Anda di halaman 1dari 17

PENGEMBANGAN KURIKULUM

Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum


Dosen Pengampu : Dr. Khaerudin, M.Pd

Disusun oleh
Riza Nur Dwi Lutfiana ( 9901819005)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PPS UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Pengembangan Kurikulum dengan judul “Landasan Sosiologis Dalam
Pengembangan Kurikulum”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen mata kuliah Pengembangan Kurikulum kami, Dr.
Khaerudin, M.Pd yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, April 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Perumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Pengertian Landasan Sosiologis...............................................................................3
B. Hubungan Sosiologi Dengan Kurikulum.................................................................5
C. Kekuatan Sosial yang Mempengaruhi Kurikulum...................................................8
D. Implikasi Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum........................11
BAB IV...........................................................................................................................13
PENUTUPAN.................................................................................................................13
A. Kesimpulan............................................................................................................13
B. Saran......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Sejak
manusia dilahirkan, maka sejak itulah manusia telah belajar dan berkenalan dengan
hubungan-hubungan sosial dalam bermayarakat. Masyarakat adalah suatu kelompok
individu yang diorganisasikan mereka sendiri. Tiap masyarakat mempunyai
kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan masyarakat satu
dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa
apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat
bergantung kepada kebudayaan dimana ia dibesarkan.
Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju yang
pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia. Hal tersebut mengakibatkan
kehidupan manusia yang semakin meluas, semakin meningkat dan akhirnya tuntutan
hidup yang semakin meninggi. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini
sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat (Sukirman, 2007). Dalam konteks inilah kurikulum sebagai
program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat.
Sosiologis merupakan hubungan antara manusia dengan yang lainnya, bagaimana
susunan unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya dengan yang lain.
Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum ini ingin menautkan
antara kurikulum dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada
kemampuan fungsi kurikulum untuk ikut membantu pemecahan berbagai masalah yang
dihadapi masyarakat seperti masalah kesehatan, pelestarian dan penggalian sumber
daya alam, teknologi, kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Kwartolo, 2002).
Landasan sosiologis pendidikan adalah acuan dalam penerapan pendidikan yang
bertolak pada interaksi antar individu sebagai makhluk sosial dalam kehidupan
bermasyarakat karna pada dasarnya pendidikan dapat berlangsung baik di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar (Syatriadin, 2017:101).

1
2

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang akan menjadi fokus
dalam pembahasan penulisan ini adalah landasan sosiologis untuk pengembangan
kurikulum. Berikut ini adalah rumusan masalah yang akan bahas dalam penulisan
ini :
1. Apakah yang dimaksud dengan landasan sosiologis?
2. Bagaimana hubungan sosilogi dengan kurikulum?
3. Bagaimana lingkup landasan sosiologis?
4. Apa implikasi landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum?

C. Tujuan Penulisan
Setelah membaca dan mempelajari penulisan ini, pembaca diharapkan
memahami:
1. Mengetahui dan memahami pengertian landasan sosiologis.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana hubungan sosiologi dengan
kurikulum.
3. Mengetahui dan memahami metode ruang lingkup landasan sosiologis.
4. Mengetahui dan memahami implikasi landasan sosiologis dalam
pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Sosiologis


Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang mempelajari
masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma
dalam realita sosial. Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena terjadinya
pergeseran pandangan tetang masyarakat, sosiologi sendiri berasal dari ilmu
filsafat, yang kemudian keluar dan menjadi ilmu yang mandiri, yang disebut
sosiologi. Sosiologi pertama kali diperkenalkan oleh August Comte pada tahun
1839.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu
bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan
diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan
sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan
semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan
pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan
pola-pola interaksi sosial di dalam sisitem pendidikan. Wuradji (1988) menulis
bahwa sosiologi pendidikan meliputi:
1. Interaksi guru-siswa
2. Dinamika kelompok di kelas dan diorganisasi intra sekolah
3. Struktur dan fungsi sistem pendidikan
4. Sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan

Kajian sosiologi dalam pendidikan mencakup semua jalur pendidikan, baik


pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus untuk jalur
pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka pendidikan
keluarga adalah sangat penting karena keluarga merupakan lembaga sosial yang
pertama bagi setiap manusia. Proses sosialisasi akan dimulai dari keluarga,
dimana anak mulai mengembangkan diri. Dalam UU RI No 2 Ttahun 1989 pasal
10 ayat 4 dinyatakan bahwa “pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan

3
4

keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan”. Perlu pula
ditegaskan bahwa pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk
melaksanakan upaya pedidikan dalam lingkungannya sendiri. Meskipun
pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga dalam menididk
anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab keluarga merupakan lembaga
sosial pertama yang dikenal anak.
Selanjutnya, di samping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga
sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat seperti
kelompok keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka dan lain-lain. Terdapat
satu kelompok khusus yang datangnya dari anak-anak lain yang hampir seusia,
yang disebut teman sebaya. Kelompok sebaya ini juga merupakan agen sosialisasi
yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak.
Kelompok sebaya terdiri dari sejumlah individu yang rata-rata usianya hampir
sama yang mempunyai kepentingan tertentu yang bersifat sangat sementara.
Kelompok sebaya bukan merupakan lembaga yang bersifat tetap
sebagaimana keluarga. Kelompok sebaya memiliki semacam organisasi, tetapi
peranan setiap anggota kurang jelas dan peranannya sering berubah, bahkan
teradang tidak jelas siapa yang menjadi anggota dan siapa yang bukan menjadi
anggota. Bahkan ada anak yang mejadi anggota kelompok sebaya lebih dari satu
seperti kelompok sebaya di sekolah, di organisasi pemuda dan di kampung.
Sebagai lembaga sosial, kelompok sebaya tiak mempunyai struktur yang jelas dan
tida mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tetap dapat menciptakan
soliaritas yang sanagt kuat di antara anggota kelompoknya, terdapat beberapa hal
yang dapat disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak,
antara lain baha kelompok sebaya memebrikan model, memberikan identitas,
serta memberikan dukungan. Di samping itu, kelompok sebaya memberikan kerja
sama dan membuka horison anak lebih luas.
Dari sisi lain yang tidak kalah penting adalah pengaruh pendidikan terhadap
masyarakat. Dalam hal ini ada satu permasalahan yang terkait dengan tujuan
pendidikan yakni yang harus mendapat penekanan yaitu “apakah pendidikan
mempersiapkan anak untuk hidup dalam masyarakat (penekanan pada sosialisasi)
atau mempersiapkan anak untuk merombaki membarui masyarakat (penekanan
pada agen pembeharuan). Seperti di banyak negara, pendidikan yang
dilaksanakan
5

pada umumnya tidak memilih salah satu kutub pendapat tersebut, tetapi
diupayakan seimbangan antara upaya pelestarian dan pengembangan”.

B. Hubungan Sosiologi Dengan Kurikulum


Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang memiliki lapangan
penyelidikan, sudut pandang, metode, serta sususan pengetahuan dan objeknya
adalah tingkah laku manusia dalam kelompok. Sedangkan kurikulum adalah
situasi kelompok yang tersedia bagi guru dan pengurus sekolah (administrator)
untuk membuat tingkah laku yang berubah di dalam arus yang tidak putus-putus
dari anak-anak dan pemuda yang melalui pintu sekolah.
Pada zaman dahulu waktu manusia masih hidup pada kelompok-kelompok
kecil dan sederhana, pendidikan anak-anak untuk kehidupannya dalam masyarakat
itu diselenggarakan di luar sekolah. Segala sesuatu yang perlu bagi pendidikannya
diperoleh anak-anak dari orang-orang disekitar lingkungannya tanpa pendidikan
formal disekolah. Mereka hanya meniru dan mengikuti kelakuan dan cara-cara
orang dewasa, sehingga mereka pandai mengolah tanah, memancing, dan berburu.
Kurikulum mata pelajaran yang tradisional, awal mulanya di abad pertengahan,
yang dikenal dengan sebutan “seven liberal arts” (tujuh pengetahuan umum).Oleh
St. Augustine didalam bukunya “Retraction” (1998
:167) menyebutkan dengan tujuh disiplin (seven discipline). Seven liberal arts tadi
bukanlah sekedar suatu latihan mata pelajaran, tetapi berkaitan erat dengan
peranan dan fungsi seseorang setidak-tidaknya dalam tiga profesi penting. Dari
ketujuh disiplin (disebut trivium), pada dasarnya merupakan telaah bahasan, yaitu
terdiri dari tata bahasa, retorika, logika atau dialektika. Trivium tersebut
merupakan prasyarat untuk melanjutkan keempat disiplin berikutnya. Keempat
disiplin berikutnya (disebut quadrivium), yaitu ilmu hitung, geometri, astronomi,
dan seni musik. Akan tetapi setelah masyarakat mengalami perubahan dan
kemajuan, maka pendidikan seperti itu tidak serasi lagi, anak-anak harus memiliki
berbagai macam keterampilan dan sejumlah besar pengetahuan agar hidupnya
terjamin. Dengan perkembangan zaman tersebut untuk membekali siswa maka
harus ada sosiologi kurikulum yang tinggi.
6

Dalam sejarah perkembangannya yaitu setelah abad ke-17, kurikulum juga


sudah mulai menyebar kepada pembicaraan mengenai metode pembelajaran.
Sebagaiamana diketahui, pada kurikulum tradisional begitu mapannya metode
tradisional seperti dikte, menghafal, dan meniru. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Locke, dimana dia menginginkan berkurangnya kurikulum tradisional.
Namun, setelah berakhirnya reformasi pada tahun 1832 terjadi sebuah kebutuhan
yang meningkat terhadap sekolah yang bertipe komersial, dimana mata pelajaran
tersebut dilengkapi dengan hal-hal yang jelas dan bermanfaat untuk usaha bisnis, (
Mulyasa, 2002 : 115).
Pada laporannya, Hadow ( 2001 : 7 ) menekankan mengenai suatu
kurikulum Sekolah Dasar, seperti yang tertuang pada laporan Hadow dimana
laporan mengenai kurikulum Sekolah Dasar ini, memang tidak ada yang
mengejutkan sebab relative serupa dengan pemikiran-pemikirannya dengan
laporan sebelumnya tentang kurikulum Sekolah Dasar. Dalam hubungan tersebut,
yang menjadi pokok perhatiannya ialah mengenai penumbuhan pengalaman para
murid (dengan memperkaya dan memperluas pengajaran sehari-hari murid dengan
kondisi lingkungannya). Dengan demikian, tekanannya terletak pada tingkah laku
nyata murid dalam kehidupan daripada kecerdasan akademisnya.
Menurut Toffler (1980:29-30) yang dikutip kembali oleh Juanda (2012 :
125) mengkategorikan gelombang kehidupan masyarakat dunia dibagi tiga, yaitu :
a. Pola Hidup Masyarakat Bertani
Pola hidup masyarakat bertani misalnya bercocok tanam, berburu,
memancing. Keadaan peradaban meraka masih primitive dan tradisi kehidupan
meraka sangat sederhana. Pola kehidupan mereka nomaden atau berpindah-
pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya tergantung kesuburan tanah
sebagai tempat tinggal mereka
b. Pola Hidup Masyarakat Industri
Pola hidup masyarakat industri bergantung pada hasil industry dan lebih
maju dibandingkan dengan masyarakat pola hidup bertani. Kehidupan mereka
sudah modern baik pola makan, minum, berpakaian,maupun tempat tinggal
serta alat transportasi. Sejak saat itulah lahirlah masyarakat baru yang di
kuasai oleh kemajuan teknologi. Masyarakat ini disebut Teokrasi. Masyarakat
Teokrasi adalah masyarakat yang didasarkan pada kemajuan ilmu pengetahuan
7

dan terkonologi yang nyata telah mengubah dan memperbaiki taraf kehidupan
masyarakat, (Tilar. 2006:57).
c. Pola Hidup Masyarakat Teknologi Komunikasi.
Pola hidup masyarakat teknologi komunikasi ini lebih maju daripada pola
hidup masyarakat yang kedua. Teknologi yang digunakan adalah teknologi
komunikasi yang serba canggih sehingga hubungan antar manusia diberbagai
belahan dunia bukan menggunakan alat transportasi seperti mobil, kereta api
ataupun kapal terbang, melainkan menggunakan tv, hp, internetan dan lain
sebagainya. Sebagai akibat kemajuan teknologi komunikasi menurut Tilar
(2006 : 59) telah menjadikan dunia sebagai suatu kampong kecil. Misalnya
hubungan antar Negara tidak dapat dibatasi lagi oleh Geografis, dan kejadian
disuatu negara misalnya perang, bencana alam, penemuan berbagai hasil
penemuan, dll mudah di akses dengan teknologi komunikasi.
Perubahan kebudayaan yang terjadi diantara masyarakat tergantung pada
pola hidup yang meraka jalani. Berbagai perubahan kebudayaan yang terjadi di
masyarakat dapat dijadikan sebagai sumber kurikulum. Penyusunan kurikulum
seharusnya disusun atau dirancang oleh orang yang memahami kompleksitas
dan kebudayaan. Seorang ahli kurikulum perlu memahami dan menganalisis
struktur masyarakat guna menentukan arah dan tekanan tujuan pendidikan,
(Sukmadinata. 2007:221)
Jadi hubungan sosiologi dengan kurikulum yaitu ada peran sosiologi
terhadap kurikulum itu sendiri, dengan tujuan agar siswa atau masyarakat
dapat bersosialisi lebih luas untuk mendapatkan pengaruh tekanan masyarakat
terhadap pendidikan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang beraku
dalam masyarakat.
Dalam studi antropologi dan sosiologi akan ditemukan sejumlah
pengertian “kebudayaan” antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai
contoh, Selo Sumarjan dan Sulaiman Sumardi merumuskan bahwa
kebudayaan adalah hasil dari karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan. Rasa meliputi
jiwa manusia yang diwujudkan dalam norma-norma dan nilai-nilai, dan cipta
merupakan pikiran orang-orang dalam hidup bermasyarakat. Berbeda dengan
pendapat di atas, Maurich Boyd seperti yang dikutip Oemar Hamalik. 2009 :
89 ) mengatakan bahwa hasil karya manusia yang bersifat material bukan
termasuk kebudayaan,
8

seperti teknologi, karena ia merupakan hasil produksi dari kebudayaan dan


hanya merupakan aspek esensial dari sebuah kebudayaan.

C. Kekuatan Sosial yang Mempengaruhi Kurikulum


Masyarakat tidak bersikap statis. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak
menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan hanya terjadi
pada sistem nilai, akan tetapi juga pada pola kehidupan, struktur sosial,
kebutuhan, dan tuntutan masyarakat, (Dakir,2004:87).
Para pengembang kurikulum harus memperhatikan setiap tuntutan dan
tekanan masyarakat yang berbeda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai
informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting
dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dalam konteks inilah pegembang
kurikulum perlu menjalankan peran evaluative dan peran kritisnya dalam
menentukan muatan kurikulum.
Sekolah adalah institusi sosial yang didirikan dan ditujukan untuk
memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika
dalam penyusunan dan pelaksanaannya kurikulum sekolah banyak berkembang
dan selalu berubah didalam masyarakat. Pengaruh tersebut berdampak pada
komponen- komponen kurikulum seperti tujuan pendidikan, siswa, isi kurikulum,
maupun situasi sekolah tempat kurikulum dilaksanakan.
Berbagai kekuatan sosial yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
ada beraneka ragam. James W. Thornton dan John R. Wright ( 2004 . 167 ) dalam
bukunya ’’secondary school curiculum’’, mengklasifikasikankan kekuatan sosial
yang mempengaruhi kurikulum antara lain :
a. Kekuatan sosial yang resmi, terdiri atas:
1) Pemerintah suatu negara, melalui Undang-Undang Dasar, dasar
negara,falsafah dan ideologi Negara.
2) Pemerintah daerah, melalui berbagai kebijakn pemerintah dalam bidang
pendidikan.
3) Perwakilan Departemen Pendidikan setempat.
9

b. Kekuatan sosial setempat, yang terdiri atas:


1) Yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pendidikan.
2) Kerukunan atau persatuan keluarga sekolah-sekolah sejenis.
3) Perguruan Tinggi, yakni universitas, akademi, maupun institute.
4) Persatuan Orang Tua Murid dan Guru.
5) Penerbit buku-buku pelajaran.
6) Perkumpulan yang berdasarkan kemanusiaan.
7) Manusia masa seperti radio, televisi, dan surat kabar.
8) Adat kebiasaan masyarakat setempat.
Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang
relevan, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem
pendidikan, sebagai salah satu dari dimensi kebudayaan. Implikasi dasarnya
adalah sebagai berikut :
1. Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat.
Kurikulum disusun bukan hanya harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita
dari masyarakat, tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebudayaan.
2. Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan
dengan perubahan masyarakat. Maka kurikulum harus disusun dengan
memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum
tersebut senantiasa relevan dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada
waktunya perlu diadakan perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan
perkembangan dan perubahan sosial budaya yang ada pada saat itu.
3. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya
dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak
didik, tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri.
4. Kurikulum di sekolah harus disusun berdasarkan kebudayaan nasional yang
berlandaskan pada falsafah pancasila, yang mencakup perkembangan
kebudayaan daerah. Integrasi kebudayaan nasional akan tercermin dalam isi
dan organisasi kurikulum, karena sistem pendidikan kita bermaksud
membudayakan anak didik berdasarkan kebudayaan masyarakat dan bangsa
kita sendiri.
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan
kurikulum dalam masyrakat, ( Nasution. 2004 : 148) menyatakan :
10

1. Kebutuhan Masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh
karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik
yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
2. Perubahan dan Perkembangan Masyarakat
Masayarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan
berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat
sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan
diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
3. Tri Pusat Pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat
pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu
mass media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat
berperan sebagai pusat pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan
individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah
proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah
“enkulturasi” atau pembudayaan. “Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap
masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan
perkembangan masyarakat tersebut” (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997:58).
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang
diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum
harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama,
berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu
meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka
sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok individu
yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda
dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai
kebudayaan sendiri-sendiri. Dengan demikian, yang membedakan masyarakat
satu dengan masyarakat yang lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
11

implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, dan reaksi
seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaan
dimana ia hidup.
Menurut Daud Yusuf (1982 : 76 ), terdapat tiga sumber nilai yang ada
dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu:
logika, estetika, dan etika. Logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran,
estetika berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan etika berkaitan
dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang
bersumber pada logika (pikiran). Sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan
manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga
tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat
mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat. Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program
pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk
dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi
kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi
pelaksanaannya. Oleh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana
kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar
apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di
masyarakat.

D. Implikasi Landasan Sosiologis Dalam Pengembangan Kurikulum


1. Pengembangan kurikulum harus memperhatikan nilai-nilai, norma,
pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan yang ada di dalam masyarakat.
Tidak hanya itu pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan bentuk
perilaku seseorang berdasarkan status sosialnya dan karakteristik kepribadian
manusia modern.
2. Pengembangan kurikulum disusun dengan memanfaatkan media pembelajaran
yang modern sehingga siswa betul-betul menyenangi dan menguasai materi
(kurikulum) yang disampaikan sebagai bekal mereka untuk menghadapi
masalah-masalah aktual di masyarakat dan meningkatkan taraf hidup mereka.
12

3. Pengembangan kurikulum harus disusun secara terpadi, sistematik,


komprehensif dan holistik untuk melakukan reorientasi dan reorganisasi
kurikulum sehingga pendidikan itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
baik melalui kajian-kajian teoritik maupun empirik.
4. Pengembangan kurikulum harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan
informal seperti peran orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam
memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
5. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan kepentingan peserta
didik pada masa yang akan datang, antara lain sebagai calon ayah atau calon
ibu yang akan mendidik putra-putrinya.
6. Pengembangan kurikulum harus dapat membekali kemampuan yang cukup
kepada peserta didik agar ia menyadari sepenuhnya peran penting sebagai
orang tua dalam mendidik putra-putrinya.
BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengetahuan memungkin untuk diperoleh melalui proses pengalaman, nalar,
otoritas, intuisi, wahyu, dan karena adanya sebuah keyakinan.
2. Hubungan sosiologi dengan kurikulum yaitu ada peran sosiologi terhadap
kurikulum itu sendiri, dengan tujuan agar siswa atau masyarakat dapat
bersosialisi lebih luas untuk mendapatkan pengaruh tekanan masyarakat
terhadap pendidikan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang beraku
dalam masyarakat.
3. Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum dibagi menjadi dua,
yaitu kekuatan yang resmi (dari pemerintah) dan kekuatan sosial setempat.
4. Pengembangan kurikulum disusun dengan memanfaatkan media
pembelajaran yang modern sehingga siswa betul-betul menyenangi dan
menguasai materi (kurikulum) yang disampaikan sebagai bekal mereka untuk
menghadapi masalah-masalah aktual di masyarakat dan meningkatkan taraf
hidup mereka.

B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya dari yang
seharusnya. Terlebih dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis
harapkan dari pembaca dalam kritik dan saran guna perbaikan penyusunan
selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dakir, H. (2004). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta:Rinekaa Cipta


Kwartolo, Y. (2002). Catatan Kritis tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan
Penabur.
Made Pidarta. 2014. Landasan Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta
Nana Syaodih Sukmadinata. (2010). Pengembangan kurikulum teori dan praktek. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Nasution, S. (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Rudi, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Dan teknologi Dalam Pengembangan
Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-sosiologis-ilmu-
pengetahuan.html
Sukirman, D. (2007). Landasan Pengembangan Kurikulum. Landasan Kurikulum.
Syatriadin. (2017). Landasan Sosiologis Dalam Pendidikan. Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 1(2),
101–107.

iv

Anda mungkin juga menyukai