Disusun Oleh :
Kelompok 8
Okta Dwi Hardianty (1986206053)
Putri Mahirriya (1986206054)
Sella Margareta Dewi (1986206063)
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah dan Inayahnya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan
makalah Konsep Dasar IPS SD 2 dengan materi Kebudayaan Hindu dan
Kebudayaan Barat.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyususnannya.
Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami siap menerima saran maupun kritik
demi memperbaiki makalah ini.
Kami mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginannya kami dapat menginspirasi para pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................2
A. Pengertian Kebudayaan..............................................................................2
B. Masuknya Hindu ke Indonesia...................................................................2
C. Pengaruh Kebudayaan hindu pada Kehidupan Penduduk di Indonesia....4
D. Perbedaan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur.............................6
E. Sikap Bangsa Indonesia Terhadap Kebudayaan Barat...............................6
BAB III PENUTUP........................................................................................9
A. KESIMPULAN..........................................................................................9
B. SARAN.......................................................................................................9
DAFTAR REFERENSI..................................................................................10
LAMPIRAN....................................................................................................11
A. Jurnal Nasional...........................................................................................11
B. Jurnal Internasional....................................................................................12
C. Review Jurnal.............................................................................................16
D. Lembar Plagiarisme...................................................................................17
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan kebudayaan tak terpisahkan, secara bersama-sama
menyusun kehidupan. Manusia menghimpun diri menjadi satuan sosial-
budaya, menjadi masyarakat. Masyarakat manusia melahirkan, menciptakan,
menumbuhkan, dan mengembangkan kebudayaan: tak ada manusia tanpa
kebudayaan, dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa manusia; tak ada
masyarakat tanpa kebudayaan, tak ada kebudayaan tanpa masyarakat. Di
antara mahluk- 2 mahluk ciptaan Al-Khaliq, hanya masyarakat manusia
yang meniru-niru Sang Pencipta Agung merekayasa kebudayaan.
Kebudayaan adalah reka-cipta manusia dalam masyarakatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Kebudayaan ?
2. Bagaimaana masuknya Hindu ke Indonesia?
3. Apa saja pengaruh kebudayaan hindu pada kehidupan penduduk di
Indonesia ?
4. Adakah perbedaan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur ?
5. Bagaimana sikap Bangsa Indonesia terhadap Kebudayaan Barat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertiam Kebudayaan.
2. Mengetahui bagaimana masuknya Hindu ke Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh Kebudayaan Hindu pada penduduk di Indonesia.
4. Mengetahui perbedaan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur.
5. Mengetahui sikap Bangsa Indonesia terhadap Kebudayaan Barat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan
Tylor (1871: 1) memanfaatkan studi ini antara lain sebagai landasan
untuk menyusun konsep tentang kebudayaan, yang dirumuskannya secara
singkat sebagai berikut.
”Culture or Civilization is that complex which includes knowledge,
belief, art, morals, law, custom, and many other capabilities and habits
acquired by man as a member of society.”
Kebudayaan atau Peradaban adalah satuan kompleks yang meliputi
ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, akhlak, hukum, adat, dan banyak
kemampuan- 5 kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat).
Konsep awal kebudayaan yang bersumber dari studi tentang
masyarakat-masyarakat primitif tersebut mengandung sisi praktis, sebagai
sumber kekuatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi rangkaian
gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan moderen. Menyusun suatu hubungan
antara apa yang manusia-manusia purbakala tak-berbudaya pikirkan dan
lakukan, dan apa yang manusia-manusia moderen berbudaya pikirkan dan
lakukan, bukanlah masalah ilmu pengetahuan teoretik yang tak-dapat-
diterapkan, karena persoalan ini mengangkat masalah, seberapa jauh
pandangan dan tingkah-laku moderen berdasarkan atas landasan kuat ilmu
pengetahuan moderen yang paling masuk akal (Tylor, 1871: 443-44).
2
melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan
pedagang (Waisya) India.
2. Mookerjee(ahli –India tahun 1992)
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia
dibawa oleh pedagang India dengna armada yang besar. Setelah sampai di
Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun
kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah
mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang
berlangsung sangat lama ini maka terjadi penyebaran agama Hindu di
Indonesia
3. Moens dan Bosch(ahli-Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya
terhadap penyebaran agama hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula
pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para rohaniawan Hindu
India ke Indonesia.
4. Data peninggalan Sejarah Indonesia
Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama
Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa Prasasti
di Jawa dan lontar-lontar di Bali yang menyatakan bahwa Sri Agastya
menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia melalui sungai
Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena itu
begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka
namanya disucikan dalam Prasasti-prasasti seperti:
1. Prasti Dinoyo(Jawa Timur)
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama
Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya dengan maksud
memohon kekuatan suci darinya.Prasasti Porong (Jawa Tengah)
2. Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan
dan kemulian Rsi Agastya, mengingat kemulian Rsi Agastya, maka
banyak istilah yang diberikan kepadanya, diantaranya adalah: Agastya
3
Yatra, artinya Perjalanan Suci Rsi Agastya yang tidak mengenal
kembali dalam pengabdiannya untu Dharma. Pita Segara artinya bapak
dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
Selain dipulau Jawa masuknya agama Hindu ke Indonesia juga
dapat dilacak diluar pula Jawa, hal ini diketahui dengan adanya bukti
tertulis atau benda-benda purbakala terbuat pada abad ke 4 Masehi
dengan diketemukannya tujuh buah Yupa peninggalan kerajaan Kutai
dikalimantan Timur, dari tujuh buah Yupa didapatkan keterangan
mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan
bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan
Yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan lain menyebutkan bahwa raja
Mulawarman melakukan Yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja
dewa Siwa, tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara”.
4
dan bersifat keramat, serta dipercaya merupakan puncak dari segala hal yang
ada dalam negara dan merupakan pusat dari alam semesta.
Di Indonesia, terutama oleh negara-negara pedalaman yang
ekonominya berdasarkan sistem pertanian padi dengan irigasi di sawah-
sawah, konsepsi dan struktur kenegaraan Hindu diadopsi. Negara-negara di
Jawa Tengah, dalam abad ke-9 sampai ke-12, dan negara-negara di Jawa
Timur abad ke-12 sampai ke-15 mencerminkan hal dimaksud terakhir ini,
seperti tampak pada gejala negara Mataram kuno, negara Kediri, negara
Singosari, dan negara Majapahit. Kejayaan negara-negara agraris ini rupa-
rupanya tinggal terbatas dalam lapisan tertinggi masyarakat yang menjelma
dalam kehidupan megah mewah dengan upacara-upacara kerajaan yang besar,
tidak menetes sampai ke lapisan-lapisan masyarakat bawah, seperti petani di
desa-desa.
Berbeda dengan negara pedalaman, pada negara-negara yang terletak
di pantai atau pesisir yang ekonominya berdasarkan perdagangan maritim
maka pengaruh kebudayaan Hindu tipis saja sifatnya. Sifat negara seperti ini
lebih merupakan negara-kota, karena ekonominya tidak membutuhkan suatu
wilayah pedalaman yang luas dengan rakyat banyak yang hidup dari
pertanian di desa-desa. Semua bangunan rumah milik rakyat kecil, budak,
buruh, tukang-tukang, orang-orang kaya, hingga raja sama saja, yaitu terbuat
dari kayu. Tanpa adanya konsepsi tentang raja dan keturunan dewa, maka tak
dibutuhkan bangunan candi yang megah-megah, tempat raja-raja keramat itu
akan dikubur begitu saja begitu tokoh-tokoh yang bersangkutan wafat.
Sebagai contoh negara Sriwijaya yang tak meninggalkan jejaknya berupa
bangunan-bangunan candi atau bekas kota-kota dan pelabuhan-pelabuhan
yang luas.
5
D. Perbedaan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur
6
ada hubungannya dengan kenyataan dan praktek hidup (Soelaeman, 1987: 50-
51).
7
pendidikan untuk rakyat yang mengindahkan kultur dan dasar-dasar
kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tidak boleh meninggalkan
keluhuran budi (idealisme) sedikit pun. Bangsa Indonesia tidak boleh menjual
keluhuran budi bangsa guna memperoleh penghidupan enak untuk badan
sendiri. Masyarakat Indonesia tidak boleh menyukai segala alat-alat
penghidupan meskipun haram atau najis, asal senang, enak, dan sama dengan
orang-orang Barat (Dewantara, K. H, 1994: 4-5). Masyarakat Indonesia perlu
mengindahkan nilai dan norma yang ada dalam kebudayaan Indonesia.
Walaupun demikian, menurut Pelly (dalam Maran) menjelaskan
bahwa ada pengaruh positif kebudayaan yaitu (a) memperkaya kehidupan
dalam bidang seni musik, lukis, busana, sastra, drama, dan lain-lain; (b)
mengidentifikasi nilai-nilai universal untuk mengembangkan kebudayaan
tradisional; (c) mendorong dan memberi pola untuk pendidikan nasional; (d)
memperluas wawasan berpikir dan membantu dalam pengembangan
hubungan antar bangsa; dan (e) mendorong tumbuhnya sikap dan perilaku
mandiri yang sudah berakar dalam kebudayaan lokal.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebudayaan atau Peradaban adalah satuan kompleks yang meliputi
ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, akhlak, hukum, adat, dan banyak
kemampuan- 5 kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Pelly (dalam Maran) menjelaskan bahwa ada pengaruh
positif kebudayaan yaitu (a) memperkaya kehidupan dalam bidang seni
musik, lukis, busana, sastra, drama, dan lain-lain; (b) mengidentifikasi nilai-
nilai universal untuk mengembangkan kebudayaan tradisional; (c) mendorong
dan memberi pola untuk pendidikan nasional; (d) memperluas wawasan
berpikir dan membantu dalam pengembangan hubungan antar bangsa; dan (e)
mendorong tumbuhnya sikap dan perilaku mandiri yang sudah berakar dalam
kebudayaan lokal.
B. Saran
Kita sebagai manusia yang berbudaya harus dapat berprilaku sesuai
norma atau aturan yang menjadi kebudayaan yang telah diwariskan oleh
nenek moyang kita. Kita juga wajib menghormati kebudayaan dengan selalu
menjaga dan memelihara kebudayaan tersebut.
9
Sebagai manusia yang tidak ingin tertinggal oleh zaman tentu kita
selalu mengikuti kemajuan teknologi namun kita sebagai manusia yang
mempunyai budaya juga harus mampu menyaring setiap dampak positif dan
negative dari masuknya kebudayaan asing sehingga kita bisa menjaga
kebudayaan asli kita.
DAFTAR REFERENSI
Tylor, Edward Burnett. 1871. Primitive Culture. Vol. 1 & Vol. 2. London:
John Murray, 1920.
http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/LUHT4208-
M1.pdf
Soelaeman, M. M. (1987). Ilmu budaya dasar suatu pengantar. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Dewantara, K. H. (1994). Karya Ki Hadjar Dewantara bagian II
kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
Maram, R. R. (2000). Manusia&kebudayaan dalam perspektif ilmu budaya
dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
10
LAMPIRAN
A. Jurnal Nasional
Akulturasi Agama Hindu Hindu di Indonesia
Oleh:Muslimin
Abstrak
Sebagai sebuah negara besar Indonesia merupakan negara yang
penduduknya hiterogen dan bersifat multidimensional. Dengan beragam
budaya, suku, agama, bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang
harus terus dijaga dan dilestarikan keharmonsiannya dalam Bhineka Tunggal
Eka. Tentunya dengan kemajemukan ini terjadi suatu interaksi yang saling
mengisi ataupun mempengaruhi sehingga terbentuklah suatu kebudayan atau
tradisi lokal. Dari sisi yang lain disaat agama dipandang oleh sosiologi
sebagai suatu jenis sistem sosial tertentu yang dibuat oleh penganut-
penganutnya, begitu juga halnya dengan agama Hindu disaat masuk
Indonesia membawa bentuk pola interaksi dan mengalami proses akulturasi
dari dari segi bahasa, budaya dan prilaku yang menyebabkan agama Hindu di
Indonesia berbeda dengan agama Hindu yang ada di India.
Kata kunci : Akulturasi, Budaya, Agama
Pendahuluan
11
Agama sebagai suatu sistem sosial didalam kandungannya
merangkum suatu kompleks pola kelakuan lahir dan bathin yang ditaati
penganut- penganutnya. Dengan cara itu pemeluk-pemeluk agama baik secara
pribadi maupun bersama-sama berkontak dengan yang Maha Suci dan
mengungkapkana isi hati dan keinginannya kepada yang Mahasuci dengan
pola- pola tertentu dan lambang-lambang tertentu dan agamapun pada tahap
selanjutnya terkena proses sosial dan institusionalisasi dan mengunakan
mekanisme kerja yang berlaku.
Ungkapan iman seorang pemeluk agama yang (stict) pribadi pun
dilakukan menurut pola-pola kebudayaan tententu. Dalam kegiatan itu dia
memperagakan sejumlah ungkapan: ungkapan dengan kata-kata(verbalis);
ungkapan dengan sikap tubuh, gerak kaki(misalnya berlutut), gerak
tangan(terentang atau terkatup); ungkapan dengan bahasa musik, dsb. Itu
semua dilakukan menurut pola- pola kebudayaan yang hidup dalam
lingkungannya, atau yang diciptakan atau oleh pendirinya ataupun utusannya.
Dari cara berdoa yang tertentu pelakunya dapat dikenali dengan cepat, agama
apa yang dipeluknya. Berdoa secara Khatolik mempunyai pola lain dari pola
berdoa menurut Agama Islam. Meditasi Zen-Budhisme mengikuti pola lain
lagi dari meditasi agama Kristen. Ekspresi iman yang dilakukan bersama-
sama tidak dapat dipisahkan dari konteks kebudayaan bangsa tertentu,
misalnya upacara kebatian(liturgis) seperti perayaan Ekaristi, perayaan
inisiasi, perayaan sakramen perkawinan, pentahbisan imamat dari gereja
Khatolik disusun menurut pola kebudayaan tertentu. Begitu hal nya dengan
ajaran agama Hindu mengalami proses interaksi kebudayaan dengan
kebudayaan yang berkembang di Nusantara saat itu sehingga pola-pola
keagamaan yang berkembang di Nusantara berbeda dengan pola keagamaan
yang berkembang di India dimana agama ini berasal.
B. Jurnal Internasional
12
By: Muslimin
Abstract
As a large country, Indonesia is a country whose population is
heterogeneous and multidimensional. With a variety of cultures, ethnicities,
religions, languages, it is the wealth of the Indonesian nation that must be
maintained and preserved in harmony in Unity in Diversity. Of course, this
plurality occurs in an interaction that affects each other so as to influence the
formation of a local culture or tradition. From the other side, when religion is
seen by sociology as a certain type of social system created by its adherents,
Hinduism when it enters Indonesia brings a form of interaction pattern and
experiences a process of acculturation in terms of language, culture and
behavior that causes Hinduism in Indonesia. different from Hinduism in
India.
Keywords: Acculturation, Culture, Religion
Preliminary
Religion as a social system in its womb encapsulates a complex of
physical and mental behavior patterns which its adherents adhere to. In this
way, religious adherents, both personally and individually, are in contact with
the Most Holy and express their hearts and desires to the Most Holy with
certain patterns and symbols and religion at a later stage influences the social
and institutionalization process. and use sustainable work.
The personal stict of faith is also carried out according to certain
cultural patterns. In this activity he demonstrated a number of phrases:
expressions with words (verbalis); expressions with gestures, footwork (eg
kneeling), hand movements (stretched out or clenched); expressions with the
language of music, etc. These are all done according to cultural patterns that
live in their environment, or those created or by their founders or messengers.
From a certain way of praying, the perpetrator can be recognized quickly,
what religion he is holding. Catholic Prayers have another pattern from the
Islamic prayer pattern. Zen-Buddhist meditation follows another pattern of
13
Christian meditation. Expressions of faith that are carried out together cannot
enter from certain cultural contexts, for example, a ritual of death (liturgical)
such as the Eucharistic Award, the gift of the sacrament of marriage, the
priestly ordination of the Catholic church which is arranged according to
certain cultural patterns. This is the case with the teachings of Hinduism,
experiencing a process of cultural interaction with the culture that was
developing in the archipelago at that time so that the religious patterns that
developed in the archipelago were different from the religious patterns that
developed in India where this religion originated.
C. Review Jurnal
14
Usman Pelly, mengusulkan dua konsep yang penting
untuk diperhatikan dalam mengkaji masyarakat
majemuk ;Konsep wadah pembauran (melting pot), dan
Konsep pluralisme kebudayaan. Menggambarkan bahwa
di dalam masyarakat majemuk meniscayakan adanya
wadah pembauran dari berbagai etnik yang memiliki latar
belakang adat istiadat yanag berbeda. Masing-masing
etnik didorong untuk mengembangkan sistem budayanya
sendiri
Isi 1. Masuknya Hindu ke Indonesia
Teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke
Indonesia diantaranya; Krom (ahli Belanda), dengan Teori
Waisya, Mookerjee(ahli –India tahun 1992), Moens dan
Bosch(ahli-Belanda), Data peninggalan Sejarah
Indonesia.
2. Landasan Teologi Budaya Hindu
Agama Hindu mengajarkan kepada ummatnya agar dalam
menjalani kehidupan didunia ini selalu hidup rukun dan
damai dengan ummat-ummat lainnya.
3. Bentuk Akulturasi Budaya Hindu di Indonesia
Berikut wujud akulturasi budaya tersebut: 1. Bahasa 2.
Religi / kepercayaan 3. Organisasi Sosial
Kemasyarakatan 4. Sistem Pengetahuan. 5. Peralatan
Hidup dan Teknologi. 6. Kesenian.
Kekuatan - Memaparkan secara jelas dan lengkap dan mudah
dipahami oleh pembaca.
- Penggunaan tata bahasa yang sesuai EYD.
Kelemahan - Pada bagian abstrak, hanya menggunakan satu bahasa yaitu
Indonesia. Ini akan mengurangi rasa ketertarikan pembaca di
luar Negara Indonesia.
- Pada jurnal ini kurang dicantumkan metode yang
digunakan dalam memperoleh informasi atau data.
15
bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar
pengaruhnya terhadap penyebaran agama hindu dari
India ke Indonesia.
4. Data peninggalan Sejarah Indonesia, melalui prasasti
seperti Prasasti Dinoyo (Jawa Timur), Prasasti Porong
(Jawa Tengah).
2. Landasan teologi Budaya Hindu
Agama Hindu mengajarkan kepada ummatnya agar dalam
menjalani kehidupan didunia ini selalu hidup rukun dan
damai dengan ummat-ummat lainnya ( di dalam kitab Rig
Weda).
Mengajarkan pada penganut Hindu agar senantiasa
bersatu terhadap sesama manusia, sebagaimana
bersatunya para Dewa. Walaupun tiap Dewa itu
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berlainan,
akan tetapi tetap hidup bersatu dan bersamasama ( di
dalam Rig Weda X.191).
Usaha-usaha untuk memelihara hubungan yang harmonis
dalam ajaran Hindu terdapat pula pada ajaran Saman,
Bheda dan Upeksa yang terdapat dalam Sapta Niti Upaya
(tujuh macam upaya).
Dari landasan teologis inilah dapat diambil sebauh
hipotesa bahwasanya Umat Hindu diberikan kebebasan
kreatifitas nya untuk mengungkapkan sikap
keberagamaannya, sehingga tidaklah mengherankan
beragam bentuk atau pola simbol-simbol keagamaan
diekspresikan umat Hindu pada tempat-tempat
keagamaannya.
16
bidang perhitungan waktu berdasarkan kalender Saka.
5. Peralatan Hidup dan Teknologi, terlihat dalam seni
bangunan Candi dimana pembuatannya hanya mengambil
unsure teknologinya melalui dasar-dasar teoritis yang
tercantum dalam kitab Silpasastra.
6. Kesenian, terlihat dari senir rupa, seni sastra dan seni
pertunjukan seperti yang dapat dilihat dari relief dinding
candi(gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut
banyak menggambarkan suatu kisah / cerita yang
berhubungan dengan ajaran agama hindu.
D. Lembar Plagiarisme
17
18