Anda di halaman 1dari 13

Makalah Kurikulum Landasan Sosiologis

Sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah kurikulum

Dosen Pengampu:
Dr. Marniati, SE, MM
Ma’rifatun nashikah S.Pd, M.pd

Nama : Shabrina Yasinta Zahra Yuma


NIM : 19050404072

Program Studi S1 Pendidikan Tata Busana


Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Surabaya
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Kurikulum.

penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Tangerang Selatan, 18 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1 Landasan sosiologis pengembangan kurikulum...............................................................2
2.2 Implikasi Sosiologis Bagi Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Pendidikan, Dan Para
Pembuat Kebijakan Pendidikan Baik Tingkat Pusat Maupun Daerah...............................5
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................9
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................9
Daftar Pustaka.............................................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurikulum sebagai rancangan sekaligus kendaraan pendidikan mempunyai peran yang
sangat signifikan dan berkedudukan sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan
proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam dunia
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat
dikerjakan secara sembarangan saja.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan oleh
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam dan sesuai dengan tantangan zaman. Karena
kurikulum ibarat sebuah rumah yang harus mempunyai pondasi agar dapat berdiri tegak, tidak
rubuh dan dapat memberikan kenyamanan bagi yang tinggal di dalamnya, pondasi tersebut ialah
landasan-landasan untuk kurikulum sebagai rumahnya, agar bisa memberikan kenyamanan dan
kemudahan bagi peserta didik untuk menuntut ilmu dan menjadikannya produk yang berguna
bagi dirinya sendiri, agama, masyarakat dan negaranya. Bila landasan rumahnya lemah, maka
yang ambruk adalah rumahnya sedangkan jika landasan kurikulum yang lemah dalam
pendidikan maka yang ambruk adalah manusianya.
Oleh karena itu kurikulum dalam pendidikan perlu mempunyai perhatian yang besar baik
bagi pemerintah sebagai penanggung jawab umum atau pihak sekolah yang turun langsung
mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta didik, dengan berlandaskan pada filosofis,
psikologis, sosiologis dan organisatoris serta bersifat dinamis agar tujuan pendidikan bisa
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah


a. apa pengertian Landasan sosiologis pengembangan kurikulum
b. bagaimana implikasi penerapan sosiologis bagi guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan,
dan para pembuat kebijakan pendidikan baik tingkat pusat maupun daerah.

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum .
b. Dapat memberikan pengetahuan mengenai salah satu landasan pengembangan kurikulum.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan sosiologis pengembangan kurikulum

Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari


sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Pendidikan adalah proses
sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak
didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai
budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak
didik untuk hidup sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam konteks inilah
kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi
kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh
karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi
perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi
kehidupan siswa di masyarakat. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang
terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih
bermakna dalam hidupnya.
penting memperhatikan faktor karakterstik masyarakat dalam pengembangan kurikulum.
Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Perkembangan masyarakat dipengaruhi
oleh kehidupan, nilainilai, IPTEK, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan
masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang landasan
pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat. Maka dari itu sangatlah
penting memerhatikan keadaan situasi yang ada dengan kemamupuan yang ada, dan selalu
membuat perubahan dengan konsisten tetapi tetap memperhatikan dengan kondisi yang sedang
terjadi, harus selaras dan memperhatikan perkebangan agar pembelajaran menjadi maju sesuai
perkembangan agar terciptanya peserta didik yang siap akan perubhan yang akan dihadapi
didepannya setelah ia mendapatkan ilmu yang telah diberikan.
Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan dan
keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam
rangka perkembangan kepribadian manusia, pekembangan hubungan dengan manusia, hubungan
manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Secara lebih rinci,
kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
a) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini
bersifat abstrak yang berada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat
kebudayaan itu berada.

2
b) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini
disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan
diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama.
Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide, konsep,
gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya.
c) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik
perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang
ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum
dengan pertimbangan:
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, citacita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena
itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman
kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya.
Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan
beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai
mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-
nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Ada dua pertimbangan sosial budaya yang dijadikan landasan dalam pengembangan
kurikulum: pertama,Setiap orang dalam masyarakat selalu berhadapan dengan masalah anggota
masyarakat yang belum dewasa dalam kebudayaan. Maksunya manusia belum mampu
menyesuaikan dengan cara kelompoknya. Kedua, Kurikulum dalam setiap masyarakat
merupakan refleksi dari cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu untuk
membina struktur dan fungsi kurikulum, perlu memahami kebudayaan. Karena itu, para
pengembang kurikulum harus:
1. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat.
2. Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
3. Menganalisis kekuatan serta potensi daerah.
4. Menganalisis syarat dan tuntunan tenaga kerja.
5. Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.
Dari penjelasan tersebut dapat diungkapkan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban

3
masa yang akan datang. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat
dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi
sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih
bermakna dalam hidupnya.Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan masyarakat. Disinilah tuntutan masyarakat adalah salah satu
dasar dalam pengembangan kurikulum. Tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1. Mengajar keterampilan,
2. Mentransmisikan budaya,
3. Mendorong adaptasi lingkungan,
4. Membentuk kedisiplinan,
5. Mendorong bekerja berkelompok,
6. Meningkatkan perilaku etik, dan
7. Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
kenapa landasan sosiologis itu penting? Berikut dijelaskan oleh masitoh dkk. Faktor kebudayaan
merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan:
1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena
itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman
kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2. Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya.
Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan
beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai
mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-
nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
3. Seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat yang kemudian disebut kebudayaan
merupakan konsep yang memiliki kompleksitas tinggi. Adanya kebudayaan karena hasil dari
pemikiran keras dari pengalaman-pengalaman orang terdahulu. Dan kebudayaan adalah hasil
dari cipta, rasa dan karsa manusia.

4
2.2 Implikasi Sosiologis Bagi Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Pendidikan, Dan Para
Pembuat Kebijakan Pendidikan Baik Tingkat Pusat Maupun Daerah.

implikasi penerapan sosiologis dalam pengembangan kurikulum bagi guru, guru harus
membuat suasana pembelajaran murid dan pengajar saling berinteraksi dengan baik, bukan
hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Mengajarkan pendidika tentang budi pekerti, melaksanakan pembelajaran sesauai dengan
kurikulum yang telah di tentukan oleh pemerintah dan menambahkan nilai-nilai sosial pada
murid, contoh jika ada salah satu murid yang tidak mampu untuk membeli buku maka guru harus
mencari jalan keluarnya contohnya meminjamkan buku atau memberikannya beberapa
rangkuman kertas, dan jika ada murid lain yang melihat temannya kesusahan maka di bimbing
untuk berbagi. Lalu guru mengajarkan dengan berbagai metode belajar seperti bekerjasama
dalam menyelesaikan suatu materi pemecahan masalah Bersama-sama dan guru membimbing
dalam pembelajaran berlangsung. Guru menerapkan kesdisiplinan misalnya salah satu murid
telat dalam pengumpulan PR maka guru berhak memberikan pengurangan nilai atau sanksi yang
lainnya agar murid tersebut dapat disiplin dan tidak mengulangi kesalahannya lagi. Sebelum
pemebelajaran berlangsung guru menyuruh pada muridnya unruk berdoa terlebih dahulu dan
juga mengajarkan pada murid sebelum bertanya mengaangkat tangan terlebih dahulu baru
berbicara, hal ini termasuk menanamkan perilaku beretika dengan sopan. Dalam konteks inilah
anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan dengan nilai
budayanya,serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia yang berbudaya.
implikasi penerapan sosiologis dalam pengembangan kurikulum bagi kepala sekolah,
kepala sekolah harus memperhatikan kinerja guru-guru yang lainnya dalam proses pembelajaran.
Kepala sekolah membuat kelompok-kelompok untuk penyusunan materi bahan ajar apa saja
yang akan diberikan pada murid pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kepala sekolah
menerapkan upacara pada setiap hari senin untuk mengenang jasa para pahlawa juga termasuk
dalam mentrasmisikan budaya, setela itu kepala sekolah memberikan apresiasi pada murid dan
kinerja yang lainnya jika memperoleh prestasi dengan memberikannya suatu penghargaan atau
piala dan sebagainya demi mengahargai usaha yang telah di capainya. Kepala sekola harus
paham akan keadaan ssekitar seperti kondisi keadaan kelas kondisi guru, murid dan yang lainnya
agar tidak memaksakan kehendak dalam proses pembelajaran.
implikasi penerapan sosiologis dalam pengembangan kurikulum bagi pengawas
pendidikan, pengawas pendidikan harus mempunyai tim yang mana gunanya untuk memantau
berjalannya proses pembelajaran dari beberapa sekolah, jika ada yang tidak sesuai dengan
kurikulum maka harus di tegur dan beritahu jalan sesuai dengan arahan dari atasan. Mengadakan
pelatihan pada pengajar setiap beberapa kali dalam setahun, lalu berkunjung kebeberapa sekolah
untuk mengontrol pembelajaran yang sedang berlangsung. Memberikan masukan, saran, dan
bimbingan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dan/atau pembelajaran
pendidikan. Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi support. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor dalam mendukung

5
(support) pihak sekolah untuk mengevaluasi diri dalam kondisi yang sebenarnya. Oleh karena
itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan
peluang serta ancaman bagi sekolah dalam peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan
pada sekolah di masa yang akan datang. Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi
trust. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
dalam memberi kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan menggambarkan profil
dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan. Dimensi ketiga dari
hakikat pengawasan yaitu dimensi challenge.
Dimensi tersebut menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh
supervisor dalam memberikan tantangan (challenge) pengembangan sekolah kepada stakeholder
pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistis mungkin agar mampu dicapai oleh
pihak sekolah, berdasarkan situasi dan kondisi sekolah pada saat ini. Dengan demikian
stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu
sekolah. Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi networking and collaboration.
Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor di
mana supervisor itu sendiri harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi
antarstakeholder pendidikan serta seluruh komponen pendidikan lainnya dalam rangka
meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengawas sekolah atau
pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas, tanggung
jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik pengawasan dalam bidang akademik
(teknis pendidikan) maupun bidang manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah
jabatan fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai
pengawas harus berstatus tenaga pendidik/guru dan/atau kepala sekolah/wakil kepala sekolah,
setidaktidaknya pernah menjadi guru.
upaya pemerintah dalam mengembangkan kurikulum, antara lain sebagai berikut:
1) Prinsip Relevansi, kurikulum sebagai pedoman akan membawa siswa untuk dapat
memaknai hidup sesuai dengan aturan hidup yang ada di masyarakat dan membekali siswa baik
dalam bidang pengetahuan, sikap maupun keterampilan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat. Oleh karenanya dalam penyusunan kurikulum yang didapat melalui pengalaman
belajar siswa, kurikulum harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan inilah yang dinamakan
prinsip relevansi.Relevansi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu relevansi internal dan relevansi
eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus me-miliki keserasian antara
komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi atau
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau metode yang digunakan serta alat
penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu
kurikulum Relevansi eksternal memiliki makna bahwa antara tujuan, isi, dan proses belajar siswa
yang tercakup dalam kurikulum seyogiyanya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

6
Menurut Wina dalam pengembanganya relevansi eksternal terbagi menjadi tiga: Pertama,
relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Artinya isi kurikulum hendaknya disesuaikan
dengan kondisi lingkungan sekitar siswa. Misalnya untuk siswa yang tinggal di perkotaan perlu
dikenalkan kehidupan lingkungan perkotaan seperti bagaimana cara menyeberang yang baik
pada zebra cross, pelayanan jasa, diantaranya pembayaran air, listrik, telepon baik secara manual
maupun online dan sebagainya. Kedua, relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang
maupun dengan yang akan datang. Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi
yang sedang berkembang. Selain itu juga apa yang diajarkan kepada siswa harus bermanfaat
untuk kehidupan siswa pada waktu yang akan datang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia
pekerjaan. Artinya, bahwa apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenuhi dunia kerja.
Misalnya pembelajaran Internet yang diajarkan pada siswa, memiliki tujuan bahwa suatu saat
nanti apa yang telah diajarkan dapat memberikan manfaat di masyarakat, terutama dalam
mengahadapi kemajuan teknologi informasi.
2) Prinsip Fleksibilitas, prinsip ini lebih menekankan tentang perlunya sifat fleksibel atau
kelenturan, prinsip ini dirasa perlu karena bisa jadi apa yang kita harapkan dalam kurikulum
ideal tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di masyarakat artinya kurikulum harus dapat
dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Menurut Wina dalam Budiardjo menyebutkan
bahwa prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: Pertama, fleksibel bagi guru, yang artinya
kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program
pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum
harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
3) Prinsip Kontinuitas, kontinuitas yang dimaksud disini adalah berkesinambungan,
artinya perkembangan proses belajar itu tidak terputus-putus tapii berkesinambungan-terus
menerus. Oleh karenanya pengalaman yang meski ada dalam isi kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan.
Untuk itu pengembangan kurikulum meski dilakukan secara bersama-sama antara pengembang
kurikulum pada setiap jenjang pendidikan sekolah dasar, jenjang SLTP jenjang SLTA, dan
pengembang kurikulum pada perguruan tinggi.
4) Praktis (Efisiensi), kurikulum praktis dikatakan baik jika memenuhi prinsip efisiensi
yang berhubungan dengan tenaga, waktu, sarana, dan biaya yang dikeluarkan semurah mungkin
dan hasil yang diperoleh dapat maksimal. Karena sehebat dan seideal-idealnya kurikulum namun
jika peralatan, sarana dan prasarana sangat mahal harganya, maka kurikulum tidaklah praktis dan
akan sulit untuk di implementiiskan, oleh karenanya kurikulum meskinya harus dirancang utnuk
dapat digunakan dalam situasi apapun (keadaan terbatas). 5) Efektivitas, kurikulum disamping
harus murah dan sederhana, bukan lantas mengindahkan faktok keberhasilan yang ingin dicapai
dari kurikulum itu sendiri baik secara kualitas maupun kuantitas.
implikasi penerapan sosiologis dalam pengembangan kurikulum bagi pemerintah daerah
Terkait dengan Pemerintah kabupaten/kota memiliki sejumlah kewajiban lain dalam
implementasi Kurikulum, yaitu melakukan koordinasi,menyiapkan anggaran, serta
menyiapkan mekanisme teknis pendampingan, monitoring, dan evaluasi. Pemerintah daerah

7
mempunyaiperan yang penting untuk keberhasilan Kurikulum. 1) pengadaan
danpendistribusian buku, dan 2) pendidikan dan pelatihan serta pendampingan guru, kepala
sekolah dan pengawas, agar proses pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Terkait dengan Pemerintah kabupaten/kota memiliki sejumlah kewajiban lain
dalam implementasi Kurikulum, yaitu melakukan koordinasi,menyiapkan anggaran, serta
menyiapkan mekanisme teknis pendampingan, monitoring, dan evaluasi. Pemerintah daerah
mempunyaiperan yang penting untuk keberhasilan Kurikulum.

8
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Landasan sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu dimana pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan masyarakat baik dari segi penerapan teori, prinsip, hukum, dan
konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus
disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang
dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya. Landasan sosial budaya, adalah asumsi-
asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antrofologi yang dijadikan titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Karakterstik sosial budaya di mana peserta didik hidup berimplikasi
pada program pendidikan yang akan dikembangkan.

9
Daftar Pustaka

1. Rosni. (2017). “LANDASAN SOSIAL BUDAYA DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DALAM
PENGEMBANGAN KURIKULUM” [https://core.ac.uk/download/pdf/234747186.pdf] (diakses pada
tanggal 18/20/2020}
2. Iskandar, Dedi & Udik Budi Wibowo. (2016). “PERAN PENGAWAS PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN
MUTU PENDIDIKAN SMP DI KABUPATEN BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT”
[file:///C:/Users/Shabrina%20Yuma/Downloads/968-1526-1-SM.pdf] (diakses pada tanggal
18/10/2020)
3. winingsih, Lucia H. (2016). “Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi Kurikulum 2013”
[https://www.neliti.com/publications/139361/peran-pemerintah-daerah-dalam-implementasi-
kurikulum-2013] (diakses pada tanggal 20/10/2020)
4. Khalim, Ahmad Dwi Nur. (2015). “LANDASAN SOSIOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM SEBAGAI
PERSIAPAN GENERASI YANG BERBUDAYA ISLAM” file:///C:/Users/Shabrina
%20Yuma/Downloads/111-Article%20Text-200-1-10-20190629%20(3).pdf (diakses pada
tanggal 20/10/2020)
5. Setiasih, Dra. Ocih, M.Pd. Rita Mariyana, M.Pd. Dra. Masitoh, M.Pd. (2015). “Landasan
Pengembangan Kurikulum”
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/196007071986012-
OCIH_SETIASIH/Hand_Ot_LANDASAN_PENGKUR_REVISI.pdf. (diakses pada tanggal
20/10/2020)

10

Anda mungkin juga menyukai