Anda di halaman 1dari 13

RESUME TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIALKULTUR

DOSEN PENGAMPU : Syahbuddin, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:
Irwanto
NIM : 2021010003

PENDIDIKAN SEJARAH STKIP TAMAN SISWA


TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan mengucap puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat
serta karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa
pula mengucapkan shalawat beserta salam atas kehadiran baginda rasulullah yaitu nabi
Muhammad S.A.W..

Dan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing bapak Syahbuddin, S.Pd.,M.Pd yang
senantiasa membimbing dan memberi saran yang baik kepada kelompok kami sehingga dapat
menyelesaikan Makalah mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.

Makalah ini di buat bukan hanya untuk menyelesaikan dan melengkapi tugas mata
kuliah tapi juga di harapkan dapat memberi wawasan yang lebih luas guna meningkatkan
pengetahuan yang mendalam bagi para mahasiswa/i dalam bidang pendidikan, sehingga kita
dapat mengetahui hal-hal apa saja yang ada dalam bidang pendidikan.

Akhir kata, Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi kami,
sekian dan terima kasih.

Bima, 01 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1-2
B. Rumusan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Belajar dalam Pandangan Revolusi Sosio Kultural ............... 3
B. Teori Sosio Kognitiv Bandura ............................................... 3-4
C. Teori Edward Burnett Tylor ................................................... 4
D. Kelebihan dan Kekurangan .................................................... 5
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 6
B. Saran .................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan
bangsa dan negara. Kualitas pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
mutu sumber daya manusia. Dalam UU Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, disebutkan mengenai pengertian pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional
adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Melihat konsepsi pendidikan di atas, pendidikan harus dilakukan secara
berkesinambungan sesuai dengan konsep long life education, yakni bahwa pendidikan
sebagai suatu proses yang terjadi sepanjang hidup. Penyelenggaraan pendidikan
dimaksudkan untuk memberikan perubahan perilaku peserta didik, dimana perubahan
tersebut dapat terlihat, bersifat permanen, memiliki arahan yang positif bagi individu.
Pelaksanaan pendidikan tidak hanya dimonopoli oleh pendidikan formal. Pelaksanaan
pendidikan juga meliputi pendidikan informal dan non formal. Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Setiap orang tentunya merasakan
pendidikan informal. Bahkan pendidikan informal ini merupakan bentuk pelaksanaan
pendidikan yang pertama kali dialami oleh setiap individu. Pendidikan non formal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. Implementasi pendidikan non formal antara lain; berbagai kursus
keterampilan, program Kejar Paket A, B, dan C.
Kenyataan bahwa faktor ekonomi mempengaruhi kuantitas warga negara dalam
mengenyam pendidikan formal, seharusnya tidak menjadikan masyarakat yang kurang
mampu tidak dapat menikmati pendidikan. Keberadaan pendidikan non formal memiliki
peranan penting untuk mengakomodir masyarakat yang tidak bisa mengenyam
pendidikan formal, dengan berbagai latar belakang alasan. Ditinjau dari fungsi, cakupan,
dan jenis pembelajaran antara pelaksanaan pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan non formal memang berbeda. Salah satu perbedaannya terletak pada budaya
belajar dalam kawasan tiga pelaksanaan pendidikan tersebut. Budaya belajar
mempengaruhi proses pembelajaran, di lain sisi proses pembelajaran pun dapat
mempengaruhi budaya belajar di lingkungan pendidikan.
Budaya belajar sebagai faktor pengaruh dan faktor yang dipengaruhi, terbentuk
dari budaya (kultur) yang berkembang di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Baik
kultur makro maupun kultur mikro. Teori belajar kultural sangat berkaitan erat dengan
penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun non formal.
Teori belajar kultural memandang bahwa aspek-aspek sosial memasyarakatan, aspek
kebudayaan, dan aspek lingkungan, merupakan bagian penting dalam proses
pembelajaran dan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Patut diakui,
bahwa kebudayaan yang berkembang dalam kelompok masyarakat tertentu akan
menentukan bentuk maupun corak pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga
pendidikan.
Namun demikian, di negara-negara berkembang adopsi sistem pendidikan dari
luar sering kali mengalami kesulitan untuk berkembang. Asumsi-asumsi yang melandasi
program-program pendidikan sering kali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat
orang yang belajar, dan hakekat orang yang mengajar. Pendidikan dan pembelajaran
selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan
harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian.
Seorang siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-
dimensional, tidak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi
demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider.
Mendidik juga berarti membantu anak untuk menjadi dirinya dan peka terhadap
lingkungannya. Oleh karena itu, harus berusaha diciptakan lingkungan belajar yang
demokratis. Selain itu diperlukan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar sebagai
modal dasar untuk memunculkan prakarsa belajar. Ini semua menjadi sangat penting
untuk mengembangkan kemampuan mental yang produktif.
Indonesia merupakan negara yang majemuk, dengan heterogenitas kebudayaan
yang dimiliki masyarakat, menjadikan corak pendidikan di Indonesia pun menjadi
beragam. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, dari kepulauan Sematera hingga
Papua, tidak boleh meminggirkan peranan kebudayaan yang hidup dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Secara umum, pendidikan memang dimaksudkan agar setiap
kelompok masyarakat dapat menerima perbedaan, sehingga tercipta masyarakat yang
plural dengan tingkat toleransi yang tinggi.
Teori belajar kultural merupakan suatu konsepsi yang menempatkan budaya
(kultur) menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Pendidikan akan
lebih diterima oleh masyarakat bilamana kebudayaan mengambil bagian dan diberikan
tempat dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan pun
dimaksudkan untuk mengukuhkan kebudayaan yang telah ada sebagai kekayaan dan
warisan leluhur suatu bangsa. Penyelenggaraan pendidikan juga dimaksudkan untuk
membangun budaya baru yang positif, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan jaman. Pendidikan berkebudayaan dipandang mampu menjadi filter bagi
dampak sosial yang ditimbulkan oleh globalisasi. Teori belajar kultural selain dapat
diaplikasikan dalam berbagai metode pembelajaran, juga menjadi solusi bagi sebagian
permasalahan pendidikan di Indonesia.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana belajar dalam pandangan teori revolusi sosio-kultural ?
2. Bagaimana pandangan teori sosio kognitiv Bandura ?
3. Bagaimana teori Edward Burnett Tylor ?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori revolusi sosio-kultural ?

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang belajar dalam pandangan teori revolusi sosio-kultural.
2. Mengetahui tentang belajar dalam pandangan teori sosio kognitiv Bandura.
3. Mengetahui teori Edward Burnett Tylor.
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori revolusi sosio-kultural.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Belajar dalam pandangan revolusi sosio kultural


Teori belajar kultural merupakan suatu konsepsi yang menempatkan budaya menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Teori revolusi sosio mengandaikan
bahwa siswa hadir dalam pembelajaran yang tidak kosong realitas. Setiap individu
pembelajar telah memiliki pengalaman pengalaman unik dalam pergulatan sosial kulturalnya.
Menurut (sudjiati,2012) terdapat 3 aspek penting dalam teori belajar revolusi sosio kultural
antara lain :
a. Pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat
b. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam
suatu komunitas masyarakat
c. Kebudayaan merupakan suatu proses pemanusiaan didalam kehidupan berbudaya
sehingga terjadi proses perubahan
d. Sehubungan dengan itu, ada beberapa tokoh yang memiliki pandangan berhubungan
dengan teori belajar teori revolusi sosio kultural yaitu Piaget (kontruktivistik
kognitif), Vygotsky (co-kontruktivime)

Piaget menyatakan bahwa anak anak yang mengetahui dan mengkonstruksi


pengetahuan tentang objek didunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan tentang
objek yang diketahuinya dan mengkonstruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka.
Sementara itu teori vygotsky menekankan pada hakikat sosio kultural dari pembelajaran.
Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu dengan individu lain
merupakan faktor yang mendorong atau memicu perkembanagn kognitif.vygotsky yakin
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam kerjasama antar siswa
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. Keuntungan teori Vygotsky antara lain :
a) anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensinya melalui
belajar,
b) pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari
pada tingkat perkembangan aktualnya,
c) pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada intramental,
d) proses pembelajaran tidak bersifat transforal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi.

2. Teori Sosio Kognitif Bandura


Teori sosia kognitif menekankan pada pembelajaran konservasi dalam pembelajaran
ini tadi, ditemukan fakta bahwa oembelajar lebih menunjukkan perilaku meniru tindakan
model yang di lihatnya. Teori kognitif sosial atau disebut juga teori obeservasi obervational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru di bandingkan dengan teori
belajar belajar yang laiinya. Bandura berpendapat bahwa faktor sosial, kognitif dan faktor
perilaku memainkan peran penting dalam pembelajaran hal ini berarti bahwa faktor kognitif
berupa ekspektasi siswa untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup
pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya
Teori bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif untuk menguraikan
belajar dan perilaku melalui kognitif kita berarti bandura berasumsi tentang oikiran manusia
dan menafsirkan pengalaman mereka. Dasar kognisi dalam belajar :
a. Atensi atau perhatian
Faktor-faktor untuk mendapatkan perhatian yaitu : (1) penekanan penting dan perilaku
menonjol. (2) memperoleh perhatian dari ucapan/perhatian, dan (3) membagi aktifitas
umum dapam bagian yang wajar menjadi komponen keterampilan menonjol.
b. Retensi atau mengingat
Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori/tidak, dan dasar untuk
penyimpanan merupakan metode yang digunakan untuk penyandian atau
memasukkan respon.
c. Reproduksi gerak
Rangkaian tindakan baru merupakan simbol pertama pengaturan dan pelatihan, semua
waktu dibandingkan dengan waktu atau memori dari perilaku model.
d. Penguatan dan motivasi
Pokok persoalan dari atensi, retensi, dan reproduksi gerak sebagian besar
berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru perilaku penguatan menjadi
relevan.

Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah :


a. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
b. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
c. Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan
keakuratan umpan balik
d. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan dari diri sendiri.

Selain itu, juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip
sebagai berikut :
a. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik,
kemudian melakukannya.
b. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
c. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut
disukai dan dihargai.

3. Teori Edward Burnett Tylor


Tylor tidak mengemukakan definisi belajar kultural, tetapi memberikan teori
mengenai budaya. Teori budaya sebagai bagian dalam teori belajar kultural perlu dibahas
karena substansi budaya merupakan salah satu pijakan teori belajar kultural. Beliau
berpendapat, bahwa asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan adanya jiwa
disebabkan oleh dua hal yaitu, perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang
hidup dengan hal-hal yang mati, dan peristiwa mimpi. Tylor juga berpendirian bahwa bentuk
religi paling tua adalah penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari
jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya.
Teori yang lain tentang kebudayaan, Tylor beranggapan bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Teori belajar kultural senantiasa mengambil
bentuk aplikasi yang disesuaikan dengan keduanya.

4. Kelebihan dan Kekurangan Teori Revolusi Sosio-Kultural

Mendeskripsikan kelebihan dan kelemahan teori belajar kultural tidak bisa dilakukan
dengan mengeralisasikannya begitu saja. Di bagian awal telah disebutkan bahwa teori belajar
kultural hanya mampu didevinisikan dan dijelaskan dneagn mengunakan berbagai
pendekatan teori belajar yang lain, terutama konstruktivisme dan sosio-kultural.
Mengidentivikasi kelebihan dan kelemahan teori belajar kultural dipandang dari perspektif
pendekatan tertentu. Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan, antara
lain:
1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.
2. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya
daripada tingkat perkembangan aktualnya.
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental.
4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif
yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk
tugas-tugas atau pemecahan masalah.
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Keuntungan sebagaimana telah dideskripsikan di atas akan memberikan
implikasi positif bagi peserta didik, antara lain:
1. Mendorong peserta didik untuk berfikir dalam proses membina pengetahuan baru.
Siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, menemukan ide dan membuat
keputusan.
2. Peserta didik akan memiliki pemahaman, kerana terlibat secara langsung dalam
membina pengetahuan baru. Peserta didik akan lebih faham dan dapat
mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Memiliki ingatan yang kuat terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan dan
pengalaman, kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama tentang semua konsep. Siswa melalui pendekatan ini membina sendiri
pemahamannya.
4. Memiliki efikasi diri yang tinggi, yakni memiliki keyakinan bahwa dirinya dan
orang lain yang terlibat dalam interaksi belajar akan mampu mengatasi permasalahan
dalam pembelajaran.
5. Memiliki kemahiran sosial yang diperoleh melalui interaksi dengan rekan dan guru
dalam membina pengetahuan baru.
6. Pembelajaran berlangsung menyenangkan, kerana peserta didik terlibat secara aktif
dan berkelanjutan.
Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak,
proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari
berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati
secara langsung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Teori revolusi sosio-kultural erat kaitannya dengan masyarakat dan budaya,


dimana keduanya saling mempengaruhi dalam sebuah pembelajaran. Teori revolusi
sosio-kultural ini menerangkan bahwa kemampuan siswa dalam belajar tidak serta merta
melalui peran guru, melainkan dengan budaya dan kemampuan dirinya sendiri.

Penjelasan mengenai teori belajar kultural oleh para ahli dilakukan melalui
berbagai pendekatan teori pembelajaran yang diformulasikan dengan aspek kultur
lingkungan masyarakat dan lingkungan alam. Penekanan bahwa peserta didik aktif dalam
pembelajaran harus dipadukan dengan adanya peranan budaya yang diperoleh dari pola
hubungan dan interaksi baik antara peserta didik, guru, lingkungan, maupun masyarakat.
Namun demikian, patut diakui bahwa tidak ada teori belajar yang paling sempurna,
termasuk teori belajar kultural. Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki, teori
belajar kultural juga memiliki kelemahan.

B. Saran
Pelaku dan pemerhati pendidikan agar memberikan formulasi yang lengkap dan
jelas mengenai teori belajar kultural dengan berbagai aplikasinya. Terutama bagi pelaku
dan pemerhati pendidikan di Indonesia agar menciptakan suatu pendekatan pembelajaran
melalui teori belajar kultural, yang mengacu pada aspek pengembangan karakteristik
kebangsaan, sehingga sesuai untuk diterapkan dalam paradigma pendidikan di Indonesia
yang latar belakang masyarakatnya sangat plural.
DAFTAR PUSTAKA

Gredler. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Rusman. 2012. Seri Managemen Sekolah Bermutu, Model-model Pembelajaran


(Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Husamah, Pantiwati, Y., Dkk. 2016. Belajar dan Pembelajaran. Malang: UMM Press

Anda mungkin juga menyukai