Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DINAMIKA, TANTANGAN, ESENSI, DAN URGENSI


PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK MASA DEPAN

Tujuan pembuatan Makalah ini adalah Untuk Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang diampu oleh :

Dr. Erif Ahdhianto, S.Pd., M. Pd.

Disusun oleh Kelompok 1 :

Offering A5H

Hanin Naviatul Izah 220151608502

Mochamad Farros Abid Hibatulloh 220151603063

Treicika Pimnastuti 220151606197

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


DEPARTEMEN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JANUARI 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Erif Ahdhianto, S.Pd., M. Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.

Blitar, 23 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
II. KERANGKA TEORITIK ..................................................................................................... 2
A. Dinamika Pendidikan Pancasila ........................................................................................ 2
B. Tantangan Pendidikan Pancasila ....................................................................................... 5
C. Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa Depan .......................................... 8
III. ANALISIS KASUS........................................................................................................... 9
IV. PENUTUP ....................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 14
B. Saran................................................................................................................................ 14
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................................................. 16

ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap bidang kegiatan yang dikejar oleh manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan juga dengan bagaimana keadaan bidang itu pada masa
akhirnya. Demikian juga dengan bidang pendidikan. Para ahli pendidikan
sebelum memegang bidang tersebut juga terlebih dahulu memeriksa sejarah
tentang sejarah pendidikan, baik yang bersifat nasional maupun lingkup
internasional. Dengan cara ini mereka tahu hal apa saja yang telah
dikerjakan oleh bangsanya dan hasil yang diperoleh, mereka juga akan
mencari informasi pada sejarah pendidikan dunia.
Didalam kehidupan bangsa Indonesia prinsip-prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup atau filsafat hidup bangsa (jati diri) yang oleh para
pendiri bangsa dirumuskan dalam rumusan yang sederhana dan mendalam
termasuk lima prinsip yaitu Pancasila yang menjadi dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai kausa materialis pancasila. Oleh karena itu
berdasarkan fakta objektif secara sejarah kehidupan bangsa Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dinamika pendidikan pancasila?
2. Bagaimana tantangan pendidikan pancasila?
3. Bagaimana esensi dan urgensi pendidikan pancasila untuk masa depan?

1
II. KERANGKA TEORITIK

A. Dinamika Pendidikan Pancasila


Dinamika adalah segala sesuatu yang mengandung arti tenaga, kekuatan,
selalu bergerak, berkembang dan mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
dinamika merupakan sosial gerak masyarakat secara terus menerus yang
menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan.
Sebagaimana diketahui pendidikan pancasila mengalami pasang surut dalam
pengimplementasiannya. Apabila ditelusuri secara historis, upaya
pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai pancasila tersebut telah secara
konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang
namun bentuk dan intensitasnya berbeda dari zaman ke zaman.
Pada masa awal kemerdekaan pembudayaan nilai-nilai tersebut
dilakukan dalam bentuk pidato - pidato para tokoh bangsa dalam rapat -
rapat akbar yang disiarkan melalui radio dan surat kabar. Kemudian, pada 1
Juli 1947, diterbitkan sebuah buku yang berisi Pidato Bung Karno tentang
Lahirnya Pancasila. Buku tersebut disertai kata pengantar dari Dr. K.R.T.
Radjiman Wedyodiningrat yang 33 sebagaimana diketahui sebelumnya,
beliau menjadi Kaitjoo (Ketua) Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Perubahan yang signifikan
dalam metode pembudayaan atau pendidikan pancasila adalah setelah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Pada tahun 1960 diterbitkan buku oleh Departemen P dan K, dengan
judul Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civics). Buku tersebut
diterbitkan dengan maksud membentuk manusia Indonesia baru yang
patriotik melalui pendidikan. Selain itu, terbit pula buku yang berjudul
Penetapan Tudjuh Bahan-Bahan Pokok Indoktrinasi, pada tahun 1961,
dengan penerbit CV Dua-R, yang dibubuhi kata pengantar dari Presiden
Republik Indonesia. Buku tersebut tampaknya lebih ditujukan untuk
masyarakat umum dan aparatur negara. Tidak lama sejak lahirnya Ketetapan
MPR RI, Nomor II/MPR/1978, tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P-4) atau Ekaprasetia Pancakarsa, P-4 tersebut
kemudian menjadi salah satu sumber pokok materi Pendidikan Pancasila.
Selanjutnya diperkuat dengan Tap MPR RI Nomor II/MPR/1988 tentang
GBHN yang mencantumkan bahwa “Pendidikan Pancasila” termasuk
Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Dalam rangka menyempurnakan perkuliahan pendidikan Pancasila yang
digolongkan dalam mata kuliah dasar umum di perguruan tinggi, Dirjen
Dikti, menerbitkan SK, Nomor 25/DIKTI/KEP/1985, tentang
Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU).
Sebelumnya, Dirjen Dikti telah mengeluarkan SK tertanggal 5 Desember
1983, Nomor 86/DIKTI/Kep/1983, tentang Pelaksanaan Penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pola Seratus Jam di Perguruan

2
Tinggi. Kemudian, dilengkapi dengan SK Kepala BP-7 Pusat tanggal 2
Januari 1984, Nomor KEP/01/BP-7/I/1984, tentang Penataran P-4 Pola
Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi
Negeri dan Swasta, menyusul kemudian diterbitkan SK tanggal 13 April
1984, No. KEP-24/BP-7/IV/1984, tentang Pedoman Penyusunan Materi
Khusus sesuai Bidang Ilmu yang Diasuh Fakultas/Akademi dalam Rangka
Penyelenggaraan Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa
Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta.
Dampak dari beberapa kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan
Penataran P-4 tersebut, terdapat beberapa perguruan tinggi terutama
perguruan tinggi 34 swasta yang tidak mampu menyelenggarakan penataran
P4 Pola 100 jam sehingga tetap menyelenggarakan mata kuliah pendidikan
Pancasila dengan atau tanpa penataran P-4 pola 45 jam. Di lain pihak,
terdapat pula beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta yang
menyelenggarakan penataran P4 pola 100 jam bersamaan dengan itu juga
melaksanakan mata kuliah pendidikan Pancasila.
Dalam era order baru saat kepemimpinan Presiden Soeharto, terbit
Instruksi Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, nomor 1 Tahun 1967, tentang
Pedoman Penyusunan Daftar Perkuliahan, yang menjadi landasan yuridis
bagi keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi. Keberadaan
mata kuliah Pancasila semakin kokoh dengan berlakunya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang pada pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum pendidikan
tinggi harus memuat mata kuliah pendidikan Pancasila. Kemudian, terbit
peraturan pelaksanaan dari ketentuan yuridis tersebut, yaitu khususnya pada
pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi, jo. Pasal 1 SK Dirjen Dikti Nomor
467/DIKTI/Kep/1999, yang substansinya menentukan bahwa mata kuliah
pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh
mahasiswa baik program diploma maupun program sarjana. Pada 2000,
Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan yang memperkokoh keberadaan dan
menyempurnakan penyelenggaraan mata kuliah pendidikan Pancasila, yaitu:

1) SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan


Kurikulum Pendidikan Tinggi,
2) SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK),
dan
3) SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
di Perguruan Tinggi.

Seiring dengan terjadinya peristiwa reformasi pada 1998, lahirlah


Ketetapan MPR, Nomor XVIII/ MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

3
Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa), sejak itu Penataran P-4 tidak lagi
dilaksanakan. Ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 tahun 2003, kembali mengurangi langkah pembudayaan Pancasila
melalui pendidikan.
Dalam Undang-Undang tersebut pendidikan Pancasila tidak disebut
sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi sehingga beberapa universitas
menggabungkannya dalam materi pendidikan kewarganegaraan. Hasil
survei Direktorat Pendidikan Tinggi 2004 yang dilaksanakan di 81
perguruan tinggi negeri menunjukkan kondisi yang memprihatinkan, yaitu
Pancasila tidak lagi tercantum dalam kurikulum mayoritas perguruan tinggi.
Kenyataan tersebut sangat mengkhawatirkan karena perguruan tinggi
merupakan wahana pembinaan calon-calon pemimpin bangsa dikemudian
hari. Namun, masih terdapat beberapa perguruan tinggi negeri yang tetap
mempertahankan mata kuliah pendidikan Pancasila, salah satunya adalah
Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam rangka mengintensifkan kembali
pembudayaan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus bangsa melalui
pendidikan tinggi, pecinta negara proklamasi, baik elemen masyarakat,
pendidikan tinggi, maupun instansi pemerintah, melakukan berbagai
langkah, antara lain menggalakkan seminar-seminar yang membahas
tentang pentingnya membudayakan Pancasila melalui pendidikan,
khususnya dalam hal ini melalui pendidikan tinggi. Di beberapa
kementerian, khususnya di Kementerian Pendidikan Nasional diadakan
seminar-seminar dan salah satu output-nya adalah terbitnya Surat Edaran
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor 914/E/T/2011, pada tanggal
30 Juni 2011, perihal penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagai mata
kuliah di perguruan tinggi. Dalam surat edaran tersebut, Dirjen Dikti
merekomendasikan agar pendidikan Pancasila dilaksanakan di perguruan
tinggi minimal 2 (dua) SKS secara terpisah, atau dilaksanakan bersama
dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan nama Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot minimal 3 (tiga)
SKS.
Penguatan keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi
ditegaskan dalam Pasal 35 jo. Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi, yang menetapkan
ketentuan bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila wajib dimuat dalam
kurikulum perguruan tinggi, yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila,


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi
wajib memuat mata kuliah: agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan
Bahasa Indonesia. Dengan demikian, pembuat undang-undang
menghendaki agar mata kuliah pendidikan Pancasila berdiri sendiri
sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.

4
Fungsi pendidikan pancasila adalah sebagai berikut:
● Sebagai kekuatan pendorong dan penunjuk Landasan Pancasila menjadi
penggerak dan pedoman bagi para siswa sebagai generasi penerus
bangsa untuk memantapkan jiwa kebangsaan para siswa.
● Sebagai perisai Pendidikan Pancasila juga dapat berfungsi sebagai
perisai bagi mahasiswa agar tidak mudah terpengaruh oleh paham-
paham asing yang berpotensi mengganti Pancasila sebagai ideologi
negara.

Menurut Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (2013), tujuan


Pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut:
● Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa
melalui revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
● Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar
Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, dan
membimbing untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
● Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi
terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila
dan UUD Negara RI Tahun 1945.
● Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai nilai
ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air, dan kesatuan bangsa,
serta penguatan masyarakat yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat
berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal
dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

B. Tantangan Pendidikan Pancasila


Abdulgani menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar,
dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan

5
leitstar Pancasila ini, kekuasaan negara akan menyeleweng. Oleh karena itu,
segala bentuk penyelewengan itu harus dicegah dengan cara mendahulukan
Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14). Agar Pancasila menjadi
dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi generasi penerus
pemegang estafet kepemimpinan nasional, maka nilai-nilai Pancasila harus
dididikkan kepada para mahasiswa melalui mata kuliah pendidikan
Pancasila.
Tantangannya adalah menentukan bentuk dan format agar mata kuliah
pendidikan Pancasila dapat diselenggarakan di berbagai program studi
dengan menarik dan efektif. Tantangan ini dapat berasal dari internal
perguruan tinggi, misalnya faktor ketersediaan sumber daya, dan spesialisasi
program studi yang makin tajam (yang menyebabkan berkurangnya
ketertarikan sebagian mahasiswa terhadap pendidikan Pancasila). Adapun
tantangan yang bersifat eksternal, antara lain adalah krisis keteladanan dari
para elite politik dan maraknya gaya hidup hedonistik di dalam masyarakat.
Adapun tantangan pancasila disampaikan melalui pidato Presiden Ketiga
RI, B.J. Habibie tanggal 1 Juni 2011 adalah sebagai berikut.
1. Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut
gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang
demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan
kehidupan demokratis tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang
perlu kita renungkan bersama. Di manakah Pancasila kini berada?
2. Sejak reformasi 1998, Pancasila seolah - olah tenggelam dalam pusaran
sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam
dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif
bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik
dalam konteks kehidupan, ketatanegaraan, kebangsaan maupun
kemasyarakatan. Pancasila seperti bersandar di sebuah lorong bunyi
justru di tengah denyut kehidupan bangsa indonesia yang semakin hiruk
- pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik. Menurut presiden
B.J Habibie ada beberapa perubahan yang kita alami antara lain.
a. Terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya.
b. Perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak
diimbangi dengan kewajiban asasi manusia (KAM)
c. Lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat di
mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam
berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap
“manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.
Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai
yang dialami bangsa indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup
masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan
politik dan ekonomi yang terjadi saat ini.
Pada pidato kebangsaan Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati
Soekarnoputri.

6
1. Keseluruhan anggota BPUPKI sangat mudah dimengerti, mengapa
Pancasila diterima secara aklamasi. Hal ini bukan saja karena intisari dari
substansi yang dirumuskan Bung Karno memiliki akar yang kuat dalam
sejarah panjang Indonesia, tetapi nilai-nilai yang melekat di dalamnya
melewati sekat-sekat subjektifitas dari sebuah peradaban dan waktu.
2. Demikian pula, Pancasila pernah disalahtafsirkan semata-mata sebagai
suatu konsep politik dalam kerangka membangun persatuan nasional.
Padahal, persatuan nasional yang diharapkan oleh Bung Karno adalah
untuk menghadapi kapitalisme dan imperialisme sebagai penyebab dari
"kerusakan yang hebat pada kemanusiaan".
3. Perjuangan setiap pemimpin dan rakyat Indonesia sendiri. Perjuangan
agar Pancasila bukan saja menjadi bintang penunjuk, tetapi menjadi
kenyataan yang membumi.
Sedangkan pada pidato Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono 1 Juni
2011 tentang pancasila adalah sebagai berikut.
1. Akhir-akhir ini saya menangkap kegelisahan dan kecemasan banyak
kalangan, melihat fenomena dan realitas kehidupan masyarakat kita
termasuk alam pikiran yang melandasinya. Apa yang terjadi pada tingkat
publik kita ada yang cemas jangan-jangan dalam era reformasi
demokratisasi dan globalisasi ini sebagian kalangan tertarik dan tergoda
untuk menganut ideologi lain, selain Pancasila. Terhadap godaan, apalagi
gerakan nyata dari sebagian kalangan yang memaksakan dasar negara
selain Pancasila,
2. Negara tidak dapat dan tidak seharusnya mengontrol pandangan dan
pendapat orang seorang. kecuali apabila pemikiran itu dimanifestasikan
dalam tindakan nyata yang bertentangan dengan konstitusi. Undang-
Undang dan aturan hukum lain, negara harus mencegah dan
menindaknya.

Ada banyak tantangan yang dihadapi pancasila di masa mendatang salah


satu contohnya :
1. Bidang pemerintahan
Saat ini korupsi merupakan suatu hal yang marak terjadi di Indonesia,
khususnya di lingkungan pemerintahan. Para pejabat menggunakan
kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Dalam korupsi uang negara, ada
ancaman bahaya terselubung, yakni penyimpangan dasar negara.
Penyimpangan ini berupa pelaksanaan kebijakan-kebijakan kotor untuk
kepentingan pribadi dengan memakai baju kepentingan umum. Hal ini jelas
tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar negara Pancasila. Jika terus dilakukan
hal ini dapat membuat eksistensi Pancasila menurun.
2. Kehidupan masyarakat
Ada dua tantangan Pancasila dalam kehidupan masyarakat ke depan, yaitu
radikalisme agama dan radikalisme sekuler, keduanya adalah paham yang
mengancam eksistensi Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia Radikalisme agama adalah gerakan yang ingin mengganti

7
Pancasila dengan ideologi yang berbasiskan agama. Radikalisme sekuler
adalah paham yang ingin memisahkan Pancasila dari nilai-nilai agama.
Gerakan ini menyebar melalui berbagai media dengan sasaran dari berbagai
kalangan. Jika kita tidak berhati-hati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
masyarakat akan memudar.

C. Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa Depan


Esensi berasal dari kata Essence yang artinya hakikat, inti, hal yang
pokok dari segala sesuatu. Esensi tergantung dalam konteks dan
penggunaannya. Pengertian urgensi dilihat dari bahasa latin bernama Urgere
yaitu yang berarti mendorong. Istilah urgensi menunjuk pada sesuatu yang
mendorong kita, memaksa kita, untuk diselesaikan. Dengan demikian
mengandaikan ada suatu masalah dan harus segera ditindak lanjuti.
Menurut penjelasan pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang dimaksud
dengan mata kuliah pendidikan Pancasila adalah pendidikan untuk
memberikan pemahaman dan penghayatan kepada mahasiswa mengenai
ideologi bangsa Indonesia. Dengan landasan tersebut, Ditjen Dikti
mengembangkan esensi materi pendidikan Pancasila yang meliputi:
1. Pengantar perkuliahan pendidikan Pancasila
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai dasar negara
4. Pancasila sebagai ideologi negara
5. Pancasila sebagai sistem filsafat
6. Pancasila sebagai sistem etika
7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
Pendidikan pancasila dapat dimaknai sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, maupun
sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkan generasi
penerus bangsa dapat melihat masa depan yang selalu berubah dan selalu
terkait dengan konteks kebudayaan, dinamika bangsa dan negara dalam
pergaulan internasional, serta melihat kesadaran negara, melindungi negara
dan memiliki pola pikir, sikap dan perilaku yang cinta tanah air
berlandaskan Pancasila. Semua ini dibicarakan atas nama tetap bersatu dan
menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, simpatik,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja,
profesional, bertanggung jawab dan produktif, serta sehat jasmani dan
rohani.

8
Pembinaan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan pembekalan bagi
peserta didik di Indonesia yang diterapkan melalui Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu
Alamiah Dasar (sebagai aplikasi nilai dalam kehidupan) yang disebut
kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam
komponen kurikulum perguruan tinggi.. Hak dan kewajiban warga negara,
terutama kesadaran untuk melindungi negara, diwujudkan dalam sikap dan
perilaku mereka, ketika mereka merasa bahwa konsep demokrasi dan hak
asasi manusia sangat cocok untuk kehidupan sehari-hari mereka. Pancasila
dan Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil dapat mewujudkan sikap
mental cerdas dalam diri peserta didik yang penuh tanggung jawab. Sikap
ini meliputi perilaku :
1. Beriman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hidup
sesuai dengan nilai-nilai falsafah bangsa
2. Berbudi luhur, disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3. Rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban warga
negara.
4. Berwatak profesional penuh kesadaran melindungi negara.
5. Menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni secara aktif
untuk kepentingan umat manusia, bangsa, dan negara.
Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga negara
Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisis, dan
menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara, secara
konsisten dan berkesinambungan dengan cita-cita serta sesuai dengan tujuan
nasional yang ditetapkan dalam pembukaan UUD 1945. Dalam perjuangan
non fisik, nilai-nilai tersebut harus terus dipertahankan dalam segala bidang
kehidupan, terutama untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan,
kesenjangan sosial, korupsi, konspirasi dan nepotisme; penguasaan IPTEK,
peningkatan kualitas sumber daya manusia agar berdaya saing, menjaga dan
melindungi persatuan dan kesatuan bangsa serta berpikir objektif secara
rasional dan mandiri.

III. ANALISIS KASUS


1. Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna
sekaligus tujuan yaitu tercapainya masyarakat indonesia yang adil dan
makmur secara lahiriah atau batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif, karena sifatnya abstrak dan normatif sehingga belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu
dijabarkan dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental adalah UUD
1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai Nilai-nilai dasar,
Nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai,artinya dengan bersumber kepada
nilai lima dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan Nilai-nilai instrumental
penyelenggaraan negara Indonesia.

9
Dilansir dari katadata.co.id, jumlah anak SD yang putus sekolah mencapai
44.516 orang dengan tingkat putus sekolah tertinggi ada di Jawa Barat.
Banyak faktor yang mempengaruhi siswa untuk putus sekolah, mulai dari
biaya, ada juga yang terlalu senang bermain dengan temannya hingga tidak
mau sekolah, bahkan ada yang memilih untuk bekerja dengan orangtua,
bahkan beberapa menjadi anak jalanan. Hal ini merupakan sebuah
pelanggaran terhadap sila kelima pancasila yaitu "Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia." Pemerintah seharusnya wajib membiayai mereka
yang tidak memiliki cukup biaya untuk sekolah, karena bagaimanapun juga
mereka merupakan generasi penerus bangsa yang akan berguna bagi masa
depan bangsa serta juga merupakan bentuk pelaksanaan dari pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi "mencerdaskan kehidupan bangsa."

2. Tak Terima Rambut Anaknya Digunting, Orangtua Siswa Gunting Paksa


Rambut Pak Guru
Sumber:
https://amp.kompas.com/regional/read/2023/01/19/053000278/tak-terima-
rambut-anaknya-digunting-orangtua-siswa-gunting-paksa-rambut-pak
Penulis: Kontributor Gorontalo, Rosyid Al-Azhar
Editor: Khairina
GORONTALO, KOMPAS.com - Seorang guru bernama Ulan Hadji (27)
yang mengajar di SD Negeri 13 Paguyaman tidak bisa berbuat banyak setelah
orangtua salah satu siswanya menggunting paksa rambut di kepalanya.
Diduga kejadian ini merupakan balas dendam sang bapak karena tidak
menerima anaknya yang bersekolah di tempat itu ditertibkan karena dinilai
sekolah berambut panjang tidak terawat. Peristiwa ini berlangsung pada Senin
(9/1/2023). Akibat ulah orangtua siswa ini rambut Pak Guru Ulan Hadji
terpotong di bagian atas hingga terlihat kulit kepalanya. Kasus pengguntingan
rambut guru secara paksa ini mendapat perhatian masyarakat. Insan Dai,
salah seorang warga bahkan mengunggah wajah guru yang rambutnya sudah
terpotong dan surat pernyataan yang dianggap keliru. Unggahan di Facebook
viral dengan 856 komentar dan telah dibagikan sebanyak 762 kali. Dalam
unggahannya ia menuliskan kalimat "Sungguh miris sekali, di mana seorang
guru (tenaga pendidik) di salah satu sekolah dasar di wilayah Paguyaman

10
dilecehkan oleh oknum orangtua siswa. Di mana guru tersebut saat
melakukan pendisiplinan terhadap siswa dalam hal ini merapikan rambut
yang sebelumnya sudah diingatkan berulang2 tentang regulasi sekolah. Pada
saat itu juga siswa tersebut melapor kepada orang tuanya, sontak saja orang
tua siswa tersebut mendatangi sekolah dengan geramnya. Oknum orangtua
tersebut justru mengambil tindakan dengan menggunting rambut guru
tersebut di dalam kelas, mirisnya pihak-pihak terkait hanya mendamaikan
masalah ini".

Insan Dai bahkan mempertanyakan surat damai yang dibuat setelah kasus ini
mencuat. Ia menduga kasus ini sengaja didiamkan karena sudah ada surat
pernyataan, dalam surat ini ia menilai konsepnya perlu ditinjau kembali
karena menyudutkan guru Ulan Hadji. Menurutnya surat pernyataan ini
harusnya dari orangtua, bukan guru Ulan Hadji malah yang meminta maaf.
Surat pernyataan yang ditandatangani Guru Ulan Hadji di atas materai 10 ribu
ini malah menyatakan khilaf dan salah. Namun pada kop surat tertulis surat
pernyataan orang tua. Pernyataan Ulan Hadji ini juga ditandatangani oleh
Kepala Desa Girisa Andrias Nonowa, Kabid GTK, Kabid Dikdas dan Kepala
SDN 13 Paguyaman. Dalam unggahan di media sosialnya, Insan Dai juga
menanyakan apakah sekolah sudah tidak ada lagi hak untuk mendisiplinkan
anak didiknya.

Menanggapi masalah ini, Ariyanton Tahiju, Kepala Bidang Pembinaan


Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Boalemo mengatakan pihaknya sudah menyampaikan kepada
orangtua siswa tersebut bahwa tindakan yang dilakukan itu sudah melampaui
batas kewajaran. Tindakan itu melecehkan bahkan merendahkan martabat
guru, atas perlakuan ini seorang guru bisa mengajukan perlindungan hukum.
Sementara yang dilakukan oleh seorang guru merupakan didikan sebagai
wujud perhatian dan kasih sayangnya dalam menerapkan disiplin dan tata
tertib sekolah.“Orang tua siswa menyesali dan minta maaf kepada semua
pihak terutama guru karena dikuasai emosi sehingga terjadi hal yang tidak
diinginkan,” kata Ariyanton Tahiju, Rabu (18/1/2023). Ariyanton
menjelaskan kedua belah pihak saling mengakui sudah keliru tindakan
mereka. Menanggapi surat pernyataan guru Ulan Hadji tersebut, Ariyanton
mengakui kepala surat pernyataan guru tidak dikoreksi. “Kami menyadari
telah terjadi kekeliruan, seharusnya surat pernyataan guru tapi tertulis surat
pernyataan orang tua. Atas kekeliruan ini kami menyampaikan permohonan
maaf kepada semua pihak terkait. Semoga hal ini menjadi teguran dan
pelajaran bagi kami untuk lebih teliti lagi di kemudian hari,” ucap Ariyanton
Tahiju.

Analisis kasus dalam pendidikan pancasila:


Ditinjau dari teori Pendidikan Pancasila bangsa indonesia mengenai kasus

11
pembunuhan “Tak Terima Rambut Anaknya Digunting, Orangtua Siswa
Gunting Paksa Rambut Pak Guru” ini merupakan kasus pembunuhan yang
sangat menggegerkan awal tahun 2023, bagaimana tidak aksi tersebut
dilakukan dengan niat mendisiplinkan murid, namun mengalami hal yang
demikian. Dan berikut Analisa masalah dalam teori Pendidikan Pancasila
mengenai kasus tersebut:
Pertama dari sila Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, jika dilihat
dari kasus diatas jelas sekali orang tua yang bertindak emosional setelah
mendengar aduan dari anaknya, dan merasa tidak terima. Orangtua siswa
melakukan hal tersebut bisa diindikasikan bahwa beliau kurang memiliki rasa
sabar, bertindak dengan sadar, dan dekat kepada tuhan. Kedua, yaitu
“Kemanusiaan yang adil dan beradab” orangtua disini memang yang terlihat
melakukan kesalahan, yaitu anak sudah mendapat peringatan berkali-kali dari
guru namun dihiraukan, dan pada saat hari pendisiplinan masih memiliki
rambut yang panjang. Menggunting paksa rambut guru, yang seharusnya kita
percayai untuk mendidik anak kita adalah tindakan yang tidak beradab, dan
tidak memiliki rasa kemanusiaan. Ketiga, “Persatuan Indonesia”, seharusnya
guru dan para orangtua bersatu dan saling mendukung untuk mendidik putra
putri bangsa. Keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”, jika kita melihat sisi ini banyak opsi
untuk mencegah kasus ini terjadi, seperti sekarang pasti ada grup WhatsApp
yang seharusnya menjadi forum komunikasi antara guru dan para orangtua
agar dapat berjalan selaras, tanpa adanya miss komunikasi, dan menjadi
wadah untuk bermusyawarah. Kelima “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia”, Mungkin orangtua siswa ini merasa guru harus merasakan apa
yang dialami oleh anaknya dengan memotong rambut guru dengan paksa,
dengan melakukan hal tersebut orangtua mungkin merasa hal tersebut adalah
keadilan, namun apakah hal tersebut adalah keadilan yang sepatutnya
ditegakkan? Disini kita sudah melihat bahwa pemahaman pendidikan
Pancasila yang benar perlu dipelajari agar dapat menuju masa depan yang
baik.

3. Keji! 2 Remaja Makassar Culik dan Bunuh Bocah 11 Tahun untuk Dijual
Organnya.
Sumber: https://news.detik.com/berita/d-6507732/keji-2-remaja-makassar-
culik-dan-bunuh-bocah-11-tahun-untuk-dijual-organnya
Penulis : Agil Asrifalgi
Makassar - Dua remaja, AR (17) dan AF (14), menculik dan membunuh anak
bernama Fadli (11) di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pelaku
membunuh korban untuk dijual organ tubuhnya.
Dilansir detik Sulsel, awalnya polisi menerima laporan orang hilang dari
orang tua korban. Selanjutnya, Fadli ditemukan pada Minggu (8/1). Polisi
mengungkap Fadli merupakan korban penculikan disertai pembunuhan
berencana.

12
Menurut polisi, para pelaku memiliki motif membunuh korban untuk menjual
organ tubuhnya.

Menurut Ahmad Halim, kedua remaja itu tergiur bertransaksi jual beli organ
manusia di sebuah situs website. Karena itu, pelaku menculik, dan membunuh
korban di sebuah rumah.

"Pelaku AF merayu untuk membantu membersihkan rumahnya di Jalan


Ujung Bori. Selanjutnya, mereka bertiga menuju rumah AR di Jalan Batua
Raya 14 untuk dieksekusi," katanya.

Pelaku membunuh korban dengan cara mencekik dan membenturkan korban


ke tembok. Setelah itu pelaku dibuang ke bawah jembatan di Jalan Inspeksi
Pam Timur Waduk Nipa-Nipa.

"AR mencekik korban dari belakang serta membenturkan korban ke tembok


sebanyak 3-5 kali, lalu pelaku mengikat kaki korban dan memasukkan ke
dalam kantong plastik warna hitam, lalu dibuang di bawah jembatan di Jalan
Inspeksi Pam Timur Waduk Nipa-Nipa, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten
Maros," katanya.

Analisis kasus dalam pendidikan pancasila:


Dari kasus ini termasuk pelanggaran pancasila sila pertama “ketuhanan yang
maha esa” dimana dari sila ini menjelaskan bahwa Indonesia adalah rakyat
beragama yang menekankan nilai-nilai agama dan karena manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan tidak memiliki hak untuk mencabut nyawa manusia
lain. Manusia diciptakan Tuhan untuk saling mengasihi dan menyayangi satu
sama lain. Di setiap agama tentunya mengajarkan mengenai kebaikan. Dari
kasus ini sungguh menjadi keprihatinan sekali dimana bangsa indonesia
banyak sekali sering terjadi tindak kejahatan setiap tahunnya yang
dipengaruhi dengan teknologi dan pengaruh ekonomi. Setiap tahunnya
pengangguran terus meningkat dan lapangan pekerjaan yang tidak sebanding
dengan tenaga kerja yang dibutuhkan ini juga suatu meningkatnya tingkat
kriminalitas yang terjadi di Makassar. Hal ini terjadi karena banyak pengaruh
dari faktor ekonomi dan faktor lainnya. Selayaknya umat beragama harus
saling menghargai dan mengasihi serta menebarkan kebaikan kepada sesama
sesuai sila pertama yaitu “ketuhanan yang maha esa” bukan saling
membunuh. Dari kasus ini juga termasuk pelanggaran Pancasila kedua
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dimana dalam sila kedua ini
menjelaskan bahwa sebagai rakyat Indonesia selayaknya memperlakukan
setiap manusia secara adil dan beradab dengan cara saling mencintai sesama
manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap
orang lain dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Dari sila kedua juga
menjelaskan kita sebagai umat manusia seharusnya saling mencintai sesama
manusia dan memperlakukan manusia selayaknya manusia bukan sebaliknya

13
yang dilakukan pelaku dalam kasus pembunuhan anak kecil berumur 11
tahun dan apalagi pelakunya juga masih dibawah umur sungguh ini tidak
mencerminkan pada pancasila sila kedua.
Dari kasus penculikan dan pembunuhan pada anak 11 tahun ini
melanggar nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Apalagi kasus ini berkaitan
dengan anak remaja yang sudah memiliki pemikiran untuk melakukan hal
keji seperti itu tanpa mereka sadari bahwa hal itu merusak masa depan
mereka sendiri dan merusak generasi bangsa. Kasus ini juga menjadi
pembelajaran bagi bangsa indonesia harus menjunjung tinggi nilai pancasila
dan norma-norma yang berlaku untuk dapat mencerminkan dalam kehidupan
sehari-hari. Masyarakat indonesia juga harus berperilaku adil,dan juga
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dengan melakukan kegiatan
kemanusiaan. Bangsa indonesia juga harus memberantas setiap bangsa
indonesia yang melanggar nilai-nilai pancasila yang berlaku serta menaati
nilai norma agama yang berlaku di setiap masing-masing agama di indonesia.
Memiliki kesadaran untuk bersama membangun Indonesia menjadi lebih baik
dan memberantas tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan Pancasila.
Agar peristiwa-peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di Indonesia. Indonesia
dapat menjadi Negara sadar hukum bagi rakyatnya dan ini bukan pekerjaan
pemerintah atau siapapun ini adalah tugas kita sebagai rakyat Indonesia agar
Indonesia dapat menjadi Negara yang adil, damai dan sejahtera.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sangat penting
disosialisasikan kepada seluruh masyarakat. Pengamalan nilai-nilai
Pancasila tersebut dapat melalui kuliah Pendidikan Pancasila di perguruan
tinggi. Apabila pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila memudar, maka
ikut memudar pula jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penting
bahwa Pendidikan Pancasila ini sebagai mata kuliah wajib di perguruan
tinggi Indonesia.
Kita sebagai warga negara yang baik harus memahami dan juga berusaha
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Terutama
di zaman modern ini yang mudah untuk disusupi paham-paham ilegal yang
dapat merusak ideologi Pancasila. Pendidikan Pancasila ini sangat penting
bagi keberlangsungan kehidupan bangsa di masa depan.

B. Saran
Saran dari penulis untuk pembaca yaitu pahami dan amalkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari demi keberlangsungan masa depan.

14
Dalam makalah ini masih terdapat kesalahan sehingga kami mengharap
kritik membangun untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.

15
DAFTAR RUJUKAN
Adi Ahdiat. (2022). Jumlah Anak Putus Sekolah, dari Aceh Hingga Papua. Databooks
Katadata.co.id [Online]
Agil Asrifalgi . (2023). Keji! 2 Remaja Makassar Culik dan Bunuh Bocah 11 Tahun
untuk Dijual Organnya. detiknews [Online] https://news.detik.com/berita/d-
6507732/keji-2-remaja-makassar-culik-dan-bunuh-bocah-11-tahun-untuk-
dijual-organnya

Al-Ahzar, Rosyid. Khairina. (2023). Tak Terima Rambut Anaknya Digunting,


Orangtua Siswa Gunting Paksa Rambut Pak Guru. Kompas Gorontalo
[Online] https://amp.kompas.com/regional/read/2023/01/19/053000278/tak-
terima-rambut-anaknya-digunting-orangtua-siswa-gunting-paksa-rambut-pak

Fira Juniar (2022). Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa Depan. AKBP
"STIE"KBP Padang.
Nurwardani, Paristiyanti. Dkk. (2016). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Santoso, Djoko. (2013). Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai