Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FUNGSI BAHASA INDONESIA, FUNGSI BAHASA NASIONAL, DAN


PEMEROLEHAN BAHASA

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar
Bahasa Indonesia yang diampu oleh : Dra. Sutansi, M.Pd

Offering A5H :

1. Alfi Noor Azizah (01) 7. Ni‟matus Sanina (22)


2. Ambar Nur Fitriana (02) 8. Novenntya Putri P.N (23)
3. Depi Wijayanti (07) 9. Nur Aqila Khansa (25)
4. Devi Maharani Putri (08) 10. Salwa Fadila Ayu K. (30)
5. Gilang Rizki Ramadhani (11) 11. Vania Safa Kamilah (31)
6. Laylatul Putri Rahmadini (17) 12. Widya Dirodsaharwati (36)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

DEPARTEMEN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JANUARI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “FUNGSI BAHASA INDONESIA,
FUNGSI BAHASA NASIONAL, DAN PEMEROLEHAN BAHASA” untuk memenuhi
mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia dengan tepat waktu. Shalawat dan salam tak
lupa kami panjatkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dra. Sutansi, M.Pd. selaku dosen Mata Kuliah
Konsep Dasar Bahasa Indonesia.Terima kasih juga kami ucapkan kepada orang tua kami
yang telah memberikan dukungan penuh secara moral maupun materi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, isi, maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis memohon maaf jika
terdapat kekurangan. Selain itu juga, kritik dan saran sangat kami diharapkan untuk
membantu perkembangan makalah ini kedepannya.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya bidang media
pembelajaran untuk anak sekolah dasar bagi para pembaca.

Blitar, 30 Januari 2023

Kelompok 2

i
DARTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DARTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia ............................................................................................ 3

2.2 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia ................................................................... 4

2.3 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Nasional .................................................................... 6

2.4 Pengertian Pemerolehan Bahasa ................................................................................. 7

2.5 Teori Pemerolehan Bahasa .......................................................................................... 7

2.6 Proses Pemerolehan Bahasa ...................................................................................... 11

2.7 Tipe Pemerolehan Bahasa ......................................................................................... 12

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Kedua............................. 15

BAB III .................................................................................................................................... 19

Penutup .................................................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting bagi manusia. Bahasa
merupakan wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga
dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan
pemiliknya. Sebagai milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek
kehidupan, dan tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan
adanya bahasa. Bahasa yang dimiliki manusia sangat dinamis sehingga dapat
berkembang terus-menerus. Bahasa digunakan manusia untuk bersosialisasi, dan
mengungkapkan pikirannya. Oleh karena itu, bahasa merupakan kebutuhan yang
paling mendasar bagi manusia.
Bahasa dianggap sebagai suatu hal yang istimewa, sebab bahasa merupakan
sarana yang digunakan manusia untuk berpikir juga untuk mendapatkan pengetahuan.
Bahasa sebagai simbol sebuah pemahaman telah memungkinkan manusia untuk
memahami apa yang ada di sekitarnya. Bahasa pula lah yang mengantarkan manusia
dalam memiliki pengetahuan dan juga keahlian. Dari pemikiran manusia itulah yang
mengantarkan manusia untuk mencari tahu serta meneliti dari mana bahasa yang
mereka gunakan itu berasal, sejak kapan manusia mulai berbahasa, dan dari mana
manusia memperoleh dan mempelajari bahasa tersebut.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir.
Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan pemerolehan bahasa
pertama yang sering kali disebut bahasa ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah
proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih
berbahasa. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung
di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya (Fatmawati, 2015).
Setiap negara memiliki bahasa yang digunakan sebagai sarana untuk
menyampaikan informasi dan juga sebagai identitas dari suatu negara tersebut.
Indonesia sebagai sebuah negara memiliki bahasa nasional sebagai alat pemersatu
bangsa juga sebagai alat komunikasi antar masyarakat khususnya warga negara
Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki kedudukan yang

1
sangat tinggi sejak dicetuskannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dalam sumpah pemuda.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah bahasa Indonesia?
2. Bagaimana fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia?
3. Bagaimana hakikat bahasa nasional?
4. Bagaimana analisis pemerolehan bahasa?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.
3. Untuk mengetahui hakikat bahasa nasional.
4. Untuk menganalisis pemerolehan bahasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia


Indonesia merupakan sebuah negara berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Dengan letak geografis Negara Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau yang
terpisah oleh lautan, mengakibatkan Indonesia memiliki banyak sekali perbedaan.
Budaya yang berbeda dan bahasa yang berbeda menjadi keunikan tersendiri bagi
Negara Indonesia itu sendiri.
Apabila ditinjau dari prespektif historis Negara Indonesia, bahasa Indonesia
diadopsi dari prototipe bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa
daerah yang berada di Negara Indonesia. Bahasa Melayu telah dipakai sebagai lingua
franca selama berabadabad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, seperti: prasasti yang ditemukan di
Palembang, Jambi dan Bangka, dapat diambil sebuah analisia bahwa bahasa Melayu
sudah dipergunakan sejak dulu di beberapa wilayah Indonesia khususnya di wilayah-
wilayah sumatera dan terdapat beberapa kerajaan besar yang berpengaruh pada saat
itu. Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang terletak di wilayah
Sumatera. Seiring dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu mengalami
perkembangan yang signifikan. Perubahan sosio kultural pada tata kehidupan
masyarakat terus berlangsung searah dengan perkembangan zaman, termasuk
perubahan kedudukan bahasa Melayu bagi bangsa Indonesia. Pada saat perjuangan
kemerdekaan, bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu dalam berinteraksi antar
suku bangsa yang ada di Indonesia. Dipilihlah bahasa Melayu sebagai bahasa
pemersatu bangsa di Indonesia.
Pada peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 ditetapkan bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia. Penetapan itu pun merupakan awal bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia pertama kali di
akui sebagai bahasa nasional bertepatan dengan sebuah peristiwa bersejarah dalam
perjalanan Bangsa Indonesia, peristiwa tersebut sering kita kenal dengan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Tujuan dari lahirnya bahasa Indonesia pada
saat sumpah pemuda pada dasarnya agar bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan
yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia melalui bahasa yang dilatar belakangi
oleh banyaknya bahasa daerah yang ada.

3
2.2 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
A. Fungsi bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki fungsi sejalan dengan kedudukannya yaitu:
1. Bahasa Nasional
Kedudukannya diatas bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar
Politik Bahasa yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28
Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa ,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a. Lambang kebanggaan
Seluruh bangsa Indonesia patut berbangga dengan adanya satu bahasa
diantara berbagai daerah dengan etnis yang berbeda-beda. Bahasa
Indonesia juga memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa.
Dengan keluhurannya, bahasa Indonesia harus menjadi kebanggaan
dengan cara menjunjungnya, merealisasikannya, mempertahankannya
dan mengembangkannya.
b. Lambang identitas
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai etnis atau suku bangsa, sehingga
dengan kondisi ini bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
identitas. Sebagai lambang identitas, bahasa Indonesia merupakan
lambang bangsa Indonesia. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia
akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai dan watak kita
sebagai orang Indonesia.
c. Alat pemersatu berbagai suku bangsa
Artinya, bahasa Indonesia merupakan alat yang memungkinkan untuk
menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar sosial dan bahasa
dalam kebangsaasn Indonesia. Dengan demikian bangsa Indonesia
yang berbeda suku bangsa tersebut bisa menyatukan cita-cita dan rasa
dengan perantara bahasa Indonesia.
d. Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya
Jika bangsa kita tidak memiliki satu bahasa, maka masalah utama
yang muncul adalah hambatan komunikasi diantara suku bangsa.
2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Memiliki empat fungsi sebagai berikut:

4
a. Bahasa resmi kenegaraan
Seluruh kegiatan kenegaraan dan penyelenggaraanya harus
menggunakan bahasa Indonesia seperti: kegiatan acara kenegaraan,
pidato kenegaraan,dan lain sebagainya.
b. Bahasa pengantar di dunia pendidikan
Kegiatan belajar mengajar di dunia pendidikan baik sekolah
maupun perguruan tinggi menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar.
c. Alat perhubungan pada tingkat
Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan untuk kepentingan
perencanaan dan pembangunan serta kepentingan pemerintah.
d. Alat pengembangan kebudayaan dan IPTEK
Indonesia kaya akan kebudayaan yang sesuai dengan sukunya,
sehingga kebudayaan itu perlu dikembangkan dan dikomunikasikan
kepada berbagai suku bangsa.
B. Kedudukan Bahasa Indonesia
Pada dasarnya dibedakan atas dua yang bertolak dari sejarah pertumbuhannya,
yaitu:
1. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Kedudukan yang paling utama dari bahasa Indonesia adalah sebagai
bahasa persatuan, hal tersebut tersurat pada ikrar sumpah pemuda
tanggal 28 Oktober 1928, yang berbunyi : ‘menjoen-joen tinggi
bahasa persatoean bahasa Indonesia’. Setelah sumpah pemuda,
dalam sebuah hasil perumusan seminar Politik bahasa yang
diselenggarakan di Jakarta tanggal 25-28 Februari 1975, diantaranya
menegaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa.
2. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Seiring dengan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 besoknya
tanggal 18 Agustus 1945 diakui dan disahkan keberadaan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara, yang termasuk dalam pasal 36 UUD
1945 yang berbunyi :„Bahasa negara adalah bahasa Indonesia.‟

Berarti bahasa Indonesia tidak hanya berkedudukan sebagai bahasa, tetapi


juga termasuk dalam bahasa Negara. Jadi, kedudukan bahasa Indonesia sebagai

5
bahasa diembannya dalam persoalan kehidupan berbangsa bukan dalam
kehidupan bernegara. Demikian juga, kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara diembannya dalam persoalan kehidupan bernegara bukan dalam
kehidupan berbangsa

2.3 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Nasional


Bahasa Nasional atau bahasa negara adalah bahasa yang memiliki
hubungan faktual atau hukum dengan seseorang dan mungkin lebih luas dengan
wilayah yang mereka tempati. Istilah ini digunakan dalam berbagai cara. Bahasa
nasional dapat mewakili identitas nasional suatu bangsa atau negara. Bahasa
Indonesia adalah bahasa nasional yang digunakan orang setiap hari untuk
berkomunikasi dan berinteraksi. Bahasa nasional adalah bahasa suatu negara yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat negara tersebut. Adanya
bahasa nasional memudahkan masyarakat berkomunikasi antar daerah dan
menyelaraskan perbedaan yang ada.
1. Kedudukan
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat
pemersatu suku bangsa yang berbeda dan komunikasi budaya antar daerah
dan daerah. Pada saat yang sama, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
negara, bahasa pengantar pendidikan, bahasa komunikasi nasional, bahasa
media massa, dan bahasa pembangunan dan penggunaan. Ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki kedudukan
dan peran yang paling tinggi dibandingkan dengan bahasa Indonesia lainnya.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sudah lama diperkenalkan. Itu
selalu digunakan oleh publik untuk komunikasi dan acara resmi. Bahasa
Indonesia bersifat dinamis, artinya selalu mengikuti perkembangan
masyarakat, seperti kata serapan dari luar negeri yang sudah menjadi kosakata
umum di Indonesia. Namun, tidak semua kosakata berhasil diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Indonesia dapat memenuhi persyaratan dan siap
menghadapi berbagai tantangan di era perkembangan ilmu pengetahuan yang
semakin maju (Marsudi, 2009). Bahasa Indonesia mudah dipelajari. Bahasa
Indonesia bisa menjadi bahasa internasional. Hal ini didukung oleh
penggunaan bahasa Indonesia asing di dalam negeri dan orang asing yang
belajar bahasa Indonesia di luar negeri.

6
2. Fungsi
Bahasa Indonesia adalah lambang kebanggaan, jati diri dan alat
pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia merupakan lambang kebanggaan, bahasa
yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Tidak semua negara memiliki
bahasa sendiri. Bangsa Indonesia harus bangga memiliki bahasa nasional
sendiri dan harus berkembang. Bahasa Indonesia merupakan salah satu bentuk
identitas karena berasal dari Indonesia dan bukan milik negara lain. Bahasa
Indonesia telah lama resmi menjadi bahasa nasional negara Indonesia, dan
tidak ada negara lain yang memiliki kesamaan dengan bahasa Indonesia untuk
menjadi bukti identitas bangsa Indonesia. Bahasa adalah alat pemersatu
bangsa Indonesia yang berbeda pulau. Jika tidak ada bahasa Indonesia,
masyarakat tidak akan berkomunikasi dengan baik dan akhirnya menimbulkan
perselisihan.

2.4 Pengertian Pemerolehan Bahasa


Menurut Dardjowidjojo (2008) istilah pemerolehan dipakai untuk
menerjemahkan bahasa Inggris, aquesition yang diartikan sebagai proses
penguasaan bahasa secara alami dari seorang anak saat ia belajar bahasa ibunya.
Menurut Chaer dan Agustina (2014). Pemerolehan bahasa kedua atau
bilingualisme adalah rentangan bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa
pertama (B1) ditambah mengetahui sedikit bahasa kedua (B2), lalu penguasaan
B2 meningkat secara bertahap, sampai akhirnya menguasai B2 sama baiknya
denganB1. Menurut Akhadiah, S., dkk dalam (1997:2.2) pemerolehan bahasa
kedua adalah proses saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah lebih
dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya.
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
pemerolehan bahasa kedua yaitu proses dimana seseorang telah menguasai bahasa
pertamanya terlebih dahulu kemudian memperoleh bahasa kedua yang sama
baiknya dengan bahasa pertama.

2.5 Teori Pemerolehan Bahasa


Dardjowidjojo (2012:2) merangkum sejarah perkembangan lahirnya
psikolinguistik dalam bukunya yang berjudul “Psikolinguistik: pengantar pemahaman
bahasa manusia”. Beliau menulis bahwa akar dari lahirnya kajian psikolinguistik
sudah tercetus sejak abad ke-20, ketika Wundt (Dardjowidjojo,2012:2) menyatakan

7
bahwa “bahasa dapat dijelaskan dengan dasar prinsip-prinsip psikologis”. Pada tahun
1950-an, para ahli psikologi menggagas penggabungan antara ilmu psikologi dan ilmu
linguistik sehingga lahirlah cabang ilmu psikolinguistik yang resmi digunakan atau
pertama kali dipakai pada pertemuan di Universitas Indiana pada tahun 1953.
Seiring dengan sejarah perkembangan psikolinguistik, maka muncullah teori-
teori yang digunakan dalam upaya menjelaskan pemerolehan bahasa anak. Teori
pemerolehan bahasa itu antara lain: teori behaviorisme, teori nativisme, dan
kognitivisme.
1. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme dipelopori oleh B.F.Skinner (1957). Pandangan ini
menekankan bahwa proses penguasaan bahasa (pertama) dikendalikan dari
luar, yaitu oleh stimulus melalui lingkungan (Chaer, 2009:223). Teori
behaviorisme menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama
seperti kertas kosong yang nanti akan ditulisi atau diisi dengan pengalaman-
pengalaman. hal ini, semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak
dalam perilaku berbahasa merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa
linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu. Sejalan dengan hipotesis
ini, aliran behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik terdiri
hanya dari hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran C-R
(stimulus - respon)

Menurut aliran behaviorisme, pemerolehan bahasa itu bersifat nurture,


yakni pemerolehan ditentukan oleh alam lingkungan. Manusia dilahirkan
dengan suatu tabula rasa, yakni semacam piring kosong tanpa apapun. Piring
ini kemudian diisi oleh alam sekitar, termasuk bahasanya. Jadi, pengetahuan
apapun yang kemudian diperoleh oleh manusia semata-mata berasal dari
lingkungannya (Dardjowidjojo, 2012:234-235). Teori behaviorisme
menyatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari bahasa dan
berhubungan dengan pembentukan antara kegiatan stimulus-respon dengan
proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang
dikondisikan dan dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena
rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-
anak akan merespons dengan mengatakan sesuatu. Ketika responsnya benar,
maka anak tersebut akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di
8
sekitarnya.
Dengan demikian, teori behaviorisme menganggap kemampuan
berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari
lingkungannya dan menurut aliran ini pemerolehan bahasa ialah pemerolehan
kebiasaan. Proses perkembangan ditentukan oleh lamanya latihan yang
diberikan oleh lingkungannya. Adapun perkembangan bahasa dipandang
sebagai kemajuan dari penerapan prinsip stimulus-respons dan proses imitasi
(peniruan).
2. Teori Nativisme
Teori nativisme dipelopori oleh Noam Chomsky pada awal tahun
1960-an sebagai bantahan terhadap teori belajar bahasa yang dilontarkan oleh
kaum behaviorisme. Chomsky menulis buku berjudul “Review of B.F.
Skinner‟s Verbal behavior” (1959) sebagai bantahan terhadap konsep Skinner
tentang belajar bahasa yang ada dalam buku “Verbal behavior” (1957).
Pandangan nativistik yang dipelopori oleh Chomsky ini beranggapan bahwa
pengaruh lingkungan bukan faktor penting dalam pemerolehan bahasa. Selama
pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak sedikit demi sedikit membuka
kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan
ini beranggapan bahwa bahasa merupakan pemberian biologis yang sering
disebut sebagai hipotesis nurani (innateness hypothesis) (Chaer, 2009:222).
Chomsky (Dardjowidjojo, 2012:235) berpendapat bahwa pemerolehan
bahasa itu bukan didasarkan pada nurture, tetapi pada nature. Anak
memperoleh kemampuan untuk berbahasa seperti dia memperoleh
kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai piring
kosong, tabula rasa,tetapi ia telah dibekali dengan sebuah alat yang dinamakan
Piranti pemerolehan Bahasa (Language Acquision Device). Dari uraian
tersebut, jelaslah bahwa setiap manusia yang lahir dilengkapi dengan
kemampuan berbahasa dengan dimilikinya alat yang disebut Chomsky sebagai
Piranti pemerolehan bahasa (Language Acquisition Device atau disingkat
LAD). Lingkungan tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan bahasa
anak. Selain itu, mustahil bagi seseorang untuk dapat menguasai bahasa dalam
waktu singkat melalui peniruan jika tidak memiliki aspek sistem bahasa yang
sudah ada pada manusia secara alamiah.

9
3. Teori Kognitivisme
Teori kognitivisme diperkenalkan diperkenalkan oleh Piaget (1954).
Menurut Piaget (Chaer, 2009:223), bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah
yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang
berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka
perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar
dan lebih umum di dalam kognisi. Piaget (Chaer, 2009:224), menegaskan pula
bahwa struktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan
oleh alam, dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari lingkungan. Struktur
bahasa itu timbul sebagai akibat interaksi yang terus-menerus antara tingkat
fingsi kognitif kognitif anak dengan lingkungan kebahasaannya.
Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kognitif, bahasa
diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur
ini diperoleh anak-anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-
orang sekitarnya. Menurut piaget (Chaer, 2009:178), perkembangan kognitif
mempengaruhi tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa itu sendiri. Piaget
(Syaodih,2005) berpendapat bahwa berpikir itu mendahului bahasa dan lebih
luas dari bahasa. Bahasa adalah salah satu cara yang utama untuk
mengekspresikan pikiran, dan dalam seluruh perkembangan, pikiran selalu
mendahului bahasa. Bahasa dapat membantu perkembangan kognitif. Bahasa
dapat mengarahkan perhatian anak pada benda-benda baru atau hubungan baru
yang ada di lingkungan, mengenalkan anak pada pandangan-pandangan yang
berbeda dan memberikan informasi pada anak. Bahasa adalah salah satu dari
berbagai perangkat yang terdapat dalam sistem kognitif manusia.
Dalam pandangan Vygotsky (Syaodih, 2005), struktur mental atau
kognitif anak terbentuk dari hubungan diantara fungsi-fungsi mental.
Hubungan antara bahasa dan pemikiran diyakini sangat penting dalam kaitan
ini. Vygotsky bahkan menegaskan bahwa bahasa dan pemikiran pada mulanya
berkembang sendiri-sendiri tetapi pada akhirnya bersatu. Dengan demikian,
teori kognitivisme beranggapan bahwa anak dilahirkan dengan kemampuan
berpikir dan di dalamnya termasuk kemampuan berbahasa. Menurut
pandangan ini, lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan
intelektual anak. Perkembangan anak tergantung pada keterlibatannya secara

10
aktif dengan lingkungannya. Jadi, yang penting ialah interaksi antara anak
dengan lingkungannya.

2.6 Proses Pemerolehan Bahasa


Stren dalam Akhadiah, S., dkk (1997:2.2) menyamakan istilah bahasa kedua
dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia perlu membedakan istilah
bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di (first languange) yang
berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua (second languange) yang berwujud
bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa kedua biasanya
merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh karena itu bahasa kedua sangat
diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan. Dalam Chaer dan
Agustina (2014) menerangkan bahwa pada umumnya bahasa pertama seorang
anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia
baru dipelajari ketika anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa
ibunya. Dibandingkan dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan
bahasa kedua tidak linear. Menurut Krashen dalam Akhadia, S.,dkk (1997:2.3)
untuk anak anak, bahasa kedua adalah hal yang lebih banyak dipelajari daripada
diperoleh. Bila dilihat dari proses dan pengembangan bahasa kedua ada dua cara
yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan pemerolehan dan belajar bahasa
yaitu:
● Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa
yang merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak
mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat
pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar. Cara-cara lain
memberikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan
belajar alamiah. Dalam bahasa nonteknis sering disebut pemerolehan
"memungut" bahasa.
● Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa,
yang mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua,
mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara
mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata bahasa.
Beberapa sinonim mencakup pengetahuan formal mengenai suatu bahasa atau
belajar eksplisit.

11
Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak
memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan
tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh,
bahwa kemampuan memungut bahasa tidak hilang pada masa remaja. Hipotesis diatas
dapat menjelaskan perbedaan pemerolehan dan belajar bahasa, Krashen dan Terrel
dalam Akhadiah, dkk (1997:2.3) menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal
yaitu sebagai berikut:
a. Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa
pertama seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah
pengetahuan secara formal.
b. Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah
proses sadar dan disengaja.
c. Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti
memungut bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar
bahasa kedua mengetahui bahasa kedua.
d. Dalam pemerolehan pengetahuan didapatkan secara implisit sedangkan dalam
pembelajaran pengetahuan didapatkan secara eksplisit
e. Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak
sedangkan dalam pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong
sekali.

2.7 Tipe Pemerolehan Bahasa


Para ahli berpandangan bahwa setiap anak di manapun juga memakai
strategi yang sama dalam memperoleh bahasa ibunya. Kesamaan ini tidak hanya
dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh
pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal
kodrati pada saat dilahirkan (Syaprizal, 2019). Ellis menyebutkan adanya dua tipe
pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas.
a. Tipe Naturalistik
Tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan
pembelajaran berlangsung di dalam lingkungan kehidupan bermasyarakat.
Tipe ini paling banyak dialami dan ditemukan hampir di seluruh penjuru
dunia. Dalam kehidupan kota besar yang penduduknya heterogen, misalnya,
akan sangat banyak dijumpai kehidupan yang sangat beragam, baik segi

12
budaya maupun bahasanya. Khusus dalam pemakaian bahasa sehari-hari,
dalam kelompok masyarakat seperti ini akan sangat dengan mudah dijumpai
adanya keluarga yang memakai bahasa daerah ketika mereka berkumpul
dengan keluarganya dan menggunakan bahasa kedua (baca : bahasa nasional).
Dalam masyarakat bilingual dan multilingual tipe naturalistik banyak
dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan
pemerolehan bahasa pertama yang berlangsungnya secara ilmiah, sehingga
pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.

Contoh kasus yang banyak dijumpai di kota-kota besar di Indonesia


adalah pengamatan dari penulis tentang pemerolehan bahasa kedua pada diri
seorang anak yang lahir dari keturunan suku Bugis yang merantau di kota
Samarinda, sebutlah namanya Ulil. Dalam pola pengasuhan si anak dalam
keluarga, kedua orang tua anak tersebut memakai bahasa Ibu yang kebetulan
adalah bahasa Bugis. Akan tetapi karena heterogennya, maka dalam pergaulan
sehari-hari dengan teman sebayanya ataupun ketika berinteraksi dengan orang-
orang di lingkungan sekitarnya, mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Karena hal ini dilakukan secara terus menerus, maka Ulil dapat menguasai
bahasa keduanya secara natural.

Contoh kasus lain ketika dua orang mahasiswa dari Tapanuli menimba
ilmu (kuliah) di kota Malang, Jawa Timur, pada awalnya mereka sama sekali
tidak memahami apalagi bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Namun
karena lingkungan sekitarnya baik di kampus, kost, pasar maupun tempat-
tempat lainnya di Malang hampir semuanya berkomunikasi dengan bahasa
Jawa, pada akhirnya mereka pun bisa menguasai bahasa Jawa. Hal ini tentu
saja dilalui dengan proses berusaha dan belajar untuk bisa menguasainya. Dari
menguasai beberapa kosa kata, mereka kemudian mencoba merangkai menjadi
klausa klausa pendek dan masih menggunakan logat Tapanuli. Setelah dua
tahun berjalan, mereka akhirnya bisa menguasai bahasa Jawa yang mulai bisa
menghilangkan aksen atau logat Tapanuli mereka yang pada akhirnya bisa
hilang sama sekali.

13
b. Tipe Formal
Walaupun dalam “The McGill Conference In Honour of Wallace E.
Lambert” yang diedit oleh Allan G. Reynolds dinyatakan bahwa
pengembangan pemerolehan dan pembelajaran bahasa akan dapat berkembang
secara lebih efektif bila diaplikasikan dalam kehidupan sosial (naturalistic) ,
tetapi menurut banyak ahli bahwa tipe pemerolehan bahasa secara formal
seharusnya bisa mendapatkan output yang lebih baik daripada pola
naturalistic. Tipe ini biasanya terjadi di dalam kelas dengan bimbingan
seorang guru, materi, media dan alat bantu pembelajaran yang sudah
dipersiapkan secara baik.. Akan tetapi dewasa ini banyak sekali ditemui,
utamanya di Indonesia adalah sebuah kenyataan bahwa walaupun sudah
mempelajari bahasa kedua (bahasa Inggris) semenjak dari bangku sekolah
dasar, tetapi pada kenyataannya si anak masih sangat sulit untuk bisa
mengaplikasikannya ketika suatu ketika anak tersebut harus menggunakannya
untuk berinteraksi, baik didalam kelas apalagi diluar kelas. Menurut analisa
penulis, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
kedisiplinan guru dan siswa, bahan ajar yang kurang baik, kualitas pengajar
dan lingkungan yang kurang mendukung.
Faktor-faktor tersebut tentunya akan dapat diperbaiki manakala ada
usaha perbaikan pencapaian kualitas yang dilakukan baik oleh pihak siswa,
guru maupun pihak ketiga yang bisa membantu untuk memberikan
pelatihanpelatihan kepada pengajar demi peningkatan kualitas pengajar,
tentunya dengan penyesuaian materi pelatihan yang diberikan dan persiapan-
persiapan lainnya untuk meraih hasil yang maksimal. Tanpa usaha dan
persiapan yang maksimal, niscaya hasilnya juga pasti minimal.
Tipe pemerolehan bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan
guru, materi dan alat-alat yang sudah dipersiapkan, pembelajaran bahasa
dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau sadar, pembelajaran bahasa
bersifat formal seharusnya lebih baik daripada pembelajaran yang dilakukan
secara naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak, terdapat berbagai penyebab
atau faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa.
Nurhadi (dalam Chaer 2002:144) meskipun studi tentang metodologi belajar
bahasa kedua (atau bahasa asing) telah sedemikian lama dengan biaya yang
cukup besar, tetapi belum banyak mengubah cara orang belajar bahasa.
14
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa merupakan penguasaan bahasa seseorang yang terjadi
secara alamiah atau tidak sadar dan tidak mendapat pengaruh oleh pengajaran tentang
kaidah dan struktur kebahasaan serta lingkungan yang formal. Pemerolehan bahasa
biasanya berbentuk istilah dan biasanya digunakan pada anak - anak yang belum
pernah belajar bahasa apapun dan masih akan mulai belajar bahasa untuk pertama
kalinya.
1. Usia
Sayekti (2001) dalam Arshanti (2014: 4) mengatakan bahwa proses
pemerolehan bahasa seorang anak berlangsung secara efektif pada usia dibawah
lima tahun (balita). Potensi pemerolehan bahasa pada anak balita tinggi, sehingga
potensi itu perlu dioptimalkan, mengingat penguasaan bahasa sangat berpengaruh
kepada proses penguasaan yang lain ketika anak memasuki usia sekolah. Usia
balita adalah usia emas dalam pemerolehan bahasa, sehingga pada masa ini harus
benar-benar dioptimalkan agar pemerolehan bahasa anak dapat maksimal.
Jika dihubungkan dengan pemerolehan bahasa kedua, potensi pemerolehan
bahasa kedua lebih cepat apabila dilakukan pada usia kanak-kanak. Pemerolehan
bahasa kedua pada anak-anak dapat lebih mudah, karena otak anak masih lentur,
belum mampu memikirkan banyak hal yang akan mempengaruhi pemerolehan
bahasa kedua.
Beberapa ilmuwan yang telah meneliti dan menyimpulkan bahwa penguasaan
B2 secara keseluruhan dapat terjadi jika B2 dipelajari pada saat usia kritis (critical
period). Patkowsky (1990) mengklaim bahwa semakin dini usia yang mempelajari
B2, semakin bagus dan sempurna cara pelafalannya. Dia menyatakan bahwa
pemerolehan B2, terutama dalam hal pelafalan (pronunciation) akan berbeda jika
dipelajari sebelum dan sesudah usia kritis (critical period). Usia dini tersebut
adalah sebelum usia 15 tahun.
Contoh kasus yang berkaitan dengan pengaruh usia terhadap pemerolehan
bahasa kedua sering dijumpai dalam kehidupan sehari - hari. berdasarkan hasil
pengamatan kepada beberapa orang yang keluar dari Pulau Sumba untuk mencari
pekerjaan dan menemukan jodohnya disana. Misalnya, Bali, Mataram, Pulau
Jawa,dll. Anak dari pasangan tersebut sehari hari menggunakan Bahasa Indonesia
yang merupakan bahasa pertama atau bahasa ibu. Berdasar dari hasil pengamatan,

15
anak - anak mereka saat kembali ke Sumba dengan mudah dan fasih
menggunakan Bahasa Sumba dengan waktu yang relatif singkat.
Dari beberapa penelitian dan contoh kasus di atas sangat jelas sekali bahwa
bahasa kedua lebih mudah diperoleh jika dipelajari pada usia kritis. Bahkan
hampir semua peneliti menyetujui bahwa bahasa kedua dapat diperoleh secara
total seperti penutur asli jika dipelajari sebelum usia 12 tahun.
2. Lingkungan dan Kebiasaan
Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses pemerolehan
bahasa kedua. Kebiasaan - kebiasaan masyarakat menggunakan bahasa kedua
dalam lingkungan akan membawa dampak positif dalam pemerolehan bahasa
kedua. Keberhasilan pemerolehan bahasa kedua dalam suatu lingkungan sangat
dipengaruhi oleh stimulus dan respon.
Teori yang sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa kedua dalam
suatu lingkungan adalah teori behaviorisme dan teori kognitivisme. Menurut Teori
Behaviorisme bahwa bahasa dapat diperoleh dan dipahami karena adanya faktor
kebiasaan. Konsep dasar teori behaviorisme dilandasi anggapan bahwa seseorang
setelah lahir tidak memiliki apa-apa, sehingga dalam pemerolehan bahasa
lingkungan sangat berperan penting. Teori Kognitivisme menurut Littlewood
(1984) dalam (Purba, 2013:2) bahwa minat merupakan suatu faktor yang berperan
dalam proses mencapai internal anak. Namun seharusnya kita tidak melupakan
bahwa lingkunganlah yang menstimulasi proses-proses internal itu. Lingkungan
akan menyediakan berbagai materi terhadap anak dalam pemerolehan bahasanya
di mana ia berada.
Pengaruh lingkungan terhadap pemerolehan bahasa kedua sangat besar. Hal
ini dapat dilihat dari contoh kasus di Selandia baru, dimana seorang pelajar asing
sekarang ini tidak lagi dipersyaratkan untuk memiliki nilai ujian TOEFL, tetapi
para pelajar itu tidak diasramakan untuk menghindari mereka berkumpul dengan
teman dari satu negara atau pemakai bahasa yang sama dengan dirinya. Mereka
dibaurkan dengan masyarakat setempat yang memaksa para pelajar itu mau tidak
mau harus berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang dipakai di Selandia Baru
sebagai bahasa sehari-hari. Karena kebiasaan yang terus-menerus baik di kampus,
rumah, pasar, taman hiburan, stasiun, terminal dan tempat - tempat lainnya, pada
akhirnya para pelajar tersebut dapat dengan sempurna menguasai bahasa Inggris.
Hal ini menandakan bahwa faktor kebiasaan dan faktor lingkungan sangat
16
berpengaruh besar terhadap keberhasilan seseorang memperoleh dan menguasai
bahasa kedua (Onchera, 2013).
Contoh kasus, yaitu penguasaan bahasa Sumba bagi orang-orang Jawa atau
Bima yang berjualan di Pasar. Orang - orang Bima dan Jawa yang berjualan di
Pasar tidak pernah mempelajari secara khusus Bahasa Sumba, tetapi melalui
interaksi dengan pembeli mereka dengan mudah menguasai bahasa Sumba.
Dari penelitian dan contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila
seseorang ingin menguasai bahasa kedua, maka orang tersebut harus tinggal,
berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung dengan orang-orang yang dalam
berkomunikasi sehari - hari menggunakan bahasa kedua. Pembelajar juga harus
menggunakan bahasa kedua secara terus menerus dalam waktu yang lama.
3. Pengaruh Bahasa Pertama terhadap Bahasa Kedua
Struktur bahasa pertama yang telah tertanam dan terpola dalam pemikiran
pembelajar dalam banyak kasus mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua.
Menurut Krashen (Onchera, 2013) menyatakan bahwa hipotesis urutan alamiah
memandang bahwa apabila terdapat persamaan urutan atau struktur gramatikal
antara belajar B1 dengan B2, maka akan lebih mudah bahasa kedua untuk
dipelajari. Adapun Fitri (2015 : 2) mengemukakan bahwa jika salah satu
pembicara masyarakat mencoba untuk menggunakan bahasa lain selain bahsa
mereka sehari - hari, maka bahasa yang mereka pakai akan berubah menjadi
bahasa kedua.
Contoh kasus yakni, masyarakat Sumba yang berkomunikasi dengan bahasa
sehari - hari menggunakan bahasa kedua (Bahasa Indonesia). Struktur bahasa
pertama sangat berpengaruh terhadap bahasa kedua. Ketika seseorang yang
memiliki latar belakang B1 Bahasa Sumba pada saat berkomunikasi B2 mengikuti
struktur bahasa B1.
Contoh tuturan komunikasi Bahasa Indonesia dan Bahasa Sumba:
● Tuturan Bahasa Indonesia dengan struktur Bahasa Sunba
A: Sudah makan kamu?
B: Sudah makan saya

A: sedang apa kamu?


B: sedang belajar saya
● Tuturan Bahasa Indonesia dengan struktur Bahasa Indonesia
17
A: Kamu sudah makan?
B: Saya sudah makan

A: kamu sedang apa?


B: saya sedang belajar
Dapat disimpulkan dari contoh diatas bahwa kalimat dalam Bahasa Indonesia
yang dituturkan masih dipengaruhi oleh struktur bahasa pertama. Sehingga,
struktur bahasa salah satu faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua.
4. Motivasi
Motivasi berpacu pada keseluruhan proses yang dilakukan dalam upaya
menguasai bahasa kedua dengan tujuan tertentu, misalnya untuk mendapat
kepuasan diri, untuk mendapat pujian, penghargaan dan pengakuan dari orang
lain, agar mampu bersaing dalam dunia politik, dan lainnya.
Dalam teori pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition),
motivasi kebanyakan dipahami sebagai serangkaian faktor, termasuk aspirasi
untuk mencapai tujuan tertentu melalui belajar bahasa, kesediaan untuk
melakukan dan mempertahankan usaha dalam rangka mencapai tujuan, serta sikap
terhadap pemerolehan bahasa dan masyarakat yang menggunakan (Gardner,
1985a, 2001b; Klein, 1986; Dornyei & Csizer, 2005) dalam Ying, dkk (2013 : 3).
Contoh kasus terkait dengan pengaruh motivasi terhadap pemerolehan bahasa
kedua, yaitu di tempat kerja terdapat orang Jerman yang bekerja di bidang
peningkatan mutu pembelajaran. Untuk dapat berinteraksi dan menciptakan suatu
komunikasi yang baik dalam beradaptasi dengan lingkungan dan masalah
pekerjaan, maka mereka harus menguasai bahasa Indonesia. Cara peningkatan
penguasaan Bahasa Indonesia dilakukan dengan berkomunikasi secara langsung
dan selalu membawa kamus dengan tujuan apabila ada kata - kata atau tuturan
yang kurang dipahami dapat langsung dikomunikasikan makna dan maksud
tuturan tersebut sesuai konteks dan yang terdapat dalam kamus.

18
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan sebuah negara berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Dengan letak geografis Negara Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau yang
terpisah oleh lautan, mengakibatkan Indonesia memiliki banyak sekali perbedaan.
Budaya yang berbeda dan bahasa yang berbeda menjadi keunikan tersendiri bagi
Negara Indonesia itu sendiri. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, indentitas nasional,
media penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya, serta media pemersatu
suku, budaya dan bahasa di Nusantara.
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
pemerolehan bahasa kedua yaitu proses dimana seseorang telah menguasai bahasa
pertamanya terlebih dahulu kemudian memperoleh bahasa kedua yang sama baiknya
dengan bahasa pertama. Seiring dengan sejarah perkembangan psikolinguistik, maka
muncullah teori-teori yang digunakan dalam upaya menjelaskan pemerolehan bahasa
anak. Teori pemerolehan bahasa itu antara lain: teori behaviorisme, teori nativisme,
dan kognitivisme.
Pemerolehan bahasa merupakan penguasaan bahasa seseorang yang terjadi
secara alamiah atau tidak sadar dan tidak mendapat pengaruh oleh pengajaran tentang
kaidah dan struktur kebahasaan serta lingkungan yang formal. Pemerolehan bahasa
biasanya berbentuk istilah dan biasanya digunakan pada anak - anak yang belum
pernah belajar bahasa apapun dan masih akan mulai belajar bahasa untuk pertama
kalinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bitu, Y. S. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Kedua.


Jurnal Edukasi Sumba (JES), 4(2), 153-160.

Shafa. (2015). Teori Pemerolehan Bahasa dan Implikasinya dalam Pembelajaran.


Jurusan Tarbiyah STAIN, 1–9.

Syaprizal, M. P. (2019). PROSES PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK


Muhammad Peri Syaprizal pemahaman dan ilmu pengetahuan . Sebagai simbol
sebuah pemahaman , bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu .
Pemerolehan bahasa merupakan sampai fasih berbahasa . Pemerolehan bahasa at.
Jurnal Al-Hikmah, 1(2), 75–86.

Sujinah, i. f. (2018). Buku Ajar Bahasa Indonesia Edisi Revisi. Surabaya: UMSurabaya
Publishing.

20

Anda mungkin juga menyukai