Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MENGEMBANGKAN POTENSI KARAKTER PESERTA DIDIK

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Pendidikan Karakter

Yang dibina oleh Ibu Dewi Tryanasari, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

1. Afifah Nur Candradewi (2002101087)


2. Arinda Eka Putri (2002101089)
3. Silvia Ayu Pratiwi (2002101097)
4. Berliana Antika Putri (2002101103)

KELAS C

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas terselesaikannya makalah ini. Terimakasih
juga kepada dosen pembimbing yang telah memberikan kepercayaan sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini memberikan pengetahuan tentang “ MENGEMBANGKAN POTENSI KARAKTER


PESERTA DIDIK “. Setiap konsep dalam makalah ini dibahas dengan rinci dan dalam makalah
ini juga memberikan informasi kepada para pembaca.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah yang kami buat. Oleh
karena itu, saran, dan kritik yang membangun tetap saya nantikan demi kesempurnaan makalah
telah saya susun ini.

Madiun, 7 Maret 2021

i
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN

KATA PENGANTAR ....................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1
1.3 Tujuan ......................................................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Potensi ....................................................................................2

2.2 jenis-jenis potensi yang ada dalam diri siswa ...........................................2

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi siswa .....................................3

2.4 Mengambangkan potensi peserta didik ....................................................3

2.5 Pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga ....................................4

2.6 Orang tua mendidik karaker pada anak ....................................................6

2.7 Hasil pendidikan karaker dalam keluarga .................................................6

2.8 Pendidikan karaker di sekolah ..................................................................7

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................10

3.2 Saran ........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Pendidikan
meru[akan suatu yang integral dari kehidupan. Pendidikan berasal dari kata didik yang
berarti memelihara dan membentuk latihan, jadi pendidikan adalah sesuatu usaha yang
dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia secara
individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Pada dasarnya pendidikan karakter merupakan pola pendidikan umum yang
didalamnya terdapat muatan mata pelajaran yang bernuansakan religius. Yang dengan
cita-cita dapat membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan umum dan pengetahuan
agama. Dengan pendidikan umum diharapkan anak didik mampu menghadapi kehidupan
dunia, sedangkan dengan pendidikan agama diharapkan kehidupan anak didik nantinya
dapat terarah. Karena mempunyai tujuan yang pasti, yaitu dalam kehidupan dunia dan
akhirat.
Terkait dengan pendidikan karakter, Koesoema (2010: 135) mengemukakan
bahwa pendidikan karakter hanya akan menjadi sekedar wacana jika tidak dipahami seca
utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasioal. Bahkan, pendidikan karakter
yang dipahami secara Persial dan tidak tepat sasaran justu akan bersifat kontraproduktif
bagi pembentukan karakter anak didik.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam menyusun makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, antara lain sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan potensi?
2. Apa saja jenis-jenis potensi belajar yang ada dalam diri siswa?
3. Bagaimana cara mengembangkan potensi siswa?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi potensi pada diri siswa?
5. Bagaimana proses pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga?
6. Bagaimana proses pendidikan karakter disekolah?
1.3 Tujuan
Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis
antara lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan berbagai jenis potensi yang ada dalam diri siswa.
2. Mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa.
3. Meningkatkan mutu pemidikan dengan mengembangkan potensi siswa.
4. Menjelaskan proses pendidikan karaker yang dimulai dari dalam keluarga dan
didalam sekolah.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Potensi
Pada waktu lahir tiap-tiap individu mendapat bekal berupa kemampuan siap, yang
pelaksanaannya berdasarkan insting. Disamping bekal berupa insting, individu juga
mebdapat bekal berupa benih, bibit, atau potensi yang mempunyai kemungkinan
berkembang pada watunya dan apabila ada kesempatannya maupun perangsangnya.
Potensi inilah yang sekarang disebut dengan istilah pembawaan. Jadi yang dimaksud
dengan anak atau siswa yang berpembawaan adalah siswa yang memiliki potensi
dengan kemampuan berkembang yang baik, sehingga dapat diharapkan adanya hasil
yang memuaskan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Terdapat pengertian potensi ndari beberapa pendapat yang pertama terdapat
dalam rumusan yang ditulis dalam majalah “ANDA” (1986 : 40) “potensi adalah
kemampuan terpendamyang mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan,
sesuatu sesuatu yang menjadi actual”. Yang kedua sari M. Ngalim Purwanto (1984 :
18) yang mengakatan bahwa potensi adalah “seluruh kemungkinan-kemungkinan atau
kesanggupan-kesanggupan yang terdapt dalam suatu individu dan selama masa
perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan.
Dari dua pengertian diatas, potensi dapat dirumuskan sebagai keseluruhan
kemampuan yang terpendam yang ada dalam diri siswa, yang memungkinkan dapat
berkembang dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan. Potensi-potensi belajar yang
ada dalam diri seorang siswa tidak sama dengan potensi yang dimiliki orang lain.
Dari uraian diatas, jelas bahwa potensi itu beraneka ragam, berbeda dan bervariasi.
Potensi seseorang berlainan dengan orang lain dalam jenis tinggi rendahnya.

2.2 Jenis- jenis Potensi Belajar Yang Ada Dalam Diri Siswa
1. Potensi Jasmaniah
Potensi jasmaiah yakni jasmani yang sehat dengan panca indra yang normal
yang secara fisiologi bekerja sama dengan sistem syaraf dan kejiwaan. Potensi
jasmaiah ini memerlukan gizi dan berbagai vitamin termasuk udara yang bersih
dan lingkungan yang sehat sebagai pra kondisi hidupnya. Jika kebutuhan ini
sebagian tidak tercukupi, maka tubuh orang yang bersangkutan akan lemah,
bahkan dapat sakit.
2. Potensi Rohaniah
Potensi rohaniah meliputi segi piker, rasa, krasa, cipta, karya maupun budi
nurani. Potensi rohaniah ini menumbuhkan kesadaran cinta kasih, kesadaran dan
keagamaan, dan nilai-nilai budaya supaya kepribadian kita sehat dan sejahtera.
Disamping itu juga rohani kita harus tenang, sabar, optimis, mempercayai orang
lain, bahkan mencintai sesama manusia, tidak iri hati, tidak menyimpan rasa
benci atau dendam dan sebagainya.
2
Pembagian potensi diatas didasarkan kepada U, Noorsyan (1980 : 131) membagi
potensi kepada:
a) Potensi jasmaniah : fisik, badan, dan panca indra yang sehat (normal)
b) Potensi pikir (akar, rasio, intelegensi, intelektual)
c) Potensi rasa (perasaan, emosi) baik secara etimoral maupun perasaan
estetis)
d) Potensi karsa (kehendak, kemauan, keinginan, hasrat)
e) Potensi cipta ( daya cipta, kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi)
f) Potensi karya (kemauan menghasilkan kerja)
g) Potensi budi nurani (kesadaran budi, hati nurani, kata hati)

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Potensi Siswa


Terdapat dua faktor yang mempengaruhi potensi pada diri siswa, kedua faktor
tersebut adalah :
1. Faktor dari dalam (keturunan)
Keturunan seorang anak dalam keluarganya akan mempengaruhi potensi yang
dimiliki oleh anak tersebut. Misalnya seorang anak yang memiliki keturunan
bermain music, maka tidak khayal jika anak tersebut berpotensi pula dalam
bidang music. Contoh keturunan lain yaitu keturunan ilmu pasti, keturunan
bertubuh tinggi, keturunan olahragawan, dan lain sebagainya.
2. Faktor dari luar (lingkungan)
Faktor-faktor dari luar yang amat besar sekali pengaruhnya terhadap potensi
siswa adalah faktor rumah tangga. Rumah tangga tempat anak dibesarkan,
pendidikan dalam keluarga, pertama sekali anak mendapat pengalaman dan
pengetahuan dari rumah tangga, oleh karena itu orang tua disebut sebagai
pendidik yang utama, karena mereka lebih dekat dengan anak, terutama ibu yang
mengasuhnya dari dalam kandungan sampai tumbuh dewasa. Dengan demikian
ibu memiliki kesempatan yang sangat besar untuk memberi pendidikan dan
pengajaran pada anak dalam bentuk contoh, sikap dan petunjuk. Seperti kata
pepatah “bagaimana cetak begitu bentuknya” yang artinya adalah bagaimana
anak itu di didik maka seperti itulah anak akan tumbuh dan bekermbang.

2.4 Mengembangkan Potensi peserta didik


a. Pengembangan pengetahuan pada usia belajar
Pengembangan pengetahuan terhadap anak dimulai sejak usia belajar,
menurut Neisser (1976) ada bebrapa alasan mengapa harus dimulai pada masa
ini.
Pertama, pengetahuan awal, memungkinkan pendidikan, orang tua dan
guru memberikan pengetahuan padanya sesuai tingkat kemampuan kondisi
anak, nemun demikian perkembangan psikologis anak diperhatikan, menurut
J.Byl, Aristoles, dan Kretshmer (dalam sujanto, 1980;69) bahwa anak siap
3
untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan dimualai pada usia 7 tahun. Pada
usia ini sang anak sudah siap diisi dan dibekali dengan pengetahuan.
Kedua, anak memiliki keyakinan, kepercayaan ynag semu, dalam arti kata
ia butuh bimbingan rohani dan mental pada anak usia belajar orang tua dan
guru mendapatkan kesempatan yang banyak memantapkan keyakinan dan
kepercayaan anak untuk mengisi dan membekali dengan penegtahuan,
manakala ia sudah dewasa, ia telah mendapat keyakinan, kepercayaan yang
sangat sukar untuk diubah oleh seorang pendidik, baik orang tua maupun guru
disekolah.
Ketiga, anak memiliki banyak pengharapan terhadap sesuatu,
pengharapan-pengharapan pada diri anak memungkinkan untuk dilakukan,
diciptakan melalui pengetahuan yang diberikan kepadannya.
b. Menyeimbangkan antara intellegensi dan emosi
Bukan menjadi jaminan bagi seseorang yang memiliki intellegensi akan
dapat berkembang tanpa memiliki kecakapan emosional yang tinggi.
Seseorang yang memiliki intellegnsi yang tinggi belum tentu memiliki
kecakapan emosional yang tinggi pula. Anak yang berbakat adalah anak yang
memiliki intellegensi yang tinggi, mereka menjadi orang yang mampu
berbuat, berkarya, aktif, kreatif, dan mandiri.
Kemampuan otak seseorang menumbuhkan latihan terus menerus, ia ibarat
sebilah pisau dari besi yang bagus, bila tidak diasah diatas gerinda ia tidak
akan tajam. Otak perlu selalu diasah dengan berfikir, seperti menganalisa,
memcahkan masalah, berhitung, berdiskusi, bermain catur, mengisi teka teki
silang, dan lain sebagainya.

2.5 Pendidikan Karakter dimulai dari dalam keluarga

a. Pandangan keluarga terhadap pendidikan karekter dalam perkembangan anak


Cara orang tua mendidik anak akan sengat berpengaruh dalam
perkembangan anak baik secara emosional, intelektual, maupun spiritual.
Kedua orang tua sangat dekat dan hangat dengan anak. Merekan dengan
penuh kasih sayang dalam mendidik anak-anaknya sehingga terjalin
komunikasi yang sangat baik antara orangtua dan anak. Kohn menyatakan
bahwa cinta yang tulus lebih efektif untuk mengasuh, mengarahkan,
mendidik, dan mendorong anak untuk lebih bertanggung jawab.

b. Nilai-nilai karakter yang dididikkan orang tua pada anak

4
Pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan kepada anak, sedikitnya
meliputi :
1. Pendidikan akidah
2. Pendidikan kesehatan
3. Pendidikan ekonomi
4. Pendidikan akhlak.
Pokok-pokok pendidikan nilai yang akan ditanamkan dalam setia keluarga
tentu berbeda yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal, antara lain harapan orang tua dan tujuan orang tua dalam
membesarkan anak-anaknya. Dalam penelitian menunjukkan bahwa keluarga
yang lengkap, nilai-nilai karakter yang paling sering di didikan pada anak-
anaknya lebih bervariatif. Hal ini dikarenakan terdapat dua orang tua yang terlibat
langsung dalam mendidik anaknya dalam pendidikan budi pekerti ( perilaku) dan
akademis anaknya.nilai tersebut antara lain adalah disiplin, religius, tanggung
jawab, komunikatif, demokrasi, kerja keras, rendah hati, empati, dan jujur. Nilai
ini ditanamkan melalui nasihat dan contoh dari perilaku dari orang tua mereka.
Nilai nilai karakter yang ditanamkan dalam keluarga:
 Kejujuran
Memberi kepercayaan dan saling terbuka dalam keluarga
 Religius
Orang tua menyuruh anak sholat. Pembiasaan sholat dan mengaji
dan saling mengingatkan
 Demokratis
Melibatkan anak dalam mengambil keputusan keluarga
 Komunikatif
Orang tua bersahabat dengan anak, sering mengajak anak
mengobrol
 Disiplin
Pembiasaan sholat tepat waktu, bangun pagi tepat waktu
 Kerja keras
Pembagian tugas, melibatkan anak dalam uaha atau mencari
pekerjaan
 Tanggung jawab
Anak diberi tanggung jawab dalam mengerjakan tugas rumah
 Rendah hati
Orang tua memberi nasihat dan memberi contoh yang baik

 Kemandirian
Orang tua menasehati, memberi contoh, dan pembiasaan
 Empati

5
Orang tua mengajak anak memberi bantuan, ikut kerja bakti
dikampung

2.6 Orang tua mendidik karakter pada anak


Agar dapat mencapai tujuannya, semua pihak yang berperan dalam
pendidikan moral seharusnya mengetahui bahwa tiap-tiap orang melewati tahap-
tahap perkembangan moral dengan urutan yang sama, meskipun irama
perkembangannya berbeda dan semua belum sampai mencapai tahap-tahap
perkembangan moral yang tinggi.
Cara orang tua mendidik karakter pada anak antara lain:
1. Orang tua mendidikkan karakter pada anak melalui pengasuhan yang
baik, mencontohkan perilaku dan pembiasaan, pemberian penjelasan
dan tindakan, memiliki standard yang tinggi dan realistis bagi anak,
dan melibatkan anak dalam mengambil keputusan
2. Orang tua mengelola lingkungan moral keluargannya melalui
pengasuhan yang baik.
3. Orang tua membentuk hati nurani dan kebiasaan pada anaka pada naka
melalui nasihat, pemberian contoh dengan sikap dan perilaku.
4. Orang tua mendidikan nilai-nilai yang baik pada anak-anaknya melalui
nasihat.
5. Orang tua menerapkan sikap disiplin pada anaknya melalui pemberian
kasih sayang, penegasan kekuasaan atau melalui cara induksi.
6. Orang tua menyelesaikan masalah atau konflik secara kekeluargaan.
7. Orang tua memberi kesempatan pada anak untuk berlatih kebajikan
dengan memberi anak keleluasaan untuk bersosialisasi dengan
lingkungan baik tetangga maupun sekolah dan memfasilitasinnya.
8. Orang tua mengjarkan aspek-aspek spiritual pada anaknya melalui
nasihat dan perilaku serta pembiasaan .

2.7 Hasil pendidikan karakter dalam keluarga


Bila digambarkan, anak-anak yang baik adalah anak-anak yang terutama
telah bejar menganggap serius gagasan dan hasrat untuk menjadi baik, hidup
sesuai dengan hukum emas, hormat pada orang lain, memiliki keterlibatan
pikiran, hati, dan jiwa pada keluarga, tetangga, dan bangsanya.
Latar belakang orang tua (kondisi perkawinan, keadaan sosial ekonomi)
tidak berpengaruh utama dalam perkembangan karakter anak. Penentu
keberhasilan pendidikan karakter dalam keluarga adalah cara orang tua mendidik
anak-anaknya. Orang tua harus memiliki kepedulian kepada diri sendiri untuk
akhirnya menjadi lebih peduli pada anaknya. Orang tua yang tidak peduli pada

6
dirinya sendiri, akan mendidik anaknya ketidakpedulian. Mereka mendidik tanpa
kasih sayang dan hanya sekedar melakukan kewajiban. Anak-anak mereka akan
seperti robot. Namun orang tua yang tidak peduli pada dirinya sendiri akan
mendidik anaknya menjadi peduli pada dirinya sendiri pula. Mereka akan
mendidikan dengan penih kehangatan dan kasih sayang.

2.8 Pendidikan Karakter di Sekolah


Pelaksanaan pendidikan karakter disekolah yang dikemukkan oleh para ahli
pendidikan karakter dikemukakan berbagai cara atau metode bahwa pertama,
menggunakan metode pembidanan. Socrates dalam Ratna Megawangi
mengemukakakn perlunya formula 4M dalam pendidikan karakter, yaitu: mengetahui,
mencintai, menginginkan, dan mengerjakan kebaikana secara simultan dan
berkesinambungan. Cara ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang
dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh. Sedangkan kesadaran utuh itu adalah
sesuatu yang diketahui secara sadar, dicintainnya, dan diinginkan. Dari sedaran utuh
ini, barulah tindakan yang dapat menghasilkan karakter yang utuh pula. Proses
pengajaran yang bermula dari memberikan pengetahuan peserta didik tentang
kebaikan, menggiring atau mengkondisikan agar peserta didik mencintai karakter
yang diajarkan, dan terkhir mengkondisikaan peserta didik agar mengerjakan
kebaikan secara sukarela, simultan dan berkesinambungan.
Kedua, metode atau dengan cara pembiasaan. Pembiasaan merupakan alat
pendidikan. Dalam pembiasaan peserta didik dipancing untuk menyadari karakter
tertentu yang telah ditentukan, baru kemudian karakter yang telah disadari dan
diinginkan itu dibiasakan dalam keseharian. Pembiasaan dimulai dengan menetapkan
sikap atau tingkah laku atau karakter yang baik kemudian dilatihkan dan dibiasakan
kepada peserta didik. Secara berproses, latihan-latihan yang dilakukan apabila diikuti
dengan kesadaran dan mawas diri, lama-kelamaan akan menyatu dalam kepribadian
peserta didik dan itu menjadi karakter. Kebiasaan tersebut harus dilestarikan sehingga
mempribadi atau menyatu dalam kehidupan peserta didik.
Kemudian dalam pelaksanaannya pendidikan karakter, Doni A. Koesoema dalam
bambang Q-Anees (2008), mengajukan 5 metode atau 5 cara pendidikan karakter
yaitu:
1. Mengajarkan
Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik
tentang struktur nilai tertentu, keutamaan (bila dilakanakan), maslahatnya,
manfaatnya, kegunaanya, kerugiannya atau bahayanya (bila tidak
dilaksanakan). Mengajar memiliki nilai-nilai yang berfaedah. Pertama,
memberikan pengetahuan konseptual baru, menjadi pembanding atas
penegtahuan yang telah dimiliki olh peserta didik. Kedua, menjadi
membanding atas penegtahuan yang telah dimiliki oleh peseta didik, karena
proses mengajarkan tidaklah menolong, melainkan melibatkan peserta didik.
7
Dalam konsep mengajar ini yaitu memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengajukan apa yang difahaminya, apa yang perna dialaminya,
dan bagaimana perasaannya berkenaan dengan konsep yang diajarkan.
Melalui cara ini, konsep yang diajarkan bukanlah sesuatu yang asing dan baru
melainkan sudah dialami atau pernah teramati oleh peserta didik. Konsep
diberikan dan menjadi otoritas guru. Konsep yang diberikan guru dapat
bermanfaat bagi peserta didik bukan sebagai doktrin melainkan sebagai
norma-norma bagi apa yang telah dialami peserta didik. Dalam mengajarkan
konsep-konsep ini disertai dengan contoh-contoh yang pernaah dan teramati
oleh peserta didik.
2. Keteladanan
Keteladanan adalah alat utama dalam pendidikan. Hal ini dipraktekkan
oleh Rasullullah Muhammad SAW. Dalam mendidik umatnya. Dalam
pendidikan karakter, keteladana perlu dikembangkan oleh orang tua
dilingkungan keluarga, guru-guru disekolah, tokoh masyarakat dan serta para
pemimpin bangsa. Peribahasa mengatakan “bahasa tingkah laku (keteladanan)
lebih mantap ketimbangan bahasa ucapan.
Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru disekolah, tapi dari seluruh
tenaga kependidikan lainnya yang ada dilembaga sekolah mulai dari kepala
sekolah, stap tata usaha, administrasi, kepustakaan, dimana peserta didik
berada dan sering berhubungan. Oleh sebab itu pendidikan karakter
lingkungan pendidikan yang utuh.
3. Menentukan Prioritas
Penentuan priorotas harus ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil
tidaknya pendidikan karakter dapat menjadi jelas. Tanpa prioritas, pendidikan
karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil atau
tidak berhasil. Lembaga sekolah memiliki beberapa kewajiban.
Pertama, menentukan tuntunan standar yang akan ditawarkan pada peserta
didik. Kedua, semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus
memahami secara jernih apa nilai yang ingin ditekankan dalam lembaga
pendidikan kerakter. Ketiga, jika lembaga ingin menetapkan perilaku struktur
yang menjadi ciri khas lembaga, maka karakter standar itu difahami oleh anak
didik.
4. Praksis Prioritas
Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana
prioritas yang telah ditentukan dan dapat direalisasikan dalam lingkup
pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan.

5. Refleksi
Refleksi disini berarti dipantulkan kedalam diri. Apa yang telah dialami
masih tetap terpisan dengan kesadaran. Refleksi disini merenungkan apa-apa
8
yang telah dipelajarinya. Refleksi juga disebut sebagai proses bercermin,
memalut-malutkan diri pada peristiwa/konsep yang telah dialami.
Selain metode-metode tersebut, dlam metode pendidikan karakter
disekolah ada lagi sebagai alternative metode dialog partisipatife dan metode
eksperimen. Metode dialog partisipative mendorong para siswa untuk kreatif,
kritis, mandiri, dan terampil berkomunikasi. Metode dialog partisipasi
dijabarkan/dikonkritkan dalam kegiatan-kegiatan seperti diskusi kelompok,
sharing pengalaman keseharian dan sharing pengalaman iman, wawancara,
dramatis, dinamika kelompok dan sebagainya. Metode narrative
menggunakan cerita sebagai model pengembangan diri. Metode ini dianggap
unggul karena bersifat merangsang imajinasi peserta didik, menyapa peserta
didik secara menyeluruh, baik segi kognitif maupun efektif, bersifat
menwarkan, membebaskan dan tidak menjelajai.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

9
Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis
untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tat karma,
budaya, dan adat istiadat yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindalan.

Dengan masing masing peran yang dilakukan dengan baik oleh keluarga, sekolah
maupun masyarakat dalam pendidikan, yang saling memperkuat dan saling melengkapi antara
ketiga pusat itu, akan memberi peluang besar mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang
bermutu.

3.2 Saran

Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dipahami serta
dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan karaker yang pada umumnya terjadi pada masa
anak-anak, mendorong para orang tua untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orang tua harus
memberikan pendidikan yang baik dalam rangka pembentukan karakter anak. Sehingga
diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat.

Hal yang sama juga harus dilakukan pendidik baik disekolah (guru), diperguruan tinggi,
atau dimanapun berada, yang merupakan orang tua kedua bagi anak. Budaya yang baik
dilingkungan tempat belajar juga harus dibangun dan diaplikasikan oleh semua pihak, agar
tercipta manusia-manusia yang berkarakter dimasa mendatang.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/28741798/PENGEMBANGAN_POTENSI_PESERTA_DIDIK

10
https://www.researchgate.net/publication/305795358_Pendidikan_Karakter_di_sekolah

https://journal.uny.ac.id/files/journals/45/articles/5290/submission/original/5290-13525-1-
SM.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai