Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese
society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors
worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a
form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for
people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan.
In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that
human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice.
In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are
received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys
how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative
method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit.
The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can
accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah
swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it
into heaven other than by the grace of Allah swt.
Abstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi
budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya.
Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara
peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya
beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal
dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan
mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu
seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah
dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan
mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam
perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan
ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini
hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam
perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan
tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan
kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya
tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat
menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke
dalam surga selain karena rahmat Allah swt.
1
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
214
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
1 Farhan, Hamim. 2008. Ritualisasi Dan Penguatan Moral Masyarakat. Jurnal Logos
Budaya-Agama Dan Fenomena Tahlilan-Yasinan Vol.5 No.2 Januari 2008. Fakultas Agama Islam
Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal Universitas Muhammadiyah Gresik.
215
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
mendudukan dua sudut pandang dalam dan empiris. Oleh karena tulisan ini
satu institusi, tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai buah karya
bermaksud mengoposisikan. Oleh sebab akademik, tulisan ini sekadar mengulas
itu, tulisan ini sekadar mengulas bagaimana Muhammadiyah
fenomena budaya dalam jalur akademik. memandang tradisi tahlilan-yasinan
Dengan demikian, beban ilmiah tentu secara formal di satu sisi dan bagaimana
merupakan fondasi krusial di dalam orang Muhammadiyah yang lain tetap
tulisan ini. menjalankan tradisi tersebut di sisi lain.
Dua pendapat itu kemudian
Metode Penelitian, Kebaruan dan ditelusuri bagaimana premis
Orisinalitas Kajian argumentasi dibentuk dan dinarasikan
Banyak tulisan atau kajian ilmiah sebagai sebuah sikap tegas mengenai
yang memposisikan perspektif suatu objek. Dengan demikian, tulisan
Muhhamdiyah sebagai pihak penentang ini dilandasi oleh studi kualitatif
tradisi tahlilan-yasinan. Hal itu berbasis eksplorasi pustaka dan
mengandaikan bahwa Muhhamdiyah beberapa observasi di lapangan guna
merupakan organisasi masyarakat Islam tambahan data.2 Dari data yang
terbesar di Indonesia yang tegas ditemukan itu selanjutnya dianalisis dan
menolak. Akan tetapi, seiring dengan diurai secara sistematis dan
perkembangan waktu dan dialektika komprehensif supaya mendapatkan
keilmuan para kader, baik di bawah kesimpulan kajian. Walaupun demikian,
maupun di atas, mereka banyak yang tulisan ini tidak mewakili lembaga
berselisih pendapat mengenai tradisi berwenang atau menegaskan suatu
tahlilan-yasinan. generalisasi atas pendapat yang ada.
Persilihan itu wajar karena Tulisan ini cenderung melengkapi, kalau
persoalan perbedaan dalam melihat teks tidak dikatakan memperbarui, kajian
atau ayat selalu meniscayakan beragam ilmiah mengenai perbedaan pendapat
tafsir. Aneka interpretasi itu kemudian mengenai tradisi yasinan-tahlilan
membentuk pola sikap yang berlainan, melalui dan dalam perspektif
meskipun di sana bukan menyiratkan Muhammadiyah.
pertentangan. Hal wajar mengenai
perbedaan itu, sekalipun di bawah Teori Tahlilan-Yasinan dalam
payung Muhammadiyah, menjadi tidak Kerangka Kearifan Lokal
terelakan. Menurut pandangan umum Peringatan selamatan bagi
ihwal sosio-kultural dan argeologi masyarakat Jawa berkaitan dengan
pengetahuan, perbedaan pendapat kematian karena dilakukan pada bulan
adalah hal wajar karena secara kedelapan hitungan tahun Hijriyah
sederhana dapat dikatakan: berbeda Sya’ban atau bulan Ruwah (sebutan
kepala, berbeda pemikiran. orang Jawa). Kata Ruwah berasal dari
Tulisan ini tidak bersikap berat bahasa Arab Arwah, yaitu bentuk jamak
sebelah dengan mengajukan salah satu dari kata ruh. Selamatan bagi
argumen mengenai keharaman atau masyarakat Jawa biasanya dilakukan
kebidahan tradisi tahlilan-yasinan. pada hari pertama, hari ketujuh, hari
Lebih dari persoalan oposisi biner, keempat puluh, sampai hari keseribu.
kajian ini menyampaikan dua pendapat Semua hitungan hari bagi mereka
mengenai suatu objek secara sistematis memiliki arti yang penting3.
Evaluationn and Research Methods. Newbuy Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Wali
Park: SAGE Pub, 1990. Songgo. Mizan, Cetakan II, Bandung
216
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
217
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
218
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
10 Mas’ud, Abdurrahman. 2004. Journal of Islam and Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni
Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan 2018. Lufaefi juga mendasarkan tesisnya
Tradisi. Yogyakarta: Lkis. berdasarkan referensi Penjabaran tentang
11 Rujukan tekstual diambil dari studi sedikit biografi Wali Songo lebih lengkap lihat:
Lufaefi. 2018. Reaktualisasi Dakwah Wali Songo: Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual,
Gerak Dakwah KH Said Aqil Siroj dalam Menebar Jakarta: Kompas, 2006, h. 16.
Islam Rahmatal Lil Alamin. Jurnal Aqalam,
219
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
220
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
merupakan cara alternatif dalam dalam bidang ini sebagai ibadah kepada
penyebaran Islam secara ramah dan Allah swt.
kultural. Fatwa Majlis Tarjih
Proses sinkretisme nilai Islam Muhammadiyah, yang dilarang menurut
dan budaya tahlilan-yasinan bisa Muhammadiyah dalam pelaksanaan
dipandang sebagai proses Islamisme. tahlilan adalah upacaranya yang
Salah satu pokok Islamisme itu dikaitkan dengan tujuh hari kematian,
diuraikan Siti Mahmudah ke dalam tiga atau empat puluh hari, atau seratus hari
pemahaman Islamisme. Salah satunya dan sebagainnya.
adalah mengenai agama politik dan Apalagi upacara semacam itu
problematika politik. harus mengeluarkan biaya besar, yang
"Dimana Islamisme itu berasal dari terkadang harus pinjam kepada
politisasi agama. Jika agama yang tetangga atau saudaranya, sehingga
dipolitisasi ini hanyalah indikasi dari terkesan tabzir (berbuat mubadzir).
adanya perbedaan budaya, bisa Begitu juga dengan upacara atau
disediakan ruang dengan tradisi lainnya seperti memberikan uang
mengatasnamakan kepada pelayat yang datang, kepada
keanekaragaman."12 orang yang ikut serta dalam shalat
jenazah dan lain sebagainnya.
Perspektif Muhammadiyah Seharusnya ketika ada yang
Muhammadiyah berpandangan meninggal dunia kita harus bertakziah
bahwa yang disebut bid’ah adalah hal- atau melayat dan mendatangi keluarga
hal yang baru dan diada-adakan dalam yang terkena musibah kematian sambil
hal agama (ibadah) adalah haram, sesat membawa bantuan atau makanan
dan tertolak. seperlunya sebagai wujud bela
Sedangkan di luar urusan agama sungkawa. Bukan datang untuk
(ibadah) dan terkait dengan mu’amalat mengharapkan uang dan lain
duniawiyah, kultur/budaya/adat/’urf sebagainya.
serta penemuan teknologi yang tidak Sedangkan menanggapi alasan
diatur dalam ketentuan ibadah, maka diadakannya tradisi tersebut bertujuan
termasuk al-ibahah (kebolehan), sebagai sedekah yang pahalanya
betapapun dalam fungsinya ditujukan kepada yang meninggal dunia.
memberikan kemudahan dan dukungan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam
terhadap pelaksanaan ibadah. Semua Fatwanya menyatakan bahwa seorang
bentuk bid’ah dalam hal ibadah adalah manusia itu tidak akan mendapatkan
sesat dan tertolak. pahala dari Allah Swt, selain pahala dari
Muhammadiyah bekerja untuk apa yang telah diusahakannya sebelum
tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh dia meninggal dunia.
Rasulullah saw tanpa tambahan dan Oleh karena itu, dia tidak akan
perubahan dari manusia. mendapatkan pahala apa-apa dari Allah
Muhammadiyah bekerja untuk Swt karena dia tidak lagi bisa
terlaksananya mu’amalat duniawiyat beramalshaleh. Jika dicermati lebih
(pengolahan dunia dan pembinaan mendalam, tahlilan yang beredar di
masyarakat) dengan berdasarkan ajaran tengah-tengah masyarakat luas ini
agama serta menjadikan semua kegiatan terdapat unsur-unsur yang dianggap
bid’ah yang dijelaskan sebagai berikut.
12 Mahmudah, Siti. 2018. Islamisme: Indonesia. Jurnal Aqlam, Journal of Islam and
Kemunculan dan Perkembangannya di Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni 2018.
221
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
222
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
223
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
224
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
225
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018
226
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah
227