Anda di halaman 1dari 28

LINGKUNGAN PEMBELAJARAN ABAD 21

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi


Baru dalam Pengajaran dan Pembelajaran (Elektif)
Dosen Pengampu : Supriyono, S.Pd, M.Or.

Disusun Oleh :
Ananda Vian Saleh Presiden (6101022520)
Akhmad kurniadi (6101022466)
Ruli Colota (6101022514)
Gustian Nandito I (6101022503)

PPG PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN, DAN


REKREASI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN DEPAN ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Lingkungan Pembelajaran Zaman Sebelum kemerdekaan .......... 3

B. Model Lingkungan Pembelajaran Abad 21 ..................................... 7

C. Peran Guru didalam Lingkungan Pembelajaran Abad 21 ........... 19

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 24

A. Kesimpulan ........................................................................................ 24

B. Saran ................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Memahami perkembangan zaman yang terus berkembang mau
tidak mau transformasi dalam bidang pendidikan juga harus terjadi, hal
ini juga seolah-olah sudah diprediksi oleh bapak pendidikan Ki Hadjar
Dewantara dalam pemikiran-pemikiranya yang masih sangat relevan
hingga saat ini banyak semboyan dan karya-karya beliau yang digunakan
didalam pelaksanaan pengajaran di Indonesia. Pembelajaran belajar
merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter intelektual anak
didik, sedangkan pembelajaran adalah proses memfasilitasi agar siswa
belajar. Antara belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan (I Gede Astawan. Harian Bernas, 08 Agustus 2016)
Memahami lingkungan pembelajaraan di zaman sekarang ini
menjadi keharusan bagi para calon-calon guru, saat ini istilah
pembelajaran di abad 21 kental ditandai dengan maraknya penggunaan
teknologi informasi yang sangat beragam. Restu Rahayu, Sofyan
Iskandar Yunus Abidin (2022) berpendapat, dalam pembelajaran Abad
21 ini sangat populer dengan membawa perubahan yaitu pesatnya
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang
mengakibatkan perubahan paradigma pembelajaran yang ditandai
dengan perubahan kurikulum, media, dan teknologi. Karena pada
dasarnya pembelajaran abad 21 adalah implikasi dari perkembangan
masyarakat dari masa ke masa. Sebagaimana diketahui bahwa
masyarakat berkembang dari masyarakat primitif ke masyarakat agraris,
selanjutnya ke masyarakat industri, dan sekarang bergeser ke arah
masyarakat informatif.
Menyikapi perkembangan teknologi dan informasi dengan
memahami lingkungan pada proses pembelajaran agar tepat dan

1
mencapai tujuan pembelajaran menjadi fokus utama dalam pembuatan
makalah ini, sehingga penulis membuat judul makalah “Lingkungan
Pembelajaran Abad 21”.
II. Rumusan Masalah
1. Apa Perbedaan Lingkungan Pembelajaran Zaman Sebelum
Kemerdekaan dengan Lingkungan Pembelajaran Abad 21?
2. Bagaimana Model Lingkungan dalam Penerapan Pembelajaran
Abad 21?
3. Bagaimana Peran Guru didalam Lingkungan Pembelajaran Abad 21?

III. Tujuan
1. Untuk memahami Perbedaan Lingkungan Pembelajaran Zaman
Sebelum kemerdekaan dengan Lingkungan Pembelajaran Abad 21.
2. Memahami Model Lingkungan dalam Penerapan Pembelajaran
Abad 21.
3. Memahami dan mempraktikan Peran Guru di dalam Lingkungan
Pembelajaran Abad 21.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lingkungan Pembelajaran Zaman Sebelum Kemerdekaan
Mempelajari lingkungan pembelajaran abad 21 tidak akan terlepas
dari perkembangan-perkembangan sejarah dunia pendidikan di
Indonesia, terlebih berkaitan dengan penerapan nilai-nilai luhur yang
tidak boleh kita lupakan dari pendahulu-pendahulu kita, sehingga
pendidikan Indonesia bisa sampai pada masa abad 21 ini. Pendidikan di
zaman sebelum kemerdekaan bisa kita katakan pendidikan pada zaman
kolonial, Sejarah pendidikan zaman pemerintah kolonial Belanda dapat
dibagi dalam tiga periode, yaitu; (1) periode VOC pada abad ke-17 dan
ke-18 (2) periode pemerintah Hindia-Belanda pada abad ke-19 dan (3)
periode Politik Etis (Etische Politiek) pada awal abad ke-20 (Boone,
1996).
1. Pada zaman VOC abad ke-17 dan ke-18, pendidikan untuk kaum
”inlanders” (penduduk tanah jajahan ditangani oleh Nederlands
Zendelingen Genootschap atau NZG), Gereja Kristen dari Belanda
yang ikut dalam misi VOC. Maskapai inilah yang ikut membiayai
kegiatan pendidikan, dengan demikian bukan dari pemerintah
Belanda. Motto mereka terkenal dengan 3 G (Gold, Gospel, Glory).
Selain itu kebanyakan kegiatan pendidikan termasuk pendirian
sekolah-sekolah baru yang dikembangkan oleh VOC pada awalnya
melekat berbasis agama dan dilakukan di daerah yang struktur
politiknya lemah, misalnya di Ambon dan Banda (Supriadi, 2003: 6-
7). Didirikan sejak tahun 1607, baru berikutnya juga didirikan
sekolah di Batavia. Itu-pun hanya sekolah berbasis agama Kristen
yang pencapaiannya terbatas pada kemampuan memahami Bible,
kitab suci agama agama Kristen, dan oleh karena itu kalaupun ada
pendidikan lanjautan hanya untuk mendidik guru dan pastor
(Supriadi, 2003: 7). Jadi bisa disimpulkan pada abad ke 17 dan 18

3
pembelajaran hanya dilakukan hanya berbasis untuk pemeluk
agama Kristen dan kegiatan-kegiatanya berkaitan dengan
keagamaan saja. Pendidikan secara tradisional sendiri sebenarnya
juga ada pada masa ini, terutama pendidikan berbasis agama Islam
yang tidak tersentuh oleh VOC. Materi pelajaran lebih ditekankan
pada kemampuan untuk menulis, berhitung, dan membaca dalam
bahasa Melayu yang menjadi bahasa perdagangan sehari-hari
masa itu (Supriadi, 2003: 7).
2. Sedikit berbeda dengan pendidikan periode abad ke-19 atau
tepatnya setelah VOC bubar pada tahun 1799, yang ditandai
pendidikan di Indonesia ditangani langsung oleh Hindia Belanda.
Dibubarkannya VOC di Indonesia mendorong berubahnya sistem
pemerintahan dari Indirect Rulle ke Direct Rulle (Sistem
pemerintahah Tidak Langsung ke Sistem Pemerintahan Langsung),
membawa perubahan di mana kebijakan pendidikan menjadi
tanggungjawab pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kemudian
pada masa pemerintahan Daendels pada 1808, ia mengarahkan
beberapa bupati-bupati di Jawa untuk mengorganisir sekolah-
sekolah untuk anak-anak yang berasal dari/pribumi dengan suatu
kurikulum yang mencakup kultur Jawa dan agama sehingga anak-
anak itu akan tumbuh hingga menjadi anak Jawa yang baik.
Ironisnya kebijakan pemerintah kolonial Belanda saat itu untuk
bidang pendidikan, hingga 3,5 dasawarsa pertama pemerintah tidak
menunjukkan kesediaannya untuk mengeluarkan banyak uang bagi
pendidikan masyarakat lokal. Sebaliknya, perhatian lebih banyak
dicurahkan kepada pendidikan anak-anak Belanda dan bangsa
Eropa lainnya yang orang tuanya bekerja di Hindia Belanda
khususnya ELS atau Europeese Lagerschool (Supriadi dan
Hoogenboom, 2003: 8). Didirikannya ELS seperti di Cirebon,
Semarang, Surakarta, Surabaya, Gresik tersebut di samping

4
didirikan oleh pemerintah, juga didirikan oleh pihak swasta swasta
khususnya kelompok NZG yang sejak zaman VOC telah
menunjukkan aktivitasnya yang tinggi dalam bidang pendidikan.
Sekalipun pada tahun 1818 pemerintah Belanda telah menetapkan
Undang-undang bagi Hindia Belanda-antara lain menyatakan
bahwa semua sekolah negeri Hindia-Belanda dapat dimasuki baik
oleh orang Eropa maupun orang Indonesia-hanya sebagian kecil
saja siswa di sekolah-sekolah Belanda tersebut yang berasal dari
kalangan pribumi. Hingga tahun 1848 belum tampak usaha yang
sungguh-sungguh dari pemerintah kolonial untuk menyediakan
sekolah bagi anak-anak pribumi. Pada tahun 1849, hanya 37 orang
pribumi yang berada di sekolah-sekolah Eropa di Pulau Jawa
(Watson, 1975: 35). Sehingga bisa disimpulkan pada periode abad
ke 19 pendidikan di tanah air belum dirasakan secara menyeluruh
untuk masyarakat pribumi, hal ini tentunya tidak terlepas dari
adanya praktik-praktik diskriminasi dan juga sara yang dilakukan
orang-orang eropa Hindia-Belanda.
3. Periode lahirnya politik etis, ketika Gubernur Jenderal Hindia
Belanda dijabat oleh Rochussen, keluar Dekrit Kerajaan yang
menetapkan komitmen Pemerintah Belanda untuk mendirikan
sekolah-sekolah dasar bagi orang-orang pribumi yang
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Sekolah
tersebut dinamakan Volkschool (Sekolah Rakyat) dengan pelajaran
utamanya dalam menulis, membaca bahasa Jawa dan Melayu,
serta berhitung tingkat rendah. Dengan demikian sebenarnya bukan
maksud untuk mencerdaskan bangsa Indonesia yang
sesungguhnya, melainkan tidak lepas dari kepentingan-kpentingan
kolonial. Sekalipun sekolah ini menjelang Politik Etis banyak
didirikan sampai ratusan sekolah, namun lulusan sekolah-sekolah
tersebut hanya disiapkan untuk menjadi pegawai rendahan yang

5
mampu membaca dan menulis yang sangat diperlukan dalam
mendukung mesin birokrasi peemerintahan Belanda di Indonesia.
Kemunculan artikel Een Eereschuld (Utang Kehormatan) yang
dimuat dalam majalah De Gids tahun 1899 ditulis C. Th van
Deventer, telah mendorong lahirnya Politik Etis atau Politik Balas
Budi yang secara resmi dicanangkan oleh Ratu Belanda tahun 1901
(Leirissa, 1985: 21-23). Pada zaman ini-pun pemerintah Hindia-
Belanda bukan saja untuk mencerdaskan bangsa Indonesia yang
sesungguhnya, melainkan juga lebih ditekankan pada upaya
pemenuhan tenaga kerja yang murah tetapi terdidik khususnya
untuk swasta (Zed, 1986). Di samping itu terdapat kontroversi
antara pandangan populis dan elitis. Pandangan populis
menghendaki penggunaan bahasa Daerah maupun Melayu. Selain
itu mereka berusaha keras untuk memperbanyak jumlah pendirian
sekolah-sekolah baru. Sedangkan kelompok elitis beranggapan
bahwa pengajaran bahasa Belanda merupakan bahasa pengantar
dan wajib termasuk di sekolah-sekolah guru. Namun demikian yang
jelas dengan adanya kelonggaran pemerintah Belanda di zaman
Politi Etis tersebut telah memberikan ruang yang cukup bagi
pengembangan tumbuhnya nasionalisme maupun patriotisme
bangsa Indonesia.
Terdapat hal yang positif dari perkembangan pendidikan pada
zaman ini sekalipun perkembangannya lambat. Sekolah Raja
(Hoffdenschool) yang yang bertujuan menyiapkan calon pegawai
negeri (ambtenaar) baru didirikan di Tondano, Sulut, kemudian di
Bandung, Magelang, dan Probolinggo. Aspek positif lainnya adalah
tingginya persyaratan untuk menjadi guru seperti tampak dari
lamanya pendidikan di sekolah guru. Sebagai contoh untuk guru TK
atau Froebelschool lamnay pendidikan 9-10 tahun; Untuk guru SR
Sekolah rakyat atau VS (Volkschool) maupun HIS (Hollands-

6
Inlandse School), OSVO (Opleiding School voor Volks
Onderwyzers), NS (Nomalschools), KS (Kweekschool), HIK
(Hollands-Inlandse Kweekschool), KCK, EKS, DARI 7 – 10 -14
tahun; Untuk guru SLTP/SLTA sekolah-sekolah Hoofdacte &
Hogeracte Cursus lamaaaaya pendidikan dari 5 -17 tahun.

Dari sejarah ke 3 periode diatas, kita bisa belajar bahwa


pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan sangat sulit, baik dari
kesetaraan sesama manusia maupun kesetaraan dari hak-hak yang
diberikan, peranan tokoh-tokoh pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara
sangat-sangat terasa sampai pada masa ini, terbukti masih banyak
pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang masih dipakai sampai
saat ini, sehingga nilai-nilai luhur yang diajarkan agar bisa terus kita
maknai dan sampaikan kegenerasi-generasi selanjutnya.

B. Model Lingkungan Pembelajaran Abad 21


Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti
internet, gadget, dan berbagai aplikasi komputer lain telah memberikan
dampak masif dalam berbagai bidang kehidupan manusia saat ini. Salah
satu contoh yang paling kentara misalnya, Priyatma (2016) menyebutkan
bahwa internet telah menyingkirkan tukang pos dan teller bank,
sementara kasus yang paling akhir adalah ojek dan taksi online telah
mengancam ojek dan taksi non online. Meskipun yang terancam
eksistensinya dengan munculnya TIK yang lebih maju tersebut bukan
hanya perusahaan perbankan, transportasi, dan perusahaan jasa
pengiriman barang, tetapi semua pihak yang mengambil peran sebagai
perantara, seperti toko, agen, distributor, dan guru (Priyatma, 2016).
Dengan menggunakan TIK yang lebih maju dimungkinkan terjadinya
interaksi langsung yang lebih efektif dan efisien antara produsen dengan
konsumen, antara sopir taksi/ojek dengan calon penumpang, atau antara
sumber pengetahuan dengan siswa.

7
Dalam dunia pendidikan kemajuan TIK membawa tantangan
tersendiri bagi guru dalam proses belajar mengajar. Saat ini akses siswa
kepada teknologi digital bukan merupakan hal yang istimewa, tetapi
bahkan merupakan suatu prasyarat agar siswa dapat berpatisipasi penuh
dalam memperoleh peluang pendidikan yang berkualitas tinggi. TIK
menjadi semakin penting digunakan baik oleh guru dan siswa dalam
mengakses berbagai sumber pembelajaran yang berkualitas. TIK
sebagai basis akses ke internet digunakan oleh siswa dan guru untuk
mengakses ke perpustakaan digital; untuk menemukan dan
mendaftarkan diri ke peluang pendidikan dan pelatihan yang relevan,
seperti program-program pengayaan, program beasiswa dan yang lebih
mendasar adalah untuk berpartisipasi dalam kegiatan perkuliahan itu
sendiri.
Berkaitan dengan teknologi maju, secara umum U.S. Department of
Education (2014) menyatakan bahwa alat-alat teknologi modern
memungkinkan untuk melakukan desain, produksi media, ekspresi diri,
penelitian, analisis, komunikasi, kolaborasi, dan pemrograman computer
yang biasa dilakukan di berbagai profesi dan disiplin ilmu serta yang tidak
kalah penting fasilitas teknologi maju menjadi bagian yang sangat penting
untuk siap melaksanakan perkuliahan/pembelajaran dan berkarir.
Berinteraksi dengan lingkungan belajar digital akan mendukung
pengembangan keterampilan belajar yang lebih mendalam, seperti
pemecahan masalah, berpikir kritis, dan penyelidikan. Disamping itu,
tujuan pencapaian peningkatan pendidikan dan peningkatan partisipasi
dalam pembelajaran ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematik
akan sulit dicapai tanpa terintegrasi dengan penggunaan teknologi.
Meskipun kemajuan TIK pada saat ini telah diakui kemanfaatannya
dalam memajukan dunia pendidikan, namun respon terhadap
penggunaan kemajuan TIK dalam proses belajar mengajar dinilai masih
lambat. Kebanyakan program untuk menghadapi tantangan tersebut

8
terbatas hanya tergantung pada suatu mata pelajaran yang
memanfaatkan teknologi (Wedman & Diggs, 2001), dibanding dengan
menciptakan lingkungan pembelajaran baik aktual maupun virtual dimana
teknologi dapat berkembang dan integral dengan proses pembelajaran.
Makalah singkat ini akan membahas tentang bagaimana
menciptakan lingkungan pembelajaran yang memperkuat teknologi
(termasuk beberapa hambatan yang dihadapi), khususnya teknologi
informasi dan komunikasi dengan mempertimbangkan lingkungan
pembelajar Abad ke-21 sebagai abad millenium.
a) Lingkungan Pembelajaran Masa Depan
➢ Pengertian Lingkungan dan Lingkungan Pembelajaran Abad ke 21
Sebelum membahas lebih jauh tentang lingkungan pembelajaran
Abad ke-21 terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian lingkungan dan
lingkungan pembelajaran. Pada umumnya lingkungan dinyatakan
sebagai tempat atau ruang, seperti sekolah, kelas, atau perpustakaan,
karena pada umumnya pembelajaran berlangsung dengan mengambil
tempat fisik seperti itu. Saat ini pengertian lingkungan pembelajaran telah
berubah. Warger, Serve, dan Dobbin (2009) mendefinisikan lingkungan
sebagai totalitas kondisi atau keadaan sekeliling dimana seseorang hidup
atau sesuatu berfungsi. Pengertian lingkungan disini dapat meliputi ruang
nyata ataupun ruang virtual. Hal ini karena dunia pada saat ini saling
terhubung dan digerakkan oleh teknologi, sehingga lingkungan
pembelajaran dapat secara virtual, online, atau jarak jauh (Partnership
For 21st Century Skills). Dengan kata lain, lingkungan sama sekali tidak
harus tempat atau lokasi, tetapi suatu sistem dukungan yang
mengorganisasi kondisi dimana seseorang dapat belajar yang paling
bagus; sistem yang mengakomodasi kebutuhan belajar unik dari setiap
pembelajar dan mendukung kebutuhan hubungan manusia yang positif
bagi efektifitas pembelajaran. Atas dasar itu, lingkungan pembelajaran

9
adalah terdiri atas seperangkat luas fitur yang memengaruhi
pembelajaran.
Sementara itu, menurut Warger, Serve, dan Dobbin (2009)
lingkungan merupakan bauran antara peristiwa-peristiwa yang disengaja
dan yang tidak disengaja serta yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan. Pengajaran tradisional pada ruang-ruang kelas
konvensional, misalnya, pada derajat tertentu dapat mendukung
dinamika tersebut. Pada pengajaran tradisional, di satu sisi siswa dapat
diberi tugas-tugas yang dapat menunjukkan penguasaan siswa terhadap
materi ajar, di sisi lain dapat menunjukkan pula imajinasi dan kreativitas
siswa. Pada saat ini, meskipun akses terhadap sejumlah besar informasi
dimediasi secara minimal, namun dengan dimensi sosial yang secara
substansial tersedia untuk siswa, maka siswa dapat menggunakan
teknologi dalam proses pembelajaran mereka sehingga dapat
berkembang menjadi lebih luas. Menurut Warger, Serve, dan Dobbin
(2009) beberapa perubahan tersebut memang telah memperoleh
penguatan dari kajian-kajian akademik fakultas, sementara sebagian lain
adalah mencerminkan perubahan lingkungan yang dibawa oleh
teknologi. Selanjutnya, Warger, Serve, dan Dobbin (2009) menyatakan
bahwa ide tentang lingkungan pembelajaran mengundang partisipasi
yang sangat luas mencakup administrator dari berbagai level dan fungsi,
fakultas, para pakar, pustakawan, staf Teknologi Informasi (TI),
perancang pembelajaran, para teoritisi pembelajaran, dan para peneliti.
Dengan demikian istilah lingkungan pembelajaran menyiratkan banyak
pemain, kekuatan, dan interaksi sistem.
Berkaitan dengan pembelajaran Abad ke-21, Partnership For 21st
Century Skills menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran Abad ke-21
merupakan sistem pendukung yang mengorganisasi kondisi terbaik
dimana manusia dapat belajar; sistem yang mengakomodasi kebutuhan
belajar spesifik dari masing-masing pembelajar dan mendukung

10
hubungan positif manusia yang diperlukan bagi pembelajaran efektif.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa lingkungan pembelajaran adalah struktur,
peralatan, dan komunitas yang menginspirasi siswa dan pendidik untuk
mencapai pengetahuan dan keterampilan yang dituntut oleh Abad ke-21.
Sebagai suatu sistem maka lingkungan pembelajaran Abad ke-21 harus
selaras dan sinergi dengan sistem-sistem yang:
1. Menciptakan praktik-praktik pembelajaran dimana dukungan
manusia dan lingkungan fisik akan mendukung pengajaran dan
belajar sehingga menghasilkan keterampilan Abad ke-21.
2. Mendukung komunitas pembelajaran professional yang
memungkinkan pendidik berkolaborasi, berbagi praktik baik, dan
terintegrasi dengan praktik di kelas-kelas pembelajaran Abad ke-
21.
3. Memungkinkan siswa belajar pada dunia yang relevan dan riil.
4. Memungkinkan akses yang adil terhadap peralatan, teknologi, dan
sumber daya pembelajaran berkualitas.
5. Menyediakan desain arsitektur dan interior pembelajaran
kelompok, tim, dan individual.
6. Mendukung komunitas yang luas dan keterlibatan internasional
dan pembelajaran baik secara tatap muka maupun secara online.
Lingkungan semacam itu pada akhirnya memungkinkan untuk
pengembangan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
individu, karena jenis pembelajaran semacam itu dapat terjadi kapan saja
dan dimana saja, kapan dan dimana pembelajar menghendakinya.
Dengan istilah lain, pembelajaran yang menawarkan “hanya apa yang
kami butuhkan”, yaitu kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan melalui strategi-strategi pembelajaran yang sangat
personal dan dapat diadaptasi oleh siswa sesuai dengan gaya dan
preferensi yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan.

11
b) Pembelajaran Abad ke-21 dan Fleksibilitas Pembelajaran

Berbagai petunjuk yang paling fundamental dalam pengembangan


sistem pembelajaran Abad ke-21 adalah desain pembelajaran fleksibel.
Hal ini karena tidak ada seorangpun yang tahu pasti atau tidak ada
seorangpun dapat memprediksi bagaimana teknologi pendidikan dan
modalitas belajar akan berkembang di masa mendatang. Sementara itu,
ruang pembelajaran harus mengadaptasi terhadap apapun perubahan
yang akan terjadi di masa mendatang. Pada sistem pendidikan
konvensional, misalnya, untuk mencapai fleksibilitas tersebut dirancang
ruang-ruang kelas atau studio pembelajaran dengan dinding dan
perabotan kelas yang mudah dipindah yang dapat dengan mudah
dikonfigurasi ulang untuk memenuhi kebutuhan subyek dan ukuran kelas
yang berbeda. Sementara itu bangunan sekolah itu sendiri harus dapat
menginspirasi keingintahuan intelektual dan dapat meningkatkan
interaksi sosial. Sedangkan pihak organisasi harus mencurahkan
perhatiannya pada terjadinya saling berbagi praktik baik dan inovasi di
sekolah melalui berbagai program penganugerahan dan penghargaan.
Menurut Partnership For 21st Century Skills, melekat dengan
pembelajaran Abad ke-21 ini adalah pemikiran tentang bangunan
sekolah yang lentur untuk mengakomodasi hubungan manusia yang
merupakan aspek penting dalam keberhasilan belajar. Sekolah harus
menciptakan lingkungan dimana siswa saling mengenal diantara mereka
dan juga mengenal guru-guru mereka, tidak hanya secara akademik
tetapi sebagai manusia.

c) Pembelajaran Abad ke-21 dan Infrastruktur Teknologi

Pada saat ini siswa membutuhkan akses ke alat-alat digital dan


sumber daya yang kaya media yang akan membantu mereka dalam
mengeksplorasi, memahami, dan mengekspresikan diri dalam dunia
yang akan mereka tekuni. Sementara itu, para pendidik perlu akses

12
terhadap peralatan dan sumber daya untuk saling berbagi pengetahuan
dan praktik baik dengan profesional lainnya, berinteraksi dengan pakar di
bidang mereka, dan berhubungan dengan siswa beserta keluarganya
serta komunitas lainnya. Suatu infrastruktur yang didesain dengan kuat
untuk fleksibilitas dan pertumbuhan akan dapat memfasilitasi koneksi
tersebut.
Tujuan penting dari teknologi dengan segala sistem
pembelajarannya adalah untuk mendukung hubungan antara pihak satu
dengan pihak lainnya termasuk juga dengan pekerjaan mereka. Menurut
Partnership For 21st Century Skills, sebuah lingkungan belajar Abad ke-
21 memadukan infrastruktur fisik dan digital untuk memuluskan dukungan
terhadap pembelajaran. Menyatukan pembelajaran tatap muka dengan
pembelajaran online pada saat ini penting bagi sekolah-sekolah.
Meskipun diakui bahwa untuk mencapai tujuan tersebut perlu kehati-
hatian, karena ketidaktepatan penggunaan teknologi akan berakibat pada
pemborosan biaya. Barangkali perlu disadari bahwa tantangan terbesar
dalam penggunaan teknologi pendidikan bukan pada waktu dan dana
untuk memperoleh piranti keras dan piranti lunaknya, bukan pula pada
antisipasi kebutuhan di masamendatang, tetapi dalam menemukan cara
bagaimana agar teknologi pendidikan secara memadai dapat mendukung
manusia dalam penggunaan alat-alat tersebut.
Meskipun banyak bukti bahwa teknologi mempunyai nilai dalam
peningkatan pembelajaran, namun upaya peletakan teknologi dalam
proses pembelajaran adalah tahap awal proses (starting point), karena
keefektifan dari suatu alat/teknologi tergantung pada pengguna alat dan
kondisi pada saat alat tersebut digunakan. Dengan kata lain, teknologi
hanya dapat membuat perubahan nilai ketika siswa, guru, dan
administrator diberi dukungan yang diperlukan secara memadai untuk
secara efektif mengintegrasikan teknologi tersebut dengan rutinitas kerja
sehari-hari mereka.

13
d) Teknologi Informasi Komunikasi dan Proses Pembelajaran
Meskipun berbagai prinsip dasar tentang lingkungan pembelajaran
tetap diangap valid dengan tidak melibatkan teknologi (Warger, Serve,
dan Dobbin, 2009), namun pada saat ini infusi teknologi informasi dan
komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar menjadi penggerak utama
dalam berbagai diskursus tentang lingkungan belajar. Dengan
memahami kekuatan-kekuatan yang memengaruhi belajar dapat
membantu pendidik mengimplementasikan lingkungan pembelajaran
yang sesuai pada berbagai situasi yang berbeda-beda. Atau dengan kata
lain, membahas tentang lingkungan pembelajaran menjadi penting
karena berbagai peluang yang diberikan oleh teknologi dalam penciptaan
berbagai aktivitas atau pengalaman belajar yang baru. Sehingga
tantangannya di sini adalah bagaimana menemukan dan menempatkan
teknologi secara tepat serta menggunakannya secara bijak.
Sebagaimana umum telah mengetahui bahwa pada saat ini
teknologi memungkinkan masyarakat untuk tetap terhubung baik dengan
teman, keluarga, maupun kolega melalui jaringan sosial, alat-alat
komunikasi, dan media penyampaian berbasis jaringan. Sehingga
menjadi tugas lembaga pendidikan untuk dapat memberikan layanan
pendidikan yang seimbang bagi lingkungan yang terisolasi dengan
memanfaatkan teknologi yang tersedia supaya menjadi lingkungan
belajar yang tidak berbatas (unbounded learning).
Kapabilitas TIK, seperti visualisasi, simulasi, atau pertunjukan musik
yang dikendalikan dengan komputer menawarkan berbagai alternatif
baru dalam disiplin ilmu pengajaran. Melalui TIK memungkinkan
keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, yaitu dalam topik-topik
yang secara tradisional dianggap sangat kompleks dan maju yang
membutuhkan prasyarat seperti pengetahuan matematik, komputasi,
atau keterampilan tertentu lain. Melalui aplikasi TIK juga dapat diciptakan
lingkungan pembelajaran otentik yang mendorong siswa untuk

14
melakukan pensintesaan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang
berbeda untuk memecahkan suatu problema yang mereka hadapi.
Keberhasilan pendidikan dalam menggunakan teknologi tergantung
paling sedikit pada dua hal, yaitu pada kemampuan teknik dalam
menggunakan peralatan dan pada teknik pedagogis yang memanfaatkan
potensi teknologi tersebut. Namun demikian, penggunaan teknologi tidak
cukup hanya dalam pedagogi yang sudah ada saja, tetapi memerlukan
modifikasi dalam teknik pengajaran untuk mengambil keunggulan dari
penambahan teknologi tersebut dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
institusi yang menginginkan memperoleh efektivitas dalam lingkungan
pembelajaran untuk dapat memperkuat teknologi, maka perlu
menciptakan struktur insentif dan motivasi yang mendorong fakultas
melakukan investasi yang diperlukan.
Sebuah pertanyaan penting juga berkaitan dengan lingkungan
pembelajaran yang memperkuat teknologi ini, adalah bagaimana
mentransformasi sekolah-sekolah saat ini sehingga menjadi lingkungan
belajar mengajar yang membuat setiap individu menjadi pembelajar
sepanjang masa dan menyiapkan menjadi generasi abad 21. Berbagai
keterampilan dan kemampuan yang diperlukan oleh warga abad 21
menurut Groff (2013) antara lain meliputi kesadaran global, kreativitas,
pemecahan masalah secara kolaborasi, dan pembelajaran mandiri.
Selanjutnya, Groff (2013) menyatakan bahwa para pemimpin pendidikan
telah menyadari bahwa bentuk pendidikan tradisional yang telah
berevolusi beberapa dekade terakhir ini belum memadai untuk mencapai
tujuan tersebut. Sementara itu dunia luar sedang bertransformasi
membuat kemajuan besar dalam ilmu pembelajaran sehingga memaksa
para pendidik harus mempertimbangkan kembali bagaimana pendekatan
belajar mengajar mereka dan menciptakan lingkungan pembelajaran
yang dapat mendorong penguatan teknologi. Hal itu karena kemajuan
dramatis dalam teknologi pendidikan telah mengilhami cara baru peserta

15
didik untuk terlibat langsung dengan semua jenis kegiatan dan konten
dalam pengalaman belajar mandiri mereka. Itu semua menjadi tantangan
dan peluang yang sangat menarik untuk dapat dipertimbangkan kembali,
dibayangkan kembali, dan ditemukan kembali lingkungan pembelajaran
yang dapat mempersiapkan dan meningkatkan setiap individu agar dapat
belajar sepanjang masa secara efektif.
Lebih lanjut Groff (2013), menyatakan bahwa meskipun untuk
memajukan sistem pendidikan banyak pihak setidak-tidaknya
meningkatkan dan memajukan teknologi, memang tidak berarti harus
mengatrol teknologi untuk melakukan itu semua. Walaupun begitu, ada
beberapa penggerak kunci yang mendorong teknologi sebagai
komponen kunci bagi perubahan sistem pendidikan, sehingga
menjadikan sebagai alasan utama bagi para pendidik dan pemangku
kepentingan pendidikan perlu mempertimbangkan tumbuhnya relevansi
dan implikasi dari teknologi dan inovasi sekolah berbasis teknologi.
Beberapa alasan utama tersebut sebagai berikut.
a. Teknologi dapat melakukan beberapa fungsi kunci dalam proses
perubahan termasuk pembukaan peluang baru yang dapat
meningkatkan pengajaran dan belajar, khususnya dengan
kemampuan dan kemudahan belajar individu pembelajar yang
sangat didukung oleh ilmu pembelajaran.
b. Keterampilan hidup orang dewasa termasuk melek teknologi.
Orang- orang yang tidak memiliki atau menguasai kompetensi
tersebut akan tertinggal oleh peralatan digital baru dan dampaknya
pada kapasitas mereka yang tidak secara efektif dapat
mengoperasikan peralatan baru tersebut sehingga menghadapi
ancaman dari ekonomi pengetahuan.
c. Teknologi merupakan bagian integral untuk akses ke tataran
kompetensi yang lebih tinggi yang sering diacu sebagai

16
keterampilan abad ke-21 yang juga diperlukan agar menjadi
produktif dalam masyarakat pada saat ini.
Dalam suatu survei yang dilakukan oleh PISA (Program for
International Student Assessment) ditemukan bahwa frekuensi
penggunaan TIK di rumah tidak sejalan dengan yang digunakan di
sekolah. Pada sebagian besar negara-negara OECD (Organization
for Economic Co-operation and Development) lebih dari 80% anak
berusia 15 tahun banyak menggunakan komputer namun
kebanyakan dari mereka tidak menggunakannya di sekolah (OECD,
2010). Sementara itu di satu sisi kebanyakan sekolah- sekolah
dilengkapi dengan komputer dan akses internet dan sering
mengganti peralatan digital yang telah lama dengan yang lebih baru,
namun di sisi lain tidak ada pihak di sekolah yang dapat
mengembangkan kompetensi yang sesuai dengan TIK yang
digunakan tersebut. Bahkan yang sering terjadi pihak yang dapat
mengembangkan kompetensi berada di luar sekolah.
Temuan lain dari survei tersebut menunjukkan, kebanyakan
penggunaan komputer di rumah adalah berorientasi pada hiburan,
sehingga menuntut ada peningkatan peran sekolah untuk
membantu para peserta didik terlibat dengan dan memanfaatkan
teknologi baru tersebut untuk belajar. Paparan PISA tersebut
menunjukkan bahwa masalah akses dan keterampilan terhadap TIK
bagi siswa sekolah perlu mendapatkan perhatian bagi para pendidik
dan pemangku kepentingan pendidikan untuk menciptakan
lingkungan pembelajaran yang dapat memperkuat penggunaan
TIK.
e) Kesimpulan

Menciptakan lingkungan pembelajaran yang memperkuat teknologi


merupakan suatu tantangan tersendiri ketika lingkungan tersebut

17
mencakup seperangkat fitur aktual dan virtual. Dalam dunia pendidikan
tantangan tersebut akan lebih nyata dihadapi oleh para pendidik dalam
proses belajar mengajar yang melibatkan generasi millenial. Saat ini
akses siswa kepada teknologi digital bukan merupakan hal yang
istimewa, tetapi bahkan merupakan suatu prasyarat agar siswa dapat
berpatisipasi penuh dalam memperoleh peluang pendidikan yang
berkualitas tinggi. TIK menjadi semakin penting digunakan baik oleh guru
dan siswa dalam mengakses berbagai sumber pembelajaran yang
berkualitas. Departemen Pendidikan Amerika Serikat menyatakan bahwa
alat-alat teknologi modern memungkin- kan untuk melakukan desain,
produksi media, ekspresi diri, penelitian, analisis, komunikasi, kolaborasi,
dan pemrograman komputer yang biasa dilakukan di berbagai profesi dan
disiplin ilmu serta yang tidak kalah penting fasilitas teknologi maju
menjadi bagian yang sangat penting untuk siap melaksanakan
perkuliahan/pembelajaran dan berkarir.
Meskipun kemajuan TIK pada saat ini telah diakui kemanfaatannya
dalam memajukan dunia pendidikan, namun respon terhadap
penggunaan kemajuan TIK dalam proses belajar mengajar dinilai masih
lambat. Kebanyakan program untuk menghadapi tantangan tersebut
terbatas hanya tergantung pada suatu mata pelajaran yang
memanfaatkan teknologi dibanding dengan menciptakan lingkungan
pembelajaran baik aktual maupun virtual dimana teknologi dapat
berkembang dan integral dengan proses pembelajaran. Sementara itu,
upaya untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang memperkuat
teknologi, khusunya pada program pendidikan guru sering kali kandas di
dalam kerangka pengembangan dosen. Oleh karena itu, pada tahun
1985 Wedman dan Strathe menawarkan suatu model untuk fakultas
dalam mengembangkan teknologi. Model tersebut mencakup beberapa
dimensi, yaitu dimensi konteks, dimensi sikap, dan dimensi organisasi.
Tujuan dari model tersebut untuk menciptakan dukungan yang terus-

18
menerus terhadap fakultas dalam proses penggabungan teknologi
komputer dalam pembelajaran mereka.
Beberapa tahun kemudian Wedman dan Graham mengembangkan
Piramida Kinerja sebagai alat untuk memandu upaya peningkatan
kinerja. Menurut pendekatan Piramida Kinerja tersebut bahwa
pencapaian hasil akan signifikan jika ketiga komponen, yaitu visi, sistem
dukungan, dan sumber daya berjalan serasi. Namun demikian, Warger,
Serve, dan Dobbin mengingatkan bahwa teknologi dan metode
pengajaran terus menerus berkembang, sehingga pekerjaan
menciptakan keefektivan lingkungan pembelajaran merupakan suatu
perjalanan bukan suatu tempat pemberhentian. Sehingga kita dituntut
untuk berpikir dalam terminologi lingkungan yang terdiri atas banyak
faktor yang memengaruhi proses pembelajaran dan berjuang untuk
memahami, menguji, mengukur, dan mengevaluasi bagaimana mereka
bekerja bersama-sama sebagai suatu sistem yang saling berinteraksi
menjadi sebuah ekologi pembelajaran. Oleh karena itu, agar berhasil
membentuk lingkungan pembelajaran yang memperkuat teknologi,
maka upaya tersebut harus merepresentasikan upaya terkoordinasi dari
berbagai level organisasi yang meliputi antara lain partisipasi dan
kepemimpinan bagian akademik fakultas, perancang pembelajaran, para
pakar teknologi, mahasiswa/peserta didik, dosen senior, dan
pustakawan.

C. Peran Guru Didalam Lingkungan Pembelajaran Abad 21


Pada era abad 21, guru harus mampu memanfaatkan teknologi
digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital
perlu dipersiapkan dengan memperkuat pedagogi siber (era digital) pada
diri guru. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator harus
mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain

19
pembelajaran kreatif dan inovatif yang membuat peserta didik aktif dan
berpikir kritis. Keterampilan abad ke-21 didefinisikan sebagai
seperangkat luas pengetahuan, keterampilan, kebiasaan kerja, dan
karakter yang ada diyakini sangat penting, khususnya dalam program
perguruan tinggi dan karir kontemporer dan tempat kerja, dan dapat
diterapkan di semua bidang subjek akademik dan dalam semua
pendidikan, karir, dan kewarganegaraan pengaturan di seluruh
kehidupan siswa. Keterampilan abad 21 dibutuhkan untuk dapat
memecahkan masalah Strategi Belajar dan Mengajar Guru Abad 21
diharuskan untuk bisa, berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik
dengan orang lain, mendapatkan keterampilan baru dan informasi
secara mandiri, dan beradaptasi dengan cepat berubah kondisi untuk
bersaing dalam ekonomi yang kaya dan global saat ini (Gewertz, 2008).
Karakteristik guru dalam abad 21, yaitu:
1) Guru disamping sebagai fasilitator juga harus menjadi motivator
dan ispirator.
2) Guru mampu mentransformasikan diri dalam era pedagogi siber
(era digital).
3) Guru harus memiliki kemampuan untuk menulis.
4) Guru harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan
metode/strategi/model belajar atau mencari pemecahan masalah-
masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran
berbasis TIK.
5) Guru harus mampu melakukan transformasi kultural. Setiap guru
harus mempunyai kemampuan pedagogik. Karena kemampuan
pedagogik penting. Peran guru abad 21 menjadi lebih menarik
sekaligus lebih menantang. Guru abad 21 harus bisa menjadi guru
yang mempesona. Artinya guru harus mempunyai kemampuan
untuk memahami karakter peserta didik. Sehingga ketika
merancang pembelajaran bisa menyesuaikan dengan

20
karakteristik, kondisi, dan keadaan peserta didik. Setelah mampu
memahami karakteristik peserta didik, guru dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran mengacu pada karakteristik peserta
didik. Termasuk dalam mengevaluasi hasil belajar peserta didik,
guru juga harus mengacu pada karakteristik peserta didik. Selain
itu, guru juga harus bisa mengoptimalkan potensi peserta didik.

Kehadiran guru dalam pembelajaran abad 21 sangat diperlukan


untuk menjamin terjadinya proses pembelajaran yang bermakna,
berkarakter dan berorientasi pada pengembangan keterampilan abad 21.
Sedangkan dalam pembelajarannya guru harus bisa menciptakan
pembelajaran yang kreatif dan inovatif, artinya, ada kebaruan yaitu pada
penyusunan RPP yang terintegrasi dengan pembelajaran abad 21. Yaitu
terdapat penguatan pendidikan karakter, literasi, numerasi, dan TPACK.
Hal itu tercermin dalam pendekatan pembelajaran, model pembelajaran,
media pembelajaran strategi pembelajaran maupun teknik pembelajaran
untuk mencapai tujuan atau capaian pembelajaran yang diharapkan dari
peserta didik. Dengan pengetahuan tentang kemampuan pedagogik
pada guru, ternyata ada banyak tuntutan yang harus dikerjakan dan
dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran.
Diantaranya menciptakan kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan bagi peserta didik. Pada pembelajaran abad 21,
pembelajaran berpusat pada peserta didik kita. Meskipun demikian, pada
saat peserta didik belajar mandiri, guru tetap harus mendampinginya
dalam belajar. Memberikan pengarahan, petunjuk, dan tetap
memfasilitasi proses pembelajarannya. Ketika akan melaksanakan
pembelajaran, guru merencanakan pembelajaran yang menarik, dan
menyenangkan bagi siswa. Sehingga peserta didik bisa mengikuti
pembelajarannya dengan baik dan capaian pembelajaran juga tercapai.

21
Dalam proses pembelajarannya guru menggunakan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan pembelajarannya.
Bagi guru yang bertugas membelajarkan dan mendidik peserta
pendidik, kondisi ini menjadi perhatian tersendiri, sehingga dampak hasil
membelajarkan dan mendidik tidak melenceng dari perkembangan
globalisasi saat ini terkait dengan kualitas SDM. Paradigma pembelajaran
abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik untuk berpikir
kritis, mampu menghubungkan ilmu pengetahuan dengan dunia nyata,
menguasai teknologi informasi, berkomunikasi dan berkolaborasi.
Pencapaian hal tersebut dilakukan dengan penerapan
pendekatan/metode/strategi/model pembelajaran yang sesuai dengan
situasi dan kondisi guna penguasaan materi dan keterampilan. Salah
satu landasan utama dalam perkembangan pembelajaran abad 21
adalah perkembangan media teknologi dan informasi. Penggunaan
media teknologi informasi menjadi hal wajib dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga kebutuhan akan media teknologi dan informasi saat ini menjadi
salah satu kebutuhan yang utama. Menurut [5], keterampilan abad 21
terdiri dari; (1) Keterampilan hidup dan berkarier (life and career skills),
(2) Keterampilan belajar dan berinovasi (learning and innovation skills),
dan (3) keterampilan media teknologi dan informasi (Information media
and technology skills).
Guru perlu menggunakan media pembelajaran sebagai alat untuk
menyampaikan materi yang menarik bagi peserta didik. Guru
menggunakan model pembelajaran yang bisa mengoptimalkan keaktifan
belajar pada peserta didik. Serta guru juga harus menggunakan trategi
dan teknik yang sesuai. Tentunya semua itu harus disesuaikan dengan
karakteristik dan kondisi peserta didik. Pada proses pembelajaran, guru
membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi peserta didik
dalam memecahkan permasalahan dalam proses pembelajarannya.
Sehingga di dalam proses pembelajarannya, terdapat interaksi antara

22
guru dengan siswa dan juga ada interaksi aktif antara siswa dengan siswa
yang lainnya. Artinya, meskipun guru hanya sebagai fasilitatos bagi
siswa, tetapi juga motivator bagi siswa. Guru memberikan penguatan
pendidikan karakter yang terdiri atas religius, tanggung jawab, integritas
dan lainnya. Guru harus bisa merancang pendidikan yang dapat
membantu siswa untuk berpikir tingkat tinggi, aktif, kreatif dan inovatif.
Guru bisa menggunakan berbagai macam model-model pembelajaran
abad 31 dan lainnya. Sedangkan peran sekolah, disini juga sangat
penting dalam proses pembelajaran. Utamanya menyediakan sara
prasarana pembelajaran yang memadai yang bisa digunakan dalam
proses pembelajaran. Sekolah harus bisa merencanakan pembiayaan
yang berorientasi untuk kebutuhan peserta didik. Namun, pada
pelaksanaannya memang terdapat berbagai kesulitan. Kesulitan yang
dialami dalam proses pembelajaran adalah banyaknya permasalahan
yang berasal dari peserta didik, guru, dan sekolah. Kesulitan yang
berasal dari sekolah, kemungkinan karena kurangnya fasilitas, sarana
prasarana yang memadai, sehingga menghalangi proses pembelajaran
yang baik.
Kesulitan yang berasal dari guru, biasanya karena guru kurang
bisa menguasai kelas, penggunaan metode dan pendekatan yang kurang
tepat, dan media pembelajaran yang kurang menarik, sehingga
pembelajaran menjadi monoton. Sedangkan kesulitan yang berasal dari
siswa diantaranya adalah sebagai berikut: rendahnya motivasi belajar
dari peserta didik, tidak adanya dukungan dari keluarga, utamanya orang
tua. Banyak siswa yang tidak disiplin berangkat sekolah. Tidak bisa fokus
mengikuti pembelajaran. Kurang aktif dalam proses pembelajaran. Tidak
adanya sarana prasarana yang mendukung seperti gadget, Hp, dll. Oleh
sebab itu, dalam pembelajaran abad 21 ini, peran guru sangat dibutuhkan
dalam kelancaran proses pembelajaran di sekolah.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaan lingkungan pembelajaran zaman sebelum
Kemerdekaan yaitu masih berbasis keagamaan, strata kedudukan saja
seperti hanya untuk kaum bangsawan dan orang belanda, namun kita
tidak boleh melupakan nilai-nilai perjuangan dan juga nilai-nilai luhur yang
sudah di wariskan dari generasi terdahulu. Peranan guru tidak semata-
mata hanya mengajar saja, melainkan juga memberikan stimulus yang
mendukung pengajaran berbasis digital untuk menghadapi tantangan
abad 21.
B. Saran

Sebagai calon seorang pendidik yang profesional harus dapat


mengeksplorisasi beranekaragam cara proses pembelajaran mulai dari
pembelajaran konvensional hingga digital untuk menunjang tercapainya
tujuan lingkungan pembelajaran abad 21.

24
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, I Gede. “Belajar dan Pembelajaran Abad 21,” Harian Bernas,
08 Agustus 2016.

Boone, A. Th (1996) Onderwijs en opvoeding in de Nederlandse


Koloninin Pedagogisch Tijdschrift. (21), Nr.2.

Leirissa, R.Z. (1985) Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950:


Terwujudnya Suatu gagasan, Jakarta:PB. PGRI.

Restu Rahayu, Sofyan Iskandar, & Yunus Abidin (2022). Inovasi


Pembelajaran Abad 21 dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal
basicedu Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022 Halaman 2099 – 2104. e-
ISSN 2580-1147.

Supardan, Dadang. (2017) Menyingkap Perkembangan Pendidikan


Sejak Masa Kolonial Hingga Sekarang Perspektif Pendidikan Kritis.
Artikel Dosen. UPI Bandung.
http://sejarah.upi.edu/artikel/dosen/menyingkap-perkembangan-
pendidikan-sejak-masa-kolonial-hingga-sekarang-perspektif-
pendidikan-kritis/

Supriadi, Dedi, (Ed) (2003) Guru di Indonesia: Pendidikan, Pelatihan dan


Perjuangannya Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi,
Jakarta: Depdikbud.

Watson,, G. (1975) ”Duts Educational Policy in Indonesia”, 1850-1900”,


dalam Asia Profile. Vol. 3 (1).

brahams, D. A. 2010. Technology Adoption In Higher Education: A


Framework For Identifying and Prioritising Issues and Barriers to
Adoption of Instructional Technology. Journal of Applied Research
in Higher Education, 2. 2. 33-49.

25
Ertmer, P. A. 1999. Addressing First-and Second-Order Barriers to
Change: Strategies for Technology Integrtion. Educational
Technology, Research and Development. ProQuest Central,47-61.

Groff, J. 2013. Technology-Rich Innovative Learning Environments.


Diunduh tgl. 21 Juli 2016.https://tech.ed.gov/wp-
content/uploads/2014/11/Learning- Technology-Effectiveness-
Brief.pdf. Diunduhtgl. 28 Juli 2016.

OECD. 2010. Are the New Millennium Learners Making the Grade?
Technology Use and Educational Performance in PISA 2006.
OECD: Paris, France.

Partnership For 21st Century Skills. .21st Century Learning


Environments.
http://www.p21.org/storage/documents/le_white_paper-1.pdf.
Diunduh tgl. 21 Juli 2016.

Priyatma, J. E. 2016. Transaksi Daring dalam Pendidikan. Koran


Kompas. Tanggal 27 April. Hal. 4.

26

Anda mungkin juga menyukai