Anda di halaman 1dari 56

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING KARIR

TERHADAP ANAK PUTUS SEKOLAH DI PONDOK PESANTREN


ROUDLOTUL QUR’AN KOTA METRO

Proposal

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Seminar Proposal Dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh :

Gusti Wahyuni Gultom

Npm: 1611080351

Jurusan: Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam

Pembimbing 1 : Rijal Firdaos. M.Pd

Pembimbing II : Nova Erlina, SIQ., M.Ed

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN INTAN LAMPUNG

1441/2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL.............................................................................................. iii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1


B. Pembatasan Masalah.................................................................... 10
C. Rumusan Masalah........................................................................ 10
D. Tujuan Penelitian......................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian....................................................................... 11
F. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Bimbingan dan Konseling Karir


1. Pengertian BK Karir.............................................................. 13
2. Aspek-aspek BK Karir........................................................... 17
3. Tujuan BK Karir.................................................................... 18
4. Fungsi BK Karir..................................................................... 20
5. Materi BK Karir..................................................................... 22
B. Anak Putus Sekolah
1. Pengertian Anak Putus Sekolah............................................. 27
2. Faktor-faktor Penyebab Anak Putus Sekolah........................ 28
C. Kerangka Berfikir........................................................................ 31
D. Penelitian Relevan....................................................................... 31
E. Hipotesis Penelitian..................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian............................................................................. 36
B. Design Penelitian......................................................................... 36
C. Variabel Penelitian....................................................................... 37
D. Definisi Operasional.................................................................... 39

ii
E. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling..................................... 41
F. Teknik Pengumpulan Data...........................................................
1. Observasi................................................................................ 42
2. Wawancara............................................................................. 43
3. Dokumentasi.......................................................................... 44
4. Angket (Kuesioner)................................................................ 44
G. Pengembangan Instrumen Penelitian........................................... 45
H. Validasi dan Reliabilitas Instrumen............................................. 46
I. Teknik Pengolahan Data.............................................................. 48
J. Teknik Analisis Data.................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

1. Desain Penelitian

2. Definisi Operasional

3. Skor Alternatif Jawaban

4. Kisi-Kisi Instrumen Anak Putus Sekolah

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia. Menurut Henderson,

pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil

interaksi individu dengan lingkungan social dan lingkungan fisik, berlangsung

sepanjang hayat sejak manusia lahir. Dalam UUD 1945 alenia keempat disebutkan

salah satu tujuan dibentuknya negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dimana pendidikan akan menjadi perantara utama untuk mewujudkan tujuan

tersebut. Pendidikan berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek

kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai dan sikapnya, serta

keterampilannya.

Pendidikan nasional telah dirumuskan melalui UU No. 20 Tahun 2003 tentang

system pendidikan nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

1
2

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa tentunya bukan bertujuan

untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa kelas dua dalam dunia modern

atau hanya menjadi pekerja-pekerja dari industri-industri besar yang dibiayai oleh

modal asing, tetapi bangsa yang cerdas adalah bangsa yang berdiri sendiri. Inilah

bangsa Indonesia yang merdeka yang dapat memanfaatkan sumber daya alam dan

sumber kebudayaan Indonesia yang kaya raya untuk meningkatkan mutu kehidupan

individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Bangsa yang cerdas adalah bangsa

yang dapat memilih dari berbagai alternatif yang dalam dunia modern. Manusia

Indonesia yang merdeka adalah manusia Indonesia yang dapat mewujudkan

kepribadiannya atau akhlaknya atau identitasnya sebagai bangsa Indonesia yang

berdasarkan kebudayaan Indonesia. Tujuan pendidikan nasional di dalam rangka ini

adalah suatu proses pemerdekaan manusia Indonesia. Sebagai bangsa yang merdeka

dia tidak akan hanyut dari arus globalisasi ataupun hanya berpangku tangan dan

bersikap masa bodoh terhadap perubahan-perubahan yang besar di dalam kehidupan

sehari-hari tetapi merupakan seorang pribadi yang sadar akan identitasnya sebagai

bangsa Indonesia serta bertanggung jawab atas kehidupannya bersama-sama dengan

bangsa yang lain di dalam kesetaraan dan ikut menjaga perdamaian dunia.

1
Undang- undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Departemen
Pendidikan Nasional RI, (Jakarta: 2003) h. 17
3

Bangsa yang cerdas bukan hanya merupakan bangsa yang dapat bekerja tetapi

juga bangsa yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan, bangsa yang kreatif atau

yang berjiwa entrepreneur sehingga kekayaan alam dan kekayaan kebudayaan

Indonesia dapat sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk masyarakat dan bangsa

Indonesia sendiri. Pendidikan nasional bukan semata-mata ditujukan pada persaingan

di dalam kehidupan dunia modern yang terbuka tetapi diarahkan kepada pemecahan

yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang dan dewasa ini yaitu penuntasan

kemiskinan dan peningkatan kecerdasan rakyat banyak. Tujuan yang mulia ini hanya

dapat diwujudkan oleh seseorang yang cakap tetapi juga yang bermoral dan takwa

terhadap sang pencipta. Pendidikan nasional bukan semata-mata untuk perkembangan

intelektual atau pekerja yang terampil tetapi seorang yang cerdas dan bermoral serta

kreatif.

Pesan selanjutnya yang terkandung dalam UUD 1945 ialah pendidikan

nasional ditujukan untuk seluruh rakyat dan bukan hanya untuk sebagian kecil dari

masyarakat. Dengan sendirinya system pendidikan nasional yang hanya

mengalokasikan kepada segelintir rakyat Indonesia bukan hanya bertentangan

dengan UUD 1945, tetapi juga pengingkaran terhadap hak asasi manusia. Pendidikan

nasional adalah pendidikan yang demokratis yang bertujuan untuk membangun

masyarakat demokrasi. System pendidikan nasional yang demokratis bukan berarti

menolak kenyataan adanya perbedaan di dalam tingkat-tingkat kecerdasan manusia

sebagai karunia ilahi. System pendidikan demokratis adalah memberikan kesempatan


4

yang sama untuk seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masing-

masing untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.

Islam telah mendorong literasi dan pendidikan sejak alquran diturunkan. Hal

tersebut dibuktikan dengan firman Alah SWT dalam Q.S Almujadilah ayat 11:

       


        
       
       

Artinya: 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan

memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.2

Dengan ilmu pengetahuan seseorang akan mendapatkan tempat kemuliaan,

hal tersebut diterangkan berkali-kali dalam Al-Qur'an betapa pentingnya

pengetahuan, tanpa ilmu pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi

sengsara. Bahwa pengetahuan merupakan bekal utama bagi manusia dalam

mengarungi perjalanan hidupnya. Al Qur'an memposisikan manusia yang memiliki

2
Qur’an Hafalan dan Terjemahan (Jakarta: al-mahira, 2017) h.542
5

pengetahuan pada derajat yang tinggi. Melalui petunjuk dan penjelasan al- qur’an,

manusia dapat memahami, memikirkan, dan menafsirkan makna yang terkandung di

dalamnya untuk kemudian di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ilmu

pengetahuan yang diamalkan tersebut, maka secara esensial islam benar-benar akan

menjadi rahmat bagi semua umat manusia. Karena sifatnya yang demikian, maka

dalam al-Qur’an tidak ada sesuatu pun yang terlewatkan, bahkan menjadi petunjuk

segala sesuatu. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 89:

         


        
       

89. (dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat

seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu

(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu

Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan

kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.3

Sudah merupakan keyakinan yang aksiomatik pada orang-orang muslim

bahwa agama islam mendukung ilmu pengetahuan. Keyakinan ini didasarkan kepada

adanya berbagai ungkapan al-Qur’an dan hadis yang memerintahkan kepada kaum

beriman agar berpikir, menggunakan akal dan memperhatikan gejala-gejala dalam

3
Qur’an Hafalan dan Terjemahan (Jakarta: al-mahira, 2017) h. 277
6

kehidupan manusia. Menurut zuharini, “dalam al-Qur’an bertebaran ayat-ayat yang

memerintahkan, mendorong serta membimbing umat islam, misalnya menggunakan

akal, berfikir, bertafakur, bertafakkuh, menggunakan ra’yu, mengadakan

penyelidikan, penelitian dan sebagainya.4 Fungsi pendidikan dalam islam merupakan

sebuah realisasi dari pengertian tarbiyah al-insya’ (menumbuhkan atau

mengaktualisasikan potensi). Asumsi tugas ini adalah bahwa manusia mempunyai

sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan sebuah proses

untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut. Pendidikan

berusaha untuk menampakkan (aktualisasi) potensi-potensi laten tersebut yang

dimiliki oleh setiap peserta didik.5

Akan tetapi menurut data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak

Indonesia tidak dapat menerima pendidikan lanjutan, 600 ribu anak usia SD dan 1,9

juta anak usia SMP. Keadaan dimana anak mengalami keterlantaran sikap dan

perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian mengenai hak-hak anak untuk

mendapatkan pendidikan layak ini berkaitan dengan arti  anak-anak yang putus

sekolah. Anak yang putus di tengah masa pembelajaran dan anak yang tidak

meneruskan pada tahap selanjutnya.

4
Zuharini, filsafat pendidikan islam, Bumi Aksara. Jakarta, 1995, h. 109
5
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Amzah. Jakarta, 2010, h. 69
7

Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak putus sekolah. Mulai dari

keadaan ekonomi yang tidak memadai, faktor internal masing-masing anak (malas,

ingin membantu orang tua, , melanjutkan sekolah nonformal seperti pondok, minder,

sakit, cacat, ataupun kelainan), lingkungan (budaya dan kehidupan), orang tua

(kurang perhatian, background keluarga), lembaga pendidikan (pengajar, fasilitas,

akses menuju tempat, kegiatan, biaya). Akibat dari banyaknya anak yang mengalami

putus sekolah ini akan menimbulkan tinggi angka pengangguran, rendahnya kualitas

SDM, menambah kenakalan dan kejahatan, mengurangi bahkan menghilangkan hak

anak untuk mendapat pendidikan yang layak.

Dalam konteks pembangunan sumber daya manusia, pendidikan memiliki

posisi strategis, karena pendidikan pada dasarnya merupakan proses mencerdaskan

kehidupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan

penting karena melengkapi kita dengan keahlian yang diperlukan dalam membantu

kita mewujudkan tujuan karir kita di masa depan. Keahlian adalah pengetahuan yang

mendalam tentang bidang tertentu yang dapat membuka pintu ke peluang karir yang

cemerlang. Pendidikan yang baik adalah kriteria kalayakan untuk mendapatkan

pekerjaan. Dalam bidang apapun, pendidikan selalu terbukti bermanfaat bagi

kehidupan manusia. Akan tetapi tentu masih banyak sekali dari kita yang belum

menemukan minat dan bakat apa yang ada di dalam diri sendiri. Bahkan tidak semua

orang juga tahu apa yang mereka inginkan dalam hidupnya. Jangankan soal rencana,

gambaran mengenai dirinya sekian tahun ke depan saja mungkin belum ada
8

pandangan sama sekali. Begitu juga passion yang sangat penting bagi pendidikan dan

masa depan anak-anak muda. Tidak ada pemahaman akan minat dan bakat, maka

tidak akan pernah ada passion. Pasalnya, minat dan bakat menjadi pondasi dari

passion seseorang. Tanpanya, anak-anak muda akan salah memilih jalur masa depan.

Pendidikan memang bukan hanya yang bersifat formal saja, tetapi pendidikan

non formal juga banyak dicari para orang tua untuk anak-anaknya, contohnya pondok

pesantren. Banyak kalangan orang tua yang ingin memondokan anak-anaknya untuk

bisa lebih mendalami pelajaran agama. Begitupun di Pondok Pesantren Roudlotul

Qur’an Kota metro masih banyak anak yang memlilih untuk mondok saja dan tidak

meneruskan pendidikan formal. Ada yang lulus SD, dan ada pula lulusan SMP,

bahkan ada pula santri yang tidak menamatkan pendidikan tingkat dasar, Padahal

pemerintah Republik Indonesia sejak Mei 1994 telah membuat kebijakan wajib

belajar 9 tahun, SD-MTS/SMP. Hal tersebut saya dapatkan ketika saya melakukan

pra- penelitian di pondok pesantren tersebut, Dan ketika saya menanyakan hal

tersebut kepada salah satu santri disana, mengapa adik tidak melanjutkan sekolah

padahal di pesantren ini pun sudah ada sekolah formalnya dan dia menjawab tidak

melanjutkan pendidikan formal karena ingin mondok saja tidak ingin sekolah. Di

pondok pesantren tersebut mereka memang hanya ingin menghafal alquran saja

sampai dengan selesai tanpa mengikuti pendidikan formal di pesantren tersebut, akan

tetapi mereka juga belum memahami bagaimana mereka akan mencari pekerjaan

ketika mereka telah menamatkan pendidikan non formal di pondok pesantren itu,
9

penulis memahami bahwa setiap anak pastinya memiliki minat dan bakat yang

berbeda di dalam diri manusia masing-masing. Penulis juga mengapresiasi keinginan

para adik-adik di pondok tersebut yang hanya ingin menghafal aquran sampai dengan

tamat, tetapi pendidikan formal juga diperlukan untuk mendapatkan ilmu yang lebih

banyak lagi dan supaya dapat digunakan dalam bermasyarakat nantinya. Penulis pun

sadar perlu adanya pemahaman untuk diberikan kepada mereka agar para santri

tersebut paham apa yang bisa dilakukannya di masa mendatang, maka dari keadaan

tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang “Efektivitas layanan BK karir

terhadap anak yang putus sekolah di Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Kota

Metro”.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penelitian akan

difokuskan pada program layanan bimbingan dan konseling karir yang akan diberikan

kepada anak yang putus sekolah. Dan dalam penelitian ini anak yang putus sekolah

pun dibatasi hanya anak yang tidak menamatkan pendidikan tingkat SD atau putus di

tengah jalan, dan kepada anak yang sudah lulus SMP namun tidak melanjutkan ke

jenjang selanjutnya.
10

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ingin diungkap dalam

penelitian ini adalah: Apakah layanan bimbingan dan konseling karir dapat efektif

ketika diberikan kepada anak yang putus sekolah di Pondok Pesantren Roudlotul

Qur’an kota metro?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui dan mendeskripsikan data

empiris keefektifan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling karir terhadap

anak yang putus sekolah di Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Kota Metro.

E. Manfaat Penelitian

a) Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling,

khususnya bimbingan karir dan pengambilan keputusan untuk diberikan

kepada anak yang putus sekolah maupun kepada peserta didik yang akan

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan bertambahnya


11

kajian ilmu ini diharapkan dapat dikembangkan penelitian-penelitian lanjutan

dalam topik yang berbeda maupun topik yang sama.

b) Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

kepada masyarakat pada umumnya. Serta dapat memberikan saran yang

membangun pada bagi pihak-pihak terkait seperti tutor, konselor, psikolog,

pekerja sosial, terapis, dan pihak-pihak lain yang dapat mengambil

pembelajaran dari penelitian ini. Semoga bagi yang membaca dan menelaah

penelitian ini bisa menjadi ladang pahala bagi penulis dan bisa menjadi

manfaat bagi banyak orang.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Objek Penelitian

Objek penelitian memusatkan pada keefektifan layanan bimbingan karir untuk

diberikan kepada anak yang putus sekolah di pondok pesantren Roudlotul

Qur’an Kota Metro.

2. Subjek Penelitian
12

Dalam penelitian ini adalah anak atau santri yang putus sekolah di Pondok

Pesantren Roudlotul Qur’an Kota Metro.

3. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di komplek 1 asrama putri pondok pesantren

Roudlotul Qur’an Kota Metro.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Bimbingan konseling karir

1. Pengertian BK Karir

Bimbingan karir merupakan salah satu jenis bimbingan yang berusaha

membantu siswa dalam memecahkan masalah karir untuk memperoleh penyesuaian

diri yang sebaik-baiknya, baik pada waktu itu maupun pada masa yang akan datang.

Bimbingan karir bukan hanya memberikan bimbingan jabatan, tetapi mempunyai arti

yang lebih luas, yaitu memberikan bimbingan agar siswa dapat memasuki kehidupan,

tata hidup, dan kejadian dalam kehidupan, dan mempersiapkan diri dari kehidupan

sekolah menuju dunia kerja. Disamping itu, bimbingan karir memiliki kisaran usaha

bimbingan kepada peserta didik dalam jasa pertimbangan untuk bekerja atau tidak,

dan jika perlu segera bekerja, baik parttime maupun fulltime,memiliki lapangan kerja

yang cocok dengan ciri-ciri pribadi, menentukan lapangan pekerjaan dan

memasukinya serta mengadakan penyesuaian kerja secara baik. (Abu Ahmadi dan

Ahmad Rohani, t.t,: 110).

Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa bimbingan karir merupakan suatu

program yang disusun untuk membantu perkembangan siswa agar ia memahami

dirinya, mempelajari dunia kerja untuk mendapatkan pengalaman yang akan


14

membantunya dalam membuat keputusan dan mendapatkan pekerjaan. Pengertian

lainnya bahwa bimbingan karir adalah pelayanan bantuan untuk siswa, baik secara

perorangan maupun kelompok agar ia mampu mandiri dan berkembang secara

optimal, dalam mengembangkan kehidupan pribadi, kehidupan social, kemampuan

belajar, pengembangan karir, melalui berbagai jenis layanan daan kegiatan

pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Donald D. Super (1975), seperti yang dikutip oleh Yeni Karneli, mengartikan

bimbingan karir sebagai suatu proses membantu pribadi untuk mengembangkan

penerimaan kesatuan dan gambarab diri serta peranannya dalam dunia kerja. Menurut

batasan ini, ada dua hal penting. Pertama, proses membantu individu untuk

memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua, memahami dan menyesuaikan diri

dalam dunia kerja. Oleh sebab itu, hal penting dalam bimbingan karir adalah

pemahaman dan penyesuaian diri, baik terhadap dirinya maupun terhadap dunia

kerja. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa bimbingan karir

merupakan suatu proses bantuan yang diberikan pada individu melalui berbagai cara

dan bentuk layanan agar ia mampu merencanakan karirnya dengan mantap, sesuai

dengan bakat, minat, dan kemampuan, pengetahuan dan kepribadian, serta factor-

faktor yang mendukung kemajuan dirinya. Factor-faktor yang mendukung

perkembangan diri tersebut, misalnya informasi karir yang diperoleh siswa dan status

ekonomi orang tuanya.


15

Dewa ketut sukardi (1984: 112) mengemukakan, pada dasarnya informasi

karir terdiri dari fakta-fakta mengenai pekerjaan, jabatan, atau karir, dan bertujuan

membantu individu memperoleh pandangan, pengertian, dan pemahaman tentang

dunia kerja dan aspek-aspek dunia kerja. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa informasi

karir meliputi fakta-fakta yang relevan dengan butir-butir berikut.

1. Potensi pekerjaan terasuk luasnya, komposisinya, factor-faktor geografis,

jenis kelamin, tingkat usia, dan besarnya kelompok industry.

2. Struktur kerja dan besarnya kelompok-kelompok kerja.

3. Ruang lingkup dunia kerja, meliputi pemahaman lapangan kerja,

perubahan populasi permintaan dari masyarakat umum yang membaik,

dan perubahan teknologi.

4. Perundang-undangan peraturan atau perjanjian kerja.

5. Sumber-sumber informasi dalam rangka mengadakan studi yang berkaitan

dengan pekerjaan.

6. Klasifikasi pekerjaan dan informasi pekerjaan.

7. Pentingnya dan kritisnya pekerjaan.

8. Tugas-tugas nyata dari pekerjaan dan hakikat dari pekerjaan.

9. Kualifikasi yang memaksa untuk bekerja dalam bermacam-macam

pekerjaan.

10. Pemenuhan kebutuhan untuk bermacam-macam pekerjaan.

11. Metode dalam memasuki pekerjaan dan meningkatkan prestasi kerja.


16

12. Pendapat dan bentuk-bentuk imbaam dari bermacam-macam pekerjaan.

13. Kondisi-kondisi kerja dalam berjenis-jenis pekerjaan.

14. Kriteria untuk penilaian terhadap materi informasi pekerjaan.

Karena itu, bimbingan karir bagi siswa, meliputi kemampuan menentukan

pilihan jenis karir, menerapkan nilai-nilai hubungan industrial dalam

lingkup dunia kerja atau ketenagakerjaan.

Winkel (2004) menyatakan bimbingan karir adalah bimbingan dalam

mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, dalam memilih lapangan pekerjaan

atau jabatan/ profesi tertentu serta membekali diri supaya siap untuk memangku

jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapangan

pekerjaan yang telah dimasuki. Berdasarkan pengertian tersebut, bimbingan karir bisa

bermakna sebagai suatu bantuan yang diberikan pembimbing kepada yang di bimbing

(siswa) dalam menghadapi dan memecahkan masalah karir (Nugrahawati, 2009).

Bimbingan karir dalam islam dimaknai sebagai upaya membimbing

siswa/siswi dalam menentukan karir yang tepat sesuai dengan minat dan potensi yang

dimiliki. Hal yang menjadi penting untuk ditanamkan pada siswa/siswi adalah

bagaimana pemilihan dan prestasi karir baik dalam lingkup bisnis, social,

pemerintahan, maupun keagamaan terintegrasi dalam bingkai karir secara normative

sebagai religious calling. Bimbingan karir dalam agama islam dimaknai sebagai

upaya integrasi ajaran islam dalam pemilihan dan prestasi karir seseorang.
17

Sebagaimana dalam Q.S At-Taubah yang menerangkan bahwa manusia di dalam

kehidupan memang harus mencari pekerjaan untuk menjadi ladang pahala bagi

dirinya.

       


      
  

105. Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-

orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada

(Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya

kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.6

2. Aspek-aspek Bimbingan Karir

Beberapa aspek masalah karir yang membutuhkan bimbingan karir adalah:

a. Pemahaman terhadap dunia kerja

b. Rencana dan pemeliharaan karir atau jabatan

c. Penyediaan berbagai program studi yang berorientasi karir

d. Nilai-nilai kehidupan yang berkenaan dengan karir

e. Cita-cita masa depan

f. Minat terhadap karir tertentu

6
Qur’an Hafalan dan Terjemahan (Jakarta: al-mahira, 2017) h. 203
18

g. Kemampuan dalam bidang karir tertentu

h. Bakat khusus dalam bidang karir tertentu

i. Kepribadian yang berkenaan dengan karir tertentu

j. Harapan keluarga

k. Masa depan karir yang diperoleh

l. Pasar kerja dan kemungkinan pengembangan karir dan lain

sebagainya.

3. Tujuan bimbingan karir

Secara umum, tujuan bimbingan karir adalah sebagai berikut:

1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat, dan kepribadian) yang

terkait dengan pekerjaan.

2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang

menunjang kematangan kompetensi kerja.

3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam

bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asalkan bermakna

bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.

4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai

pelajaran) dengan persyaratan keahlain atau keterampilan bidang

pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.

5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara

mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan yang dituntut),


19

lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan

kerja.

6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang

kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai

dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan social ekonomi.

7. Mengenal keterampilan, minat, bakat. Keberhasilan atau kenyamanan

dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh minat dan bakat yang dimiliki.

Oleh karena itu, setiap orang harus memahami kemampuan dan minatnya,

dalam bidang perkerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat

terhadap pekerjaan tersebut.

8. Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan

karir.

9. Memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan industrial

yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat.

Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pengembangan diri, diantaranya

pemecahan masalah pribadi dan kehidupan social, penanganan masalah

belajar, pengembangan karir, dan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam

ekstrakulikuler.

4. Fungsi Bimbingan Karir


20

Bimbingan karir merupakan salah satu aspek dari bimbingan dan

konseling secara menyeluruh, oleh karena itu kurang bijaksana apabila

pelaksanaan bimbingan karir tersebut terlepas dari bimbingan secara

menyeluruh sehingga bimbingan yang lain terbengkalai, saat ini bimbingan

karir memang sedang mendapatkan tempat tersendiri sehingga lebih sering

digunakan. Bimbingan karir ini perlu dan penting diberikan kepada siswa,

baik siswa SMP dan terlebih pada siswa SMA dengan alasan sebagai berikut:

1. Para siswa tingkat SMA pada akhir semester dua perlu menjalani

pemilihan program studi atau penjurusan, apakah memilih program A 1, A2,

A3, atau A4. Kenyataan menunjukkan bahwa program A5 secara praktis

belum atau tidak dapat berlangsung. Walau ada kata “memilih”,

sebenarnya telah ada batas tertentu dalam pengambilan program, karena

ada persyaratan yang terkait dengan prestasi akademik dari siswa yang

bersangkutan. Penjelasan itu jelas akan menentukan masa depan siswa.

Oleh karena itu, dalam pemilihan keputusan diperlukan kecermatan dan

perhitungan yang matang dan tepat. Oleh karena itu siswa memerlukan

adanya bimbingan.

2. Tidak semua siswa yang tamat SMA akan melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi. Siswa yang akan langsung terjun ke dunia

kerja tentu memerlukan bimbingan karir ini agar siswa dapat bekerja

dengan senang dan baik.


21

3. Siswa SMA merupakan angakatan kerja yang potensial,merekalah yang

akan menetukan bagaimana keadaan Negara yang akan datnag. Mereka

merupakan sumber daya manusia dalam pembangunan. Oleh karena itu,

diperlukan persiapan yang sebaik-baiknya untuk menghadapi masa depan,

serta menyiapkan dengan baik pekerjaan-pekerjaan atau jabatan-jabatan

yang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Untuk

mempersiapkan hal tersebut diperlukan adanya bimbingan karir.

4. Pada kenyataannya, para siswa SMA sedang dalam masa remaja, yang

merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Pada

umumnya, mereka belum dapat mandiri sehingga memerlukan bantuan

dari orang lain untuk kemandirian. Sehubungan dengan itu mereka

memerlukan bimbingan, termasuk bimbingan karir untuk menyiapkan

kemandirian dalam hal pekerjaan.

5. Siswa SMP juga membutuhkan bimbingan, baik untuk melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk mencari pekerjaan karena

suatu sebab tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Dengan demikian

jelaslah manfaat dari pada bimbingan dan konseling karir.7 Setiap siswa

haruslah memahami bahwa karir itu adalah sebagai suatu jalan hidup, dan

pendidikan adalah sebagai persiapan di dalam hidupnya.8

5. Materi bimbingan karir

7
Bimo Walgito, Bimbingan + Konseling: Studi & Karier (Yogyakarta: CV. Andi
Offset,2019), h. 203-204
8
Trimo, s.pd https://riswantobk.wordpress.com
22

Mengingat pentingnya masalah karir dalam kehidupan manusia, sejak dini

anak perlu dipersiapkan dan dibantu untuk merencanakan hari depan yang lebih

cerah, dengan cara memberikan pendidikan dan bimbingan karir yang

berkelanjutan. Karena itu, layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan

yang terencana berdasarkan pengukuran kebutuhan (need assessment) yang

diwujudkan dalam bentuk program bimbigan dan konseling. Program bimbingan

dan konseling di sekolah dapat disusun secara macro untuk tiga tahun, meso 1

tahun, dan micro sebagai kegiatan operasional dan memfasilitasi kebutuhan-

kebutuhan khusus. Program bimbingan dan konseling ini dapat menjadi landasan

yang jelas terukur oleh layanan professional yang diberikan oleh konselor di

sekolah. Pengawas harus mengetahui dan memahami bagaimana struktur dan

lingkup program sebagai bahan pembinaan dan pengawsan terhadap kinerja

konselor dan pelayanan pendidikan psikologis yang diterima oleh peserta didik

untuk mendukung pencapaian perkembangan yang optimal serta mutu proses dan

hasil pendidikan. Program bimbingan dan konseling disusun berdasarkan struktur

program dan bimbingan konseling perkembangan sebagai berikut:

1. program bimbingan karir mencakup informasi tentang dunia kerja,

hubungan industrial, dan layanan perkembangan belajar.

2. Subtansi informasi dunia kerja, meliputi antara lain lapangan kerja,

jenis dan persyaratan jabatan, prospek dunia kerja, budaya kerja.


23

3. Subtansi hubungan industrial, meliputi hubungan kerja, sarana

hubungan industrial, dan masalah khusus ketenagakerjaan.

4. Subtansi layanan perkembangan belajar, meliputi antara lain kesulitan

belajar, minat, dan bakat, masalah social, dan masalah pribadi.

Menurut Martin Handoko, tahap-tahap perkembangan karir dibagi menjadi

tiga tahap pokok. 1. Tahap fantasi yaitu pada umur 0-11 tahun (masa sekolah dasar),

2. Tahap tentatif pada umur 12-18 tahun (masa sekolah menengah), dan 3. Tahap

realistis pada umur 19-25 tahun (masa perguruan tinggi).

Pada tahap fantasi, anak sering menyebutkan cita-cita mereka kelak kalau

sudah besar, misalnya ingin menjadi dokter, petani, pilot, guru, tentara, dan lain-lain.

Mereka juga senang bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran, bermain

menjadi guu, bermain menjadi pilot, polisi dan lai-lain sesuai dengan peran-peran

yang mereka lihat di lingkungan mereka. Jabatan atau pekerjaan yang mereka

inginkan atau perankan pada umumnya masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan,

misalnya dari tv, video, majalah, atau tontonan maupun tokoh-tokoh yang pernah

melintas dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika

pekerjaan ataupun jabatan yang mereka sebutkan masih jauh dari pertimbangan

rasional maupun moral. Mereka memang asal sebutkan saja pekerjaan yang

dipandang menarik saat itu. Dalam hal ini, orang tua dan pendidik tidak perlu cemas

atau gelisah jika suatu ketika anak ternyata menyebutkan atau menginginkan
24

pekerjaan yang jauh dari harapan orang tua ataupun pendidik. Dalam tahap ini, anak

belum mampu memilih jenis pekerjaan/jabatan secara rasional dan objektif karena

mereka belum mengetahui bakat, minta, dan potensi mereka yang sebenarnya.

Mereka sekedar berfantasi saja scara bebas, yang sifatnya sama sekali tidak mengikat.

Tahap tentative dibagi menjadi empat subtahap, yakni: (1) minat (interest), (2)

kapasitas (capacity), (3) nilai (value), dan (4) transisi (transition). Pada tahap tentatif,

anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki minat dan kemampuan yang berbeda

satu sama lain. Ada yang lebih berminat di bidang seni, ada pula yang lebih berminat

di bidang olahraga. Mereka mulai sadar bahwa kemampuan mereka berbeda satu

sama lain. Ada yang lebih mampu dalam bidang matematika, ada yang mahir dalam

bidang bahasa, atau ada pula yang mahir dalam bidang olahraga.

Pada sutahap minat (11-12 tahun), anak cenderung melakukan pekerjaan-

pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan minat dan kesukaan mereka

saja, sedangkan pada subtahap kapasitas/kemampuan (13-14 tahun), anak mulai

melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuan masing-masing, di

samping minat dan kesukaannya. Selanjutnya, pada subtahap nilai (15-16 tahun),

anak sudah bisa membedakan mana kegiatan/pekerjaan yang dihargai oleh

masyarakat, dan mana yang kurang dihargai, sedangkan pada subtahap transisi (17-18

tahun), anak sudah mampu memikirkan atau merencanakan karir mereka berdasarkan

minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan.


25

Pada usia perguruan tinggi (18 tahun ke atas), mereka memasuki tahap

realistis. Mereka sudah mengenal secara lebih baik minat-minat, kemampuan, dan

nilai-nilai yang ingin dikejar dan diperjuangkan. Lebih lagi, mereka juga sudah

menyadari berbagai bidang pekerjaan dengan segala konsekuensi dan tuntutannya

masing-masing. Oleh sebab itu, pada tahap realistis, seorang remaja sudah mampu

membuat perencanaan karir secara lebi rasional dan objektif. Tahap realistis dibagi

menjadi tiga subtahap, (1) eksplorasi (exploration), (2) kristalisasi (chrystallization),

dan spesifikasi/ penentuan (specification).

Pada subtahap eksplorasi, umumnya remaja mulai menerapkan pilihan-pilihan

yang dipikirkan pada tahap tentatif akhir. Mereka menimbang-nimbang beberapa

kemungkinan pekerjaan yang mereka anggap sesuai dengan bakat, minat, serta nilai-

nilai mereka, namun mereka belum berani mengambil keputusan tentang pekerjaan

mana yang paling tepat. Termasuk didalamnya masalah memilih sekolah lanjutan

yang sejalan dengan karir yang akan mereka tekuni. Pada subtahap berikutnya, yakni

tahap kristalisasi, remaja mulai merasa mantap dengan pekerjaan/karir tertentu.

Berkat pergaulan yang lebih luas dan kesdaran diri yang lebih mendalam, serta

pengetahuan akan dunia kerja lebih luas, remaja makin terarah pada karir tertentu

meskipun belum mengambil keputusan final. Akhirnya, pada subtahap spesifikasi,

remaja sudah mampu mengambil keputusan yag jelas tentang karir yang akan

dipilihnya.
26

Dalam buku edisi revisinya, ginzberg dkk (1972) menegaskan bahwa proses

pilihan karir itu terjadi sepanjang hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika

dimungkinkan orang berubah pikiran. Hal ini berarti bahwa pilihan karir tidaklah

terjadi sekali saja dalam hidup manusia. Di samping itu, Ginzberg juga menyadari

bahwa factor peluang/kesempatan memegang peranan yang sangat penting. Meskipun

seorang remaja sudah menentukan pilihan karirnya berdasarkan minat, bakat, dan

nilai yang ia yakini, kalau peluang/kesempatan untuk bekerja pada bidang itu tertutup

karena “tidak ada lowongan”, karir yang dicita-citakan tidak bisa terwujud. Tokoh

lain yang banyak membahas masalah perkembangan karir adalah Donald super. Ia

menulis banyak buku yang berkaitan dengan pengembangan karir. Beberapa

diantaranya adalah: The psychology of career (1957) dan career and life development

(1984). Ia juga menyusun beberapa tes untuk menilai tingkat kematangan vokasional,

antara lain: Carrer Develpoment Inventory, Career maturity test, dan Vocational

Maturity Test. Menurut Donald Super, perkembangan karir manusia dapat dibagi

menjadi 5 fase, yaitu:

1. Fase pengembangan (growth), meliputi masa kecil sampai usia 15 tahun.

Dalam fase ini, anak mengembangkan bakat-bakat, minat, kebutuhan, dan

potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur konsep diri (self-concept

structure).
27

2. Fase eksplorasi (exploration) dari umur 15-24 tahun, dimana orang muda

memikirkan berbagai alternative jabatan, tetapi belum mengambil keputusan

yang mengikat.

3. Fase pemantapan (establishment) dari umur 25-44 tahun, yang bercirikan

usaha-usaha memantapkan diri melalui pengalaman-pengalaman selama

menjalani karir tertentu.

4. Fase pembinaan (maintenance) dari umur 45-64 tahun, dimana orang yang

sudah dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan jabatannya.

5. Fase kemunduran (decline) bila orang memasuki masa pension dan harus

menemukan pola hidup baru setelah melepaskan jabatannya.9

B. Anak Putus Sekolah

1. Pengertian Putus Sekolah

Gunawan (2010:71), menyatakan putus sekolah merupakan predikat yang

diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu

jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang

pendidikan berikutnya. Misalnya seorang warga masyarakat atau anak yang hanya

mengikuti pendidikan di SD sampai kelas lima, disebut sebagai putus sekolah SD.

Menurut Djumhur dan Surya (1975:179) jenis putus sekolah dapat

9
Winkel, Bimbingan Dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia,1991), h.
518
28

dikelompokkan atas tiga, yaitu: Putus sekolah atau berhenti dalam jenjang, Putus

sekolah di ujung jenjang, Putus sekolah atau berhenti antara jenjang.

Putus sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berhentinya

anak atau anak yang keluar dari suatu lembaga pendidikan sebelum mereka

menamatkan pendidikan sesuai dengan jenjang waktu sistem persekolahan yang

diikuti, baik SD, SMP, maupun SMA.

2. Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Ada banyak faktor penyebab anak putus sekolah. Ada faktor yang berasal

dari dalam diri (internal) anak, seperti faktor kemalasan dan ketidakmampuan

diri. Ada juga faktor yang berasal dari luar (eksternal) anak, seperti ketidakadaan

biaya dan sarana pendidikan. Sebagaimana menurut (Baharuddin, 1982:17),

faktor yang menyebabkan terjadinya putus sekolah adalah:

1) Faktor kependudukan

2) Faktor ledakan usia sekolah

3) Faktor biaya (ekonomi)

4) Faktor kemiskinan

5) Faktor sarana
29

6) Faktor sekolah

7) Faktor I.Q (Intelegensi)

8) Faktor mentalitet anak didik

Faktor kependudukan merupakan faktor yang berasal dari keadaan lingkungan

yang ada dalam suatu penduduk tertentu, seperti angka kelahiran dan kematian. Hal

ini juga berkaitan dengan faktor ledakan usia sekolah yang dapat mempengaruhi anak

putus sekolah ketika angka kelahiran meningkat, menyebabkan anak usia sekolah

juga meningkat, persaingan untuk meraih hidup yang layak pun semakin meningkat

namun tidak dibarengi dengan pertambahan gedung-gedung sekolah dan kebutuhan

lainnya sehingga tak sedikit anak yang harus berhenti bahkan tidak mengenyam

pendidikan sama sekali.

Faktor biaya atau ekonomi berkaitan dengan faktor kemiskinan, ketika

berbicara mengenai faktor kemiskinan maka faktor ekonomi yang sangat terlihat,

ketika kebutuhan sekolah semakin banyak dengan keadaan ekonomi yang rendah

maka akan berakibat pada putus sekolah. Faktor sarana adalah faktor mengenai alat-

alat yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan. Alat ini dapat yang

digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi dapat juga berupa alat yang

digunakan oleh siswa. Banyak siswa yang malu karena peralatan yang ia gunakan
30

tidak pernah ganti yang baru karena orang tua tidak mampu membelikannya yang

baru sehingga anak merasa minder dan memilih untuk berhenti sekolah.

Faktor sekolah ialah faktor tentang keadaan suatu sekolah, dapat berupa

keadaan fisik sekolah seperti fasilitas dalam sekolah dapat juga berupa hubungan

antara siswa dengan gurunya disekolah. Ketika hubungan siswa dengan guru tidak

berjalan dengan baik, hal ini dapat berpengaruh terhadap anak untuk membolos dan

melanggar peraturan sekolah yang dapat berakibat terjadinya putus sekolah. Faktor

intelegensi merupakan faktor tentang kemampuan, kecerdasan, kepintaran dan

kedisiplinan siswa dalam sekolah. ketika intelegensinya rendah akan berpengaruh

pada terjadinya anak putus sekolah. Sedangkan faktor mentalitet anak didik terhadap

anak putus sekolah adalah keadaan dimana mental anak rendah atau ketika dalam

sekolah anak tidak berani untuk mengemukaan pikirannya dan merasa takut ketika

sedang mengikuti pelajaran disekolah serta tidak dapat bersosialisasi dengan

lingkungan sekolahnya.

Dari faktor-faktor penyebab anak putus sekolah yang dikemukakan diatas,

maka bisa dilihat faktor penyebab putus sekolah tidaklah sederhana dan bersifat

tunggal saja, melainkan banyak faktor yang menyebabkannya. Adapun faktor-faktor

anak putus sekolah yang peneliti gunakan adalah faktor internal yaitu faktor

intelegensi dan faktor eksternal yaitu faktor ekonomi.

C. Kerangka Berfikir
31

Kerangka berfikir merupakan sintesis tentang hubungan antara dua variable yang

disusun dari berbagai teori yang telah didiskripsikan. Menurut Sugiono “kerangka

pemikiran merupakan sintesis tentang hubungan antara dua variable yang disusun

dari berbagai teori yang didiskripsikan.

Kerangka berfikir dalam penelitian ini yaitu layanan bimbingan konseling karir

terhadap anak yang putus sekolah adalah sebuah bentuk layanan yang bertujuan

membantu anak yang putus seklah tersebut dalam proses pemahaman dirinya,

pemahaman nilai-nilai yang ada dalam dirinya baik itu bakat maupun minat yang

dimiliki, serta layanan yang membantu untuk mengatasi perencanaan masa yang

akan datang.

D. Penelitian Relevan

1. Hasil penelitian dari jurnal bimbingan dan konseling (E-Journal) yang

diteliti oleh Defriyanto, dan Neti Purnamasari dengan judul “Pelaksanaan

bimbingan dan konseling karir dalam meningkatkan minat siswa dalam

melanjutkan studi kelas XII di SMA Yadika Natar”. Pelaksanaan layanan

tersebut dilakukan berdasarkan latar belakang masalah karena kurangnya

rasa senang siswa untuk melanjutkan studi lanjutan, kurangnya

ketertarikan siswa untuk melanjutkan studi. Penelitian ini menggunakan

bimbingan kelompok hal ini dilakukan karena siswa memiliki masalah

yang sama yaitu masalah dalam rendahnya minat siswa melanjutkan studi
32

lanjutan dan tujuan dilakukan layanan ini untuk meningkatkan minat siswa

tersebut. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti

dengan menggunakan layanan bimbingan karir namun penelitian ini

meneliti anak yang putus sekolah dan jurnal dari Defriyanto dan Neti

purnamasari meneliti anak SMA Yadika Natar.

2. Hasil penelitian dari skripsi Karsani dengan judul “efektivitas layanan

informasi karir untuk meningkatkan perencanaan karir peserta didik kelas

XI di SMA Budaya Bandar Lampung”. Penelitian dilakukan karena

permasalahan kurangnya pemahaman karir yang dialami oleh peserta

didik. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif pre eksperimental

yaitu dilakukannya perlakuan tertentu terhadap subjek dengan

menggunakan one-group pretest posttest design. Hasil uji Wilcoxon

dengan menggunakan program SPSS 16.0 didapatkan z hitung pada kelas

XI yaitu -2.803. dengan sig yaitu 0,005 yang lebih kecil dari sig 0,005.

Sehingga dapat dikatakan bahwa layanan informasi karir berpengaruh

terhadap perencanaan karir peserta didik di SMA Budaya Bandar

Lampung.

3. Hasil Penelitian dari skripsi Dita Resyaningrum (14.12.2.1.006) dengan

judul “ bimbingan karir remaja putus sekolah di pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM) Bunga Kantil jebres Surakarta. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan bimbingan karir remaja

putus sekolah di PKBM Bunga Kantil dan memaparkan hambatan-


33

hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan bimbingan karir remaja

putus sekolah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini yaitu dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa

tahapan yaitu assessment, intervensi bimbingan karir, magang karir, dan

memandirikan peserta bimbingan karir. Hambatan dalam penelitian adalah

jumlah tutor yang terbatas, sarana dan prasarana. Persamaan dari

penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama-sama

meneliti tentang bimbingan konseling karir namun perbedaannya adalah

peneliti mencari tentang efektivitasnya, dan penelitian Dita Resyaningrum

tentang deskripsi pelaksanaan bimbingan karir tersebut.

4. Hasil penelitian skripsi dari Ana Nisaa Muslimah dengan judul skripsi

“efektivitas konseling karir dengan pendekatan trait and factor pada

karyawan yang memiliki konflik kerja di PT. Iskandar Indah Printing

Textile Surakarta”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif

eksperimen dengan design penelitian one group pretes-posttest. Dan hadil

dari penelitian ini adalah bahwa konseling karir dengan trait and factor

dapat efektif digunakan pada karyawan yang memiliki konflik kerja

dengan pengujian hipotesis menggunakan analisis paired sampel t-test

dengan pembuktian nilai sig. sebesar 0.009 < 0.05. Dengan penerimaan

jika nilai sig > 0.05 maka tidak ada perbedaan yang signifikan. Dan

dengan penerimaan jika nilai sig < 0.05 maka terdapat perbedaan

signifikan. Perbedaan penelitian ini dengan yang peneliti lakukan adalah


34

meneliti subjek yang berbeda. Skripsi Ana Nisa meneliti karyawan yang

memiliki konflik dalam pekerjaan nya sedangkan penelitian ini meneliti

pada anak yang putus sekolah.

E. Hipotesis penelitian

Teori yang digunakan dalam penelitian kuantitatif akan mengidentifikasikan

hubungan antarvariabel. Hubungan antar variable bersifat hipotesis. Hipotesis

merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan peneliti. Hipotesis dalam

penelitian kuantitatif dapat berupa hipotesis satu variabel dan hipotesis dua

variabel atau lebih.10

Dengan demikian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan

masalah dan hipotesis yang akan diuji dinamakan hipotesis alternative (H a)

dan hipotesis nol (HO) sementara yang dimaksud hipotesis alternative adalah

menyatakan saling berhubungan antar dua variabel atau lebih, atau

menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok yang

dibedakan. Sementara hipotesis nol adalah hipotesis yang menunjukan tidak

adanya saling hubungan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang

lain.11

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

10
Priyono, metode penelitian kuantitatif (Sidoarjo: Zifatama Publishing, 2008) h. 66
11
Abdurrahman Fatoni, Metode Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2011) h. 20
35

Ha : Layanan Bimbingan Dan Konseling Karir efektif ketika diberikan

terhadap anak yang putus sekolah di Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an

Kota Metro.

HO : Layanan Bimbingan Dan Konseling Karir tidak efektif untuk diberikan

kepada anak yang putus sekolah di Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Kota

Metro.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada

filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkan. Penelitian ini juga banyak enggunakan angka, mulai dari

pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari

hasilnya. Demikian juga tetap dipakai kesimpulan penelitian menjadilebih

baik apabila disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar, atau tampilan lain.12

B. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-

eksperimental design. Bentuk pre- eksperimental design yang digunakan yaitu

one group pretest-postest design. Pada desain ini terdapat pre-test yang akan

diberikan kepada klien sebelum peneliti membuat perlakuan berupa layanan

yang akan diberikan yaitu layanan bimbingan dan konseling karir, dan post-

12
Sharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rineka Cipta,
2010, h. 27

36
37

test diberikan setelah peneliti memberikan pemahaman tentang layanan

bimbingan karir terhadap klien. Dengan demikian, hasil perlakuan dapat

diketahui lebih akurat karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum

diberikan treatment. Design penelitian sebagai berikut:

Tabel 1 Desain Penelitian

Pre-test Treatment Post-test

O1 X O2

Keterangan:

O1 : nilai pre-test sebelum diberikan perlakuan dengan menggunakan layanan

bimbingan karir.

X : perlakuan dengan menggunakan layanan bimbingan konseling karir

O2 : setelah diberikan keterampilan dasar konseling dengan teknik diskusi.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian

eksperimen merupakan penelitian untuk mencari pengaruh saat sebelum

diberikan perlakuan tindakan dan saat sesudah diberikan perlakuan

tindakan.

C. Variabel Penelitian

Setiap penelitian menggunakan variabel yang jelas sehingga memberikan

gambaran data dan informasi apa saja yang diperlukan untuk memecahkan

permasalahan yang ada pada penelitian tersebut. Yang dimaksud dengan


38

variabel penelitian yaitu gejala yang menjadi objek penelitian. Variabel pada

dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk diteliti sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya. Pada hakikatnya, setiap variabel adalah

suatu konsep, yaitu konsep yang bersifat khusus yang mengandung variasi

nilai. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan

variabel terikat yaitu:

a. Variabel independen/bebas (X)

Variabel independen atau bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau

penyebab. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah layanan

bimbingan dan konseling karir.

b. Variabel dependen/terikat (Y)

Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang bebas dan variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Dalam penelitian variabel terikat adalah anak yang putus sekolah. Dan di

dalam penelitian ini layanan bimbingan diberi symbol (X) sementara anak

yang putus sekolah diberi symbol (Y). Penelitian ini memiliki dua variabel

yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) dengan variabel X dapat

memunculkan variabel Y. Hubungan antara dua variabel ini digambarkan

sebagai berikut:
39

Gambar 1

Hubungan Antar Variabel

Layanan bimbingan karir

(X)

(Variabel bebas)

Anak yang putus sekolah

(Y)

(Variabel terikat)

D. Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan dan konseling

karir. Variabel bebas juga disebut sebagai variabel eksperimen (eksperimental

variabel). Dan adapun variabel terikat nya yaitu anak yang putus sekolah.

Berikut penjelasan mengenai variabel-variabel secara operasional:

Tabel 2

Definisi operasional

No. variabel Definisi Indicator Alat ukur Hasil Skala


operasional ukur ukur

1. Variabel Bimbingan karir Tingkat Pedoman


bebas (X) adalah kegiatan pengetahua observasi
adalah bimbingan yang n yang
40

layanan diberikan dimiliki


bimbingan kepada siswa seseorang
dan untuk memilih, menyangkut
konseling menyiapkan diri, berbagai
karir mencari, dan akternatif
menyesuaikan pilihan karir
diri terhadap
karier yang
sesuai dengan
minat, bakat,
dan
kemampuannya
sehingga dapat
mengembangkan
dirinya secara
optimal
sehingga dapat
menemukan
karir dan
melaksanakan
karir yang
efektif dan
memberikan
kepuasan dan
kelayakan.

2. Variable Surya (1975) a. Angket,


terikat (Y) memberikan kurangnya wawancara
adalah anak pengertian pemahaman , observasi
yang putus bahwa anak tentang
sekolah yang putus minat dan
sekolah tidak bakat
lain merupakan
kegagaln b. masalah
murid/siswa ekonomi
dalam
menyelesaikan c. kurang
pemahaman
41

tingkat
pendidikan tentang
tertentu karir

E. Populasi, sampel, dan teknik sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang disebabkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi

populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang

lain. populasi dalam penelitian ini adalah 6 santriwati yang ada di Pondok

Pesantren Roudlotul Quran Kota Metro.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi karena keterbatasan tenaga

dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
42

populasi. Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 6

santriwati di pondok pesantren roudlotul quran kota metro.

3. Teknik sampling

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang

relative sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Sampel merupakan

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi

yang akan diteliti. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan

dengan jenis non probability sampling. Non probability sampling jenis

sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen

populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi

sampel. Teknik non probability sampling yang dipilih yaitu dengan

sampling jenuh (sensus) yaitu metode penarikan sampel bila semua

anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan

apabila jumlah populasi kecil, kurang dari 30 orang (Supriyanto dan

Mahfudz, 2010: 188). Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil

adalah 6 santriwati di pondok pesantren roudlotul quran kota metro yang

memiliki riwayat pendidikan yang berbeda. Dan teknik pengambilan

sampel dengan menggunakan metode sampel jenuh. Metode sampel jenuh

adalah penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi

sampel.

F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
43

1. Observasi

Observasi merupakan strategi dan teknik yang paling efektif untuk

mengumpulkan data tentang perilaku dan memahami perkembangan

peserta didik yang diperoleh langsung dari kegiatan yang sedang

dilakukannya. Dengan observasi konselor dapat mengumpulkan data atau

informasi yang valid dan reliable berupa fakta-fakta tentang perilaku dan

aktivitas yang dapat diamati atau yang terlihat dari luar. Observasi sifatnya

mengamati, maka alat yang paling pokok dalam teknik ini adalah panca

indera, terutama indera penglihatan. Observasi meliputi pengamatan yang

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek yang

sedang diteliti.13

2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari wawancara.wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan jga

untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari repsonden. Secara

fisik wawancara dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur. Dan metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur

(unstructured interview) dengan bentuk pertanyaan terbuka sebagai salah


13
Rifda El Fiah, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. H. 161
44

satu teknik pengumpulan data. Ini didasarkan pada metode penelitian yang

dipakai oleh peneliti sangat tergantung pada pemahaman peneliti dan data

informasi yang diperoleh dari observasi dan wawancara. Wawancara

dalam peneleitian ini, dilakukan terhadap 6 santriwati di Pondok Pesantren

Roudlotul Quran Kota Metro.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan

mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden. Metode ini

digunakan untuk memperoleh gambaran umum apa kegiatan yang

dilakukan anak yang putus sekolah di Pondok Pesantren Roudlotul Quran

Kota Metro. Dan dengan teknik ini juga digunakan untuk memperoleh

gambaran alasan mereka tidak melanjutkan pendidikan pada saat layanan

konseling kelompok dilakukan.

4. Angket (Kuesioner)

Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah skala Likert. Format

yang digunakan dalam instrument ini terdiri dari 5 pilihan jawaban dari

pernyataan yang ada. Bobot nilai pada masing-masing alternative jawaban

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3

Skor Alternatif Jawaban


45

Alternative Jawaban

Sangat setuju netral Tidak Sangat


Jenis pertanyaan/pernyataan
setuju setuju tidak
setuju

Favorable
(pernyataan yang negative/
mendukung indicator) 5 4 3 2 1

Unfavorable
(pernyataan positif/menolak
indicator) 1 2 3 4 5

Penilaian dalam penelitian ini menggunakan rentang skor dari 1-5 dengan

banyak item 6. Penelitian ini bertujuan untuk mengkategorikan peserta

didik menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, rendah.

G. Pengembangan Instrumen Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini adalah tentang penelitian untuk mengungkapkan

keefektifan layanan bk karir untuk diberikan kepada anak yang putus sekolah

di pondok pesantren Roudlotul quran kota metro, maka dari itu instrument

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrument non tes dengan

menggunakan angket. Pada penelitian ini peneliti menggunakan angket,

menggunakan pernyataan/pertanyaan yang akan dilakukan dalam sesi

wawancara, dan menggunakan arsip-arsip dokumentasi yang berhubungan

dengan penelitian. Angket yang akan digunakan dalam penelitian adalah

angket yang mengadopsi dari skripsi saudari siti Fatimah mahasiswi geografi

universitas negeri semarang.


46

Tabel 4

Kisi-kisi instrument anak putus sekolah

Bentuk instrument: angket/kuesioner

Sub variable : motivasi anak

No. Variable Jumlah soal Nomor soal

1. Motivasi anak:
 Motivasi intrinsik:
a. Keinginan untuk melanjutkan (1-4)
pendidikan
b. Adanya dorongan dan (14 soal) (5-8)
kebutuhan untuk melanjutkan
pendidikan
c. Adanya harapan dan cita-cita (9-12)
d. Adanya penghargaan atas diri (13-14)
 Motivasi ekstrinsik:
a. Lingkungan keluarga (15-18)
(dorongan dari orang tua)
b. Lingkungan sekolah (dorongan
(19-20)
dari guru dan teman sekolah) (10 soal)
c. Lingkungan masyarakat (21-22)
(dorongan dari teman bergaul)
d. Adanya kegiatan yang menarik (23-24)

H. Validasi Dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum sebuah angket digunakan di dalam suatu penelitian, hendak nya

angket tersebut di uji kevalidan dan reliable nya, tujuan nya adalah untuk
47

mengetahui layak atau tidak nya angket tersebut untuk digunakan dalam suatu

penelitian, berikut langkah-langkah dalam menguji angket:

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas merupaka suatu ukuran untuk menunjukan tingkat kevalidan

suatu instrument. Suatu instrument dikatakan valid jika mampu mengukur

apa yang diinginkan, dan mempunyai validitas yang tinggi. Dan

sebaliknya akan dikatakan kurang valid jika validitasnya rendah.teknik

pengujian yang sering digunakan para peneliti untuk uji validitas adalah

menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson).

n Σ xy− ( Σx )( Σy )
rxy=¿
√¿ ¿¿

Keterangan:

Rxy : koefisien korelasi antara variable x dan y

N : jumlah responden

X : jumlah skor butir

Y : jumlah skor total

2. Uji Reliabilitas Instrumen


48

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrument dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument

tersebut sudah baik. Reliable berkenaan denga derajat konsistensi dan stabilitas

data atau temuan. Suatu data dinyatakan reliable apabila dua atau lebih peneliti

dalam obyek yang sama, menghasilkan data yang sama, apabila sekelompok dan

jika dipecah menjadi dua menunjukan data yang tidak berbeda.14

Untuk mengukur angket dalam penelitian ini rumus yang digunakan yaitu Alpha

Cronbach dengan bantuan SPSS.

I. Teknik Pengolahan Data

1. Editing. Skala yang sudah di isi oleh responden akan dilakukan

pengecekan isian skala tentang kelengkapan isian, kejelasan, relevansi dan

konsistensi jawaban yang telah diberikan oleh responden. Kemudian data

yang tidak lengkap akan dikembalikan kepada responden, dan apabila

skala yang tersebar kurang dari jumlah populasi maka peneliti akan

menyebar skala itu kembali.

2. Coding. Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan data

ke dalam komputer.

3. Processing. Pada tahapan ini, data yang sudah terisi lengkap dan telah

melewati proses pengkodean maka akan dilakukan pemrosesan data


14
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. H. 364
49

dengan memasukkan data dari seluruh skala yang terkumpul ke dalam

program software SPSS 20.0

4. Cleaning. Yaitu untuk mengecek kembali data yang sudah di entri apakah

adanya kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut kemungkinan dapat

terjadi pada saat mengentri data kedalam program computer.

J. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun data secara sistematis

yang diperoleh dari hasil angket, wawancara, observasi lapangan, dan dari

dokumentasi. Cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun pola, memilih mana yang

penting untuk dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah untuk

dipahami diri sendiri maupun dipahami oleh orang lain. Metode analisis data

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode statisitik non

parametric. Pemberian layanan bimbingan konseling karir terhadap anak yang

putus sekolah menggunakan analisis statistic uji Wilcoxon satu sampel yaitu

dengan menggunakan rumus:

Z=
T=
[ 4 N ( N −1) ]
1
√ 26 N ( N −1 ) (2 N−1)

Keterangan:

Z : Uji Wilxocon

T : Total jenjang (selisih) terkecil antara nilai posttest


50

N : Jumlah Sampel
DAFTAR PUSTAKA

ABKIN, & ILO. (2011). Panduan Pelayanan Bimbingan Karir (Issue 2011).
https://doi.org/10.13140/RG.2.1.3664.7768

Agung budi prabowo, A., Nurhudaya, N., & Budiamin, A. (2018). Efektivitas
Program Bimbingan Karir Berbasis Teori Super untuk Mengembangkan
Identitas Vokasional Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Konseling:
Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Konseling, 4(1), 14.
https://doi.org/10.26858/jpkk.v4i1.5725

Antari, T. Y. (2015). Bimbingan Karir Pada Remaja di Panti Sosial Bina Remaja
Beran Triadi Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (Vol. 97, Issue 12).

Al-Qur’an Hafalan dan Terjemahan. Jakarta: Almahira, 2017

Defriyanto, & Purnamasari, N. (2016). Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling


Karir dalam Meningkatkan Minat Siswa dalam Melanjutkan Studi Kelas XII di
SMA Yadika Natar. KONSELI: Jurnal Bimbingan Dan Konseling (E-Journal),
3(2), 206–220.

M. (2018). Pendidikan Islam (Pengertian, Ruang Lingkup dan Epistemologinya).


Inspiratif Pendidikan, 7(1), 147. https://doi.org/10.24252/ip.v7i1.4940

Muslimah, A. N. (2019). Efektivitas Konseling Karir Dengan Pendekatan Trait and


Faktor Pada Karyawan Yang Memiliki Konflik Kerja di PT. Iskandar Indah
Printing Textile Surakarta. Society, 2(1), 1–6.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Resyaningrum, D. (2019). Bimbingan Karir Remaja Putus Sekolah Di Pusat Kegiatan


Belajar Masyarakat (PKMB) Bunga Kantil Jebres Surakarta. Eprints.Iain-
Surakarta.Ac.Id, 48. http://eprints.iain-surakarta.ac.id/3915/1/J. Full Text.pdf

Purwanti, L. (2019). Penyebab Putus Sekolah Pada Siswa Sekolah Dasar di


Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso Pada Kurun Waktu 2010-2015. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Umar Bukhari, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010

Anda mungkin juga menyukai