Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BHINEKA TUNGGAL IKA

DIAN MAGASARI Sh,Mh

KELOMPOK 14:

 ABIEZAR NUR FAJRIANSYAH 191011402104


 IRENE DIAN NIRVANI 191011402112

KELAS :01TPLP019

RUANG :V.119

UNIVERSITAS PAMULANG

2019/2020

Jl.Raya Puspiptek, Buaran, Kecamatan Pamulang, kota Tangerang Banten


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah yang telah memberikan rahmat karunia-
Nyaserta kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “BHINEKA TUNGGAL IKA”. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih bagi teman-
teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan sama-sama.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah
Pendidikan Pancasil. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat berbagai pihak dan semakin
menumbuhkan rasa kecintaan kita terhadap Negara kesatuan Republik Indonesia.

Pamulang. 20 september 2019

Penyusun,

Kelompok 14(lima)
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman. Indonesia terdiri atas
beraneka ragam budaya , bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Namun
indonesia mampu mempersatukan berbagai keberagamman itu sesuai demhgan semboyan
bangsa indonesia yaitu”BHINEKA TUNGGAL IKA”, yang berarti berbeda-beda tetanpi
tetap satu jua.
Bhineka Tunggal Ika seperti yang kita pahami sebagai motto negara yang dianggat dari
penggalan kitab SUTASOMA karrya besar Mpu Tantular pada zaman kerajaan majapahit
(abad 14) secara harifiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi tetap satu (berbeda-beda
tetapi tetap satu jua). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati diri bangsa indonesia
yang secara natural, dan sosial cultural dibangun diatas keanekaragaman.
Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tercantum dan menjadi bagian dari
lambang negara Indonesia, yaitu garuda pancaasila. Sebagai semboyan bangsa artinya
Bhineka Tunggal Ika adalah pembentuk karakter dan jati diri bangsa. Bhinneka Tunggal Ika
sebagai pembentuk karakter dan jati diri bangsa ini tak lepas dari campur tangan para
pendiri bangsa yang mengerti benar bahwa Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan
akan sebuah unsur pengikat dan jati diri bersama.
Bhinneka Tunggal Ika pada dasarnya merupakan gambaran dari kesatuan geopolitik dan
geobudaya di Indonesia, yang artinya terdapat keberagaman dalam agama, ide, ideologis,
suku bangsa dan bahasa.
Kebhinekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di depan mata
kita. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa itu berbeda dengan orang
Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Elite pemimpin yang berasal dari kota-kota
besar dan metropolitan bisa jadi memandang Indonesia secara global akan tetapi elite
pemimpin nasional dari budaya lokal tertentu memandang Indonesia berdasarkan jiwa,
perasaan dan kebiasaan lokalnya. Ini saja menunjukkan kalau cara pandang kita tentang
Indonesia berbeda. Jadi tanpa kemauan untuk menerima dan menghargai kebhinekaan maka
sulit untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh
pendahulu bangsa ini dengan membangun kesadaran kebangsaan atau nasionalisme
merupakan upaya untuk menjaga loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa.
I.2 RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana sejarah tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas
bangsa?
2) Bagaimana penetapan lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar bangsa
Indonesia?
3) Bagaimna penerapan Bhineka Tunggal Ika?
4) Bagaimana implementasi Bhineka Tunggal Ika dan cita-cita luhur bangsa?

I.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah perjalanan Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk
identitas bangsa
2. Untuk mengetahui lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar bangsa
3. Untuk mengetahui penerapan Bhineka Tunggal Ika
4. Untuk mengetahui Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan cita-cita luhur
bangsa Indonesia.

I.4 MAKSUD
Setelah membaca makalah ini pembaca diharapkan mampu:
a Memahami sejarah perjalanan Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas
bangsa
b Memahami lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar bangsa
c Memahami penerapan Bhineka Tunggal Ika
d Memahami implementasi Bhineka Tunggal Ika
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 SEJARAH BHINEKA TUNGGAL IKA

Awalnya, semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat


panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka
Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan
Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu
Tantular dalam kitab Sutasoma.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja
Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam
karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma
mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.”
Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan
Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh
rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu
dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan
resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951.
Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka
Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik
Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata
“bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan
sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal
36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan
semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh
karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara,
makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya
difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.

Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha
mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan
usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini telah
memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan.
Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan
dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di kalangan masyarakat
Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep
Bhineka Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tapi
pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan
lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan tentunya
agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Nusantara.

Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika
berarti Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya
satu. Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu
atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia.

Berbicara mengenai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda


Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian
dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17
Oktober 1951 dan di-Undang-kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha
pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada
pandangan yang sama, yaitu pendangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan dan
kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara.
Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai sebagai motto lambang
Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari semboyan itu adalah “Tidak ada
kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut
mejadi yang lebih praktis dan ringkas, yaitu “Bertahan karena benar”. Makna “Tidak ada
kebenaran bermuka dua” sebenarnya memiliki pengertian agar hendaknya manusia
senantiasa berpegangan dan berlandaskan pada kebenaran yang satu.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang
meamaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan
Budha, tapi juga seajumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian
besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.

Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni
pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (candi Jago), semboyan tersebut
dan Candi Jago disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua
simbol tersebut lebih dikenal sebagai hasil peradaban masa Kerajaan Majapahit.

Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang
majemuk. Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri,
muncul juga gejala sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta
pemujaan terhadap roh leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan,
kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas
masyarakat.

Pada saat itu, masyarakat majapahiat tebagi menjadi beberapa golongan. Pertama,
golongan orang-orang Islam yang datang dari barat dan menetap di Majapahit. Kedua,
golongan orang-orang China yang mayoritas beasal dari Canton, Chang-chou, dan Fukien
yang kemudian bermukin di daerah Majapahit.
II.2 PENETAPAN LAMBANG BHINEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PILAR
BANGSA INDONESIA

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan
yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas
yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku
bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan
dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman
tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong
menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-
masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang
luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.

Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya
perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan
kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang
terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan
dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat
yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang
paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi keyakinannya kepada pihak
lain.
Segala peraturan perundangundangan khususnya peraturan daerah harus mampu
mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang
teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundangundangan,
utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang
semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu
contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah, menggambarkan
sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang
akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan
prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten
akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan
keadilan akan terwujud.
II.3 PENERAPAN BHINEKA TUNGGAL IKA
Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat multikultural/majemuk
sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi wacana dan sumbang saran kepada
semua pihak, terutama para pelaksana dan penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar
dapat dijadikan tambahan acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi
pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai
pilar nasionalisme yang kokoh dan trengginas dalam menghadapi perubahanglobalKalimat
yang terpampang pada pita putih yang tercengkeram oleh kaki burung garuda, lambang
negara Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL IKA memiliki makna yang
menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi
pada hakikatnya merupakan satu kesatuan Indonesia.
Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari asal
usul kalimatnya yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah penggambaran dari dua
ajaran atau keyakinan yang berbeda kala itu, namun pada dasarnya memiliki satu kesamaan
tujuan.
Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya memahami benar
arti dan makna yang tersimpan di dalamnya. Walaupun kalimat itu merupakan bentuk
pernyataan beliau dari suatu keadaan yang sedang dialami, namun kenyataannya dapat
diterapkan dan diterima hingga saat sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang
populis, berani menyampaikan sesuatu yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya dan
menyampaikan dengan bahasa yang populer, yaitu bahasa yang bisa diterima saat itu, saat
ini dan suatu saat yang akan datang.
Hanya orang bijaklah yang mampu menyampaikan kata-katanya dengan bahasa yang
dapat dipahami atau dimengerti oleh masing-masing pendengar atau pembacanya sesuai
tingkat pemahamannya masing-masing.
Sangat beragam juga bila kita dapat mengartikan bhinneka tunggal ika dalam
perwujudan sehari-hari. Bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari seringkali
ditemui, namun untuk memahaminya terkadang masih terasa sulit, apalagi mengakuinya.
Ada ungkapan yang menyatakan “perbedaan adalah rahmat” dan inipun terkadang menjadi
bahan perdebatan.
Para pendiri bangsa Indonesia terdahulu tentu memiliki harapan yang sangat besar
dengan menjadikan kalimat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” ini sebagai simbolis Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memahami arti dan makna yang terkandung
didalamnya serta dengan mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari diri sendiri,
berharap bangsa ini berjalan dengan selaras dan tumbuh menjadi bangsa yang besar.
Ada beberapa cara untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika lebih membumi dalam
pribadi masyarakat yang heterogen ini, salah satunya yaitu dengan identitas sosial mutual
differentiation model dari Brewer & Gaertner (2003) yang diterapkan pada diri setiap
Individu dalam bangsa ini. Mutual differentiation model adalah suatu model dimana
seseorang atau kelompok tertentu yang mempertahankan identitas asal (kesukuan atau
daerah) namun secara bersamaan kesemua kelompok tersebut juga memiliki suatu tujuan
bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua.
Model ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, dengan artian
seseorang tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu identitas bersama
yang lebih tinggi nilainya. Sebagai contoh seseorang tidak melupakan asalnya sebagai orang
Minang, namun memiliki suatu kesatuan bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai
rakyat Indonesia. Dengan demikian identitas kesukuan atau daerah lebih rendah nilai dan
B. IMPLEMENTASI BHINEKA TUNGGAL IKA DAN CITA-CITA LUHUR
BANGSA INDONESIA
Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi yang berjiwa
persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai serta menghormati ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an (persatuan dalam perbedaan) untuk setiap aspek kehidupan
nasional guna mencapai tujuan nasional. Artinya, sudah menjadi hal yang tidak dapat
dinafikan bahwa masyarakatIndonesia itu jamak, plural, dan daerah yang beragam,
terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat-istiadat dan kebiasaan, agama,
kepercayaan kekayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu
nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Implementasinya dalam kehidupan nasional adalah, memahami kemajemukan
sosial dan budaya atau multikulturalisme sebagai dasar untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Pemahaman terhadap nilai-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an dimaksud adalah menerapkan atau melaksanakan nilai-nilai
Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu,
kelompok masyarakat, dan bahkan secara nasional, mencakup kehidupan politik,
ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan nasional di seluruh lapisan masyarakat
yang jumlahnya besar (sekitar 230 juta jiwa) dan beragam, sehingga tercipta stabilitas
nasional yang kondusif untuk pembangunan masyarakat sejahtera, adil-makmur dan
merata.
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
 Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat
pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta
initerdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan
Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru.
Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di
Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui
dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang
kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai
acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
 Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini
bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan
merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat
dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu
terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang
memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan
persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan
mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan
kehendaknya pada golongan minoritas.
 Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya
mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
 Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan
terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif,
akomodatif, dan rukun.
 Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai:
1. inklusif, tidak bersifat eksklusif,
2. terbuka,
3. ko-eksistensi damai dan kebersamaan,
4. kesetaraan,
5. tidak merasa yang paling benar,
6. toleransi,
7. musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.

Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka


Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip
Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berikut beberapa caranya:
1. Perilaku inklusif.
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok
masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari
masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam
kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan
kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat
diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.

2. Mengakomodasi sifat pluralistik.


Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh
masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan
bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah
demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna
pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara
tepat, denganmudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat
menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan
martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus
eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-
bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya.

3. Tidak mencari menangnya sendiri.


Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya
sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat
merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini
tidak untuk dibesarbesarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi,
tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai
keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat.


Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan
“musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan
kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih
sebagai kesepakatanbersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah
untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi
dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa
disebut sebagai win win solution.

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban.


Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-
jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang
dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan
Bhineka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing
pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan
golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya
mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.

6.Toleran dalam perbedaan.


Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan tradisi, bahasa, dan
adat-istiadat antara satu etnis dengan etnis lain sebagai, antara satu agama dengan
agama lain, sebagai aset bangsa yang harus dihargai dan dilestarikan. Pandangan
semacam ini akan menumbuhkan rasa saling menghormati, menyuburkan semangat
kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam diri setiap individu.

Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan
ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu
mengimplementasikan secara tepat dan benar, Negara Indonesia akan tetap kokoh dan
bersatu selamanya.
BAB III
PENUTUP
III.3 KESIMPULAN
Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia dapat
wujud secara integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik oleh
pemerintah selaku penyelenggara negara maupun setiap insan pribadi warga.
Peningkatan sosialisasi aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-
an harus dilakukan melalui tindakan nyata dalam kehidupan keseharian seluruh
kompenen warga dalam rangka memperkuat integrasi nasional, karena Indonesia
dengan keberagaman budaya, suku/etnik, bahasa, agama, kondisi geografis, dan strata
sosial yang berbeda. Indonesia dengan gambaran masyarakatmajemuk yang terdiri
dari suku-suku bangsa yang berada di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional,
termasuk di dalamnya pemerintah yang menjalankan proses pembangunan masyarakat
harus bersinergis untuk bersama-sama dengan rakyat tanpa membedakan
keberagaman budaya, bahasa, agama, suku/etnik, dan bahkan strata sosial,
mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen bersama, berlandaskan nilai-
nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang termaktub dalam
Pancasila. Ciri kemajemukan masyarakat Indonesia yang terintegrasi secara nasional
adalah sangat penting sebagai kekayaan dan merupakan potensi yang dapat
dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam sistem komunikasi sebagai acuan
utama bagi menunjukkan jati diri bangsa Indonesia sebagai nasionalisme
Peningkatan pemahaman terhadap kemajemukan sosial budaya sebagai pencitraan
dari budaya bangsa Indonesia yang semakin dewasa merupakan upaya membangun
citra diri didasarkan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinnekaan yang dimiliki,
dapat menjadi investasi yang diandalkan pada pelaksanaan pembangunan nasional
sebagai salah satu pilar demokrasi. Untuk itu diharapkan tindakan nyata oleh
pemerintah agar memaknai pentingnya kondisi kemajemukan yang terintegrasi secara
nasional melalui wawasan kebangsaan di era globalisasi saat ini untuk menjaga
kedaulatan NKRI. Untuk merealisasikan harapan ini,masyarakat dan segenap
komponen bangsa harus lebih dewasa dalam mengaktualisasikan pemahaman nila-
nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam mewujudkan integrasi nasional di negara
yang dikenal dengan kemajemukannya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 demi
pencapaian tujuan nasional.
III.2 SARAN
Berdasarkan uraian yang telah dibahas dalam makalah ini, menyadari bahwa Bhineka
Tunggal Ika bukan hanya sebagai simbol bangsa tetapi juga sebagai karakter dan jati
diri bangsa Indonesia yang berarti sebagai Bangsa yang beragam yang terdiri atas
berbagai suku, ras, agama, bahasa daerah dan sebagainya Bhineka Tunggal Ika juga
harus di terapkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat agar
kehidupan rakyat bangsa Indonesia sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA
http://int.search.myway.com/search/GGmain.jhtml?
https://www.academia.edu/37948606/MAKALAH_BHINEKA_TUNGGAL_IKA_KELOMP
OK_8

Anda mungkin juga menyukai