Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari agama sudah menjadi kebutuhan bagi manusia.


Agama berperan penting dalam memberi arah menuju Tuhan sebagai
keseimbangan dan kelangsungan hidup manusia. Agama juga bisa dikatakan
sebagai way of life karena menjadi pedoman hidup manusia. Agama juga
memiliki fungsi tersendiri bagi manusia baik sebagai fungsi sosial maupun
individu. Fungsi tersebut mempunyai kekuatan yang besar dalam menggerakan
komunitas sosial. Sehingga dalam keadaan seperti ini, sulit sekali untuk
membedakan antara sesuatu yang murni agama dan interpretasi atas agama.
Sesuatu yang murni agama, memiliki nilai-nilai sakralitas yang tinggi dan bersifat
absolut. Sedangkan sesuatu yang bersifat dinamis merupakan hasil pemikiran
manusia terhadap wahyu-wahyu Tuhan.

Namun, dalam realitasnya, terkadang mengalami kesulitan untuk membedakan


antara keduanya karena secara sadar maupun tidak terjadi pencampuradukan
makna antara agama yang murni bersumber dari Tuhan dengan pemikiran agama
yang bersumber dari manusia. Perkembangan selanjutnya, hasil dari pemikiran
agama tidak jarang telah berubah menjadi agama itu sendiri, sehingga ia seakan-
akan disakralkan dan berubah menjadi sebuah tradisi keagamaan bagi
masyarakat.  Seperti pemahaman seseorang tehadap tradisi Tahlilan danYasinan.

Tidak mengherankan jika masyarakat cenderung menciptakan tradisi


keagamaan sebagai ekspresi atas spitualitasnya, seperti tradisi Tahlilan dan
Yasinan yang masih diyakini oleh masyarakat. Sebagai manusia yang beragama
dan patuh pada ajaran agama, sebisa mungkin manusia mendekatkan dirinya
kepada Tuhan agar dianggap sebagai manusia yang taat dan patuh pada agama.
Tuhan dihadirkan dalam ritual-ritual keagamaan. Dari keadaan tersebut, manusia
mendapatkan totalitas kekentraman batin yang tak terdiskripsikan atas
pengalaman agama yang dijalaninya.

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 1


Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah
Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan
seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-
adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus)
ke neraka”. (HR. Muslim).

“Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita


yang bukan dari ajarannya maka tertolak”. (HR. Bukhari)

Suatu ibadah tidak akan diterima kecuali dengan dua syarat:


1. Menjadikannya ikhlash semata-mata karena Allah Ta'ala.
2. Hendaknya ia sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah.SAW
sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits dalam kajian ini.

Dari hadist diatas nabi berpesan agar kita tidak mengada-ada dalam urusan
agama, baik dalam bentuk ibadah maupun amalan-amalan lainnya yang dianggap
sebagai ibadah tapi nabi sendiri tidak pernah melakukan dan menganjurkan
kepada umatnya. Karena setiap amalan yang dilakukan itu jika tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW maka amalan itu akan tertolak (sia-sia).

Sesuatu yang baru dalam urusan agama disebut sebagai bid’ah. Dan bid’ah itu
sendiri dapat mengantarkan seseorang kedalam kesesatan yang akan berakhir
kedalam neraka.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Tahlilan itu?


2. Apakah Yasinan itu?
3. Bagaimana asal-usul Tahlilan?
4. Bagaimana pandangan Islam mengenai Tahlilan?
5. Bagaimana hukum dan dalil mengenai Tahlilan dan Yasinan?

C. Tujuan

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 2


1. Meningkatkan iman dan taqwa kepada ALLAH SWT.
2. Menginformasikan kepada pembaca hukum mengenai Tahlilan dan
Yasinan guna menambah pengetahuan dan wawasan
3. Menginformasikan kepada pembaca asal-usul Tahlilan dan Yasinan

BAB II

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 3


PEMBAHASAN

A. Pengertian

Tahlilan secara etimologi merupakan bentuk masdar dari kata ‫تَ ْهلِيْال‬ -ُ‫يُهَلِّل‬ -‫هَلَّل‬
 ً yang artinya mengucapkan lafal  ُ‫الَ إلهَ إالّ هللا‬. Sedangkan secara terminologi adalah
acara ritual (seremonial) memperingati hari kematian yang biasa dilakukan oleh
umumnya masyarakat Indonesia. Acara tersebut diselenggarakan ketika salah
seorang anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama setelah
proses penguburan selesai dilakukan. Seluruh keluarga, handai taulan serta
masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga si mayit hendak
menyelenggarakan acara pembacaan ayat al-Qur’an, dzikir dan do’a-do’a yang
ditujukan untuk si mayit di alam “sana”. Karena dari sekian materi bacaannya
terdapat kalimat tahlil (ُ‫هَ إالَّ هللا‬Q ‫)الَ إل‬ yang diulang-ulang ratusan kali maka acara
tersebut biasa dikenal dengan istilah “tahlilan”.

Yasinan adalah membaca surat Yasin, baik sendirian atau bersama-sama.


Dalam kebersamaan ini bisa membacanya sendiri-sendiri atau membacanya secara
kor (berjamaah). Motif yang mendasarinya adalah  keyakinan bahwa pahala
bacaan dikirimkan kepada orang yang sudah meninggal,  untuk mengiringi proses
kematian seseorang (keadaan sakit kritis yang diperkirakan kuat menuju kematian
atau dalam keadaan sakaratul maut agar yang dibacakannya ini cepat sembuh atau
segera matisecara mudah atas dasar kasih sayang Allah dan yang  melihatnya
merasa kasihan terhadap  penderitaan yang sedang sakaratul maut ini, atau
dikirimkan kepada orang yang masih hidup tetapi diperlakukan seperti orang yang
sudah meninggal, seperti orang pergi haji. Selama haji ia diupacarai yasinan pada
hari pertama dari pemberangkatannya hingga hari ke tujuh yang selanjutnya setiap
malam Jumat hingga yang bersangkutan kembali sampai di rumah dengan
selamat. Upacara Yasinan hampir selalu menyatu dengan tahlilan.

Tradisi pembacaaan Yasinan merupakan tradisi lama yang masih dipegang


oleh kalangan masyarakat Indonesia. Tradisi ini merupakan bentuk ijtihad para
ulama untuk mensyiarkan Islam dengan jalan mengajak masyarakat agraris yang

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 4


penuh mistis dan animisme untuk mendekatkan diri pada ajaran Islam melalui
cinta membaca Al Qur’an, salah satunya Surat Yasin sehingga disebut sebagai
Yasinan.

Yasinan dilakukan dalam waktu waktu tertentu misalnya malam Jumat yang
dilaksanakan di masjid atau dirumah rumah warga secara bergiliran setiap
minggunya. Selain pada malam Jum’at yasinan juga dilaksanakan untuk
memperingati dan “mengirim” doa bagi keluarga yang telah meninggal pada
malam ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan keseribu. Masyarakat
mempercayai bahwa dengan membaca surat Yasin maka pahala atas pembacaan
itu akan sampai pada si mayat. Ada pula acara Yasinan ini dilakukan untuk
meminta hajat kepada Tuhan agar dipermudah dalam mencari rizki maupun
meminta hajat agar orang yang sakit dan sudah tidak ada harapan lagi untuk
sembuh karena tanda-tanda akan diakhirinya ke hidupan ini sudah jelas, maka
surat Yasin menjadi pengantar kepulangannya ke hadirat Allah. Masyarakat
melaksanakan tradisi ini karena turun temurun. Artinya tradisi ini merupakan
peninggalan dari nenek moyang mereka, dimana Islam mengadopsinya sebagai
bagian dari ritual keagamaan. Dari pelaksanaan tradisi ini maka ada makna yang
lain selain dari arti ayat ayat yang dibaca secara bersama sama.

Sudah menjadi hal yang umum jika tradisi Yasinan digunakan sebagai Majelis
taklim dan dzikir mingguan masyarakat dan sebagai media dakwah agar
masyarakat menjadi lebih dekat dengan Tuhannya. Namun di sisi lain tradisi
Yasinan bisa dimaknai sebagai forum silaturahmi warga, yang tadinya tidak kenal
menjadi kenal, yang tadinya tidak akrab menjadi lebih akrab. Kegotong royongan,
solidaritas sosial, tolong menolong, rasa simpati dan empati juga merupakan sisi
lain dari adanya tradisi Yasinan. Kegotong royongan ketika mengadakan acara.
Tolong menolong agar acaranya berjalan sesuai yang diharapkan. Rasa empati dan
simpati ketika ada seseorang kerabatnya yang kesusahan atau kerababnya yang
meninggal. Semua itu merupakan makna lain yang terkandung dalam tradisi
Yasinan.

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 5


Tradisi Yasinan juga dapat dipandang sebagai perekat hubungan sosial warga,
ketika mengikuti acara Yasinan maka warga yang kemarin tidak kenal satu sama
lain akan menjadi kenal. Dengan acara seperti ini dapat mempererat tali
silaturahmi antar sesama warga. Disamping itu juga dengan keikutsertaan warga
mengikuti acara Yasinan dapat menumbuhkan rasa empati dan simpati masyarakat
untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang mengadakan acara
Yasinan. Dalam persiapannya menyajikan makanan, para kaum perempuan dan
laki-laki saling gotong royong untuk membuatkan masakan yang telah dibiyayai
oleh tuan rumah yang memiliki hajat. Oleh karena itu acara Yasinan sangat
berpengaruh terhadap solidaritas warga masyarakat, karena saling membantu satu
sama lain.

Makna lain ialah nilai ekonomis, dimana dalam yasinan terkadang ada
suguhan makanan baik berupa snack, makan, dan berkat yang dibawa pulang.
Kadang juga ada yang memberikan sajadah dan diberi tulisan bahwa yasinan ini
sebagai peringatan kematian anggota keluarga. Tentunya bagi warga ini
merupakan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan bagi keluarganya. Yang
lebih unik lagi bagi yang mengadakan acara Yasinan, terkadang bila tidak ada
uang untuk melaksanakan hal tersebut mereka rela menjual harta yang ada misal
sawah, perhiasan atau ternak. Untuk memberi hidangan pun ada yang sampai
menyembelih sapi walau saat hari raya qurban malah tidak pernah berqurban.
Gotong royong dalam penyajian makanan pun menjani nilai ekonomis bagi
masyarakat karena dapat mengurangi pengeluaran tenaga dan waktu.

Disamping itu, konsep theology dan filsafat yang terdapat pada Yasinan turut
serta dalam membentuk mental solidaritas. Misalnya engaruh dari konsep
theology, masyarakat percaya bahwa dosa mereka terhadap sesama manusia itu
dapat tertutupu dengan amalan-amalan yang baik yang dilakukan selama hidup
dibumi dengan bertindak sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan hadits, sehingga
pada konsep filsafat, sebagai manusia yang tidak bisa hidup sendirian yang
membutuhkan orang lain maka haruslah saling tolong menolong sesama manusia

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 6


apalagi sesama umat muslim, supaya dapat mempersatukan umat muslim
seutuhnya dan menghindari pertikaian.

Dinamai yasinan karena diantara bacaannya adalah surat yasin yang menurut
mereka ada berbagai keutamaan lebih dibanding surat-surat yang lain dan dinamai
tahlilan karena termasuk yang dibaca diantara dzikir-dzikirnya adalah kalimat “la
ilaha illalloh”. Sudah menjadi keladziman kalau setiap ada yasinan dan tahlilan
pasti ada aneka hidangan makanan yang biasanya lebih dari sekedarnya. Padahal
Nabi Muhammad SAW menganjurkan supaya para tetangga memberi atau
menyediakan makanan kepada keluarga si mayit. Para tengga dan Sanak famili
supaya datang ikut bela sungkawa dengan membawa sesuatu untuk menyegerakan
si mayit.

Sebagaimana Sabda Nabi SAW: Artinya : Dari Abdullah bin Ja’far berkata :
“…Tatkala datang berita terbunuhnya Ja’far, Nabi SAW bersabda : Buatlah
makanan untuk keluarga Ja’far. Sesungguhnya mereka tengah ditimpa musibah
yang menyibukkan mereka” (HR. Abu Dawud, Tirmnidzi, Ibnu Majah).

Jadi yang menyediakan makanan adalah tetangga untuk keluarga si mayit,


bukan yang terkena musibah menyediakan makanan buat orang yang datang. Dan
hadits lain menjelaskan bahwa menyediakan atau menghidangkan makanan dalam
upacara kematian adalah termasuk meratap yang dilarang oleh Agama,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW Artinya : “Dari Jarir al-Balaji berkata :
Adalah kami (shahabat-shahabat nabi SAW) menganggap berkumpul-berkumpul
ke rumah ahli mayat dan membikin makanan sesudah ditanamnya itu (termasuk)
meratap”. (HR. Ibnu Majah)

Kata yasinan dan tahlilan seakan telah mendarah daging dihati masyarakat
luas, terutama ditanah air kita Indonesia. Secara umum dapat dipahami bahwa dua
kata tersebut biasanya berkaitan dengan peristiwa kematian. Yang mana dua kata
ini diungkapkan dalam bentuk suatu acara peringatan terhadap kematian. Acara
yang diadakan oleh ahli mayit ini dihadiri oleh para kerabat, para tetangga,
masyarakat sekitar dan terkadang dengan mengundang beberapa orang jauh yang
dianggap penting bagi ahli mayit. Bahkan tidak jarang mendatangkan kyai dan

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 7


sesepuh yang dianggap berpengaruh didaerah tersebut. Hanya saja dibeberapa
tempat ada yang dibedakan antara yasinan yang biasanya diadakan pada malam
jum’at dengan tahlilan yang dikaitkan dengan hitungan perhari dari kematian atau
kadang disatukan dua acara tersebut dalam satu acara. Dimulai dengan pujian,
surat yasin atau surat-surat yang lain, dzikir-dzikir serta doa-doa yang ditujukan
untuk si mayit dialam kubur. Sampai diakhiri dengan hidangan aneka makanan
yang lebih dari ala kadarnya, biasanya ditambah lagi dengan buah tangan (berkat)
untuk dibawa pulang.

Dan acara yang banyak dijumpai di pedesaan ternyata dijumpai juga di daerah
perkotaan. Hanya saja kalau didaerah perkotaan biasanya acara ini berlangsung
agak ringkas, dan aneka makanannya dihidangkan lebih praktis yaitu dengan cara
membagi nasi kotak plus minuman didalamnya atau semisalnya. Acara ini tidak
hanya sekali saja diadakan, bahkan biasanya akan diadakan dari hari pertama dan
atau diteruskan sampai hari ketiga atau ketujuh dari hari kematian. Acara ini asal-
usulnya adalah nenek moyang yang sudah berabad-abad lamanya dan entah siapa
pencetusnya, yang jelas acara ini dimaksudkan untuk mengirimkan pahala bacaan-
bacaan khusus buat mayit. Acara ini telah menjadi satu keharusan yang
memberatkan dan terpaksa harus diadakan oleh ahli mayit. Sehingga sulit untuk
dihindarkan, apalagi dihapuskan. Bahkan tidak jarang diantara mereka harus
menghutang kesana-kemari demi hanya untuk mengadakan acara tersebut. Karena
ternyata menurut pengakuan mereka yang telah meninggalkan acara yang
memberatkan ini, alasan yang paling kuat mengapa mereka harus mengadakannya
adalah takut diasingkan, dianggap melawan adat dan tidak bermasyarakat kalau
tidak menyelenggarakan acara itu.  

Tidak hanya cukup disitu, bahkan beberapa orang yang gemar mendatangi
acara ini tidak segan-segan mengatakan ini adalah sunnah rasul yang seyogyanya
terus dilestarikan, baik dengan menyitir hadist-hadist Nabi (padahal hadistnya
lemah dan palsu) atau menafsirkan hadist-hadist dengan penafsiran yang jauh dari
kebenaran, atau sekedar mengutip fatwa-fatwa guru mereka.

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 8


B. Asal Usul

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, telah ada berbagai kepercayaan yang di


anut oleh sebagian besar penduduk tanah air ini, di antara keyakinan-keyakinan
yang mendominasi saat itu adalah animisme dan dinamisme. Di antara mereka
meyakini bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan di
sekitar rumah selam tujuh hari, kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat
tersebut dan akan kembali pada hari ke empat puluh, hari keseratus dan hari
keseribunya atau mereka mereka meyakini bahwa arwah akan datang setiap
tanggal dan bulan dimana dia meninggal ia akan kembali ke tempat tersebut, dan
keyakinan seperti ini masih melekat kuat di hati kalangan awan di tanah air ini
sampai hari ini.

Sehingga masyarakat pada saat itu ketakutan akan gangguan arwah tersebut
dan membacakan mantra-mantra sesuai keyakinan mereka. Setelah Islam mulai
masuk di bawa oleh para Ulama’ yang berdagang ke tanah air ini, mereka
memandang bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang menyelisihi syari’at Islam,
lalu mereka berusaha menghapusnya dengan perlahan, dengan cara memasukkan
bacaan-bacaan berupa kalimat-kalimat thoyyibah sebagai pengganti mantra-
mantra yang tidak dibenarkan menurut ajaran Islam dengan harapan supaya
mereka bisa berubah sedikit dan mininggalkan acara tersebaut menuju ajaran
Islam yang murni. Akan tetapi sebelum tujuan akhir ini terwujud, dan acara
pembacaan kalimat-kalimat thoyibah ini sudah menggantikan bacaan mantra-
mantra yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, para Ulama’ yang bertujuan baik
ini meninggal dunia, sehingga datanglah generasi selanjutnya yang mereka ini
tidak mengetahui tujuan generasi awal yang telah mengadakan acara tersebut
dengan maksud untuk meninggalkan secara perlahan. Perkembangan selanjutnya
datanglah generasi setelah mereka dan demikian selanjutnya, kemudian
pembacaan kalimat-kalimat thoyibah ini mengalami banyak perubahan baik
penambahan atau pengurangan dari generasi ke generasi, sehingga kita jumpai
acara tahlilan di suatu daerah berbeda dengan prosesi tahlilan di tempat lain
sampai hari ini.

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 9


Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam
di pulau Jawa adalah para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang
popular dengan sebuatan Wali Songo. Atas perjuangan mereka, berhasil
mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berpusat di
Demak, Jawa Tengah.

Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di


tanah Jawa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat
kesulitan dalam membuang adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka
yang telah masuk Islam.

Para ulama yang sembilan (Wali Songo) dalam menanggulangi masalah adat
istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu
ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN. Aliran Giri adalah suatu aliran yang
dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat
(Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain. Aliran ini dalam
masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha,
Hindu, keyakinan Animisme dan Dinamisme. Orang yang dengan suka rela
masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat
lama yang bertentangan dengan syari’at Islam tanpa reseve. Karena murninya
aliran dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut
ISLAM PUTIH.

Adapun aliran Tuban adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid
(Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus,
dan Sunan Gunung Djati. Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu
terhadap pengikutnya yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama
yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk
Islam.Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari Syari’at Islam. Maka
para wali aliran Tuban berusaha adat istiadat Budha, Hindu, Animisme dan
Dinamisme diwarnai keislaman.Karena moderatnya aliran ini maka pengikutnya
jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengikut aliran Giri yang radikal. Aliran

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 10


ini sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampur adukan Syari’at
Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran Islam Abangan.

Dengan ajaran agama Hindu yang terdapat dalam kitab Brahmana. Sebuah


kitab yang isinya mengatur tata cara pelaksanaan kurban, sajian-sajian untuk
menyembah dewa-dewa dan upacara menghormati roh-roh untuk menghormati
orang yang telah mati (nenek moyang) ada aturan yang disebut Yajna besar dan
Yajna kecil.

Yajna besar dibagi menjadi dua bagian yaitu Hafiryayajna dan


Somayajna. Somayajna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu.Adapun
Hafiryayajna untuk semua orang. Hafiryayajna terbagi menjadi empat bagian
yaitu Aghnidheya, Pinda Pitre Yajna, Catur masya, dan Aghrain. Dari empat
macam tersebut ada satu yang sangat berat dibuang sampai sekarang bagi orang
yang sudah masuk Islam adalah upacara Pinda Pitre Yajna yaitu suatu upacara
menghormati roh-roh orang yang sudah mati.

Dalam upacara Pinda Pitre Yajna, ada suatu keyakinan bahwa manusia setelah
mati, sebelum memasuki karman, yakni menjelma lahir kembali ke dunia ada
yang menjadi dewa, manusia, binatang dan bahkan menjelma menjadi batu,
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup,
dari 1-7 hari roh tersebut masih berada dilingkungan rumah keluarganya. Pada
hari ke 40, 100, 1000 dari kematiannya, roh tersebut datang lagi ke rumah
keluarganya.Maka dari itu, pada hari-hari tersebut harus diadakan upacara saji-
sajian dan bacaan mantera-mantera serta nyanyian suci untuk memohon kepada
dewa-dewa agar rohnya si pulan menjalani karma menjadi manusia yang baik,
jangan menjadi yang lainnya.

Pelaksanaan upacara tersebut diawali dengan Aghnideya, yaitu menyalakan


api suci (membakar kemenyan) untuk kontak dengan para dewa dan roh si pulan
yang dituju. Selanjutnya diteruskan dengan menghidangkan saji-sajian berupa
makanan, minuman dan lain-lain untuk dipersembahkan ke para dewa, kemudian
dilanjutkan dengan bacaan mantra-mantra dan nyanyian-nyanyian suci oleh para
pendeta agar permohonannya dikabulkan.

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 11


Pada masa para wali di bawah pimpinan Sunan Ampel, pernah diadakan
musyawarah antara para wali untuk memecahkan adat istiadat lama bagi orang
yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah tersebut Sunan Kali Jaga selaku
Ketua aliran Tuban mengusulkan kepada majlis musyawarah agar adat istiadat
lama yang sulit dibuang, termasuk didalamnya upacara Pinda Pitre Yajna
dimasuki unsur keislaman.

Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu sebab para ulama
(wali) tahu benar bahwa upacara kematian adat lama dan lain-lainnya sangat
menyimpang dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Mendengar usulan Sunan
Kali Jaga yang penuh diplomatis itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali
pada waktu itu dan sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan
pertanyaan sebagai berikut :

“Apakah tidak dikhawatirkan di kemudian hari, bahwa adat istiadat lama itu
nanti akan dianggap sebagai ajaran Islam, sehingga kalau demikian nanti apakah
hal ini tidak akan menjadikan bid’ah”.

Pertanyaan Sunan Ampel tersebut kemudian dijawab oleh Sunan Kudus


sebagai berikut : “Saya sangat setuju dengan pendapat Sunan Kali Jaga”.

Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat tidak
menyetujui, akan tetapi mayoritas anggota musyawarah menyetujui usulan Sunan
Kali Jaga, maka hal tersebut berjalan sesuai dengan keinginannya. Mulai saat
itulah secara resmi berdasarkan hasil musyawarah, upacara dalam agama Hindu
yang bernama Pinda Pitre Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban
yang kemudian dikenal dengan nama nelung dina, mitung dina, matang puluh,
nyatus, dan nyewu.

Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara seperti itu yang
berkembang subur, akan tetapi keyakinan animisme dan dinamisme serta upacara-
upacara adat lain ikut berkembang subur. Maka dari itu tidaklah heran muridnya
Sunan Kali Jaga sendiri yang bernama Syekh Siti Jenar merasa mendapat peluang
yang sangat leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam. Dari

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 12


hasil olahannya, maka lahir suatu ajaran kleni / aliran kepercayaan yang berbau
Islam. Dan tumbuhlah apa yang disebut “Manunggaling Kaula Gusti” yang
artinya Tuhan menyatu dengan tubuhku. Maka tatacara untuk mendekatkan diri
kepada Allah lewat shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya tidak usah
dilakukan.

Sekalipun Syekh Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang
cukup banyak sudah menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan seperti
itu hidup subur sampai sekarang.

Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin jauh dari
ajaran Islam yang sebenarnya. para Ulama aliran Giri yang terus mempengaruhi
para raja Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menegakkan
syari’at Islam yang murni mendapat kecaman dan ancaman dari para raja Islam
pada waktu itu, karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban. Sehingga
pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke Pajang agar
terlepas dari pengaruh para ulama aliran Giri.

Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja Amangkurat I, para
ulama yang berusaha mempengaruhi keraton dan masyarakat, mereka ditangkapi
dan dibunuh/dibrondong di lapangan Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama.
Melihat tindakan yang sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka
Trunojoyo Santri Giri berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang
Amangkurat I. Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai
pengganti ayahnya, ia membalas dendam terhadap Truno Joyo yang menyerang
pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC menyerang Giri Kedaton
dan semua upala serta santri aliran Giri dibunuh habis-habisan, bahkan semua
keturunan Sunan Giri dibunuh pula. Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-
ulama penegak Islam yang konsekwen. Ulama-ulama yang boleh hidup dimasa itu
adalah ulama-ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri dengan
keadaan masyarakat yang ada.maka bertambah suburlah adat-istiadat lama yang
melekat pada orang-orang Islam, terutama upacara adat Pinde Pitre Yajna dalam
upacara kematian. Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 13


seorang ulamapun yang muncul untuk mengikis habis adat-istiadat lama yang
melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna. Baru pada tahun 1912 M, muncul
seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H. Ahmad Dahlan yang berusaha sekuat
kemampuannya untuk mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur’an dan
As Sunnah, karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat
Indonesia telah banyak dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal dari Al
Qur’an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela perbuatan khurafat dan bid’ah
sehingga umat Islam hidup dalam keadaan konservatif dan tradisional.

Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis habis segala
adat istiadat Budha, Hindu, animisme, dinamisme yang melekat pada Islam, akan
tetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran pembaharuan dalam Islam, agar umat
Islam menjadi umat yang maju seperti umat-umat lain. Akan tetapi aneh bin ajaib,
kemunculan beliau tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu sendiri, yang
ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju untuk
membuang beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah diwarnai
keislaman yang telah dilestarikan oleh ulama-ulama aliran Tuban dahulu, yang
antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi nafas Islam, yang terkenal dengan
nama upacara nelung dina, mitung dina, matang dina, nyatus, dan nyewu. Pada
tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan didirikannya organisasi yang
diberi nama “Nahdhotul Ulama” yang disingkat NU. Pada muktamarnya di
Makasar NU mengeluarkan suatu keputusan yang antara lain :

“Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan tahlil
yang sistimatikanya seperti yang kita kenal sekarang di masyarakat”.

Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang NU. Sehingga


semua acara yang bersifat keagamaan diawali dengan bacaan tahlil, termasuk
acara kematian. Mulai saat itulah secara lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna
yang diwarnai keislaman berubah nama menjadi tahlilan sampai sekarang. Sesuai
dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, maka istilah tahlilan
dalam upacara kemagian hanya dikenal di Jawa saja.Di pulau-pulau lain seluruh
Indonesia tidak ada acara ini.Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 14


pulau Jawa saja. Apalagi di negara-negara lain seperti Arab, Mesir, dan negara-
negara lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara tahlilan
dalam kematian ini.

C. Tahlilan Menurut Islam

Acara tahlilan paling tidak  terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:

1. Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai


dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si
mayit.
2. Penyajian hidangan makanan.

Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun
secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam. Pada dasarnya, pihak
yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih)
melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan)
dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat
atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun
berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan
hidangan dengan niatan shadaqah.

Bacaan Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan/dihadiahkan


kepada si mayit. Memang benar Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya
menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdoa. Namun apakah
pelaksanaan membaca Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a diatur sesuai
kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang
diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah SAW
dan para sahabatnya bisa dibenarkan. Kesempurnaan agama Islam merupakan
kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah
subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 15


“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku
sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.”
(Al Maidah: 3)

Juga Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ِ َّ‫َي ٌء يُقَرِّبُ ِمنَ ْال َجنَّ ِة َويُبَا ِع ُد ِمنَ الن‬


‫ار إِالَّ قَ ْد بُيِّنَ لَ ُك ْم‬ ْ ‫َما بَقِ َي ش‬

“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan
menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian
semuanya.” (H.R Ath Thabrani)

Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu
bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada
suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah
dijelaskan oleh Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam.

Suatu ketika Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam mendengar berita


tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat
tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan
bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya
tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam menegur
mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu?
Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan
saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah
golonganku.” (Muttafaqun alaihi)

Ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu
wata’ala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan
mengikuti petunjuk Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu
wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):

“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa
diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 16


Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya”
ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah
shalAllahu ‘alaihi wasallam.

Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum
(puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai
tuntunan sunnah Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam.

Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti
peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah
shalAllahu ‘alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak. Simaklah firman
Allah subhanahu wata’ala (artinya):

“Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang


paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah
berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)

Lebih ditegaskan lagi dalam hadits ‘Aisyah radhiAllahu ‘anha, Rasulullah


shalAllahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَه َُو َر ٌّد‬


َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬

“Barang siapa yang beramal  bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut
tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)

Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

ْ ‫ت الب‬
‫ُطالَنُ َحتَّى يَقُوْ َم َدلِ ْي ٌل َعلَى األَ ْم ِر‬ ِ ‫فَاألَصْ ُل فَي ْال ِعبَادَا‬

“Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang
memerintahkannya.”

Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam


agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah
subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 17


perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-
Nya menganggapnya jelek. Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy
Syafi’I:

‫َم ِن ا ْستَحْ سَنَ فَقَ ْد َش َر َع‬

“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’
(syari’at) sendiri”.

Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafi’i
tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau
diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan
sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala
(artinya):

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa


yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39).

D. Penyajian Hidangan Makanan.

Memang secara sepintas pula, penyajian hidangan untuk para tamu merupakan
perkara yang terpuji bahkan dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun
manakala penyajian hidangan tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik
untuk sajian tamu undangan tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum
tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalAllahu
‘alaihi wasallam bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabatnya
radhiAllahu ‘anhum. Jarir bin Abdillah radhiAllahu ‘anhu–salah seorang sahabat
Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam berkata: “Kami menganggap/ memandang
kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh
keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (H.R Ahmad,
Ibnu Majah dan lainnya)

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 18


Sehingga acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan hidangan
dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama menurut
pendapat para sahabat Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam dan para ulama
salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy
Syafi’i dalam masalah ini. Kami sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy
Syafi’i, karena mayoritas kaum muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab
Syafi’i. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya
yang terkenal yaitu ‘Al Um’, “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di
rumah keluarga mayit) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu
akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul
Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)

Al Imam An Nawawi seorang imam besar dari madzhab Asy Syafi’i setelah
menyebutkan perkataan Asy Syafi’i diatas didalam kitabnya Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab berkata: “Ini adalah lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah
yang diikuti oleh murid-murid beliau. Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab
(Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi dengan argumen lain yaitu bahwa
perbuatan tersebut merupakan perkara yang diada-adakan dalam agama (bid’ah).

Malah yang semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang


menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, supaya meringankan beban yang
mereka alami. Sebagaimana bimbingan Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam
dalam hadistnya:

‫اصْ نَعُوا آل ِل َج ْعفَ َر طَ َعا ًما فَقَ ْد أَتَاهُ ْم أَ ْم ٌر يُ ْش ِغلُهُ ْم‬

“Hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, Karena telah datang perkara


(kematian-pent) yang menyibukkan mereka.” (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan
lainnya)

Mudah-mudahan pembahasan ini bisa memberikan penerangan bagi semua


yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya permasalahan. Wallahu ‘a’lam.
E. Dalil yang Menganjurkan

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 19


 Dalil naqli

Orang yang membolehkan ritual Tahlilan, mereka mempunyai dalil-dalil yang


menurut mereka bisa dipertanggung-jawabkan. Dalil tersebut meliputi
dalil naqli dan dalil aqli. Adapun dalil naqli yang mereka kemukakan adalah dalil
yang diambil dari kitab Hasyiyah ‘ala Maraqy al-Falah karangan Ahmad ibn
Ismail at-Thahawy, yaitu (yang artinya) :

“Dimakruhkannya hukum penghidangan makanan kepada keluarga mayit


bertentangan dengan keterangan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu
Dawud dengan sanad yang Shahih dari Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari laki-
laki Anshar ia berkata,

‫صي ْال َحافِ ُر أَوْ َس َع ِم ْن قَب ِْل ِرجْ لَ ْي ِه‬َ ْ‫ َوه َُو َعلَى ْالقَب ِْر يُو‬ .‫م‬ .‫ْت رسُوْ َل هللا ص‬ ُ ‫فِي َجنَازَ ٍة فَ َراَي‬ .‫م‬ .‫َخ َرجْ نَا َم َع َرسُوْ ِل هللا ص‬
‫إخ‬... ُ‫ض َع يَدَاه‬ َّ ‫أَوْ َس َع ِم ْن قِبَ ِل َر ْأ ِس ِه فَلَ َّما َر َج َع ا ْستَ ْقبَلَهُ دَا ِع‬
َ ‫ء بِالطَّ َع ِام فَ َو‬Qَ ‫فَ َجا‬ ‫ا ْم َرأَته‬ ‫ي‬

Artinya :

“Kami bersama Rasulullah keluar menuju pemakaman jenazah sewaktu hendak


pulang muncullah istrinya mayit mengundang untuk singgah, kemudian
menghidangkan makanan, Rasulullah pun mengambil makanan tersebut, kemdian
para sahabat pun turut mengambilnya pula dan mencicipinya, pada mulut
Rasulullah terdapat sekerat daging”.

Hadits tersebut oleh sebagian kalangan digunakan sebagai pembenaran


perbuatan mengadakan acara Tahlilan dengan argumen keluarga si mayit
menghidangkan makanan kemudian mengundang masyarakat terhadap hidangan
tersebut.

 Dalil ‘aqliy

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 20


Sedangkan alasan dalil ‘aqliy yang mereka kemukakan adalah melaui
argumen al-Istihsân (mengangap sesuatu itu baik berdasarkan logika), meliputi:

1. Bacaan ayat-ayat al-Qur’an, dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang bernilai


ibadah
2. Nilai-nilai shadaqah (ibadah) melalui pembagian makanan, sekaligus
sebagai ritual kirim do’a bagi si mayit
3. Silaturahmi (ibadah)

F. Sanggahan Terhadap Dalil

 Sanggahan terhadap dalil naqliy

Ahmad Ibn Isma’il at-Thahawy menyitir dalil naqliy yang dilansir dari Sunan


Abu Dawud dan musnad Imam Ahmad, namun apabila kita bandingkan dengan
kitab aslinya (Sunan Abu Dawud dan Musnad Imam Ahmad) ternyata di
dalamnya terdapat perbdedaan yang sangat signifikan yang dapat merubah makna
hadits tersebut, yaitu:

‫صي ْال َحافِ ُر أَوْ َس َع ِم ْن قَب ِْل ِرجْ لَ ْي ِه‬َ ْ‫ َوه َُو َعلَى ْالقَب ِْر يُو‬ .‫م‬ .‫ْت رسُوْ َل هللا ص‬ ُ ‫فِي َجنَازَ ٍة فَ َراَي‬ .‫م‬ .‫َخ َرجْ نَا َم َع َرسُوْ ِل هللا ص‬
‫إخ‬... ُ‫ض َع يَدَاه‬ َ ‫فَ َجا َء بِالطَّ َع ِام فَ َو‬ ٌ‫ا ْم َرأة‬ ‫ي‬ ِ ‫أَوْ َس َع ِم ْن قِبَ ِل َر ْأ ِس ِه فَلَ َّما َر َج َع ا ْستَ ْقبَلَهُ د‬
َّ ‫َاع‬

Di dalam nukilan Ahmad ibn Isma’il at-Thahawy, ia menambahkan


dhamir mudzakar ghaib (hu/‫ )ه‬di belakang kata (ٌ‫رأة‬Q
َ Q‫)ا ْم‬, yang mengandung arti
“istrinya si mayit”, sedangkan dalam kitab aslinya (Sunan Abu Dawud dan
Musnad Imam Ahmad) tanpa menggunakan dhamir mudzakar ghaib (hu/‫)ه‬,
sehingga maknanya menjadi “seorang wanita”.

Sisi pentingnya ketika menggunakan dhamir mudzakar ghaib (hu/‫)ه‬, maka


berarti wanita yang memanggil Rasulullah dan para sahabat sepulang dari
penggunaan jenazah kemudian menghidangkan makanan yang dicicpi oleh
Rasulullah beserta para sahabatnya adalah istrinya si mayit (keluarga mayit). Hal
ini berarti mengandung pengertian taqrir (penetapan) dari Rasulullah, artinya
penghidangan makanan oleh keluarga si mayit itu menjadi dianjurkan, kemudian

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 21


implikasi hukumnya acara ritual tahilan merupakan bagian dari sunnah
Rasulullah. Akan tetapi lain halnya apabila dhamir mudzakar ghaib tadi (hu/‫)ه‬
tidak dicantumkan maka pengertiainnya adalah wanita tersebut bukan istri atau
keluarganya dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan si mayit tersebut
(bukan keluarga si mayit). Bahkan di dalam hadit yang dikeluarkan Imam Ahmad
bin Hambal dinyatakan dengan jelas bahwa wanita tersebut adalah wanita quraisy
yang hadir dalam pemakaman.

Dengan ini jelaslah sudah bahwa hidangan yang dicicipi oleh Rasulullah
beserta sahabatnya adalah hidangan yang disajikan bukan dari keluarga si mayit,
akan tetapi berasal dari pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan
keluarga si mayit. Apabila demikian, maka sejatinya hadits tersebut tidak ada
hubungannya dengan acara ritual tahlilan. Sebagai konsekwensinya batallah
argumen yang menerima acara ritual tersebut.

 Bantahan terhadap dalil ‘aqliy

Ini adalah alasan mereka yang paling umum dan sering digunakan bahwa
mereka menganggap bahwa seluruh apa yang ada di dalam ritual itu adalah baik
dan bermanfaat, seperti membaca al-Qur’an, tahlil, silaturahmi, dll. Mereka
berpandangan bahwa melakukan ibadah-ibadah itu di dalam ritual tersebut adalah
suatu perbuatan baik (mereka menganggap baik) dengan kata lain mereka
menggunakan nalar al-Istihsan yang diterapkan dalam ritual itu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 22


Yasinan adalah membaca surat Yasin, baik sendirian atau bersama-sama.
Dalam kebersamaan ini bisa membacanya sendiri-sendiri atau membacanya secara
kor (berjamaah).

Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam,


untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal.

Pemahaman masyarakat pada saat sekarang ini mengenai waktu diadakannya


yasinan dan alasan diadakannya yasinan itu sendiri salah. Karena seperti yang
tercantum di dalam Al-Quran ataupun hadits tidak ada dalil yang menyebutkan
bahwa yasinan harus dibaca pada saat malam jumat ataupun pada hari-hari
tertentu lainnya. Baik itu untuk ziarah kubur, selamatan, ataupun 7 harian, 10
harian dll. Meskipun terdapat hadits-hadits yang juga mengatakan bahwa yasinan
dibaca pada malam jumat, akan tetapi hadits tersebut sifatnya lemah. Al-Quran
juga memerintahkan umatnya untuk membaca semua surah-surah di dalam Al-
Quran, termasuk yasin. Membaca Al-Quran juga akan membuat hati menjadi
lebih tentram, seperti dalam firman Allah SWT. Yang artinya :

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (QS. Al-Ankabut : 45)

Makna dibalik tradisi Yasianan adalah sebagai sosialisasi. Dimasa kini,


pelaksanaan Yasinan bertujuan :

1. Sebagai Majelis taklim dan dzikir mingguan


2. Pembacaan doa terhadap orang yang sakit atau yang telah meninggal
3. Sarana gotong royong, tolong menolong, menaruh rasa simpati dan empati
4. Sebagai Forum silahturahmi warga
5. Sebagai Media syukuran (syukur nikmah) sebuah keluarga yang telah
mendapat nikmat dari Allah SWT.

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 23


6. Terkadang di daerah tertentu juga dibarengkan dengan Arisan seperti
daerah Jatinom
7. Sebagai media sedekah (berupa hidangan ala kadarnya)

B. Saran

Sebagai umat muslim yang beriman, wajiblah melakukan apa yang


diperintahkan ALLAH SWT. dan nabi Muhammad dalam AL-Qur’an juga
hadist. Tetapi sebagai umat muslim yang memiliki akal pikiran juga harus
mencari kebenaran dalam bertaqwa kepada ALLAH SWT, sepeti di AL-
Qur’an dan Hadist. Jangan sampai kita semua melakukan ke-syirikan yang
dibenarkan oleh manusia (INSHAN).

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND 24

Anda mungkin juga menyukai