Anda di halaman 1dari 14

LANDASAN PENDIDIKAN

SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS


Makalah Ini Ditulis sebagai Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan

Disusun oleh:

Felda Ayu Puspita

3115154267

Pendidikan Matematika / Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada
penulis sehingga atas berkat dan rahmat serta karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul Landasan Pendidikan Sosiologis dan Antropologis ini sesuai
dengan waktu yang penulis rencanakan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen Landasan Pendidikan yang telah
berjasa mencurahkan ilmu kepada penulis dan memberikan kesempatan bagi penulis untuk
mengerjakan tugas ini, sehingga penulis menjadi lebih mengerti dan memahami tentang
Landasan Pendidikan Sosiologis dan Antropologis, tak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak
langsung telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini. Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Landasan Pendidikan di Universitas
Negeri Jakarta,
Ibarat pepatah Tak Ada Gading Yang Tak Retak, maka begitu pulalah dengan halnya
makalah ini, walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan kehilapan dalam
penulisan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritik tetap penulis harapkan demi perbaikan
makalah ini kedepan. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Terima Kasih.

Jakarta, 22 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 2
II.1 Landasan dalam Pendidikan Sosiologis............................................................................. 2
II.2 Implementasi Landasan Pendidikan Sosiologis ................................................................ 3
II.3 Fungsi Kajian Landasan Pendidikan Sosiologis................................................................ .4
II.4 Hubungan Pendidikan dan Stratifikasi Sosial ....................................................................5
II.5 Landasan dalam Pendidikan Antropologis......................................................................... 5
II.6 Implementasi Landasan Pendidikan Antropologis ............................................................ 6
II.7 Manfaat Landasan Pendidikan Antropologis..................................................................... 7
II.8 Sosialisasi dan Enkulturasi sebagai Pendidikan ................................................................ 8
II.9 Pola Sikap Guru kepada Siswa dan Implikasinya terhadap Fungsi dan Tipe Guru .......... 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 10
III.1 Kesimpulan .............. .............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak


manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan
intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya. Hasilnya adalah kerusakan
moral dan pelanggaran nilai-nilai pada akhirnya, hasil pendidikan ini hanya akan menjadikan
manusia seperti robot, berakal tapi tidak berkepribadian ( jiwa kosong ).
Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Di lain pihak manusia juga
memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain.
Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu
perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Tak hanya
perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari
pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan
cara bagaimana mencapai kesejahteraan.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan,
keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan
pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh
melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal
dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarga. Dalam
masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki
fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penyusun akan membahas secara lengkap tentang
landasan sosiologi dan antropologi dalam pendidikan. Tujuannya agar dunia pendidikan dapat
merespon hal-hal secara baik dan bijak yang berlandaskan sosiologi dan pendidikan di
Indonesia tetap memahami keanekaragaman budaya setempat dan tidak menghilangkan nilai
luhur, norma, serta etika dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Landasan dalam Pendidikan Sosiologis


Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma
kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar
pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan
masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya
menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi
oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh
pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham
integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup
merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak
mengganggu keamanan orang lain.
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha
untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling
berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan
kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi
masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota
masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam
konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan
masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong,

kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup
bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang
antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya
meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang tapi juga meningkatlan kualitas
masyarakat umum.
II.2 Implementasi Landasan Pendidikan Sosiologis
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan orde
baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri
unik baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya
dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan
niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan
dalam berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang
kokoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang
kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian
yang semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan lokal di dalam kurikulum
sekolah. Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan masyaraka Indonesia. Dengan
demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa
nasional akan tetapi memahami dan menyatu dengan lingkungan. Berbagai upaya yang
dilakukan, baik melalui jalur sekolah (seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah)
maupun jalur pendidikan luar sekolah (seminar, lingkungan) telah mulai menumbuhkan
benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut
dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat
Indonesia.
Seperti halnya dimasukkannya mata pelajaran muatan lokal yang bertujuan
dapat membentuk manusia-manusia lokal, bahkan untuk memperkuat itu, dikukuhkan
kedalam UU RI No.2 tahun 1989 Pasal 37 dan Pasal 38, PP RI No. 28 Tahun 1990 Pasal 14
ayat 3 dan 4.

II.3 Fungsi Kajian Landasan Pendidikan Sosiologis


Kajian dalam landasan pendidikan sosiologis memiliki banyak fungsi, beberapa fungsi
dari landasan pendidikan sosiologis diantaranya adalah:
1. Fungsi eksplanasi
Menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam
ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai
dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data
dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri
maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi.
Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan
wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara
akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.
2. Fungsi prediksi
Meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada
masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan
berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam
masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam
perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
3. Fungsi utilisasi
Menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat
seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan
lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan
sendiri.
Jadi, secara umum pendikan sosiologis bertujuan untuk mengembangkan fungsifungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui
pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka
mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara
khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang
interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya
bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya,
dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

II.4 Hubungan Pendidikan dan Stratifikasi Sosial.


Banyak tokoh pendidikan yang menaruh kepercayaan terhadap fungsi pendidikan
dalam rangka memperbaiki nasib seseorang sehingga dapat naik status/golongan dalam
tangga sosialnya. Implikasinya, muncul gagasan dan program perluasan dan pemerataan
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Dengan gagasan dan program tersebut
diharapkan dapat dicairkannya batasbatas antar status/kelas/golongan dalam tangga sosial
yang ada. Diharapkan bahwa kesempatan belajar yang sama memerikan peluang bagi setiap
anak untuk mendapatkan pekerjaan yang dicita-citakannya. Program wajib belajar atau
pendidikan universal memberikan kompetensi yang sama bagi setiap orang dari semua
status/golongan. Dengan demikian, perbedaan sosial akan dapat dikurangi, sekalipun
mungkin tidak dapat dihapuskan seluruhnya. Permasalahannya, apakah dengan pendidikan
tersebut stratifikasi sosial dapat dihilangkan? Pendidikan dipandang tidak akan dapat
menghapuskan stratifikasi sosial, bahkan sebaliknya akan dapat melestarikan adanya
stratifikasi sosial. Sekalipun demikian, konsep hubungan antara pendidikan dan mobilitas
sosial memberikan harapan bagi setiap orang untuk dapat naik status/golongan di dalam
tangga sosialnya. Hal ini mesti dipahami dan diperhatikan betul oleh para guru, sebab konsep
ini akan dapat dijadikan acuan oleh para guru untuk memberikan dorongan atau motivasi bagi
para siswanya agar mereka belajar untuk mencapai prestasi yang tinggi dan belajar sampai
jenjang pendidikan tertinggi. Guru hendaknya dapat memberikan contoh atau teladan
mengenai kasus-kasus mobilitas sosial tersebut. Dalam konteks ini, alangkah sangat tidak
diharapkan apabila guru memandang rendah para siswanya yang berasal dari golongan
rendah, dan apabila guru tidak yakin dengan kemampuan para siswanya tersebut. Sikap guru
seperti ini jelas akan kontra produktif, akan menghalangi untuk terjadinya mobilitas sosial.
Sebab itu, para guru hendaknya menyadari betul bahwa pendidikan khususnya sekolah memiliki fungsi mobilitas sosial.

II.5 Landasan dalam Pendidikan Antropologis


Antropologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata antrophos berarti manusia,
dan logos berarti ilmu. Antropologis mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial. Antropologis memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia
pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional

memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada
perbanding atau perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak
diperdebatkan dan manjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang sering kali
dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal,
tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Antropologis adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda
dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase.
Antropologis secara
yaitu antropologi fisik/biologi

garis

besar

dipecah

menjadi

dan antropologi budaya.

Tetapi

bagian
dalam

pecahan antropologi budaya, terpecah pecah lagi menjadi banyak sehingga menjadi
spesialisasi spesialisasi, termasuk antropologi pendidikan.
Seperti halnya kajian antropologis pada umumnya, pendidikan antropologis berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam
dunia pendidikan.

II.6 Implementasi Landasan Pendidikan Antropologis


Landasan pendidikan antropologis adalah hal yang tak bisa dilewatkan untuk
diimplementasikan dalam masyarakat, terutama bidang pendidikan. Namun, ada berberapa
hal yang harus diperhatikan dalam implementasi landasan antropologi. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam implementasi landasan antropologi adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan belajar masyarakat
Identifikasi kebutuhan masayarakat ini bersumber dari informasi masyarakat sekitar.
Masyarakat tersebut terdiri dari tokoh masyarakat, baik secara formal maupun informal,
tokoh agama, dan perwakilan masyarakat kelas bawah. Hal ini bertujuan untuk memperoleh
informasi dan data yang dijadikan bahan pengembangan kurikulum.
Contohnya adalah melihat keadaan lingkungan masyarakat diterapkan model pembelajaran
berbasis budaya lokal. Model pembelajaran ini diterapkan melalui muatan lokal. Materi
disesuaikan dengan potensi lokal masing-masing daerah di lingkungan sekolah. Sehingga

siswa dapat mengenali potensi budayanya sendiri, mengembangkan budaya, menumbuhkan


cinta tanah air, dan mempromosikan budaya lokal kepada daerah lain.
2. Keterlibatan partisipasi masyarakat
Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka masyarakat ikut serta dalam
merancang kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, menentukan nara sumber sebagai
fasilitator, dan ikut menilai hasil belajar.
3. Pemberian pendidikan kecakapan hidup
Pendidikan kecakapan hidup merupakan pendidikan dalam bentuk pemberian
keterampilan dan kemampuan dasar pendukung fungsional, membaca, menulis, berhitung,
memcahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan
teknologi (Dikdasmen 2002, dalam Efendi 2009:153).

II.7 Manfaat Landasan Pendidikan Antropologis


Setiap manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu untuk memudahkan dalam proses
belajar mengajar seorang pendidik harus sedikit banyak memahami latar siswa yakni
keluarga, budaya, lingkungan siswa. Itulah sebabnya antropologi dibutuhkan sebagai
landasan dalam pendidikan. Landasan pendidikan antropologis memiliki beberapa manfaat
diantaranya:
1.

Dapat mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat secara

2.

Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap masyarakat (suku bangsa).
Dapat mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai dengan

3.

harapan warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang.


Dengan mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita terhadap tata
pergaulan umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang mempunyai
kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan karakteristik daerahnya sehingga

4.

menimbulkan toleransi yang tinggi.


Dapat mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta memiliki
kepekaan terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang menyenangkan serta
mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan permasalahan yang muncul dalam
lingkungan masyarakatnya.

Dari manfaat diatas dapat disimpulkan bahwa, antropologi dapat menjadikan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang memiliki jiwa nasionalis.

II.8 Sosialisasi dan Enkulturasi sebagai Pendidikan


Menurut Peter L. Berger "Sosialisasi adalah suatu proses dimana anak belajar menjadi
seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat" (Kamanto Sunarto, 1993). Yang
dipelajari individu melalui sosialisasi ini adalah peranan-peranan. Dalam proses sosialisasi
individu belajar untuk mengetahui peranan yang harus dijalankannya serta peranan-peranan
yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peranan-peranan yang ada dalam
masyarakat ini individu akan dapat berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan enkulturasi
adalah suatu proses dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak, dan merasa yang
mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Herkovits menyatakan bahwa sosialisasi
menunjukkan proses pengintegrasian individu ke dalam sebuah kelompok sosial, sedangkan
enkulturasi adalah proses perolehan kompetensi budaya untuk hidup sebagai anggota
kelompok (Imran Manan,1989).
Pendidikan diupayakan agar peserta didik mampu hidup bermasyarakat dan
berbudaya. Sehubungan dengan itu, apabila ditinjau dari sudut pandang sosiologis,
pendidikan identik dengan sosialisasi, sedangkan apabila ditinjau dari sudut pandang
antropologis, pendidikan identik dengan enkulturasi. Karena di dalam proses sosialisasi
hakikatnya terjadi juga proses enkulturasi, dan sebaliknya bahwa di dalam proses enkulturasi
juga terjadi proses sosialisasi, dalam konteks ini maka pendidikan hakikatnya meliputi
sosialisasi dan enkulturasi. Definisi sosialisasi menekankan kepada pengambilan peranan,
sedangkan definisi enkulturasi menekankan kepada perolehan kompetensi budaya. Namun
dalam kehidupan yang riil, sesunguhnya di dalam sosialisasi itu inherent (melekat) juga
kebudayaan. Sebab, kebudayaanlah yang menentukan arah dan cara-cara sosialisasi yang
dilaksanakan oleh masyarakat.

II.9 Pola Sikap Guru kepada Siswa dan Implikasinya terhadap Fungsi dan Tipe Guru

Pendidikan sosiologis dan atropologis dapat dikaitkan dengan pola sikap guru
terhadap murid. David Hargreaves (Sudarja Adiwikarta, 1988) mengemukakan tiga
kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya serta implikasinya terhadap fungsi dan
tipe/kategori guru. Pola tersebut yakni:
-

Pola Pertama: Guru berasumsi bahwa para muridnya belum menguasai kebudayaan,
sedangkan pendidikan diartikan sebagai enkulturasi (pembudayaan). Implikasinya maka
tugas dan fungsi guru adalah menggiring murid-muridnya untuk mempelajari hal-hal
yang dipilihkan oleh guru dengan peretimbangan itulah yang terbaik bagi mereka. Tipe
guru dalam kategori ini dinamakan Hargreaves sebagai penjinak atau penggembala singa

(lion tamer).
Pola Kedua: Guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan untuk belajar
yang harus meghadapi materi pengajaran yang baru baginya, cukup berat dan kurang
menarik. Implikasinya maka tugas guru adalah membuat pengajaran menjadi
menyenangkan, menarik dan mudah bagi para muridnya. Tipe guru demikian

dikategorikan sebagai penghibur atau entertainer.


Pola Ketiga: Guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan untuk belajar,
ditambah dengan harapan bahwa murid harus mampu menggali sendiri sumber belajar,
dan harus mampu mengimbangi dan berperan dalam kehidupan masyarakat yang terus
menerus berubah, bahkan dengan kecepatan yang semakin meningkat. Implikasinya guru
harus memberikan kebebasan yang cukup luas kepada murid. Baik secara individual
maupun kelompok kecil, guru dan murid bersama-sama menyusun program kurikuler.
Hubungan guru-murid didasari kepercayaan, dan arah belajar-mengajar adalah
pengembangan kemampuan dan kemauan belajar di kalangan murid. Tipe guru demikian
dikategorikan oleh Hargreaves sebagai guru romantik (romantic)

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik
masyarakat. Pendidikan sosiologis merupakan analisa ilmiah tentang proses social di dalam
sistem pendidikan. Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk
memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada
pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk
terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial
yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Pendidikan sosiologis dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi
eksplanasi, (2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui pengkajian fenomenafenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih
fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Antropologis adalah studi tentang umat manusia, yang berusaha menyusun generalisasi
yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia. Objek kajian antropologi adalah budaya.
Kebudayaan adalah totalitas kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan,
seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan
berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan akan
dapat

mengubah

kebudayaan.

Disini

tampak

bahwa

peranan

pendidikan

dalam

mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar. Semakin potensi seseorang dikembangkan


semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan
dikembangkan oleh manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen MKDK. 2013. Landasan Ilmu Pendidikan. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta.
Kadir, Abdul. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/LANDASAN_PENDIDIKAN/BBM_4.pdf
http://akhmad-sugianto.blogspot.co.id/2013/09/landasan-sosiologis-pendidikan.html
http://akhmad-sugianto.blogspot.co.id/2013/09/landasan-antropologi-pendidikan_24.html

Anda mungkin juga menyukai