutuhkan pengarahan itu. Konselorlah yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan konseli pada
tahap tertentu dalam proses konseling. Konseli sebagai manusia dianggap memiliki dorongan yang timbul
dari dirinya sendiri untuk mempertahankan (maintenance) dan mengembangkan dirinya sendiri seoptimal
mungkin (actualization). Namun, realisasi dari dorongan dasar ini dapat terhambat karena konseli belum
mempergunakan kemampuannya untuk berpikir secara efektif dan efisien.
      Selama proses konseling, setiap kali konseli menunjukkan kemajuan dalam mengatur kehidupannya
sendiri dengan berpikir rasional, konselor mengurangi pengarahan yang diberikannya. Sedangkan setiap
kali konseli menunjukkan kemunduran dalam mengatur diri sendiri, konselor menambah pengarahan
dengan membantu berpikir yang lebih baik.
       Bagi konseli, proses konseling merupakan suatu proses belajar yang mengalami gelombang pasang
surut, yang berarti mengalami masa kemajuan dan masa kemunduran, tetapi secara keseluruhannya
proses belajar itu memperlihatkan tanda-tanda kemajuan. Untuk itu, konseli dituntut mempunyai motivasi
yang cukup kuat, mampu berkomunikasi dalam suasana hubungan pribadi, mampu mengungkapkan
persoalan-persoalannya dengan kata-kata yang memadai, dan memiliki kepribadian yang cukup stabil,
sehingga dapat menemukan suatu penyelesaian dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
setelah konseling berakhir.
        Dalam teknik konseling verbal Thorne menganjurkan agar konseli diberi kesempatan untuk
menemukan penyelesaian atas masalahnya sendiri tanpa pengarahan dari konselor.  Bilamana ternyata
konseli belum dapat menemukan penyelesaian atas masalahnya sendiri, barulah konselor mulai
memberikan pengarahan yang jelas.
      Thorne menekankan perlunya konselor mengumpulkan data tentang konseli sebanyak mungkin yang
dapat diperoleh dari berbagai sumber. Data itu dianggap perlu, supaya konselor dapat membuat suatu
diagnosis (psychological diagnosis) dan hubungan sebab-akibat antara unsur-unsur sehingga persoalan
konseli menjadi jelas dan supaya kelanjutan dari proses konseling dapat direncanakan dengan lebih baik.
Menurut patokan yang dipegang oleh Thorne, seseorang dikatakan telah berhasil dalam menjalani proses
konseling bila individu :
 Mampu mengungkapkan perasaan-perasaan dan motif-motifnya secara lebih memadai.
 Mampu mengatur dirinya sendiri dengan lebih baik.
 Mampu memandang dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya secara lebih realistik.
 Mampu berpikir lebih rasional dan logis.
 Mampu mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang lebih selaras dan lebih konsisten yang
satu dengan yang lain.
 Mampu mengatasi penipuan diri dengan meninggalkan penggunaan berbagai mekanisme
pertahanan diri.
 Menunjukkan tanda-tanda lebih mampu mandiri dan bertindak secara lebih dewasa.

E.    Proses Konseling


1.    Tahap Pembukaan
        Selama proses ini, konselor berusaha untuk menciptakan relasi hubungan antar pribadi yang baik.
Pada awal proses konseling, bila konseli baru mengutarakan masalahnya serta mengungkapkan semua
pikiran dan perasaannya tentang masalah itu, digunakan banyak teknik verbal yang tidak mengandung
pengarahan tegas oleh konselor, seperti ajakan untuk mulai, refleksi pikiran dan perasaan, klarifikasi
pikiran dan perasaan, permintaan untuk melanjutkan, pengulangan satu-dua kata, dan ringkasan
sementara.
Namun, dalam keseluruhannya proses konseling tidak dibiarkan berjalan ala kadamya, tetapi diatur
menurut urutan fase-fase penutup. 
2.    Tahap Penjelasan Masalah
       Konseli mengutarakan masalah atau persoalan yang dihadapi.  Selama tahap ini konselor
mendengarkan dengan sungguh-sungguh sambil menunjukkan pemahaman dan pengertian serta
memantulkan perasaan dan pikiran yang diungkap oleh konseli. Konselor banyak menggunakan teknik-
teknik verbal yang mengandung pengarahan minimal.
Konselor berusaha untuk menentukan apa yang diharapkan konseli dari dirinya. Harapan ini merupakan
kebutuhan konseli pada saat sekarang dan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dalam proses
konseling. Kebutuhan konseli dapat bermacam-macam, antara lain:
 Konseli membutuhkan informasi tentang sesuatu dan dia akan puas setelah mendapat informasi
yang relevan. Tanggapan konselor berupa penjelasan tentang hal yang ditanyakan kalau dia langsung
mengetahuinya, atau berupa penunjukan sumber-sumber informasi yang relevan.
 Konseli membutuhkan dukungan moral dalam menghadapi suatu situasi kehidupan yang sulit
baginya. Konseli ingin mencurahkan isi hatinya dan mengurangi beban batinnya dengan mengutarakan
semua kepada seseorang yang dapat mendengar dengan tenang dan bersikap empati. Tanggapan
konselor dapat berupa pemberian semangat dan keberanian serta pengangkatan hati.
 Konseli membutuhkan konfirmasi atau suatu pilihan yang telah dibuatnya. Konselor dapat
mempersilakan konseli untuk menjelaskan atas dasar pertimbangan-pertimbangan apa ditentukan pilihan
itu.
 Konseli membutuhkan bantuan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, yang memang
belum ditemukan cara penyelesaiannya. Kebutuhan ini menjadi nyata dari ungkapan-ungkapan konseli
selama tahap penjelasan masalah.
3.    Tahap Penggalian Masalah
     Konselor dan konseli bersama-sama menggali latar belakang masalah, antara lain asal-usul
permasalahan, unsur-unsur yang pokok dan tidak pokok, pihak-pihak siapa saja yang terlibat, perasaan
dan pikiran konseli  mengenai masalah yang dihadapi.
4.    Tahap Penyelesaian Masalah
     Dengan berpegang pada perbedaan antara a choise case dan a change case, konselor dan konseli
membahas persoalan sampai ditemukan penyelesaian yang tuntas dengan mengindahkan semua data
dan fakta.
5.    Tahap penutup
      Selama tahap ini konselor mengakhiri proses konseling, baik yang masih akan disusul dengan
konseling lain maupun yang merupakan konseling terakhir. (Winkel, 1990:373)
F.    Teknik-Teknik Konseling
       Pendapat yang paling relevan bagi konselor yang menggunakan teknik eklektik adalah tingkat
keaktifan konselor dalam bekerja dengan konseli. Setelah menelusuri sejarah dari dasar pemikiran
tentang peran konselor, Thorne membuat kesimpulan tentang penggunaan teknik aktif dan teknik pasif:
 Metode pasif harus digunakan bila memungkinkan.
 Metode aktif harus digunakan hanya dengan indikasi tertentu. Pada umumnya, hanya
meminimalkan campur tangan secara langsung yang  diperlukan untuk mencapai tujuan terapeutik.
 Teknik pasif biasanya menggunakan metode pilihan pada tahap awal terapi saat klien bercerita
dan untuk melepaskan emosional.
 Hukum parsimoni harus diamati setiap saat. Metode yang sulit digunakan setelah metode
sederhana gagal dilakukan.
 Semua terapi berpusat pada klien. Ini berarti bahwa kepentingan klien menjadi pertimbangan
utama. Ini tidak berarti bahwa metode aktif kontra-indikasi. Dalam banyak kasus, kebutuhan klien
menunjukkan tindakan direktif.
 Memberi kesempatan kepada setiap klien untuk menyelesaikan masalahnya secara tidak
langsung.
 Metode aktif biasanya ditunjukkan dalam situasi ketidakmampuan dimana solusi tidak dapat
dicapai tanpa kerja sama dengan orang lain.
 Konseling eklektik cenderung mengutamakan klien yang aktif dan konselor yang pasif. Tetapi bila
teknik pasif yang dilakukan konselor mengalami hambatan, maka konselor baru menggunakan teknik
aktif.

G.    Kecocokannya untuk Diterapkan di Indonesia


     Teori konseling eklektik merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari
beberapa konsepsi serta pendekatan. Konselor yang menggunakan pendekatan ini dapat melayani
konseli sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri khas masalah-masalah yang dihadapi.
Dengan demikian, teori ini cocok untuk diterapkan di Indonesia yang individu-individunya memiliki
berbagai karakteristik. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki beragam budaya dan terdiri dari beragam
suku bangsa.
Teori konseling eklektik dibangun atas kebutuhan akan memaksimalkan intelektual individu sebagai
sumber daya untuk mengembangkan pemecahan masalah. Penyesuaian yang salah diyakini sebagai
hasil dari kegagalan klien dalam belajar menggunakan sumber daya intelektual. Hal ini sejalan dengan
kebutuhan sumber daya manusia di Indonesia yang memiliki intelektual yang cukup tinggi tetapi kurang
mampu mengembangkannya secara optimal.
Konseling eklektik bertujuan menggantikan tingkah laku yang terlalu kompulsif dan emosional dengan
tingkah laku yang bercorak lebih rasional dan lebih konstruktif. Teori ini cocok diterapkan di Indonesia
dimana sebagian besar penduduknya masih percaya pada hal-hal yang berhubungan dengan mistis dan
takhayul, sehingga kurang bisa berpikir rasional.

REFERENSI
Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang : UPT Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.
Shertzer & Stone. Fundamental of Counseling.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di institusi Pendidikan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
( Tugas Teori-Teori Konseling semester V)

http://afrinata.blogspot.com/2012/05/teori-konseling-eklektik.html

TEORI KONSELING TRAIT AND FACTOR


A. KONSEP UTAMA

         Menurut teori ini kepribadian merupakan sistem atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
yang lainnya seperti kecakapan, minat, sikap dan tempramen. Beberapa tokoh yang sering dikenal
dalam teori trait and factor adalah Walter Bigham, John Darley, Donald G.Paterson dan
E.G.Williamson.
         Hal yang mendasari bagi konseling Trait and Factor adalah asumsi bahwa individu berusaha
untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya.
         Dikatakan selanjutnya bahwa tugas konseling Trait and Factor adalah membantu individu
dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai
kekuatan dan kelemahan diri dalam kegitan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan
karir (Shertzer & Stone, 1980, 171).

         Ada beberapa asumsi pokok yang mendasari teori konseling trait and factor, adalah:
1.      Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisasikan
secara unik, dan karena kualitas yang relative stabil setelah remaja, maka tes objektif dapat
digunakan untuk mengindentifikasi karakteristik tersebut.
2.      Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu.
3.      Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dalam hal ini
dapat ditentukan.
4.      Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali penempatan
dalam kurikulum atau pekerjaan.
5.      Setiap orang memiliki kecakapan dan keinginan untuk mengindentifikasi secara kognitif kemampuan
sendiri.

B.     PENGERTIAN KONSELING TRAIT AND FACTOR

         Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir,
berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif
(berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk
suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
         Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat
dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang
mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada
pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis
seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai
relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu
program studi.
         Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang
menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan baraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program
studi/bidang pekerjaan.

C.     TUJUAN KONSELING TRAIT AND FACTOR

         Konseling Trait and Factor memiliki tujuan untuk mengajak siswa (konseling) untuk berfikir
mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari
masalah yang dihadapinya. TF dimaksudkan agar siswa mengalami:
• Self-Clarification / Klarifikasi diri
• Self-Understanding / Pemahaman diri
• Self-Acceptance / Penerimaan diri
• Self-Direction / Pengarahan diri
• Sel-Actualization / Aktualisasi diri
D.     PROSES KONSELING TRAIT AND FACTOR

1.        Tahap Analisis
         Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data mengenai klien.
2.        Tahap Sintesis
         Langkah merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga
menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
3.        Tahap Diagnosis
         Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan
ketetapan yang dapat mengarah kepada permasalahan, sebab-sebabnya, sifat-sifat klien yang
relevan dan berpengruh pada penyesuaian diri. Diagnosis meliputi :
1.    Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif misalnya dengan menggunakan kategori Bordin dan
Pepinsky
Kategori diagnosis Bordin
a.    dependence (ketergantungan)
b.    lack of information (kurangnya informasi)
c.    self conflict (konflik diri)
d.    choice anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
      Kategori diagnosis Pepinsky
a.    lack of assurance (kurang dukungan)
b.    lack of information (kurang informasi)
c.    dependence (ketergantungan)
d.    self conflict (konlflik diri)
2.    Menentukan sebab-sebab, mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa
depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek
oleh logika, oleh reaksi klien, oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosa sementara.

3.    Prognosis yang sebenarnya terkandung didalam diagnosis misalnya diagnosisnya kurang cerdas
pronosisnya menjadi kurang cerdas untuk pekerjaan sekolah yang sulit sehingga mungkin sekali
gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian, maka
Konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung
jawab. Untuk dirinya sendiri, yang berarti dia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara
emosional belum mau menerima.
4.        Konseling merupakan hubungan membantu klien untuk menemukan sumber diri sendiri maupun
sumber diluar dirinya, baik dilembaga, sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai
perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima
jenis konseling adalah

a.    belajar terpimpin menuju pengertian diri


b.    mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk
mencapai tujuan kepribadiannya dan penyesuaian hidupnya.
c.    Bantuan pribadi dan Konselor, agar klien mengerti dan trampil dalam menggunakan prinsip dan
teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
d.    Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
e.    Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
5.        Tindak Lanjut mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi maslaah baru dengan
mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konsleing. Teknik
yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas klien.

E.     TEKNIK KONSELING TRAIT AND FACTOR

1.        Pengunaan hungan intim (Rapport), Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang hangat,
intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam konseli.
2.        Memperbaiki pemahaman diri, konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan
dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi kelemahannya. Penafsiran data
dan diagnosis dilakukan bersama-sama dengan klien dan Konselor menunjukkan profil tes secara
arif.
3.      Pemberian nasehat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai dari pilihan, tujuan,
pandangan atau sikap Konselor dan kemudian menunjukkan data yang mendukung atau tidak
mendukung dari hasil diagnosis. Penjelasan mengenai pemberian nasehat harus dipahami klien.
         Tiga metode pemberian nasehat yang dapat digunakan oleh Konselor :
a.    Nasehat langsung (direct advising), dimana Konselor secara terbuka dan jelas menyatakan
pendapatnya.
b.    Metode persuasif, dengna menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
c.    Metode penjelasan, yang merupakan metode ynag paling dikehendaki dan memuaskan. Konselor
secara hati-hati dan perlahan-lahan menjelaskan data diagnostic dan menunjukan kemungkinan
situasi yang menuntut penggunaan potensi konseli.
d.    Melaksanakan rencana, yaitu Konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau
keputusan secara implementasinya.
4.      Menunjukkan kepada petugas lain (alih tangan) bila dirasa Konselor tidak dapat mengatasi masalah
klien.

F.      KELEBIHAN DAN KELEMAHAN KONSELING TRAIT AND FACTOR

Adapun kelebihan yang diberikan teori ini adalah:


1.        Teori ciri dan sifat menerapkan pendekatan ilmiah pada konseling
2.      Penekanan pada penggunaan data tes objektif, membawa kepada upaya perbaikan dalam
pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data lingkungan.
3.      Penekanan yang diberikan pada diagnose mengandung makna sebagai suatu perhatian terhadap
masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian teknik-teknik untuk
mengatasinya.
4.      Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan pandangan lain yang lebih
menekankan afektif atau emosional.
Adapun kelemahan konseling trait and factor, sebagai berikut:
1.        Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya (cultural
values), nilai-nalai kehudupan (personal values), dan cita-cita hidup, terhadap perkembangan
jabatan anak dan remaja (vocational development) serta pilihan program/bidang studi dan bidang
pekerjaan (vocational choice).
2.      Kurang diperhatikan peran keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anak dengan
cara mengungkapkan harapan, dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi sambil
menunjuk pada tradisi keluarga; tuntutan mengingat ekonomi keluarga; serta keterbatasan yang
konkrit dalam kemampuan finansial, dan sebagainya.
3.      Kurang diperhitungkannya perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut
memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
4.      Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang
pekerjaan atau program studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
5.      Pola ciri-ciri kepribadian tertentu pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi
seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses di bidang
pekerjaan yang sama. 
Diposkan oleh nahary_uchiha46 di 01.23

http://masterjurus.blogspot.com/2011/06/teori-konseling-trait-and-factor.html

PSIKOLOGI KONSELING SERI KONSELING EKLEKTIK


PUBLISHED DESEMBER 9, 2012 BY SITIULFA

PENDEKATAN INTEGRATIF / EKLEKTIK

Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang didasarkan pada berbagai konsep dan tidak
berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Ekslektikisme berpandangan bahwa sebuah teori
memiliki keterbatasan konsep, prosedur dan teknik. Karena itu eklektikisme “dengan sengaja”
mempelajarai berbagai teori dan menerapkannya sesuai dengan keadaan riil klien. Konseling
Eklektik dapat pula disebut dengan pendekatan Konseling Integratif. Perkembangan pendekatan
ini sudah dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C Thorne menyumbangkan pemikirannya
dengan mengumpulkan dan mengevaluasi semua metode konseling yang ada (Gilliland dkk,
1984).

A. Pandangan tentang manusia


Menurut Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya ada tiga macam
aliran konseling, yaitu formalisme atau puritisme, sinkretisme dan eklektikisme. Perbedaan
ketiga aliran ini menjelaskansebagai berikut :
1. Formalisme atau Puritisme bahwa penganut aliran ini akan “ menerima atau tidak sama sekali”
penganut ini setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka teoritisknya secara bulat
tanpa ada kritik sedikitpun. Dan teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya.
2. Sinkretisme bahwa setiap teori adalah baik, efektif dan positif. Dan pandangan ini menerapkan
teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu
dikembangkan. Sinkretisme akan mencampur adukkan teori yang satu dengan yang lain sesuai
dengan kehendaknya sendiri.
3. Eklektikisme akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori memiliki
kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan
situasinya.

B. Tujuan Konseling
Menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi,
yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai
tujuan yang ideal maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya,
mengajarkan klien secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah
tingkah laku dan eklektis berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan
sebagainya.
C. Proses Konseling
Carkhuff sebagai salah satu seorang ahli pada pendekatan eklektik mengemukakan model
konseling sistematik yaitu : tahap eksplorasi masalah, tahap perumusan masalah, tahap
identifikasi alternatif, tahap perencanaan, tahap tindakan atau komitmen, tahap penilaian dan
umpan balik (Gilliland, 1984). Keenam tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Eksplorasi Masalah, bahwa konselor menciptakan hubungan baik dengan klien,
membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih dalam,
mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman-pengalaman klien dan
merespon isi, perasaan dan arti dari pada yang dibicarakan klien.

2. Tahap perumusan Masalah, masalah-masalah klien baik afeksi, kognisi maupun tingkah laku
diperhatikan oleh konselor. Konselor dan klien merumuskan dan membuat kesepakan masalah
apa yang sedang dihadapinya.

3. Tahap Identifikasi alternatif, konselor bersama klien mengidentifikasi alternatif-alternatif


pemecahan dari rumusan masalah yang telah disepakati. Alternatif yang diidentifikasi adalah
yang tepat dan realistik. Konselor membantu klien menyusun daftar alternatif-alternatif dan klien
memiliki kebebasan untuk memilih alternatif yang ada dan konselor tidak boleh menentukan
alternatif yang harus dilakukan klien.

4. Tahap Perencanaan, klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternatif dan menyusun rencana
tindakan. Rencana tindakan menyangkut apa saja yang akan dilakukan. Rencana yang baik jika
realistik, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat dipahami oleh klien.

5. Tahap Tindakan atau Komitmen, tindakan berarti operasionalisasi rencana yang disusun.
Konselor perlu mendorong klien untuk berkemauan melaksanakan rencana itu.

6. Tahap Penilaian dan Umpan Balik, konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan
penilaian tentang keberhasilannya. Jika ternyata ada kegagalan maka perlu dicari apa yang
menyebabkan dan klien harus bekerja mulai dari tahap yang awal lagi.

D. Teknik / Strategi Konseling


1. Hubungan Konselor dan Klien ; konselong eklektik memandang penting adanya hubungan
positif antara konselor dengan klien dan hubungan ini tergantung pada (a) iklim konseling, (b)
ketrampilan hubungan, (c) komunikasi verbal dan non verbal (d) kemampuan mendengarkan.
Kemampuan konselor dalam menciptakan hubungan akan membantu proses konseling.
2. Interview ; eklektik memandang sebagai strategi untuk mmbangun atau menciptakan struktur
hubungan. Awal interview merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan
kepercayaan. Dengan interview akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan
tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasi alasan datang ke konselor, membangun
kepercayaan dan hubungan, memahami tata krama, mekanisme harapan dan keterbatasan
hubungan konseling.
3. Asesmen, meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental kliennya, asesmen berguna
untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik,
merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya.
4. Perubahan Ide, alternatif pemecahan dilaksanakan dengan sangat flaksibel, jika alternatif yang
semula ternyata tidak efektif maka pemecahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang
lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan
masalah.

E. Keterbatasan / Teori
Sebagaimana yang dikemukakan Gilliland dkk (1984) konseling eklektik merupakan teori
konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut
eklektik beranggapan bahwa konselor ekslektik pada dasarnya peduli dengan teori kepribadian.
Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari
keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne
(1961) mengemukan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data yang
diperoleh dari studi secara individual terhadap klien yang meliputi keseluruhan kehidupan
sehari-hari yang terus mengalami perubahan. Bahwa pandangan ini mencakup konsep yang
terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis, aspek perkembangan organisme dan faktor
sosial budaya. Integritas dimaksudkan bahwa orgaanisme berada dalam perkembangan yang
terjadi secara terus menerus dan organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan,
mengubah dan mengalami integrasi pada tingkat yang berbeda. Integritas tertinggi pada individu
adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan (satisfactory intigrity) dari keseluruhan
kebutuhan.

Share this:

http://sitiulfa.wordpress.com/2012/12/09/psikologi-konseling-seri-konseling-eklektik/

Konseling “ Trait & Factor”


Toko utama teori sifat dan faktor adalah Walter bingham, Jhon Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williamson.
Teori sifat dan faktor sering pula disebut sebagai konseling direktif atau konseling yang berpusat pada konselor.
Konsep utama
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan,
minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu
berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya. Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan
kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu
dalalm memeperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan
kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone, 1980,
171).

Proses konseling
Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh
konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian
konseli. Pendekatan teori ini seri deisebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah
memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson “ hubungan konseling merupakan
hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan hanya
membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien
berkembang ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :

Analisis, merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi klien atau konseli.

Sintetis, merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa
sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri.

Diagnosis, sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan
dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan
berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis terdiri dari 3 langkah penting:
Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky atau
kategori lainya.
Kategori diagnostik Bordin
• Dependence atau ketergantungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Self-conflict
• Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan
Kategori Pepinsky
• Lack of assurance atau kurangnya dukungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Lack of Skill atau kurangnya keterampilan
• Dependence atau ketergantungan
• Self-conflict
Menentuka sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang
dpat menerangkan sebab-sebab gejala.
Prognosis, misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnua menjadi kurang cerdas untuk pengerjaan sekolah yang
sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalu ingin belajar menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab
dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia
mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.

Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri maupun sumber diluar
dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis
sifat konseling:
• Belajar terpimpin menuju pengertian diri
• Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan
penyesuaian hidupnya.
• Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
• Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif
• Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran

Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada
maslah sumbernya sehingga menjamin keberhasila konseling.

Teknik konseling
“ teknik konseling harus disesuaikan dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa
setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling” ( Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36)
Teknik-teknik yang sering digunakan dalam proses konseling :
Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat
pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam klien.
Memperbaiki pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk
menggunakan kekuatanya dalam upaya mengatsi kelemahanya
Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertolak dari pilihan, tujuan, pandangan atau
sikap konselor dan kemudian menunjukan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis.
3 metode pemberian nasehat yang adapat digunakan konselor
o Nasihat langsung ( direct advising), dimana konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
o Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
o Metode penjelasan, yang merupakan metode yang paling dikehendaki dan memuaskan.
o Melaksanakan renacana, konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan serta
implementasinya.
Menunjukan kepada petugas lain atau referal, jika konselor merasa tidak mampu menangani masalah konseli, maka
ia harus merujuk konseli kepada pihak lain yang dopandang lebih kompeten untuk membantu konseli.

http://gapurapangarti.blogspot.com/2009/02/teori-konseling-trait-factor.html

TRAIT & FACTOR DALAM PERSPEKTIF ISLAM


TRAIT &  FACTOR DALAM PERSPEKTIF ISLAM (AL-QUR’AN)

A.    PENDAHULUAN
1.   Latar belakang
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat
dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan
pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya
Dan Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan secara sempurna dengan dibekali
akal dan nafsu serta qolbu sebagai sesosok khalifah dimuka bumi ini, karenanya dengan semua
bekal tersebut manusia ada kalanya ketika akal fikirannya unggul maka kedudukan manusia
akanberada diatas malaikat Allah namun ketika hawa nafsunya yang menjadi raja atas diri
manusia kedudukannya tidak lebih dari dibawah hewan.
Diantara akal dan nafsu manusia yang saling bertentangan manusia juga dibekali qolbu
sebagai penyeimbang, sehingga baik buruknya qolbu manusia bisa ditentukan oleh perilaku
manusia, dari setiap perilaku yang dikerjakan manusia setiap hari akan mengahsilkan suatu
bentuk kepribadian, dalam kepribadian tersebutlah ciri khas dari manusia akan terlihat.
Dalam Al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT kurang lebih 14 abad yang lalu
kepada nabi Muhammad SAW dalam lembaran ayat-ayatnya telah menjelaskan kepada manusai
berbagai macam kepribadian yang tedapat dalam diri manusia, kepribadian tersebut dapat
diklasifikasikan dalam tiga posisi, yaitu kepribadian yang baik atau khasanah (Muttaqin),
kepribadian yang buruk atau dholalah (Kafirun) serta yang terakhir kepribadian yang ada
ditengah-tengahnya atau yeng lebih sering kita kenal dengan kepribadian munafik, dalam
makalah ini pemakalah akan berusaha menyajikan sedikit tentang bentuk-bentuk kepribadian
manusia yang telah ada dan dijelaskan oleh Al-Quran dan disesuaikan dengan konseling trait dan
faktor.
2.   Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini lebih terarah, maka penulis akan membatasai
dengan batasan sebagai berikut:
a.       Sekilas tentang teori trait dan faktor
b.      Teori konseling Trait and Factor dalam tinjauan atau persepektif Al-Qur’an (Islam)
c.       Komponen dan bentuk kepribadian dalam Al-Qur’an.
3. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui bagaimana teori konseling trait dan factor
b.      Ingin mengetahui tinjauan Al-Qur’an tentang Trait dan factor atau kepribadian
c.       Ingin mengetahui komponen dan kepribadian dalam Al-Qur’an
d.      Untuk memenuhi tuntutan tugas makalah pada mata kuliah bimbingan dan konseling islam.
B.     Teori Konseling “ Trait & Factor”

Toko utama teori sifat dan faktor adalah Walter Bingham, Jhon Darley, Donald G. Paterson,
dan E. G. Williamson. Teori sifat dan faktor sering pula disebut sebagai konseling direktif atau
konseling yang berpusat pada konselor.
1. Konsep utama
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat
dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan
pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Maksud konseling
menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek
kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalam
memeperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai
kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup
dan karir (Shertzer & Stone, 1980, 171).
2. Proses konseling
Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai
kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor
mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini sering disebut
kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, memberi
informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson “ hubungan konseling merupakan hubungan
yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan
hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus
mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :
Analisis, merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi
klien atau konseli.
Sintetis, merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis
yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan
kemampuan penyesuaian diri.
Diagnosis, sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya
dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-
sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri.
Diagnosis terdiri dari 3 langkah penting:
a.       Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin
atau Pepinsky atau kategori lainya.
Kategori diagnostik Bordin
• Dependence atau ketergantungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Self-conflict atau konflik diri
• Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan

Kategori Pepinsky
• Lack of assurance atau kurangnya dukungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Lack of Skill atau kurangnya keterampilan
• Dependence atau ketergantungan
• Self-conflict atau konflik diri
b.      Menentuka sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan
masa depan yang dpat menerangkan sebab-sebab gejala.
c.       Prognosis, misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk
pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalu ingin belajar menjadi dokter.
dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat
pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia mampu dan mengerti secara
logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri
maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal,
sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling:
• Belajar terpimpin menuju pengertian diri
• Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai tujuan
kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
• Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan
teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
• Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif
• Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan
mengingatkanya kepada maslah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konseling.
3. Teknik konseling
Teknik konseling harus disesuaikan dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat
menghindari kenyataan bahwa setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling” (
Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36)
Teknik-teknik yang sering digunakan dalam proses konseling :
a.       Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor menerima konseli dalam hubungan yang
hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam
klien.
b.      Memperbaiki pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan
dibantu untuk menggunakan kekuatanya dalam upaya mengatsi kelemahanya
c.       Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertolak dari pilihan,
tujuan, pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukan data yang mendukung atau
tidak mendukung dari hasil diagnosis.
Ada tiga metode pemberian nasehat yang adapat digunakan konselor
●  Nasihat langsung ( direct advising), dimana konselor secara terbuka dan jelas menyatakan
pendapatnya.
●    Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
● Metode penjelasan, yang merupakan metode yang paling dikehendaki dan memuaskan.
●  Melaksanakan renacana, konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan
serta implementasinya.
d.      Menunjukan kepada petugas lain atau referal, jika konselor merasa tidak mampu menangani
masalah konseli, maka ia harus merujuk konseli kepada pihak lain yang dopandang lebih
kompeten untuk membantu konseli.
C.    Teori konseling Trait & Factor dalam tijauan atau persepektif Islam (Al-Qur’an)
Yang telah kita ketahui bahwa TF adalah Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau
faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan
temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling TF adalah asumsi bahwa individu berusaha
untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya. setiap manusia mempunyai kepribadian yang berbeda, kepribadian
merupakan sifat mendasar pada diri manusia baik itu dalam hati, jiwa, perilaku, atau fisik dan
kepribadian terbentuk dari pembawaan manusia itu sendiri dan dibentuk oleh lingkungan sekitar.
Di dalam Al-Qur’an menggambarkan deskripsi tentang manusia sebagai berikut :
߉ƒÌムª!$# br& y#Ïeÿsƒä† öNä3Ytã 4 t,Î=äzur ß`»|¡RM}$# 
  $Zÿ‹Ïè|ÊÇËÑÈ
      Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Q.S
An-Nisa 4: 28)
äíô‰tƒur ß`»|¡RM}$# ÎhŽ¤³9$$Î/ ¼çnuä!%tæߊ ÎŽösƒø:$
  $Î/ (tb%x.ur ß`»|¡RM}$# Zwqàftã ÇÊÊÈ
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah
manusia bersifat tergesa-gesa. ( Q.S Al-Isra 17: 11).

ã@sWtB Èû÷üs)ƒÌxÿø9$# 4‘yJôãF{$%Ÿ2 ÉdO| *
¹F{$#urÎŽÅÁt7ø9$#ur ÆìŠÏJ¡¡9$#ur 4 ö@yd Èb$tƒÈqt
  Fó¡o„ ¸xsWtB 4Ÿxsùr& tbr㍩.x‹s? ÇËÍÈ
Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang
buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan
itu sama Keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada
Perbandingan itu)?. (Q.S Hud 11: 24).
      Penjelasan bagaimana kepribadian dan keadaan orang yang bertakwa, orang bertakwa yang
kemudian disebut “Muttaqin” berasal dari  mashdar “Ittiqa” yaitu hal yang menjadi tameng
sebagai penghalang antara dirinya dengan orang yang akan mencelakakannya. Muttaqin adalah
orang yang mengambil manfaat dari nur Al-Qur’an sekaligus memetik kandungannya. selalu
berusaha mencari pertolongan serta kekuatan untuk melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an.
mereka berharap hidayah Allah dan berkemauan untuk menerima cahaya kebenaran.
            Maksud Muttaqin adalah orang-orang yang hati, ucapan dan perilakunya senantiasa mengejar
ridho Allah serta menjauhi siksaannya. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang
bertaqwa lagi beriman akan mendapat surge yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka
kekal didalamnya dengan ridho Allah dan mendapat tempat yang bagus disurga ‘And. adapun
siksa yang harus dihindari terdapat dua macam yaitu siksa dunia dan akherat. siksa dunia dapat
dihindari dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta menghindari kekalahan dan putus asa,
sedangkan siksa akherat dapat dicegah dengan cara memelihara iman denga ikhlas, teguh
memegang tauhid, serta beramal sholeh.
      Sedangkan orang kafir yang disebut “Kafirun”, memiliki sifat kufur yang berarti penutup
atau menyelimuti, maksudnya adalah menutupi kenikmatan dengan tidak menyatakan syukur.
kafir juga berarti mengingkari keesaan dan keberadaan Allah SWT dan Rosul-Nya. disini Allah
menjelaskan  bahwa kesesatan dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang kafir sudah
melampaui batas , sehingga akan sia-sia baik diberi peringatan atau tidak. karena Allah telah
menutup penglihatan dan pendengaran mereka dari kebenaran dan akhirnya mereka tidak mampu
lagi membedakan antara yang bermanfaat dan yang madharat.
      Orang-orang kafir merasa bahwa dirinya mengadakan perbaikan dan kebaikan di muka bumi
padahal tanpa mereka sadari mereka telah melakukan kerusakan. mereka juga berpendapat
bahwa hanya orang yang bodoh yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya padahal merekalah
orang-orang yang bodoh.
      Perlu diketahui juga bahwa diantara orang-orang kafir terdapat segolongan orang yang
disebut munafik. yakni orang-orang yang hanya beriman dimulut saja tetapi hatinya ingkar.
merekalah orang-orang kafir yang paling keji, sebab disamping kekafirannya mereka juga
mengejek, menipu dan memalsukan tindakannya. mereka membeli kesesatan dengan petunjuk,
karena mereka berani menukar petunjuk dengan dusta dan kebohongan yang sesat.
            Allah mengumpamakan mereka seperti orang yang menyalakan api tetapi Allah
menghilangkan cahayanya dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tetap dalam
keadaan keadaan, buta, tuli dan bisu yaitu keadaan kehilangan perasaan dan akal sehat, sehingga
mereka tidak akan kembali kejalan yang benar. apalah guna telinga apabila tidak digunakan
untuk mendengar nasehat para pemberi fatwa, apalah guna lisan apabila tidak digunakan untuk
mencari kebenaran serta mengungkapkan hal yang sulit sehingga menjadi mudah dan apalah
gunanya mata apabila tidak digunakan untuk melihat contoh-contoh yang baik guna menambah
petunjuk dan pengalaman. dijelaskan pula bahwa mereka memilki rasa takut yang sangat besar
dalam menghadapi kematian. itulah sebabnya orang-orang munafik ini selalu menghindari
medan perang kerena jangankan menghadapi hunusan pedang dimendan perang, mendengar
suara petirpun mereka menutup telinga karena takut mati.
Banyak juga teori yang mengklasifikasikan kepribadian seseorang menurut dasar
keilmuannya masing-masing
Hippocrates- Galenus mengklasifikasikan kepribadian sebagai berikut:
1. Choleris, bersifat penuh semangat dan berdaya juang tinggi
2. melanholis, bersifat mudah kecewa dan berdaya juang rendah
3. phlegmatic, bersifat tenang dan tidak mudah dipengaruhi
4. sanguinis, bersifat ramah tetapi mudah berganti haluan
Sheldon juga mengklasifikasikan manusia atas komponen kejasmanian, temperamen dan
psikiatris. sedangkan plato membedakan adanya tiga bagian jiwa yang menjadi penopang suatu
kepribadian yakni pikiran (logos), kemauan (themos), hasrat (epithumid).
      Kesimpulannya adalah kepribadian manusia itu bukan hanya jiwa tetapi merupakan
perpaduan antara hati, sifat, pemikiran, fisik, yang kemudian membentuk perilaku tertentu yang
dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan sekitar.
      Manusia merupakan mahkluk yang paling mulia diciptakan di muka bumi karena manusia
diciptakan lengkap dengan hati dan akalnya serta komponen-komponen lain yang tidak diberikan
kepada mahkluk lain. tetapi seiring dengan perkembangannya manusia bisa juga menempati
lubang kehinaan yang disebabkan karena tidak menggunakan atau meninggalkan akal sehat atau
fitrahnya untuk mencari kebenaran.
      Secara sistematis, manusia dapat memperlihatkan kepribadiannya dengan hati, lisan, dan
prilakunya, sebagaimana seorang mukmin yang harus dapat membuktikan keimanannya dengan
mentasdikkan dengan hatinya, mengucapkan dengan lisannya, serta mengamalkan dengan
prilakunya. Sa’id Hawwa menyebutkan empat unsure yang membentuk kepribadian manusia
adalah hati, ruh, nafsu dan akal.
Hati disini bukanlah yang terdapat dirongga dada yang dapat ditangkap secara indarawi
namun rasa ruhaniah yang halus yang bersifat ghaib yang menjadi tempat untuk keimanan dan
kekufuran, yang menjadi tempat bagi rasa cinta dan rasa benci, dialah yang tahu, mengerti, dan
paham, dialah yang mendapat perintah, yang dicela, yang diberi sanksi, dan yang mendapat
hukuman, dan hatilah yang mengendalikan seluruh hidup manusia.
Ruh adalah perasaan halus (lathifah) manusia, yang tahu dan mengerti dan sedikit sekali
manusia yang mengetahui tentang roh ini. firman Allah sebegai berikut:
štRqè=t«ó¡o„ur Ç`tã Çyr”9$# ( È@è% ßyr”9$# ô`ÏB ÌøBr& 
  ’În1u‘!$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ
 
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S Al-Isra 17: 85).
      Nafsu adalah jiwa manusia, nafsu atau jiwa bisa menjadi terpuji atau bahkan sebaliknya. bila
dikendalikan dengan baik maka akan menjadi jiwa yang tenteram tetapi bila jiwa diserahkan
kepada syetan maka akan menjadi jiwa yang menyerah.
      Akal adalah ilmu tentang hakikat segala sesuatu. akal ini bertempat dalam hati, bahkan ada
yang berpendapat bahwa akal adalah hati. akal adalah sifat orang yang berilmu dan adakalnya
juga dimaksudkan sebagai tempat terhimpunnya ilmu pengetahuan.
      Manusia sebagai predikat mahkluk yang paling mulia atau sempurna berpotensi untuk
berkepribadian baik atau bahkan sangat baik serta berkepribadian buruk atau bahkan sangat
buruk. kepribadian bersifat dinamis kadang panas kadang dingin, kadang tenang kadang resah,
kadang tinggi kadang rendah, bisa beriman bisa juga menjadi kufur, serta sifat baik tidak akan
selalu selamanya baik begitupun sebaliknya. meski bersifat dianamis, ia tetap dapat juga dijaga
untuk stabil sebagaimana manusia menjaga keimanannya dengan segala kenikmatannya atau
kukuh dengan kekufurannya dengan segala siksaannya.
            Kepribadian manusia dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Al-Mu’minun ayat 1-6
ô‰s% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd ’Îû 
öNÍkÍEŸx|¹tbqãèϱ»yz ÇËÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# 
šcqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ  tûïÏ%©!$#ur Nèd Ío4qx.¨“=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ   tûïÏ
%©!$#ur öNèdööNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ   žwÎ) #’n?tã 
öNÎgÅ_ºurø—r& ÷rr& $tBôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù 
çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk
dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya,  kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Q.S Al-Mu’minun 23: 1-6).
Surat Al-Mu’minun Ayat 1-6 menjelaskan kepada kita tentang salah satu pola kepribadian
manusia dalam Al-Qur’an yaitu Mukmin beserta ciri-cirinya, pada Ayat 1-4 disebutkan ciri
seorang mukmin, Sesungguhnya telah pasti beruntunglah mendapat apa yang didambakannya
sebagai orang-orang mukmin, yang mantap imannya dan mereka buktikan kebenarannya dengan
amal-amal sholeh yaitu mereka yang khusyu’ dalam shalatnya, Khusyu’ disini ialah tenang,
rendah hati, berserah diri lahir dan batin serta perhatiannya terarah kepada shalat yang sedang
mereka kerjakan sehingga mereka memperoleh kebahagiaan atas sholatnya. Dimaksud dengan
kebahagiaan disini adalah orang-orang yang tidak acuh yakni tidak memberi perhatian atau
menjauhkan diri secara lahir dan batin dari hal-hal tersebut.
Mukmin menurut awal surat Al-Mu’minun adalah orang-orang yang membayar zakat yakni
menyisihkan sebagian harta bendanya yang sebenarnya milik orang lain atau penyucian jiwa atas
mereka yang melakukannya dengan sempurna dan tulus. Sedangkan pada ayat 5-6 menyebutkan
penyucian diri manusia dan hal yang pertama disucikan adalah alat kelamin, karena perzinahan
adalah puncak kerusakan moral manusia. Pada ayat tersebut menjelaskan tentang konseporang
mu’min yang memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang selalu menjaga menyangkut
kemaluan mereka (pemelihara-pemelihara) yakni tidak menyalurkan kebutuhan biologisnya
melalui hal dan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama.[1]
Mengenai asbabun nuzul yakni sebagai berikut Imam Hakim telah menyampaikan sebuah
hadits melalui sahabat Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah saw. “Bilamana melakukan
shalat, selalu mengangkat pandangan kelangit”. Maka turunlah ayat ini:yaitu orang-orang
yang khusyu’ dalam shalatnya (QS. Al-Mu’minun 23: 2), maka sejak saat itu Rasulullah saw.
Menundukkan kepalanya jika sedang mengerjakan shalat. Hadits ini disampaikan pula oleh Ibnu
Murdawaih, hanya lafaznya mengatakan, bahwa Rasulullah saw “menolehkan
pandangannya, sedang ia dalam shalat”. Disampaikan pula oleh Sa’id Ibnu Mansyur melalui
Ibnu Sirin secara mursal, yaitu dengan lafadz yang mengatakan: “bahwasannya Rasulullah
saw, membolak-balikkan pandangan matanya dalam shalat”,maka turunlah ayat ini.[2]
Dalam surat Al-Mukminun diterangkan salah satu bentuk kepribadian manusia adalah
kepribadian seorang mukmin yang melakukan sholat secara khusyu’, tidak
mengerjakanLaghw atau hal-hal yang mampu membatalkan suatu amalan, membayar zakat dan
menjaga kemaluan kecuali kepada istri atau budak-budaknya.
Pengertian Mukmin dalam salah satu referensi berarti mereka yang beriman atau percaya
kepada yang gaib (Allah, malaikat dan Ruh), menunaikan sholat menafkahkan rezekinya kepada
fakir miskin, yatim, beriman pada kitab Allah serta beriman pada hari akhir, tipe ini digolongkan
kepada tipe orang yang beruntung karena telah mendapat petunjuk, kalimat definisi mukmin
diatas diambil dari salah satu hadits nabi yang diriwayatkan oleh muslim.[3]
Al-Baqarah ayat 13-15
sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% öNßgs9 (#qãYÏB#uä !$yJx. z`tB#uä #
â¨$¨Z9$#(#þqä9$s% ß`ÏB÷sçRr& !$yJx. z`tB#uä âä!
$ygxÿ¡9$# 3 Iwr&öNßg¯RÎ) ãNèd âä!$ygxÿ¡9$# 
`Å3»s9ur žw tbqßJn=ôètƒ ÇÊÌÈ  #sŒÎ)ur (#qà)s9 tûïÏ%©!
$# (#qãZtB#uä (#þqä9$s% $¨YtB#uä#sŒÎ)ur 
(#öqn=yz 4’n<Î) öNÎgÏYŠÏÜ»u‹x© (#þqä9$s% 
$¯RÎ)öNä3yètB $yJ¯RÎ) ß`øtwU tbrâäÌ“öktJó¡ãB ÇÊÍÈ   ª!
$#ä—Ì“öktJó¡o„ öNÍkÍ5 ÷Lèe‘‰ßJtƒur ’Îû 
  öNÎgÏY»uŠøóèÛtbqßgyJ÷ètƒ ÇÊÎÈ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah
beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang yang bodoh
itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka
tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
"Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok."
Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka. (Q.S Al-Baqarah 2: 13-15).
Tafsir pada ayat 13 menekankan bahwa beriman yang benar yaitu semua yang diucapkan
harus sesuai dengan yang ada dalam hatinya sebagaimana keimanan manusia yang sempurna,
indikator kesempurnaan disini adalah menyadari sebagai makhluk Allah yang mesti tunduk dan
patuh kepada-NYA. Namun yang terjadi pada orang munafik adalah mereka mengaku meyakini
beriman kepada Allah tapi disisi lain mereka berkhianat dan memusuhi orang-orang yang
beriman.
Pada ayat 14-15 menekankankepada penjelasan pada sifat dasar orang munafik yang
bermuka dua, apabila ia bertemu dengan orang yang beriman ia mengaku beriman tetapi apabila
ia bertemu dengan orang kafir ia juga mengaku kafir.[4]
Adapun Asbabun Nuzul surat ini adalah: Allah berfirman: “dan jika mereka mereka
menemui orang-orang beriman” (QS. Al-baqarah 2: 14), diketengahkan oleh Al Wahidi dan
Tsa’labi, dari jalu Muhammad bin Marwan dan Assdiyush Shaghir, dari al Kalbiy, dari Abu
Shalih, dari Ibnu Abbas, katanya: ayat ini turun mengenai Abdullah bin Ubai dan teman-
temannya. Cerita bahwa pada suatu hari mereka keluar lalu ditemui oleh segolongan sahabat
Rasulullah saw, maka kata Abdullah bin Ubai: “lihatlah, bagaimana orang-orang itu kuusir dari
kalian!” lalu ia maju kemuka dan menjabat tangan Abu Bakar seraya berkata: “selamat untuk
Shiddiq penghulu bani Tamim dan sesepuh agama islam, pendamping Rasulullah di dalam gua
dan telah membaktikan raga dan hartanya untuk Rasulullah” kemudian dijabatnya pula
tangannya Umar seraya berkata: “selamat untuk penghulu bani Adi bin Kaab, faruq yang perkasa
(Umar) dalam agama Allah dan telah menyerahkan raga dan hartanya untuk Rasulullah.” Setelah
itu disambutnya tangan Ali seraya berkata: “selamat untuk saudara sepupu dan menantu
Rasulullah, penghulu bani Hasyim selain Rasulullah.” Kemudian mereka berpisah, maka kata
Abdullah kepada anak buahnya: “Bagaimana pendapat kalian tentang perbuatan saya tadi? Nah
jika kalian menemui mereka, lakukanlah seperti yang saya lakukan itu!” mereka memuji
perbuatannya itu, sementara kaum muslilmin kembali kepada Nabi saw. Dan menceritakan
peristiwa tersebut maka turunlah ayat ini.[5]
Surat Al-Baqarahayat 13-15 menjelaskan tentang ciri kepribadian manusia yang tidak
mempunyai pendirian, selalu berubah-ubah menurut kemauan, situasi kondisi yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, kepribadian tersebut lebih kenal dengan kepribadian fasiq
dengan orang yang melakukan kepribadian tersebut disebut orang yang munafik.
Munafik yaitu mereka yang beriman kepada Allah. Dan hari akhir tetapi keimanannnya
hanya dimulut saja, sementara hatinya ingkar. Mereka ingin menipu Allah dan orang mu’min
walaupun sebenarnya ia menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Hati mereka
berpenyakit, dan semakin parah penyakitnya karena membuat kerusakan, menambah kebodohan,
persekutu dengan setan untuk mengolok-olok orang mu’min. mereka tidak mendapat penerangan
dan petunjuk, sehingga senantiasa dalam kegelapan.[6]
Al-Baqarah: 27-28
tûïÏ%©!$# tbqàÒà)Ztƒ y‰ôgtã «!$# .`ÏB Ï‰÷èt/ 
¾ÏmÉ)»sWŠÏBtbqãèsÜø)tƒur !$tB ttBr& ª!$# ÿ¾ÏmÎ/ br& Ÿ@|¹qム
šcr߉šøÿãƒur ’ÎûÇÚö‘F{$# 4 šÍ´¯»s9'ré& ãNèd 
šcrçŽÅ£»y‚ø9$# ÇËÐÈ   y#ø‹x.šcrãàÿõ3s? «!$$Î/ öNçGYà2ur 
$Y?ºuqøBr& öNà6»uŠômr'sù ( §NèOöNä3çG‹ÏJム§NèO 
   öNä3‹Í‹øt䆠§NèO ÏmøŠs9Î) šcqãèy_öè? ÇËÑÈ
  (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan
membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. Mengapa kamu kafir
kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Q.S Al-
Baqarah 2: 27-28).
Tafsir pada ayat 27 menjelaskan tentangsifat-sifat orang fasik yaitu ada perjanjian antara
manusia dengan Allah yakni bahwa mereka mengakui keEsaan Allah, serta ketundukan mereka
kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mengurai yaitu membatalkan dan melanggar
perjanjian mereka dengan Allah pada perjanjian itu sudah demikian kukuh mereka mengurainya
sesudah perjanjian diikat teguh dengan diutusnya para nabi dan rasul dengan bukti-bukti
keEsaannya.
Tafsir pada ayat 28 mengingatkan pada orang kafir bahwa sesungguhnya dulu mereka
adalah orang yang mati (orang yang tidak ada di dunia) kemudian dihidupkan dan kemudian
kembali kepada-Nya.
Asbabun Nuzul surah ini adalah: Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari As Saddiy dengan
sanad-sanadnya, tatkala Allah membuat dua buah perumpamaan ini bagi orang-orang munafik
yakni firmannya: “perumpamaannya mereka adalah seperti orang yang menyalakan api”dan
firmannya: “atau seperti hujan lebat dari langit”, orang-orang munafik mengatakan, bahwa
Allah lebih tinggi dan lebih agung sampai membuat perumpamaan-perumpamaan ini. Maka
Allah menurunkan: “Sesungguhnya Allah tidak merasa malu untuk membuat tamsil
perumpamaan.”Sampai dengan firman-Nya “merekalah orang-orang yang merugi” (QS. Al-
Baqarah 2: 26-27).
Bagian terakhir dari tiga rangkaian ayat yang menjelaskan tentang kepribadian manusia
menjelaskan tentang kepribadian kafir, namun pada awal ayat pada bagian ini lebih dulu
menjelaskan tentang sifat orang fasiq yang suka melanggar perjanjian serta bermuka dua,
kemudian menjelaskan tentang ancaman kepada orang-orang kafir agar mereka (orang kafir)
mau berpikir bahwa sesungguhnya mereka tidak berdaya dihadapan Allah SWT.
Pengertian Kafir adalah mereka yang ingkar terhadap hal-hal yang harus dipercayai
sebagai seorang mu’min, tipe seperti ini digambarkan sebagai tipe yang sesat, karena terkunci
hati, pendengaran dan penglihatannya dalam masalah kebenaran. Siksa Allah yang pedih tentu
menjadi bagian dari kehidupan akhirnya.
D.    PENUTUP
1. Kesimpulan
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Manusia adalah makhluk Allah yang
diciptakan secara sempurna dengan dibekali akal dan nafsu serta qolbu sebagai sesosok khalifah
dimuka bumi ini, Diantara akal dan nafsu manusia yang saling bertentangan manusia juga
dibekali qolbu sebagai penyeimbang, sehingga baik buruknya qolbu manusia bisa ditentukan
oleh perilaku manusia, dari setiap perilaku yang dikerjakan manusia setiap hari akan
mengahsilkan suatu bentuk kepribadian, dalam kepribadian tersebutlah ciri khas dari manusia
akan terlihat.
Pada ayat yang disajikan pada makalah ini mencangkup surat Al-Mukminun Ayat 1-6,
surat Al-Baqarah ayat 13-15 serta ayat 27-28 menjelaskan tentang kepribadian yang ada dalam
diri manusia, kepribadian tersebut adalah kepribadian seorang mukmin, kepribadian seorang
munafik serta keribadian seorang yang kafir, setiap kepribadian tersebut memiliki karekteristik
seperti yang telah dijelaskan diatas.
2. Saran
Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat
banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada
dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah
mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam proses pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Surya, Mohamad (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Surya, Mohammad (1994). Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Bandung: Bhakti
Winaya.
Abdul Mujib (2007), Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M. Quraish Shihab (2000), Tafsir Al-Mishbah Volume 1 dan 9, Ciputat : Lentera Hati.
Imamjalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi (1990), Tafsir Jalalain berikut Asbabun
Nuzul, Bandung : Sinar Baru.

[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 9, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), hlm 145-155
[2] Imam jalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbabun
Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hlm 293
[3] Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007),
hlm.174
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), hlm 107-110
[5] Imam jalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi, Op. Cit. hlm 17-18
[6] Abdul Mujib, Op.Cit. hlm.174

http://boharudin.blogspot.com/2011/04/trait-factor-dalam-perspektif-islam.html

TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING PERSON CENTERED THERAPY

A.    PERSON CENTERED THERAPY

Konseling berpusat pada person (person centred therapy) dikembangkan oleh Carl Person Rogers,
salah seorang psikolog klinis yang sangat menekuni bidang konseling dan psikoterapi. Dia dilahirkan
pada 1920 di Loak Park, Illinois. Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini
menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi prinsip-
prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Titik berat dari PCT
meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapist lebih aktif & terbuka, lebih
memperhatikan pengaruh lingkungan. Periode ini memperkenalkan unsur-unsur penting dari sikap-sikap
terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan positif, dan pengertian yang empatik sebagai
prasyarat bagi terapi yang efektif.  

Didasarkan pada pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber


daya terapi untuk menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan
pribadi. Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai pusat terapi. Falsafah dan Asumsi Dasar
Model ini berdasarkan pada pandangan positif tentang manusia yang melihat orang memiliki sifat
bawaan berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi secara penuh (becoming fully functioning).
Asumsi dasarnya adalah dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan
kepedulian terapist, klien mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan
peningkatan self-awareness.

B.     SEJARAH PERKEMBANGAN
Berdasarkan sejarahnya, teori konseling yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa
perubahan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan konseling yang disebutnon-directive
counseling (1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat
itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling.Pada 1951 Rogers mengubah
namanya menjadi client centred counseling sehubungan dengan perubaghan pandangan tentang
konseling yang menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Enam tahun berikutnya,
pada 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person
(person centred), yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik
pada klien maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya pada saat hubungan
konseling berlangsung.

Konseling berpusat pada person ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun
praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, pendekatan konseling ini masih
relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam kaitan ini Geldard (1989) menyatakan bahwa karya
Rogers ini memiliki kekuatan (powerfull) dan manfaat (userfull) dalam membantu klien.

C.     HAKIKAT MANUSIA.

Hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut :

1.      Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan
mengaktualisasikan kemampuanya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri.

2.      Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu
mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu, persepsi individu tentang medan
fenomenal bersifat subjektif.

3.      Manusia pada dasarnya bermanfaat dan berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi
sebagai hal yang baik bagi dirinya.

4.      Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak dirinya.

5.      Manusia pada dasarnya aktif, bukan pasif

6.      Setiap individu dlm dirinya terdapat motor penggerak : terbuka pd pengalaman diri, percaya pd diri
sendiri.

D.    PERKEMBANGAN PERILAKU

1.      Struktur Kepribadian

Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsure yang sangat esensial dalam hubungannya
dengan kepribadian, yaitu self, medan fenomenal, dan organisme.

1)      Self adalah bagian dari kepribadian yang terpenting dalam pandangan Rogers. Self (disebut pula
struktur self atau self cencept) merupakan persepsi dan nilai-nilai individu tentang dirinya atau hal-hal
lain yang berhubungan dengan dirinya. Self merupakan suatu konsepsi yang merupakan persepsi
mengenai dirinya “I” atau “me” dan persepsi hubungan dirinya dengan orang lain dengan segala aspek
kehidupannya. Self meliputi dua hal, yaitu self riil (real-self) dan self ideal (ideal-self). Real self
merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata, dan ideal-self merupakan apa yang
menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi tentang dirinya.

2)      Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya
baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Pengalaman yang meliputi peristiwa-peristiwa yang
diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukan individu. Pengalaman ada yang bersifat
internal yaitu persepsi mengenai dirinya sendiri dan pengamatan yang bersifat eksternal yaitu persepsi
mengenai dunia luarnya. Pengalaman-pengalaman ini berbeda individu satu dengan lainnya, dan dapat
menjadi self. Kita dapat memahami medan fenomenal seseorang hanya dengan menggunakan kerangka
pemikiran internal individu yang bersangkutan (internal frame of reference). Pemahaman secara
empati, sebagai bentuk internal frame of reference, sangat berguna dalam memahami medan
fenomenal ini.  

3)      Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan
fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan mengembangkan diri. Perilaku itu merupakan usaha organism yang berarah
tujuan (goal-directed) yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dialaminya, dan
dalam medan sebagaimana yang diamatinya. Dalam hubungan ini emosi menyertai dan pada umumnya
memberikan fasilitas perilaku berarah tujuan itu. Kebanyakan cara-cara berperilaku yang diambil orang
adalah yang selaras dengan konsep self. Organisme bereaksi terhadap medan fenomenal sebagaimana
medan itu dialami dan diamati. Bagi individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas).
Organisme bereaksi terhadap medan fenomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi. Kepribadian
menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus menerus antara organisme, self, dan medan
fenomenal.

2.      Pribadi sehat dan bermasalah

a.       Pribadi sehat

Pribadi yang sehat menurut Person Centered adalah:

1.      Kapasitas untuk memberikan toleransi pada apapun dan siapapun.

2.      Menerima dengan senang hati hadirnya ketidakpastian dalam hidup.

3.      Mau menerima diri sendiri dan orang lain.

4.      Spontanitas dan kreatif.

5.      Kebutuhan untuk tidak dicampuri orang lain dan menyendiri (privacy).

6.      Mempunyai kepedulian yang tulus pada orang lain.

7.      Mempunyai rasa humor

8.      Terarah dari dalam diri sendiri.

9.      Mempunyai sikap yang terbuka terhadap hidup.

10.  Mempercayai diri sendiri

11.  Adanya keselarasan atau kongruensi antara organisme, ideal self, dan self concept.
b.      Pribadi bermasalah

Karakteristik pribadi yang menyimpang menurut Person Centered adalah:

1.      Adanya ketidaksesuaian antara persepsi diri dan pengalamannya yang riil

2.      Adanya ketidaksesuaian antara bagaimana dia melihat dirinya (self-concept) dan kenyataan atau
kemampuannya.

3.      pribadi yang inkongruensi atau tidak kongruen antara ideal self, self concept, dan organisme

4.      kesenjangan antara ideal self dan self concept, jika hal ini terjadi akan menimbulkan khayalan tinggi

5.      kesenjangan antara self concept dan organisme, sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah diri
(minder)

6.      Tidak mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya
secara objektif

7.      Tidak terbuka terhadap semua pengalaman yang mengancam konsep dirinya,

8.      Tidak mampu mengembangkan dirinya kearah aktualisasi diri

E.     HAKIKAT KONSELING

Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu
yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal
yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat
kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan
konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.

F.      KONDISI PENGUBAHAN

1.      Tujuan

Secara ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang
kongruensi saja. Bagi Rogers tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini, yaitu
apa yang disebut dengan fully functioning person, yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Rogers
beranggapan bahwa fully functioning person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih
bersifat becoming, sedangkan aktualisasi diri sebagaimana yang dikemukakan Maslow merupakan
keadaan akhir dari kematangan mental dan emosional, karena itu lebih merupakan self-being (Cottone,
1991).

  Tujuan umum :

Meningkatkan derajat independensi (kemandirian) dan integrasi yang mengarah pada aktualisasi diri,

  Tujuan khusus meliputi:

        Memberi kesempatan dan kebebasan pada individu untuk mengkspresikan perasaaan –perasaannya,
berkembang dan terealisasi potensinya.
        Membanntu individu untuk makin mampu berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan
lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri.

        Membantu individu dalam perubahan dan pertumbuhan.

2.      Sikap,peran dan tugas konselor

Pemahaman konselor dipusatkan pada sikap, keterampilan, tugas serta fungsinya. Menurut Rogers,
sikap yang harus dimiliki konselor adalah kejujuran/ketulusan (kongruensi), sikap positif yang tidak
bersyarat (unconditional positive regard) dan pemahaman empati yang akurat. Adapun keterampilan
pokok yang harus dimiliki oleh konselor adalah keterampilan mengamati tingkah laku konseli dan
keterampilan mengkomunikasikan pemahaman terhadap konseli. Dan secara umum tugas dari konselor
adalah menciptakan suasana konseling yang memfasilitasi pertumbuhan kepribadian konseli, sedangkan
fungsi dari konselor adalah sebagai fasilitator, motivator, reflektor, dan model bagi konselinya.

Peran konselor antara lain:

a.       Terapist  tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu
dilakukan oleh klien sendiri.

b.      Terapist merefleksikan perasaan-perasaan klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.

c.       Terapist menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun.

d.      Terapist memberi kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya.

3.      Sikap,peran dan tugas klien

Agar proses konseling dapat mencapai perubahan pribadi konseli yang diinginkan, maka diperlukan
beberapa kondisi yang seharusnya ada pada konseli, yaitu adanya kesediaan konseli secara sukarela
untuk menerima bantuan dan dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dapat mengungkapkan
perasaan tertekannya dengan baik dan konseli dan konselor harus bisa menciptakan suasana yang
kondusif dalam proses konseling.

4.      Situasi Hubungan

Pada intinya, konseling person centred adalah terapi hubungan. Agar perubahan kepribadian


konstruktif dapat terjadi, harus ada beberapa faktor dibawah ini dan harus terus ada selama beberapa
waktu:

1)      Dua orang berada dalam kontak psikologis

2)      Yang pertama, mereka yang kita sebut istilah klien, dalam status tidak menentu, rapuh dan cemas.

3)      Orang kedua, kita sebut sebagai terapis, harmonis atau terintegrasi dalam hubungan.

4)      Terapis merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap klien.

5)      Terapis merasakan pemahaman empatik terhadap kerangka rujukan internal klien (the internal frame
of refence), dan berusaha mengkomunikasikan hal ini pada klien.
6)      Terjadinya pengkomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat terapis
kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.

G.    MEKANISME PENGUBAHAN

1.      Tahap – tahap konseling

Secara kongkrit, tahapan konseling dapat diuraikan sebagai berikut:

a.       Tahap Perkenalan

Pada tahap ini pemimpin yang berpusat pribadi diharapkan dapat menghindari penggunaan praktek
yang direncanakan dan teknik. Sikap kepemimpinan dan karakter individu jauh lebih penting
dibandingkan teknik yang digunakan. Dalam tahap perkenalan, konselor memulai percakapan.

b.      Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, teknik-teknik atau keterampilan kunci meliputi keterampilan mendengar aktif,
klarifikasi, pengenalan diri, pemberian penghargaan dan pengertian. Anggota dituntun untuk berbicara
secara terbuka tentang apapun yang mereka rasakan saat itu

c.       Tahap Akhir (Terminasi)

Pada tahap ini pemimpin tidak diperlukan lagi. Apabila kelompok telah berjalan secara efektif, maka
untuk sekarang kelompok telah bergerak dan dapat menggambarkan potensi-potensi dirinya untuk
digunakan dalam kelompok. Pemimpin dapat membantu anggotanya untuk menyimpulkan apa yang
telah mereka dapatkan dan menerapkan hal tersebut dalam kehidupan nyata setelah sesi konseling
kelompok diakhiri. Dalam tahap akhir ini konselor mengakhiri percakapan.

2.      Teknik – teknik konseling

Teknik-teknik konseling yang dapat diterapkan, antara lain:

a.       Rapport, yaitu teknik yang bertujuan untuk membuat pendekatan dan hubungan yang baik dengan
konseli agar selama proses terapi dapat berlangsung dengan lancar.

b.      Teknik klarifikasi, yaitu suatu cara konselor untuk menjernihkan dan meminta konseli untuk
menjelaskan hal-hal yang dikemukakan oleh kepada konselor.

c.       Teknik refleksi, (isi dan perasaan) yaitu usaha konselor untuk memantulkan kembali hal-hal yang telah
dikemukakan konseli (isi pembicaraan) dan memantulkan kembali perasaan-perasaan yang ditampakkan
oleh konseli.

d.      Teknik “free expression” yaitu memberikan kebebasan kepada klien untuk berekspresi, terutama
emosinya, cara kerja teknik ini seperti cara kerja kataris.

e.       Teknik “silence”, yaitu kesempatan yang berharga diberikan oleh terapis kepada klien untuk
mempertimbangkan dan meninjau kembali pengalaman-pengalaman dan ekspresinya yang lampau

f.       Teknik “transference” yaitu ketergantungan konseli kepada konselor. Hal ini dapat terjadi pada awal
terapi, tapi bukan merupakan dasar untuk kemajuan terapi. Kemungkinan transference terjadi karena
sikap konselor yang memberikan kebebasan tanpa menilai atau mengevaluasi konseli.
H.    KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PCT

Kelebihan dari pendekatan ini antara lain :

1.      Pemusatan pada klien dan bukan pada terapist.

2.      Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.

3.      Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.

4.      Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.

5.      Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi

6.      Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis

7.      Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan
masalahnya

8.      Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan
tidak dijustifikasi

Kelemahan dari pedekatan ini antara lain :

1.      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana

2.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan

3.      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk
menilai individu.

4.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil
tanggungjawabnya.

5.      Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.

6.      Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan
bercerita saja tidaklah cukup

7.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah

8.      Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

I.       SUMBER RUJUKAN

  http://cindybatos.blogspot.com/2011/06/terapi-berpusat-klien-client-centered.html

  http://kupu-kupucantik.blogspot.com/2011/01/sejarah-terapi-person-centered.html

  http://eko13.wordpress.com/2011/04/14/pendekatan-konseling-client-centred/

  http://ummuhani88.blogspot.com/2010/03/model-client-centered.html

http://kandidatkonselor.blogspot.com/2013/01/teori-dan-pendekatan-konseling-person.html
 Sejarah Hidup Pendiri Utama dan Periodisasi Person Centerd

Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago. Rogers meninggal dunia pada
tanggal 4 Pebruari 1987 karena serangan jantung. Rogers adalah putra keempat dari enam bersaudara. Rogers
dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal keras,
dan kaku dalam hal agama, moral dan etika. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran
fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide – ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam
pengalaman – pengalaman terapeutiknya. Pada awal tahun 1940-an Carl Rogers mengembangkan CCT sebagai
suatu reaksi terhadap pendekatan psikoanalisis tradisional dan direktif pada terapi individual. Namun pada tahun
60an berkembang menjadi person centered (PCT). Berikut periodisasi konseling person centered :
1. Konseling non-direktif (1940-1950)

     Konseling non-direktif dikembangkan pada tahun 1940-an sebagai reaksi melawan konseling psikoanalisis. Dalam
konseling ini, peran konselor hanya menunjukkan kondisi permisif penerimaan (tidak banyak teknik yang digunakan).
Titik berat: penerimaan pada klien, menciptakan kondisi non judgemental, kepercayaan pada klien, permisif.
      2.   Client Centered (1950-1961)
     Konseling ini berkembang pada tahun 1950an. Konseling ini menaruh kepercayaan dan meminta tanggungjawab
yang lebih besar kepada konseli dalam menangani permasalahan (berpusat pada konseli). merefleksikan perasaan
klien, bekerjasama menyelaraskan self, Teknik utama: refleksi.
      3.    Person Centered (1961- sekarang)
     Konseling ini berkembang pada tahun 1960an, konseling ini menekankan bahwa prinsip konseling ini tidak hanya
diterapakan dalam proses konseling tetapi prinsip-prinsip konseling ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti
dalam masyarakat. Titik berat : meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, konselor lebih aktif &
terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan. Konselor lebih mengutamakan sikapnya daripada pengetahuan
dan penguasaan teknik teknik konseling
  Konsep Dasar

 Prinsip konseling berpusat pada klien


1. Menekankan pada dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu yang berkembang, untuk
hidup sehat dan menyesuaikan diri.
2. Menekankan pada unsur atau aspek emosional dan tidak pada aspek intelektual.

3. Menekankan pada situasi yang langsung dihadapi individu, dan tidak pada masa lampau.

4. Menekankan pada hubungan terapeutik sebagai pengalaman dalam perkembangan individu yang
bersangkutan.

 Ide pokok dari teori Rogers


Individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah –
masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk
aktualisasi diri. Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan
rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak – kanak seperti yang diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet
trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia
berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa
sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang
bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi – potensi psikologis
yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa
kanak – kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia
tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi
individu. Realitas tiap orang akan berbeda – beda tergantung pada pengalaman – pengalaman perseptualnya.
Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan
fenomenal tersebut. Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang
berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitukonsep
diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self
yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. SedangkanCongruence berarti
situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan
sejati.
Selengkapnya bisa diklik di sini
http://adhisusilokons.wordpress.com/2011/05/27/pendekatan-konseling-berpusat-pada-konseli-
person-centered/

KONSELING BERPUSAT PADA PERSON

1. Teori Kepribadian

Untuk memahami lebih luas tentang pandangan Rogers terhadap manusia, Rogers
mengungkapakan bahwa terdapat tiga unsur yang sanat esensil hubungannya dengn kepribadian,
yaitu :
1.    Self adalah bagian dari kepribadian yang sangat penting. Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal
Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu
yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut. Perhatian
Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen.

2.    Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya
baik yang disadari amupun tidak.

3.    Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan
fisik. Organisme  memiliki satu kekuatan pendorong tunggal – mendorong aktualisasi diri – dan satu
gol tunggal dalam hidup – untuk menjadi diri yang teraktualisasikan. Pengalaman dinilai apakah dapat
member kepuasan atau tidak, mula-mula secara fisik namun kemudian berkembang menjadi
kepuasan emosional dan sosial. Akhirnya konsep self itu mencakup gambaran siapa dirinya, siapa
seharusnya dirinya dan siapa kemungkinan dirinya.

Pendekatan humanistik ini menjelaskan The Phenomenal Fielddimana tiap individu melihat


dunia melalui medan fenomenalnya sendiri (persepsi subyektif), sehingga perilakunya perlu dipahami
dari perspektif ini. Semua manusia memiliki potensi yang baik dalam menjalani kehidupan untuk
mencapai aktualisasi diri. Dinamika kepribadian menurut Rogers yaitu:

1. Kecenderungan mengaktualisasi

2. Penghargaan positif dari orang lain

3. Fully Functioning Person


B.     Hakikat manusia

Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia
memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif
dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya

1.    Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri

2.    Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang fenomena dan individu itu
mereksi medan itu sebagaimana yang dipersepsikannya.

3.    Mada dasarnya manusi memiliki martabat dan berharaga, selain itu juga memiliki nila-nilai yang
dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya

4.    Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif dan tidak merusak dirinya

C.    Perilaku bermasalah

Perilaku Bermasalah menurut Rogers adalah ketika tidak adanya hubungan yang kongruen
antara real self dan ideal selfnyaserta selfas thought to be seen by others.

Dikataka bermasalah apabial tidak ada kesesuaian antara pengalamna denagn self atau dalam
keadaan kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaamn dan individu terus melakukan
ditorsi dan penoalkan terhadap pengalaman-pengalamannya.

Karekteristik orang yang bermasalah Pangasingan, Ketidak selarasan antara pengalamn


dengan self, Mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidak konsistenan mengenai konsep
dirinya, Defensif, dan berperilaku salah penyesuaiannya

D.    Prinsip –prinsip  konseling

1.      Konseling berpusat pada person difokuskan pada tangguang jawab dan kesangguapan klien untuk
menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secra lebih sempurna

2.      Menekankan pada dunia fenomenal klien, denganjalan memberikan empati dan perhatian terutama
pada persepsi klien dan persepsinya terhadap dunia.

3.      Konseling ini dapat diterapkan pada individu yang dalam kategori normal maupun derajad
penyimpanagn psikologis yang lebih berat

4.      Konseling merupakan hubungan pribadi yang konstruktif

5.      Konselor perlu menunjukan sikap-sikap tertentu untuk menciptakan hubungan terapatik yang efektif
kepada klien

E.     Tujuan konseling
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang
kongruensi saja. Pada dasrnya tujuan konseling sama dengan tujuan hidup “ pribadi yang berfungsi
sepenuhnya”.

Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :

1.      Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal
hambatan pertumbuhannya .

2.      Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada
dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.

3.      Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli,
dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan
ke pertumbuhan.

4.      Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk
meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan
mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi

F.     Kondisi konseling dan peran konselor

Dalam pandangan Rogers konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam pemecahan
masalahnya. Agar peran ini dapat tercapai dan dipertahankan dan tujuan konselor dapat dicapai,
maka konselor perlu menciptakan iklim yang mampu menumbuhkan hbungan konseling. Ada enam
kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :

1.         Dua orang berada dalam hubungan psikologis.

2.         Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.

3.         Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.

4.         Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.

5.         terapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha
mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.

6.         Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client
setidak-tidaknya dapat dicapai

G.    Tahapan konseling/ Teknik Konseling

Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik, dan
mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor. Implementasi
teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor tersebut. Karena itu teknik konseling
Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai
orang lain dan memahaminya (klien). Karena itu dalam teknik amat digunakan sifat-sifat konselor
berikut:

a.  Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi
sikap konselor adalah menerima secara netral.
b.  Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan dan
konsisten.

c.   Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia
klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu.

d.  Nonjudgemental artinya tidak member penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif

III.             KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk
berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia,
dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi
emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari
maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara
berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh
dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang
tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang
digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat
menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan
dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

A.       Teori Kepribadian

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci
teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A),
Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau
teori ABC.

1.         Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga,
kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.

2.         Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan
keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir
atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal,
emosional, dan keran itu tidak produktif.

3.         Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu
dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event
(A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable
antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan
(dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E)
psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih
dan kesepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal,
penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang
terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me-
nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. Walaupun tidak terlalu penting bagi
seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti
bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul
secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah
mendengarnya berdering.

B.        Asumsi Tingkah Laku Bermasalah dan Karakteristik keyakinan yang irasional

Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya
merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.

Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :

1.        Tidak dapat dibuktikan

2.        Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu

3.        Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif

Nelson-Jones (1982) menembahkan karakteristik umumm cara berfikir irrasional yang dapat dijumpai secara
umum sebagai berikut :

1.         Terlalu  menuntut

Tuntutan (EF) perintah, komando, dan perintah yang berlebihan oleh REBT dibedakan dengan hasrat,
pikiran dan keinginan. Hambatan emosional terjadi ketka individu menuntut”harus” terpuaskan, dan
bukan “ingin” terpuaskan. Tuntutan “harus” menurut Ellis merupakan cara berfikir absolut tanpa ada
toleransi. Tuntutan itu membuata individu mengalami hambatan emosional.

2.         Generalissasi secara berlebihan

Ini berarti individu mengangap sebuah peristiwa atau keadaan diluar batas-batas yang wajar. Ini
dapat diketahuai secara semantik”sayalah orang yang paling bodoh di dunia”. Ini
adalahovergeneralization,  karena kenyataan dia bukan orang yang terbodoh.

3.         Penilaian diri

Irrasional ini, dimana seseorang selalu menilai harga dirinya (self rating). Hal ini berakibat negatif,
karena pemborosan waktu, cenderung tidak konsisten dan selalu menuntut kesempurnaan.

4.         Penekanan (awfulizing)

Penekanan memiliki tuntutan mengarah pada upaya peningkatan emosional dicampur dengan
kemampuan untuk problem solving yang rasional.
5.         Kesalahan atribusi

Kesalahan dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku baik dilakukan sendiri, orang lain, atau
sebuah peristiwa. Kesalah atribusi adalah sama dengan alasan palsu diri seseorang/orang lain dan
umumnya menimbulkan emosional

6.         Anti pada kenyataan

Terjadi karena tidak dapat menunjukan fakta empiris secara tepat. Orang yang irrasional akan dapat
menunjukan fakta secara empiris

7.         Repetisi

Keyakinan yang irasioanal cenderung terjadi berulang-ulang sebagaimana ditekankan oleh Ellis,
seseorang cenderung mengajarkan dirinya sendiri denagn pandangan-pandanganyang menghambat
dirinya. 

C.       Hakikat Manusia

Teori Rasional Emotif Behaviour Terapi adalah aliran yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun berpikir irasional atau jahat.
Manusia memiliki kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan
mencintai, bergabung dengan yang lain serta tumbuh dan mengaktualkan diri dan manusia juga
mempunyai kecenderungan untuk berbuat yang sebaliknya serta manusia juga mempunyai
kecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang fungsional dan mencari berbagai
cara untuk terlibat dalam sabotase diri.

REBT menekankan bahwaa manusia berfikir,beremosi,dan bertindak secara stimulant.jarang manusia


bertindak secara simultan.jarang manusia beremosi tanpa berfikir,sebab perasaan-perasaan biasanya
dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Reaksi emosional seseorang sebagian besar
disebabkan oleh evaluasi, interprestasi dan filosofi yang didasari maupun tidak disadari oleh individu.
hambatan emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan penuh prasangka.berpikir
irrasional itu diawali dari berpikir yang tidak logis yang diperoleh oleh orang tua dan kultur tempat
dibesarkan.

D.       Tujuan Konseling

1.         Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien
yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku
kognitif dan afektif yang positif.

2.         Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan,
dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau
tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana
apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi
dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.
E.       Tahapan konseling

Gorge dan Cristian (1984) mengungkapkan tahap-tahap konseling REBT :

a.         Proses untuk menunjukan kepada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami
bagaimana dan mengapa dirinya menjadi demikian, dan menunjukan hubungan gangguan yang
irrasional dengan ketidak bahagiaan dan gangguan emosional.

b.         Membantu klien meyakini bahwa berpikir dapat ditantang dan diubah. Kesediaan klien untuk
dieksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami klien untuk melakukan disputing terhadap
keyakinan yang irrasional

c.         Membantu klien lebih “mendebatkan”(diputing). Gangguan yang tidak tepat yang dipertahankan selama
ini menuju cara pikir yang irrasional.

F.        Peranan konselor

Konselor REBT diharapkan dapat memberikan penghargaan posif tanpa syarat kepada klien (unconditional
self-acceptence) penerimaan diri tanpa syarat., bukan dengan syarat (conditioning regard). 

Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :

1.        Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan
klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.

2.        Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien
dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

3.        Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada
aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar
akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.

4.        Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

G.      Aplikasi konseling

REBT dapat diterapkan daalm beberapa macam konseling, termasuk didalamnaya adalah konseling
individul, kelompok, terapi singkat, terapi keluarga, terapi seks, dan situasi kelas. Klien REBT adalah klien
yang mengalami kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neorotik, gangguan karekter,
psikosomatik, gangguan makan, ketidak mapuan dalam hubungan interpersonal, problem perkawinan,
keterampilan dan pengasuhan, adiksi, dan difingsi seksual. Denagn catatan tidak terlalu serius
gangguannya. Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif,
afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Daftar Pustaka
2010. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

erald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

anun17trwn.blogspot.com/2011/01/konseling-rasional-emotif-behaviour.html

http://adhisusilokons.wordpress.com/2011/05/27/pendekatan-konseling-berpusat-pada-konseli-
person-centered/

http://ayuklinapaiker.blogspot.com/2012/03/makala-konseling-psikoanalisis.html

TEORI-TEORI KONSELING

TEORI KONSELING 
Perkembangan teori konseling saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini tampak pada
hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan pada jurnal-jurnal penelitian baik skala nasional maupun
internasional. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah pada dasarnya merupakan usaha
menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi pada dunia bimbingan dan konseling.
Fenomena yang terjadi di sekolah sebagai wahana pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
menjadi lahan yang baik bagi perkembangan teori konseling. 
Saat ini, di era globalisasi, permasalahan yang muncul di sekolah juga menjadi semakin kompleks.
Permasalahan tidak saja berkutat kepada kesulitan balajar, tetapi juga masalah-masalah lain seperti
narkoba, penyimpangan seksual dan masih banyak lagi.
Permasalahan ini secara langsung akan berdampak kepada konselor sebagai ujung tombak
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Keadaan seperti ini pada dasarnya menuntut
konselor untuk secara simultan mengembangkan kemampuan konselingnya dengan didasarkan
pada teori-teori konseling yang up to date. 

1. TEORI KONSELING “TRAIT & FACTOR”


Beberapa tokoh utama teori sifat dan faktor adalah Walter Bingham,John Darley,Donald
G.Paterson, dan E.G. Williamson, tetapi tokoh yang paling menonjol dan terkenal ialah Williamson
karena pandangan dan konsepnya telah banyak dipublikasikan dalam berbagai artikel,jurnal dan
buku-buku. Teori sifat dan faktor ini sering pula di sebut sebagai konseling direktif atau konseling
yang berpusat pada konselor.

A. Konsep Utama
Menurut teori ini,kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu
dengan lainnya seperti kecakapan,minat,sikap dan tempramen.Studi ilmiah yang telah dilakukan
adalah (1) mengukur dan menilai ciriciri seseorang dengan tes psikologis, (2) mendefinisikan atau
menggambarkan diri seseorang,(3) membantu orang untuk memahami diri dan lingkungannya, dan
(4) memprediksikan keberhasilan yang mungkin di capai di masa mendatang.
Hal mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya.
Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan
berbagai aspek kehidupan manusia. Dikatakan bahwa selanjutnya tugas konseling sifat dan faktor
adalah membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri secara
membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan
tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone,1980,171)
Asumsi pokokyang mendasari teori konseling sifat dan faktor adalah:
a. Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisasikan
secara unk,dan karena kemampuan kualitas relatif stabil remaja,maka tes objektif dapat di gunakan
untuk mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik.
b. Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan oerilaku kerja tertentu.Oleh karena itu,
maka identifkasi karakteristik para pekerja yang berhasil merupakan suatu informasi yang berguna
dalam membantu individu memilih karir.
c. Kurikulum yang berbeda akan berbeda menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dan hal ini
dapat di tentukan.Individu akan belajar dengan lebih mudah dan efektif apabila potensi dan
bakatnya sesuai dengan tuntunan kurikulum.
d. Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali
penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.Hasil di agnosa juga dapat di jadikan dasar
memprogram kehidupan rumaah tangga.
e. Setiap orang menyukai kecakapan dan keingingan untuk mengidentifikasikan secara kognitif
kemampuannya sendiri.Individu berusaha untuk medapatkan dan memelihara kehidupannya dan
memanfaatkan kecakapan dalam mencapai kepuasan kerja dengan kehidupan rumah tangga.

B. Proses Konseling
Peranan konselor menurut teori sifat dan faktor adalah memberitahukan konseli tentang berbagai
kemampuannya yang diperoleh konselor melalui testing.Berdasarkan hasil testing pula ia
mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli.
Menurut teori proses konseling di bagi menjadi lima tahap atau langkah utama yaitu : (a) Analisis,
(b) Sintesis, (c) Diagnosis, (d) Konseling dan (e) Tindak lanjut.
a. Analisis merupakan tahapan kegiatan yang terdiri daripengumpulan informasi dan data mengenai
konseli.Sebeum konseling dilaksanakan, baik klien maupun konselor harus mempunyai informasi
yag dapat di percaya,tepaat relevan.Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat
seperti :catatan komulatif,wawancara,format distribusi waktu,otobiografi,catatn anekdot,tes
psikologis,dan sebagainya.
b. Sintesis merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data hasil analisis yang sedemikian
rupa sehingga menunjukkan bakat klien,kelemahan serta,kekuatanya, dan kemampuan
penyesuaian diri.
c. Diagnosis sebernarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan hendaknya dapat
menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarah kepermasalahan,sebab-sebabnya serta sifat-
sifat klien.
d. Konseling merpakan hubungan memabntu konseli untuk menemukan sumber diri sendiri
maupun sumber di luar dirinya,baik di lembaga atau di sekolah dan masyarakat dalam upaya
mencapai perkemangan dan penyesuaian optimal,sesuai dengan kemampuannya.
e. Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi masalh baru dengan
mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehinggaa menjamin keberhasilan konseling.

C. Tehnik Konseling
Tehnik konseling sifatnya khusus bagi setiap individu dan masalahnya.Setiap teknik hanya dapat
dipergunakan bagi masalah dan klien secara khusus.Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
ialah:
a. Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang
hangat,intim,bersifat pribadi,penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam
konseli.
b. Memperbaiki nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konseli harus memahami kekuatan
dan kelemahan dirinya,dan dibantu untuk mengggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi
kelemahannya.
c. Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertlak dari
pilihan,tujuan,pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukkan data mendukung atau
tidak mendukung dari hasil diagnosis.

2. KONSELING “RATIONAL EMOTIVE”


Tokoh teori ini adalah Albert Ellis.Para ahli psikologis klinis sering mengkhususkan diri dalam bidang
konseling perkawinan dan keluarga.

A. Konsep Utama
Ellis memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional.Orang berprilaku dalam
cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu.Orang mempunyai
derajat tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang negatif (kecemasan,rasa berdosa,
permusuhan dan sebagainya).
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang
terpisah. Menurut Ellis pikiran dan emosi dua hal yang saling bertumpang tindih,dan dalam
prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi di sebabkan dan di kendalikan oleh pikiran. Padangan
yang penting dalam teori ini adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang
berpangkal pada “selftalk” atau “omong diri” atau internalisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang
menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pkiran dan emosi yang bersifat negatif.

B. Proses Konseling
Tugas konselor menurut ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi
hambatan,untuk menunjukan bahwa: (a) kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu
dan pikiran-pikiran yang tidak logis, dan (b) usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada
sebab-sebab permulaan.Konselor yang efektif akan membantu klien untuk menguba
pikiran,persaan dan perilaku yang tidak logis.
C. Tujuan Konseling Rasional-Emotif
Berdasarakan pandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta konsep-
konsep teoritik dan RET,tujuan konseling rasional-emotif adala sebagai berikut:
a) Memperbiki dan merubah sikap,persepsi cara berfikir,keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan
dirimeningkatkan self actualizationya seoptimal mungkin melalui prilaku kognitif dan afektif yang
postif.
b) Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti :rasa takut,rasa
bersalah,rasa berdosa,rasa cemas,merasa was-was,rsa marah, sebagai konseling dari cara berfikir.
Secara lebih khusus Ellis menyebutkan bahwa dengan terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi
yang tertadai dengan:

a) Minat kepada diri sendiri.


b) Minat sosial.
c) Pengarahan diri.
d) Toleransi terhadap orang lain.
e) Fleksibilitas.
f) Menerima ketidakpastian.
g) Berfikir ilmiah.
h) Penerimaan diri.
i) Berani mengambil resiko.
Sebagai suatu bentuk hubungan yang bersifat membantu terapi rasional-emotif mempunyai
karakteristi:
a. Aktif-direktif
b. Kognitif-eksperensial.
c. Emotif-eksperensial.
d. Emotif-eksperensial.
e. Behavioristik.
f. Kondisional.

D. Tehnik-tehnik terapi
Terapi rasional-emotif menggunkan berbagai teknik-teknik yang bersifat kognitif,afektif dan
behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.Berikut ini akan dikemukakan beberapa macam
tehnik.
Teknik-teknik emotif (afektif)
a. Teknik Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih da mendorong
membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu
yang di inginkan.
b. Teknik sosiodarma, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis persaan menekan
melalui suatu suasanan yang di dramatisasi sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri.
c. Tehnik ‘self modeling’ atau ‘diri sebagai model’ yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien
atau mengadakan “komitmen” dengan 
konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.

Tehnik-tehnik Behavioristik
a. Teknik Reinforcement (penguatan), yakni tehnik yang digunakan untuk mendorong klien kearah
perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) atau pun
punisment (hukuman).Bila perilaku klien mengalami kemajuan dalam arti positif,makaia di puji
“baik” bila mundur dalam arti masih negatif,maka dikatakan “tidak baik”.
b. Teknik social modeling (pemodelan social),yakni teknik yang digunakan untuk memberikan
perilaku-perilaku baru pada klien.Tehnik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model
sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (peniruan),mengobservasi,dan menyesuaikan dirisendiri
dengan model sosial yang di buat itu.
c. Teknik Live models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan menggambarkan perilaku-
perilaku tertentu,Khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan
sosial,interaksi dengaan memecahkan masalah-masalah.

3. TEORI BEHAVIORAL
Pendekatan behavioral merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang secara umum masih
dipergunakan oleh para konselor. Tokoh pendekatan ini antara lain adalah Bandura, Pavlov, Skinner
dan masih banyak yang lainnya. Pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku manusia merupakan
serangkaian hasil belajar. Apa dilakukan oleh seseorang merupakan hasil produksi dari lingkungan
yang dominan seperti orang tua, sekolah, masyarakat atau orang lain yang berpengaruh (significant
other). Manusia dianggap sebagai mahkluk yang tidak mempunyai daya apa-apa (determinitif).
Manusia identik dengan robot, yang tidak memiliki inisiatif dan hanya bisa melakukan sesuatu
karena merespon sebuah perintah.
Walaupun teori ini (yang klasik) sudah banyak ditentang oleh aliran-aliran baru dalam konseling,
tetapi teori ini tetap saja eksis dengan melakukan beberapa modifikasi. Skinner (dalam Soedarmadji
dan Sutujono, 2005) menyatakan bahwa pandangan teori behavioristik terhadap terhadap manusia
adalah 1) perilaku organisme bukan merupakan suatu fenomena mental, lebih ditentukan dengan
belajar, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan kepribadian, 2) perkembangan kepribadian
bersifat deterministik, 3) perbedaan individu karena adanya perbedaan pengalaman, 4) dualisme
seperti pikiran dan tubuh, tubuh dan jiwa bukan merupakan hal yang ilmiah, tidak dapat
diperkirakan dan tidak dapat mengatur perilaku manusia dan 5) walaupun perkembangan
kepribadian dibatasi oleh sifat genetik, tetapi secara umum lingkungan dimana individu berada
mempunyai pengaruh yang sangat besar. Uraian tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah
sosok yang sangat deterministik.
Chamblers & Goldstein (dalam Gilliland, 1989) menyatakan bahwa tidak ada batasan yang jelas
mengenai pribadi yang sehat atau tidak sehat. Hal ini disebabkan para tokoh aliran ini mengakui
bahwa perilaku maladaptif adalah seperti perilaku adaptif, yaitu dipelajari. Sehingga, tujuan
konseling dalam pendekatan ini adalah mengajak konseli untuk belajar perilaku baru, yaitu perilaku
yang dikehendaki oleh lingkungan yang dominan.
Terapi perilaku sangat berbeda dengan pendekatan-pendekatan konseling yang lain. Perbedaan
mencolok ditandai pada (a) pemusatan perhatian pada bentuk perilaku yang tampak dan spesifik,
(b) kecermatan dan penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik
yang sesuai dengan masalah dan (d) penafsiran yang obyektif terhadap hasil terapi (Corey, 2005).

4. TEORI HUMANISTIK
Pendekatan humanistik muncul karena ketidakcocokan dengan paradigma pendekatan
Behavioristik. Tokoh aliran humanistik antara lain adalah Abraham Maslow, Rogers, Viktor Frankl
dan masih banyak lagi yang lainnya. Para ahli ini secara mendasar mengemukakan teori-teorinya
berdasar pada pendekatan humanistik, hanya saja, dalam pelaksanaan strategi konseling ada
perbedaan-perbedaan.
Pendekatan humanistik yang dikembangkan oleh Abraham Maslow mendasarkan pemikirannya
pada teori tentang kebutuhan manusia. Dimana kebutuhan manusia terdiri dari a) kebutuhan
biologis dan phisik, b) kebutuhan rasa aman, c) kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, d)
kebutuhan harga diri dan e) kebutuhan aktualisasi diri. 
Hirarki kebutuhan yang diuraikan oleh Maslow menunjukkan bahwa bahwa manusia akan
terdorong untuk mencukupi kebutuhannya dan berusaha untuk menyelesaikan kebutuhan-
kebutuhannya (accomplished). Perilaku manusia akan termotivasi untuk mencukupi kebutuhannya
sampai dengan tingkat kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.

Perkembangan teori humanistik semakin pesat setelah Rogers mengembangkan teori person
centered Therapy, dimana palayanan konseling dipusatkan kepada individu. Pandangan teori
Rogerian terhadap manusia adalah 1) organisme, merupakan keseluruhan individu (the total
individual, 2) Medan phenomenal, merupakan keseluruhan pengalaman individu (the totally of
experience), dan 3) Self, merupakan bagian dari medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan
terdiri dari pola-pola pengamatan dan penillaian sadar dari “I” atau “Me”.
Rogers (dalam Soedarmadji & Sutijono, 2005) berpendapat bahwa pribadi yang sehat bukan
merupakan keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arah buka suatu tujuan”. Hal ini
mempunyai makna bahwa pribadi yang sehat bukan merupakan sesuatu yang ada sejak manusia
dilahirkan, tetapi merupakan suatu proses pembentukan yang tidak pernah selesai. Ini
menunjukkan bahwa manusia tidak statis (mandeg) tetapi lebih pada usaha untuk terus menjadi
sesuatu (becoming). Dengan demikian, Rogers menunjukkan bahwa individu yang sehat adalah
mereka yang 1) Terbuka dengan pengalaman baru (opennes to experience), 2) Percaya pada diri
sendiri (trust in themselves), 3) mempergunakan sumber-sumber dalam diri untuk melakukan
evaluasi (internal source of evaluation), dan 4) Keinginan untuk terus tumbuh (willingness to
continue growing).
Pribadi/individu yang tidak sehat menurut Rogers adalah mereka yang mengalami ketaksejajaran
(incongruence) antara konsep diri (self-concept) dengan kenyataan yang ada. jika persepsi
seseorang terhadap pengalaman itu terganggu atau ditolak, maka keadaan maladjusment atau
vulnerability akan muncul. Keadaan incongruence ini dapat menimbulkan berbagai “penyakit”
psikologis atau “neurotic behavior” seperti kecemasan, ketakutan, disorganisasi dan selalu
menentukan nilai absolut. Dengan demikian, tujuan konseling yang akan dicapai oleh pendekatan
ini adalah melakukan revisi terhadap cara pandang konseli.
Pendekatan Rogerian bisa dikatakan tidak memiliki strategi khusus dalam menangani masalah
konseli. Hal ini dikarenakan dalam praktik konseling, kualitas hubungan antara konselor dan konseli
menjadi proritas utama untuk mengentas permasalahan konseli. Hanya saja, untuk mencapai hal
itu, maka dikutuhkan kualitas konselor seperti
1) Genuineness,
2) Unconditional Positive Regard, dan
3) Empathic Understanding.

5. TEORI GESTALT

Teori Gestalt diperkenalkan oleh Frederick Perls. Gestalt dalam bahasa Jeman mempunyai arti
bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan
(Schultz, 1991). Lebih lanjut, Simkin (dalam Gilliland, 1989) menyatakan bahwa kata Gestalt
mempunyai makna keseluruhan (whole) atau konfigurasi (configuration). Dengan demikian Perls
lebih mengutamakan adanya integrasi bagian-bagian terkecil kepada suatu hal yang menyeluruh.
Integrasi ini merupakan hal penting dan menjadi fungsi dasar bagi manusia.

Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-
1990). Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori Gestalt.
Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang pianis sampai dengan umur
18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah
untuk mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan
kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka menikah.
Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt Therapy.

Teori Gestalt memandang manusia dengan asumsi-asumsi sebagai berikut, 1) manusia merupakan
suatu komposisi yang menyeluruh (whole) yang diciptakan dari adanya interrelasi bagian-bagian,
tidak ada satu bagian tubuh (tubuh, emosi, pemikiran, perhatian, sensasi dan persepsi) yang dapat
dipahami tanpa melihat manusia itu secara keseluruhan, 2) seseorang juga merupakan bagian dari
lingkungannya dan tidak dapat dipahami dengan memisahkannya, 3) seseorang memilih bagaimana
merespon stimuli eksternal, dia merupakan aktor dalam dunianya dan bukan reaktor, 4) seseorang
mempunyai potensi untuk secara penuh menyadari keseluruhan sensasi, pemikiran, emosi, dan
persepsinya, 5) seseorang mampu untuk membuat pilihan karena kesadarannya, 6) seseorang
mempunyai kemampuan untuk menentukan kehidupan secara efektif, 7) seseorang tidak
mengalami masa lalu dan masa yang akan datang; mereka hanya akan dapat mengalami dirinya
pada saat ini, dan 8) seseorang itu pada dasarnya baik dan bukan buruk.
Menurut teori Gestalt, manusia sehat memiliki ciri-ciri antara lain 1) percaya pada kemampuan
sendiri, 2) bertanggungjawab, 3) memiliki kematangan, dan 4) memiliki keseimbangan diri. Sebagai
orang yang pernah mempelajari teori psikoanalisa (walaupun ditolaknya) Frankl menunjukkan
bahwa orang-orang tidak sehat memiliki ciri-ciri sebagaimana yang disebutkan oleh teori
psikoanalisa sebagai deffense mechanism.
Perilaku menyimpang pada manusia seringkali tidak disadari oleh seseorang, atau bahkan dia
menolak bahwa mereka memiliki masalah. Dengan demikian, tujuan konseling dalam keonseling
Gestalt adalah reowning. Pengakuan (menyadari) bahwa satu-satunya kenyataan yang kita miliki
ialah kenyataan saat ini, orang serupa itu tidak melihat ke belakang atau ke depan untuk
menemukan arti atau maksud dalam kehidupan (Schultz, 1991).
Pendekatan Gestalt mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami masalahnya daripada
hanya sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat abstrak. Dengan begitu, konselor Gestalt
akan berusaha untuk memahami secara langsung bagaimana konseli berpikir, bagaimana konseli
merasakan sesuatu dan bagaimana konseli melakukan sesuatu, sehingga konselor akan “hadir
secara penuh” (fully present) dalam proses konseling sehingga yang pada akhirnya memunculkan
kontak yang murni (genuine contacs) antara konselor dengan konseli.

Pengikut Gestalt selalu mempergunakan kata tanya “Apa/What” dan “Bagaimana/How”. Mereka
menjauhi pertanyaan “Mengapa/Why”. Hal ini dikarenakan pertanyaan mengapa mempunyai
kecenderungan untuk mengetahui alasan klien. Jika hal ini dilakukan, maka secara tidak langsung
konselor telah mengajak klien untuk kembali ke masa lalunya. Selain itu, pertanyaan mengapa akan
mengarahkan klien untuk berbuat rasionalisasi dan mengadakan penipuan diri (self-deception)
serta lari dari kenyataan yang terjadi saat ini. Lari dari kenyataan yang terjadi saat ini akanmembuat
klien mandeg atau stagnasi. Beberapa teknik yang dipegunakan antara lain, 
1) teknik kursi kosong, 
2) pekerjaan rumah, 
3) perilaku yang diarahkan, 
4) humor, dan 
5) konseling kelompok

6. TEORI KONSELING “CLIENT-CENTERED”(BERPUSAT PADA KLIEN)

Konseling berpusat pada klien sering pula disebut sebagai teori diri (self-teory),konseling non-
direktif,dan konseling rogerian,Carl R.Roger di pandang sebagai pelopor dan tokoh konseling
tersebut. 
A. Konsep Utama
Pendekatan konseling atau yang berpusat pada klien menekankan pada kecakapan klien untuk isu
yang penting bagi dirinya sendiri dan pemecahan masalahnnya sendiri.Yang paling penting
hubungan kualitas konseling adalah pembentukan suasana hangat,permisif,dan penerimaan yang
dapat membuat klien untuk menjelajai struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalaman
uniknya.
B. Proses Konseling
Konseling yang berpusat pada klien memusatkan pada pengalaman individu.dalam proses
disorganisasi dan reorganisasi diri,konseling berupaya untuk meminimalkan rasa diri terancam dan
memaksimalakan serta menompang eksplorasi diri.Konselor yang efektif yang berpusat pada klien
adalah seorang yang dapat mengembangkan sikaop pada organisasi dirinya. Dan dapat menerapkan
secara konsisten dengan teknik konseling.
Pada garis besarnya langkah-langkah proses terapi dalam konseling ialah sebagai berikut:
a. Individu atas kemauannya sendiri datang kepada konselor atau terapis untuk meminyta
bantuan.Apalagi individu itu datangya atas petunjuk orang lain.
b. Situasi terapuetik ditetapkan sejak situasi permulaan telah didasarkan ,bahwa yag bertanggung
jawab pada hal ini adalah klien.
c. Konselor mendorong memberikan klien agar mampu mengemukakan perasaannya secara bebas
berkenaan dengan masalahnya untuk “menolong”dirinya sendiri,konselor harus memperhatikan
sifat ramah,bersahabat dan menerima klien sebgaimana adannya.

7. KONSELING PSIKOLOGI INDIVIDUAL

Psikologi individual dikembangkan oleh Alfred Alder,sebagai suatu sistem yang komperatif dalam
memahami individu dalam kaitannya dengan lingkungan sosial. Alder memisahkan diri dari
psikoanalisa Freud karena ketidaksetujuannya keada pandangan Freud.
A. Konsep Utama
Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia di pandang sebagai suatu
kompensasi terhadap perasaan inferioritas (harga diri kurang).Alder menyebutukan bahwa dalam
kehidupan masyarakat,maskkulinitas merupakan simbol superioritas,dan feminitas simbol
inferioritas. Hal yang penting lainnya adalah konsep minat kemasyarakatan (comunity interest)
sebagai bagian dari kualitas manusiawi. Minat sosial ini mendorong individu untuk mencapai
superioritas.Kecemasan timbul disebabkan oleh konsenterasi dalam mencapai superioritas pribadi
tanpa memperhitungkan kebutuhan orang lain.
B. Proses Konseling
Tujun konseling Alder adalah mengurangi intensitas perasaan rendah diri (inferior) memperbaiki
kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi,menetapkan tujuan hidup hidup,mengembangkan
kasih sayang terhadap orang lain dan meningkatkan kegiatan. Pendekatan Alder dalam proses
konseling berdasarkan bahwa klien telah membuat kesalahan gaya hidup dan konsepsi
merekndakanya tentang kenyataan.Konselor hendakanya membantu mereka untuk mencapai
pandangan terhadap kenyataan yang lebih baik dan benar.
Pendekatam konseling biasannya melibatkan pola hidup sekarang yang nampak dan menelusuri
kebelakang hingga konselor dan klien memperoleh kejelasan mengenai tujuan
superioritasnnya.Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer & Stone,1980,204) ada tiga komponen
pokok dalam memperoleh.Ketiga komponen tersebut:
a) Memeroleh pemahaman gaya hidup klien yang spesifik,gejalaa dan masalahnya,melalui
empati,intuisi,dan penafsiran konselor.Dalam unsur ini konselor membentuk hipotesis mengenai
gaya hidup dan sitaasi klien.
b) Proses menjelaskan kepada klien,dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang dikembangkan
dalam komponen pertama,harus ditafsirkan dan di komunikasikan kepada klien sehingga dapat
diterima.psikologi individual menekannkan pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan
terhadap kondisinya.Penjelasan konselor hendaknya sederhana dan terarah sehingga jelas bagi
klien dan cocok dengan pengalamananya sendiri.
c) Proses memperkuat minat sosial,klien dengan menghadapakan mereka,secara seimbang, dan
menunjukan minat dn kepedulian.

8. KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL

Eric Berne dianggap sebagai pioner yang menerapkan teori analisa transaksional dalam
psikoterapi.Dalam terapi ini hubungan klien dengan konselor pandang sebagai suatu transaksional.
A. Konsep Utama
Berne membagi psikoterapi konvesional menjadi dua kelompok ertama kelompok yang melibatkan
sugesti,dukungan kembali dan funsi paranetal lainnya,dan kedua adalah kelompok yang melbatka
pendekatan “rasional” .Teori analisi transaksional berdasarkan pada munculan manifestasi dan
pola-pola perilaku dengan klien. Hal ini di disebut sebagai “transactional stimuls”.Orang lain
kemudian akan menyatakan dalam kaitan dengan stimulus.Kepribadian terdiri atas tiga “ego state”
yang dapat di pindah dari keadaan yang satu keadaan yang lain.
B. Proses Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisa transaksional adalah mengejar bahasa dan ide-ide
sistem untuk mendiagnosa transaksi dan membantu individu untuk hidup dalam ego state dewasa
ego lainya berfungsi secara tetap. Tujuan konseling adalah membantu klien dalam memperogram
pribadinya agar dapat membuat ego state berfungsi pada saat tepat. Tetapi analisis transaksional
membuat orang dapat menganlisis transaksi dirinya sendiri.
Teknik-teknik daftar cek,analisis skript atau kuesioner digunakan untuk mengenal keputusan yang
telah dibuat sebelumnya.Banyak teknik analisis transaksional dan gestalt dapat di gabungkan secara
baik.Klien berpasrtisipasi aktif dalam diagnosis dan diajarkan untuk membuat tafsiran sendiri dan
pertimbangan nilai sendiri. Teknik konfrontasi juga banyak digunakan dalam analisis transaksional
dan pengauan pertanyaan dan merupakan pendekatan dasar. Untuk brelangsungnya konseling
kontrak antara konselor dan klien sangat di perlukan.
C. Kontribusi
Berberapa keuntungan konseling analisis transaksional adalah antara lain:
a) Terminologi yang sederhana dapat di pelajari dengan mudah diterapakan dengan segera pada
perilaku yang kompleks.
b) Klien diharapkan dan mendorong untuk mencoba dalam hubungan diluar konseling untuk
mengubah perilaku yang salah.
c) Perilaku klien “disini dan sekarang”,merupakan cara untuk membawa perbaikan klien.
d) Penekanan pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial.
http://bimbingandankonselingislam.blogspot.com/2011/01/teori-teori-konseling.html

Anda mungkin juga menyukai