Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mungkin sudah belasan tahun atau puluhan tahun kita menjadi umat muslim. Namun
dengan bilangan waktu yang sedemikian banyaknya tersebut, apakah kita sudah berislam
dengan urutan dan tata cara yang benar ? . Jika jawabannya adalah belum, maka sungguh
kasihan hal tersebut. Berapakah waktu yang telah kita sediakan untuk merenungi
perjalanan yang telah kita lalui sebagai seorang insan muslim ? Jawabannya terserah pada
diri kita masing-masing.

Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah


Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-
buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah,
dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka”. (HR. Muslim).
“Barang siapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari
ajarannya maka tertolak”. (HR. Bukhari)
Suatu ibadah tidak akan diterima kecuali dengan dua syarat:
1.    Pertama, menjadikannya ikhlas semata-mata karena Allah Ta'ala.
2.   Kedua, hendaknya ia sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah.SAW
sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits dalam kajian ini.
Dari hadist diatas nabi berpesan agar kita tidak mengada-ada dalam urusan agama,
baik dalam bentuk ibadah maupun amalan-amalan lainnya yang dianggap sebagai ibadah
tapi nabi sendiri tidak pernah melakukan dan menganjurkan kepada umatnya. Karena
setiap amalan yang dilakukan itu jika tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW maka amalan itu akan tertolak (sia-sia).
Sesuatu yang baru dalam urusan agama disebut sebagai bid’ah. Dan bid’ah itu sendiri
dapat mengantarkan seseorang kedalam kesesatan yang akan berakhir kedalam neraka.
(mudah-mudahan kita terhindar dari segala perbuatan bid’ah).

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu tahlilan dan yasinan?


2. Kapan biasanya masyarakat mengadakan tahlilan dan yasinan ?
3. Alasan dilaksankan tahlilan dan yasinan?
4. Bagaimana pendapat islam tentang yasinan da tahlilan ?

1.3 Tujuan penulisan

1. Menjelaskan pengertian tahlilan dan yasinan


2. Mengetahui kapan waktu biasanya diadakannya yasinan
3. Mengetahui alasan diadakan yasinan dan tahlilan
4. Mengetahui pendapat islam tentang yasinan dan tahlilan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tahlilan dan Yasinan

Kata yasinan seakan telah mendarah daging di hati masyarakat luas terutama ditanah
air kita Indonesia, biasanya berkaitan dengan peristiwa kematian, diungkapkan dalam
bentuk seperti suatu acara peringatan terhadap kematian tersebut.Acara yang diadakan
oleh ahli mayit ini dihadiri oleh para kerabat para tetangga masyarakat sekitar dan
terkadang mengundang orang jauh yang dianggap penting bagi ahli mayit bahkan para
kiyai.
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, telah ada berbagai kepercayaan yang dianut oleh
sebagian besar penduduk tanah air ini diantara keyakinan-keyakinan yang mendominasi
saat itu adalah animisme dan dinamisme. Diantara mereka meyakini bahwa arwah yang
telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan disekitar rumah selama tujuh hari
kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat tersebut dan akan kembali pada hari
keempat puluh, hari keseratus dan hari keseribunya sehingga masyarakat pada saat itu
ketakutan akan gangguan arwah tersebut dan membacakan mantra-mantra sesuai
keyakinan mereka.

Setelah Islam mulai masuk dibawa oleh para ulama’ yang berdagang ke tanah air.
Mereka memandang bahwa ini merupakan kebiasaan yang menyelisihi syariat Islam, lalu
mereka berusaha menghapusnya dengan perlahan dengan cara memasukkan bacaan-
bacaaan kalimat-kalimat thoyibah sebagai pengganti mantra-mantra yang tidak
dibenarkan oleh syariat Islam dengan harapan supaya mereka berubah sedikit demi
sedikit dan meninggalkan ajaran tersebut menuju ajaran islam yang murni .Akan tetapi
sebelum tujuan akhir ini terwujud, dan acara pembacaan kalimat-kalimat Thoyibah ini
sudah menggantikan bacaan mantra-mantra yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Acara yasinan diduga kuat berasal dari para wali ketika berusaha menyebarkan Islam
didaerah-daerah yang masih menganut paham Hindu maupun animisme. Mereka
menyusupkan ajaran-ajaran Islam ditengah tradisi dan kebiasaan masyarakat yang waktu
itu masih sangat kuat mengakar.
Hal yang sama misalnya dilakukan oleh Sunan Kali Jaga melalui wayangnya, Sunan
Gunung Jati melalui lagu-lagunya dan seterusnya. Dalam kondisi tertentu, memang

3
diperlukan teknik-teknik khusus untuk bisa menarik orang kedalam ajaran Islam, kita
harus ingat bahwa tidaklah mungkin kita bisa merubah kebiasaan suatu kaum secara
drastis, pertentangan akan selalu muncul disana-sini, dan jika tidak bijak menghadapinya
malah bisa terjadi bentrokan fisik yang malah akan merugikan semua pihak.
Disini Ijtihad para wali itu mungkin bisa dimaafkan dan diterima. Dari sisi lain, sekali
lagi perbuatan-perbuatan semacam itu tidak ada tuntunannya secara agama. Kalau mau
mengaji ya mengaji saja, kenapa harus ditetapkan surah Yasin saja ? kenapa tidak an-
Nisaa’ atau kenapa tidak al-a’la kenapa tidak surah al-Baqarah ?
Firman Allah :
“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an”. (Qs. al-Muzammil :
20).

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta
taatlah” (Qs. at-Taghaabun : 16).

makruh hukumnya keluarga dari yang meninggal dunia duduk untuk menerima orang
yang hendak menyampaikan belasungkawa. Demikian pula makruh hukumnya keluarga
mayit membuat makanan lalu tetangga berkumpul untuk menikmatinya. Dalilnya adalah
apa yang diriwayatkan oleh imam ahmad dari jarir bin abdillah al Bajali seorang sahabat
Nabi :

“kami menilai berkumpulnya banyak orang di rumah keluarga mayit, demikian pula
aktivitas keluarga mayit membuatkan makanan setelah jenazah dimakamkan adalah
bagian dari niyahah atau meratapi jenazah. Dianjurkan bagi para tetangga meski bukan
mahram dengan jenazah, kawan dari keluarga mayit meski bukan berstatus sebagai
tetangga dan kerabat jauh dari mayit meskipun mereka berdomisili di lain daerah untuk
membuatkan makanan yang mencukupi bagi keluarga mayit selama sehari semalam
semenjak meninggalnya mayit. hendaknya keluarga mayit agak dipaksa untuk mau
menikmati makanan yang telah dibuatkan untuk mereka. haram hukumnya menyediakan
makanan untuk wanita yang meratapi mayit karena tindakan ini merupakan dukungan
terhadap kemaksiatanku.”

2.2 Waktu dan Alasan Diadakan Yasinan dan Tahlilan

a. Waktu

4
Waktu biasanya masyarakat mengadakan yasinan dan tahlilan, antara lain :
-          Malam jumat
-          Bulan Sya’ban
-          Selamatan
-          Ziarah kubur
-          Kelahiran anak
-          Sunatan
-          Hari setelah kematian seperti 7 harian, 40 harian, 100 harian, 1000 harian.
b. Alasan
Tradisi tahlilan, yasinan, dan memperingati 40 hari, 100 hari,dan 1000 hari orang
yang meninggal dunia adalah tradisi yang telah mengakar di tengah-tengah
masyarakat kita khususnya di kalangan warga nahdliyin, dan tradisi tersebut mulai
dilestarikan sejak para sahabat hingga saat ini, di pesantren pun tahlilan, yasinan
merupakan tradisi yang dilaksanakan setiap hari setelah shalat subuh oleh para santri.
Sehingga tahlilan, yasinan merupakan budaya yang tak pernah hilang yang senantiasa
selalu dilestarikan dan terus dijaga eksistensinya.

Tetapi mayoritas umat islam yang melakukan budaya Yasinan adalah orang-orang
yang kurang mengetahui ajaran islam, kebanyakan dari mereka hanya mengikuti
ajaran nenek moyang mereka dalam melakukannya atau sebagian dari mereka hanya
Taklid Buta terhadap ajaran dari guru/kyai mereka tanpa mau mengkajinya terlebih
dahulu,mereka menganggap hal tersebut sebagai bagian dari ajaran islam, kondisi ini
seperti yg dinyatakan Allah dalam al-Qur’an:

Dan apabila dikatakan kepada mereka :ikutilah apa yang telah di turunkan oleh
Allah Taala. Mereka menjawab (Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami”.(apakah mereka akan
mengikuti),walaupun nenek moyang mereka tisak mengetahui suatu apapun dan tidak
mendapat petunjuk (QS. Al-Baqarah : 170).
 
Alasan biasanya masyarakat tersebut mengadakan yasinan dan ruwahan, antara lain :
-          Mendoakan orang yang sudah meninggal.
-          Sedekah untuk mensucikan diri dalam menyambut Bulan Ramadhan
-          Sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.

5
-          Mengikuti tradisi nenek moyang mereka, dll.
Alasan-alasan tersebut hanya digunakan oleh masyarakat yang awam terhadap ajaran
agama Islam. Tanpa mereka pernah mendalaminya terlebih dahulu.

2.3 Pendapat islam tentang Yasinan dan tahlilan


Para ulama telah itjimak bahwasannya mendoakan mayat yang telah meninggal
bermanfaat bagi sang mayat. Demikian pula para ulama telah beritjimak bahwa sedekah
atas nama sang mayat akan sampai pahalanya bagi sang mayat. Akan tetapi kesepakatan
para ulama ini tidak bisa dijadikan dalil untuk melegalisasi acara tahlilan, karena
meskipun mendoakan mayat disyariatkan dan bersedakah dengan memberi makanan atas
nama mayat disyariatkan, akan tetapi kaifiyat (tata cara) tahlilan inilah yang bid’ah yang
diada-adakan yang tidak dikenal oleh Nabi dan para sahabatnya. Kreasi tata cara inilah
yang diingkari oleh para ulama syafi’iyah, selain merupakan perkara yang muhdats juga
bertentangan dengan nas (dalil) yang tegas
Dari jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu : “kami memandang berkumpul di rumah
keluarga mayat dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayat termasuk
niyaahah.”
Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Saajah dengan sanad yang shahih.

Bahwasannya orang yang nekat untuk mengadakan tahlilan dengan alasan untuk
mendoakan mayat dan menyedekahkan makanan, kondisinya sama seperti orang yang
nekat sholat sunnah diwaktu- waktu terlarang. meskipun ibadah sholat sangat dicintai
oleh Allah, akan tetapi Allah telah melarang melaksanakan sholat pada waktu-waktu
terlarang. Untuk berbuat baik kepada sang mayat maka kita bisa menempuh cara-cara
yang disyariatkan, sebagaimana telah lalu. Diantaranya adalah mendoakannya kapan saja
tanpa harus acara khusus tahlilan, dan juga bersedakah kapan saja, berkurban atas nama
mayat, menghajikan dan mengumrohkan sang mayat.

Al-Qur’an diturunkan Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk,
rahmat, cahaya, kabar gembira dan peringatan. Maka kewajiban orang-orang yang
beriman untuk membacanya, merenungkannya, memahaminya, mengimaninya,
mengamalkan dan berhukum dengannya. Hikmah ini tidak akan diperoleh seseorang

6
yang sudah mati. Bahkan mendengar saja mereka tidak mampu. “Sesungguhnya kamu
tidak dapat menjadikan orang-orang mati itu mendengar.” (Terjemah An-Naml: 80).
Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya seseorang itu tidak akan menanggung
dosa seseorang yang lain dan bahwasanya manusia tidak akan memperolehi ganjaran
melainkan apa yang telah ia kerjakan.” (An-Najm: 38-39).
Berkata Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir rohimahulloh:
“Melalui ayat yang mulia ini, Imam Syafi’i rohimahulloh dan para pengikutnya
menetapkan bahwa pahala bacaan (Al-Qur’an) dan hadiah pahala tidak sampai kepada
orang yang mati, karena bacaan tersebut bukan dari amal mereka dan bukan usaha
mereka. Oleh karena itu Rasulullah tidak pernah memerintahkan umatnya, mendesak
mereka untuk melakukan perkara tahlil dan yasinan tersebut dan tidak pula menunjuk hal
tersebut (menghadiahkan bacaan kepada orang yang mati) walaupun hanya dengan
sebuah dalil pun.”

Adapun dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan surat Yasin jika dibaca secara
khusus tidak dapat dijadikan hujjah. Membaca surat Yasin pada malam tertentu, saat
menjelang atau sesudah kematian seseorang tidak pernah dituntunkan oleh syari’at Islam.
Bahkan seluruh hadits yang menyebutkan tentang keutamaan membaca Yasin tidak ada
yang sahih sebagaimana ditegaskan oleh Al Imam Ad Daruquthni.
Islam telah menunjukkan hal yang dapat dilakukan oleh mereka yang telah ditinggal mati
oleh teman, kerabat atau keluarganya yaitu dengan mendo’akannya agar segala dosa
mereka diampuni dan ditempatkan di surga Allah SWT. Sedangkan jika yang meninggal
adalah orang tua, maka termasuk amal yang tidak terputus dari orang tua adalah do’a
anak yang sholih karena anak termasuk hasil usaha seseorang semasa di dunia.
Jadi, tidak perlu repot-repot mengadakan kenduri, yasinan dan perbuatan lainnya yang
tidak ada tuntunannya dari Rasulullah.. Bahkan apabila dikaitkan dengan waktu malam
Jum’at, maka ada larangan khusus dari Rasulullah yakni seperti yang termaktub dalam
sabdanya:
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam: Janganlah kamu khususkan
malam Jum’at untuk melakukan ibadah yang tidak dilakukan pada malam-malam yang
lain.” (HR. Muslim). Bukankah lebih baik beribadah sedikit namun ada dalilnya dan
istiqomah mengerjakannya dibanding banyak beribadah tapi sia-sia? Rosululloh
shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal yang tidak ada
tuntunannya dari kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim).

7
2.4 Kesimpulan kelompok

Maka dapat kami simpulkan bahwa dinamai yasinan karena diantara


bacaannya adalah surat yasin yang menurut mereka ada berbagai keutamaan lebih
dibanding surat-surat yang lain dan dinamai tahlilan karena termasuk yang dibaca
diantara dzikir-dzikirnya adalah kalimat “la ilaha illalloh”. Menurut kelompok kami
yasinan dan tahlilan merupakan adat istiadat dari zaman dulu. Yang berasal dari
campuran agama hindu terdahulu. Acara yasinan dan tahlilan bukan suatu amalan yang
wajib bahkan tidak ada hadist dasar yang shahih untuk melaksanakannya dalam syariat
islam. Bisa dikatakan ini hanya tradisi ikut- ikutan. Jadi, kita lakukanlah amalan yang
terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits.

Sudah menjadi keladziman kalau setiap ada yasinan dan tahlilan pasti ada aneka
hidangan makanan yang biasanya lebih dari sekedarnya. Padahal Nabi Muhammad SAW
menganjurkan supaya para tetangga memberi atau menyediakan makanan kepada
keluarga si mayit. Para tetangga dan Sanak famili supaya datang ikut bela sungkawa
dengan membawa sesuatu untuk menyegerakan si mayit.

Jadi, yang menyediakan makanan adalah tetangga untuk keluarga si mayit, bukan
yang terkena musibah menyediakan makanan buat orang yang datang. Dan hadits lain
menjelaskan bahwa menyediakan atau menghidangkan makanan dalam upacara kematian
adalah termasuk meratap yang dilarang oleh Agama, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW.

8
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pemahaman masyarakat pada saat sekarang ini mengenai waktu diadakannya yasinan
dan alasan diadakannya yasinan itu sendiri salah. Karena seperti yang tercantum di
dalam Al-Quran ataupun hadits tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa yasinan harus
dibaca pada saat malam jumat ataupun pada hari-hari tertentu lainnya. Baik itu untuk
ziarah kubur, selamatan, ataupun 7 harian, 10 harian dll. Meskipun terdapat hadits-hadits
yang juga mengatakan bahwa yasinan dibaca pada malam jumat, akan tetapi hadits
tersebut sifatnya lemah. Al-Quran juga memerintahkan umatnya untuk membaca semua
surah-surah di dalam Al-Quran, termasuk yasin. Membaca Al-Quran juga akan membuat
hati menjadi lebih tentram, seperti dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al-Ankabut : 45)

Banyak upacara adat yang menjadi tradisi di beberapa lingkungan masyarakat Islam
yang sebenarnya tidak diajarkan dalam Islam. Tradisi tersebut ternyata bukan bersumber
dari agama Islam tetapi bersumber dari agama hindu. Adat istiadat dan budaya yang
dianggap sebagai tradisi yang telah mendarah daging di dalam kehidupan sebagian
masyarakat negeri ini, menurut sejarah sebagai warisan dari kultur nenek moyang
manusia primitif dengan kepercayaannya pada animisme dan dinamisme.

3.2. Saran

Janganlah kalian mendekati apa yang tidak diwajibkan dan disunahkan dalam Al
Qura’an dan hadits. Kita bisa menolak untuk menghadiri acara yasinan dan tahlil dengan
alasan yang logis. Meski awalnya kita akan dikucilkan tapi kita tetap bepegang teguh
pada Al- Qur’an dan Hadits. Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan ini
meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan
ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan ini. karna penulis manusia yang ada tempat
salah dan dosa.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://makalahanalisis surat al- an’am/catatan muis.wordpress.com/googlesearch/16-04-2011

http://temonsoejadi.wordpress.com/2012/06/05/tahlilan-yasinan-kok-dianggap-bidah-kenapa/

Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera,
1989).

Abu Ihsan Al Atsari, bincang-bincang yasinan tahlilan dan maulid nabi, (At Tibyan , 2005).

10

Anda mungkin juga menyukai