Anda di halaman 1dari 4

TRADISI UNIK MALUKU UTARA KHUSUNYA KOTATERNATE YAITU DEBUS

ATAU BADABUS

A. SEJARAH DEBUS ATAU BADABUS


Dabus, sebutan masyarakat Maluku Utara khususnya ternate untuk debus, merupakan
salah satu tradisi leluhur bernuansa Islam yang terus terjaga hingga kini. Ritual menikam diri
menggunakan benda tajam, ini dipercaya dapat memberikan efek positif bagi si pelakon
dabus.
Bagi masyarakat Maluku Utara, dabus, atau ‘badabus’, bukan lagi hal yang asing.
Meskipun tak setiap hari dapat ditemui ritual ini, hampir sebagian besar warga di daerah ini
pernah menyaksikan dengan mata kepala ritual tersebut.
Pelaksanaan ritual dabus dipimpin oleh seorang ahli yang disebut Syekh. Menurut H.
Ridwan Dero, salah seorang Syekh, dabus adalah suatu ritual keagamaan yang mulanya
berawal sebagai wirid sang Syekh untuk mencapai tingkatan iman dan takwa kepada sang
Pencipta.
“Selain itu, dabus ini juga menjadi perlindungan bagi diri dan keluarga sendiri,” tutur Ridwan
seperti laporan Ika Fuji Rahayu, Malut Post (Grup JPNN.com).
Awal masuknya tradisi ini ke Maluku Utara, tak ada yang tahu persis. Kecuali bahwa
dabus dibawa oleh para penyiar agama Islam. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Malut
juga memanfaatkan ritual dabus sebagai sarana untuk meminta pertolongan dan perlindungan
Tuhan melalui para Syekh.
“Misalnya jika ada masyarakat yang sakit, lalu ia bernazar bahwa apabila diberi
kesembuhan maka ia akan menggelar dabus, maka dengan pertolongan Allah setelah sembuh
nanti ia harus menggelarnya. Begitu juga ketika ada yang meninggal, dabus biasanya digelar
untuk memperingati 9 hari peringatan meninggalnya,” kata Ridwan yang juga Qadhi (Ketua
Mahkamah Syariah, red) Kesultanan Ternate itu.

B. CARA PELAKSANAAN DABUS


Masyarakat umum yang hendak menggelar ritual dabus kemudian akan menghubungi
seorang Syekh. Syekh dabus sendiri harus memiliki jamaah zikir yang akan mengiringinya
ketika melakukan ritual dabus. Syekh kemudian akan mempersiapkan diri. Tiga hari sebelum
digelarnya dabus, seorang Syekh harus menjaga kalbu, pikiran, dan tindakannya agar selalu
bersih dan positif. Bahkan ia disarankan untuk berpuasa dalam tiga hari tersebut.
“Pada malam hari ketika digelarnya dabus, Syekh menjalankan salat sunah dua rakaat dan
berdoa untuk memohon perlindungan. Sehingga pekerjaannya (memimpin ritual, red) benar-
benar sesuai dengan ritual keagamaan yang bernafaskan Islam,” tutur Ridwan.
Lantaran ritual dabus menggunakan benda tajam berupa dua bilah besi tajam yang ditusukkan
ke dada, maka diperlukan perlindungan yang benar untuk menghindari terjadinya hal-hal
yang membahayakan nyawa pelaku ritual. Perlindungan tersebut bukan berupa alat-alat
keselamatan, namun berupa doa dari sang Syekh.
“Setelah selesai persiapan berupa salat sunah dan doa di dalam kamar yang disediakan, Syekh
lantas keluar dan mulai memimpin pembacaan ratib untuk dabus,” kata Ridwan yang
merupakan pemangku jabatan Sekretaris pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan
Perlindungan Masyarakat Kota Ternate itu.
Gelaran dabus diiringi dengan pembacaan ayat-ayat Alquran dan puji-pujian kepada
Allah, serta tabuhan rebana. Pelakon dabus bisa siapa saja, bahkan perempuan, asalkan
seorang muslim dan dalam kondisi bersih lahir batin. Pelakon dabus juga wajib terlebih
dahulu berwudhu. Sebelum melakukan dabus, mereka diharapkan tidak melakukan hal-hal
yang melanggar aturan agama. Seperti halnya para Syekh, pelakon dabus ini juga diharuskan
menjaga kebersihan hati dan perilakunya.
“Jika kita bersih, maka mau ditusuk sedalam apapun, tidak akan mati. Di situlah intinya
dabus. Bahwa apabila kita dalam kondisi suci, maka benda asing seperti besi tidak akan bisa
memakan tubuh kita. Sehingga jika dilakukan dengan ritual yang benar, maka darah yang
keluar hanya sedikit, bahkan tidak berdarah sama sekali,” tutur Ridwan yang telah 28 tahun
menjadi seorang Syekh.
Sebelum melakukan dabus, pelakon berjalan jongkok untuk menghampiri dan
menyalami Syekh. Sang Syekh lalu menyerahkan alat dabus yang disebut alwan dan
mengasapi si pelakon dengan asap kemenyan yang telah dibakar sebelumnya. Alwan yang
digunakan merupakan bilah besi seukuran ibu jari bermata runcing. Ujung alwan lainnya
ditutupi kayu sekepalan tangan yang dihiasi rantai besi yang menghasilkan bunyi-bunyi
gemerincing.
Pelakon kemudian menggoyangkan badannya ke kanan dan kiri beberapa kali lalu
menggosokkan alwan tersebut dari pundak kanannya ke atas kepala dan kemudian turun ke
pundak kiri. Ia lantas mengangkat alwan yang ada di kedua tangannya dan menghujamkan ke
dadanya beberapa kali sebagai percobaan. Sebelumnya, sang Syekh telah melakukan
percobaan tersebut dengan menikam dirinya sendiri. Setelah itu, pelakon mulai berdiri dan
menikamkan alwan ke dada, bahkan pahanya, sembari menari-nari sebagai tanda bahwa
dabus telah dimulai. Ritual dabus biasanya digelar setelah isya hingga sebelum tibanya waktu
subuh. Dalam sekali gelaran ritual dabus, orang-orang yang turut berpartisipasi tak dibatasi
jumlahnya, juga durasinya saat melakukan dabus.
Namun rata-rata pelakon melakukan dabus selama lima hingga sepuluh menit.
Semakin lama, ketika intensitas dabus makin meningkat, di mana pelakon yang awalnya
berhati-hati dalam melakukan dabus lama kelamaan makin aktif dan liar gerakannya,
beberapa dari mereka ada yang menanggalkan baju dan bertelanjang dada lantaran
berkeringat deras.
Meskipun bilah besi bermata runcing yang digunakan untuk menusuk tubuh amatlah
tajam, namun anehnya dalam sejarah ritual dabus, tak ada seorang pun yang pernah terluka
parah, terkadang hanya berupa luka lecet yang mengeluarkan sedikit darah. Logikanya,
ditusuk benda setajam itu pada titik vital tubuh tentu bisa mengakibatkan kematian.
“Semua tergantung keyakinan dan hati kita. Sebab dabus juga merupakan pembuktian untuk
menguji kekebalan tubuh manusia. Sehingga tubuh kita meskipun ditikam dengan alwan tapi
tidak terasa sakit. Yang ada hanya rasa gatal,” ujar Ridwan.

Kedalaman besi yang akan menembus tubuh pelakon dabus pun telah ditentukan
sebelumnya oleh sang Syekh. Penentuan kedalaman tersebut melalui doa Syekh kepada sang
Pencipta. Sekeras apapun pelakon dabus menikam tubuhnya, kedalaman besi yang masuk ke
kulitnya takkan melebihi batas yang telah ditentukan oleh sang pemimpin dabus.
“Memang banyak yang nampaknya ajaib, tapi dabus sendiri tidak memilik unsur magik di
dalamnya. Semua yang terjadi dalam ritual dabus merupakan faktor kekuatan ayat-ayat suci
dan asma Allah yang dilantunkan. Ini merupakan bukti nyata keberkatan ayat suci,” tutur
Ridwan.
Kebanyakan orang awam mengira bahwa pelakon dabus berada dalam kondisi
kerasukan atau tak sadarkan diri saat menusuk dirinya sendiri. Hal ini dengan tegas dibantah
oleh Ridwan. Pelakon dabus justru harus dalam kondisi sadar sebab tujuan dari melakukan
dabus adalah mensucikan dan mendekatkan diri kepada sang Pencipta.
“Dabus murni merupakan ritual keagamaan sehingga yang melakukannya harus dalam
kondisi suci. Dalam kondisi mabuk karena alkohol pun dilarang keras sebab justru akan
berakibat fatal. Jadi ada gelombang emosi positif yang melingkupi orang setelah melakukan
dabus sebab kelakukan orang sebelum badabus pun harus positif,” ungkapnya.

C. FUNGSI DABUS
Menurut Ridwan, dabus juga dapat difungsikan serupa bekam, yakni untuk mengeluarkan
darah kotor dari tubuh seseorang. Darah yang keluar ketika melakukan dabus dipercaya
merupakan darah kotor yang memang seharusnya dikeluarkan dari tubuh. Setelah melakoni
dabus, Ridwan mengaku ada rasa damai dan hilangnya emosi negatif dalam diri, seperti
perasaan iri terhadap orang lain. Dalam hukum Islam, dabus disebut merupakan amalan
tarekat. “Seperti anak tangga, sebelum kita sampai ke tarekat, harus lulus tingkat syariat dulu.
Amalan-amalan di tingkat syariat misalnya shalat lima waktu. Oleh karena itu, para Syekh
yang telah melakoni tarekat semacam dabus tidak bisa sekali-kali meninggalkan shalat atau
amalan lain di tingkat syariat,” tandasnya.

D. KESIMPULAN
Dari gambaran pelaksanaan Dabus ini, dapat disimpulkan bahwa Dabus adalah
pertunjukkan rakyat yang bersifat ritual keagamaan karena pelaksanaannya harus dipandu
dan dipimpin oleh orang yang mengetahui seluk beluk ritual ini, yaitu seorang “Syekh” dan
para “Syaman”.

Anda mungkin juga menyukai