Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 3

PROFESI KEPENDIDKAN KHUSUS BIMBINGAN DAN KONSELING

Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling

Oleh: NINGSIH 18042/2010

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013

ORGANISASI PROFESI KONSELING (ABKIN) ABKIN : Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia A. Sejarah dan perkembangan Profesi Dulu sebelum terbentuknya ABKIN, nama organisasi profesi Bimbingan dan Konseling adalah IPBI ( Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia ). Yang tergabung dalam IPBI masih ada yang belum profesional. Perkembangan ABKIN Tahun 1960 : Wacana Bimbingan dan Penyuluhan (sekarang diganti dengan Bimbingan dan Konseling) Bimbingan dan konseling dibawa oleh orang Indonesia yang belajar ke Amerika. Di Amerika untuk memajukan perkembangan teknologi, Amerika perlu memberikan perhatian khusus kepada para remaja. Hal itu dilakukan melalui pelayanan BK. Jurusan BK pertama kali dibuka di Malang dan Bandung. Prof. Prayitno membawa BK pertama kali ke Padang. Tahun 1970- : Di 10 IKIP di Indonesia dikembangkan Sekolah labor Proyek PPSP an Tahun 1975 (proyek Perintis Sekolah Pembangunan) di sekolah ini mewajibkan adanya Bimbingan dan Konseling : IPBI didirikan di Malang pada saat kutikulum 1975 pada tanggal 17

Desember 1975. Pada saat itu di adakan konvensi pertama BK. Tahun 2001 : Diselenggarakan kongres ke-9. Isinya adalah mengubah IPBI menjadi & 2002 ABKIN. Terjadi karena perubahan organisasi BK di Amerika.

Divisi-Divisi dalam ABKIN 1. Ikatan Pendidik Konselor: Anggotnya dosen-dosen konselor 2. Ikatan Guru Pembimbing Indonesia: Anggotanya guru pembimbing 3. Ikatan Sarjana Konseling Indonesia: Anggotanya S1 BK 4. Ikatan Instrumentasi BK Indonesia: Anggotanya orang-orang yang sudah dilatih dan berhak menggunakan instrumen tes.

5. Ikatan Konselor Indonesia: Anggotanya adalah konselor (lulusan pendidikan profesi konselor) B. AD/ART ABKIN C. Kode Etik Profesi Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia. I. DASAR/LANDASAN 1. Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab. 2. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku. II. KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR

Kualifikasi Konselor yang tergabung dalam Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia harus memiliki (1) nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi konseling, dan (2) Pengakuan atas kemampuan, dan kewenangan sebagai konselor. Nilai, Sikap, Pengetahuan, Wawasan, Keterampilan 1. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terusmenerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya layanan mutu profesional serta merugikan orang lain.

2. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifatsifat sederhananya, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib, dan hormat. 3. Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran dan peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam kode etik ini. 4. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin, kepentingan pribadi, termasuk keuntungan finansial dan material tidak diutamakan. 5. Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan tas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah. Pengakuan Wewenang Untuk dapat bekerja sebagai konselor atau guru pembimbing, diperlukan pengakuan keahlian dan kewenangan oleh badan khusus yang dibentuk oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikannya oleh pemerintah. III. INFORMASI, TESTING, DAN RISET

Penyimpanan dan penggunaan informasi 1. Catatan tentang klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lainnya, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas klien dirahasiakan. 2. Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi yang lain, membutuhkan persetujuan klien. 3. Penggunaan informasi tentang klien dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.

4. Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya. Testing 1. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud. 2. Testing diperlukan apabila proses pemberian layanan memerlukan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensi, minat, bakat khusus dan kecenderungan pribadi seseorang . 3. Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh baik melalui klien sendiri ataupun dari sumber lain. 4. Data hasil testing harus diperlakukan setaraf dengan data dan informasi lain tentang klien. 5. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya. 6. Penggunaan suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan. 7. Data hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan atau layanan kepada klien dan tidak merugikan klien. Riset 1. Dalam melakukan riset, dimana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subjek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subjek yang bersangkutan. 2. Dalam melaporkan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subjek, harus dijaga agar identitas subjek dirahasiakan. IV. PROSES LAYANAN

Hubungan dalam Pemberian Layanan 1. Kewajiban konselor harus menangani klien berlangsung selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor. Kewajiban itu berakhir jika hubungan konseling berakhir dalam arti, klien mengakhiri hubungan kerja dengan konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor. 2. Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil yang kongkret. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu. Hubungan dengan Klien 1. Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien. 2. Konselor harus menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya. Demikian pun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Dalam menjalankan tugasnya, konselor harus tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial ekonomi. 4. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak akan mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin diri orang yang bersangkutan. 5. Konselor bebas memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi ia harus memperhatikan setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banyak orang yang menghendaki. 6. Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab kepadanya. 7. Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana dia memikul tanggung jawab terhadap klien. 8. Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan dan rekan-rekan sejawat.

a. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan adalah kepentingan klien. b. Apabila timbul masalah antara kesetiaan antara klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah ia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya. 9. Konselor tidak akan memberikan hubungan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, apabila hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing. V. KONSULTASI DAN HUBUNGAN DENGAN REKAN SEJAWAT ATAU AHLI LAIN Konsultasi dengan Rekan Sejawat Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan sejawat se lingkungan seprofesi. Untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari klien. Alih Tangan Tugas 1. Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seseorang klien apabila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan keahlian maupun keterbatasan pribadinya. 2. Dalam hal ini konselor mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus dasar persetujuan klien. Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien orang atau badan yang mempunyai keahlian khusus. 3. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak pergi kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan yang sudah ada mau diteruskan lagi.

VI.

HUBUNGAN KELEMBAGAAN

Prinsip Umum 1. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpanan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor dengan klien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan. 2. Apabila konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu lembaga, maka harus ada pengertian dan kesepakatan yang jelas antara konselor dan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang konsultan, konselor harus tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak bekerja atas dasar komersial. Keterkaitan Kelembagaan 1. Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya. 2. Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya ia berhak pula mendapat perlindungan dari lembga itu dalam menjalankan profesinya. 3. Setiap konselor yang menjadi anggota staf suatu lembaga berorientasi kepada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari pihak lain, pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga itu. 4. Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga tersebut, maka ia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut. VII. PRAKTIK MANDIRI DAN LAPORAN KEPADA PIHAK LAIN

Konselor Praktik Mandiri (Privat)

1. Konselor yang berpraktik mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu, tetap menaati segenap kode etik jabatannya sebagai konselor, dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan diri dari rekan-rekan seprofesi. 2. Konselor yang berpraktik mandiri wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari organisasi profesi (ABKIN). Laporan Kepada Pihak Sekolah Apabila konselor perlu melaporkan suatu hal tentang klien kepada pihak lain (misalnya: pimpinan lembaga tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh petugas suatu badan diluar profesinya dan ia harus memberikan informasi itu, maka dalam memberikan informasi itu ia harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan. VIII. KETAATAN PROFES Pelaksanaan Hak dan Kewajiban 1. Dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai konselor, konselor harus selalu mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi sebagaimana dicantumkan dalam kode etik ini dan semuanya itu sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan klien. 2. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud untuk mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien ataupun menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar. PELANGGARAN KODE ETIK a. Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya tidak melanggar kode etik ini. b. Konselor harus senantiasa mengingat bahwa pelanggaran terhadap kode etik ini akan merugikan mutu proses dan hasil layanan yang diberikan, merugikan klien, lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait, serta merugikan diri konselor sendiri dan profesinya. c. Pelanggaran terhadap kode etik ini akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.

Kode etik profesi konselor mengalami perubahan pada tahun 2004 ketika organisasi profesi konselor yang awalnya IPBI menjadi ABKIN, berikut perubahanperubahan konten yang terjadi: Kode Etik 1991 Anggota memiliki latar belakang yang berbeda asalkan bergelut dalam dunia Kode Etik 2004 Latar belakang anggota difokuskan pada konselor

bimbingan Tidak dijelaskan mengenai kualifikasi yang harus dimiliki oleh konselor Terdapat klasifikasi pemberian bantuan karenakan perbedaan latar belakang

Dijelaskan kualifikasi yang harus dimiliki konselor Kompetensi pemberian bantuan disamakan, adapun alih tangan kasus merupakan hal yang berada diluar kewenangan konselor Dalam hal hubungan kelembagaan hanya Telah diruntut pula tanggung jawab, dicantumkan tetap mementingan klien kebijaksanaan, ketentuan dan dan lembaga pengetahuan Belum terdapat hak praktik mandiri Sudah terdapat ketentuan mengenai karena IPBI tidak mengikat profesi praktik mandiri konselor Belum disinggung mengenai hak dan Sudah disinggung hak dan kewajiban; kewajiban; sanksi terhadap pelanggaran disinggung mengenai sanksi terhadap kode etik pelanggaran kode etik

D. Usaha ABKIN Mengembangkan Profesi Kontribusi IPBI untuk kemajuan profesi Konseling di Indonesia Tahun 19962000 2006 2005 Pedoman Musyawarah Guru Pembimbing Suara pembimbing (majalah) Panduan penyusunan program BK di sekolah Panduan Bimbingan Teman Sebaya (BTS) Panduan Bimbingan Kegiatan Kelompok Belajar Panduan Penialaian Hasil Layanan Panduan Manajemen BK di sekolah SPPBKS (Seri Pemandu Pelaksanaan BK Sekolah) ABKIN menerbitkan DSBK (Dasar Standarisasi BK) Disusunnya Kompetensi Guru Pembimbing PPK adalah hasil rekomendasi kngres dan konvensi ABKIN (di Mataram) dan berdirinya PPK di Padang. Disusunnya Panduan BK di sekolah Berbasis Kompetensi (KBK) : Panduan Pengembangan Diri Dosen-dosen yang akan mengambil PPK di Padang diberi beasiswa. Dikembangkan S2 BK disejumlah perguruan tinggi.

2013

: Pedoman Peminatan

Anda mungkin juga menyukai