Anda di halaman 1dari 15

KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM

DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH


Khairani Faizah
Jurusan Pekerjaan Sosial Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga Yogyakarta
khairanifaizah69@gmail.com

Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese
society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors
worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a
form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for
people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan.
In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that
human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice.
In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are
received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys
how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative
method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit.
The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can
accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah
swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it
into heaven other than by the grace of Allah swt.

Keywords: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah

Abstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi
budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya.
Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara
peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya
beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal
dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan
mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu
seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah
dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan
mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam
perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan
ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini
hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam
perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan
tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan
kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya
tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat
menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke
dalam surga selain karena rahmat Allah swt.

Kata Kunci: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah

1
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

Pendahuluan penjamuan yang disajikan pada tiap kali


Setiap daerah pasti menyimpan acara diselenggarakan. Bentuk
potensi kearifan lokal sebagai wujud jamuannya bisa beraneka rupa.
dari khazanah intelektual yang Biasanya meliputi nasi kenduri beserta
diekspresikan melalui ritual budaya hidangan kuliner lain seperti ayam,
masing-masing. Salah satu dari potensi telur, sambal tempe, dan lain-lain.
kearifan lokal itu adalah ritual budaya- Bentuk dan hidangan itu juga tidak
agama dan kegiatan tahlilan yang sudah harus sama tiap daerah karena masing-
melekat pada sebagian masyarakat masing wilayah memiliki keunikan dan
muslim Jawa. tradisi tertentu.
Ritual tahlilan atau selamatan Model penyajian hidangan
kematian ini sudah mengakar dan biasanya selalu variatif, tergantung adat
menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang berjalan di tempat
yang sangat berpegang teguh pada adat tersebut. Namun, pada dasarnya menu
istiadatnya. Tradisi selamatan kematian hidangan lebih dari sekadarnya
atau tahlilan ini didasarkan pada konsep cenderung mirip menu hidangan yang
ajaran-ajaran yang dikembangkan. berbau kemeriahan. Oleh karena itu,
Awal mula dari acara Selamatan acara tersebut terkesan pesta kecil-
atau tahlilan tersebut berasal dari kecilan, memang demikianlah
upacara peribadatan (selamatan) nenek kenyataannya.
moyang bangsa Nusantara yang Acara tahlilan telah
mayoritasnya beragama Hindu dan diselenggarakan berabad-abad sehingga
Budha. tanpa disadari sudah menjadi kelaziman
Acara tahlilan merupakan suatu masyarakat. Konsekuensinya, bila
upacara ritual seremonial yang biasa ada yang tidak menyelenggarakan acara
dilakukan oleh keumuman masyarakat tersebut berarti telah menyalahi adat
Indonesia untuk memperingati hari dan akibatnya ia diasingkan dari
kematian. Secara bersama-sama, masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara
berkumpul sanak keluarga, handai tersebut telah membangun opini
taulan, beserta masyarakat sekitarnya, muatan hukum, yaitu sunnah untuk
membaca beberapa ayat Al Qur’an, dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah
dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a apabila ditinggalkan.
tertentu untuk dikirimkan kepada orang Jika ditinjau dalam sejarah Islam,
yang telah meninggal. Dikarenakan dari maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai
sekian materi bacaannya terdapat pada masa Nabi Muhammad, masa para
kalimat tahlil yang diulang-ulang, maka sahabatnya, para Tabi’in maupun
acara tersebut dikenal dengan istilah Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut
“Tahlilan”. tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam
Acara ini biasanya Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik,
diselenggarakan setelah selesai proses Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan
penguburan, kemudian terus ulama lainnya yang semasa dengan
berlangsung setiap hari sampai hari mereka ataupun sesudah mereka.
ketujuh. Acara ini diselenggarakan Sejatinya tahlilan merupakan
kembali pada hari ke 40 dan ke 100. satu bentuk kearifan lokal dari upacara
Untuk selanjutnya acara tersebut peribadatan nenek moyang bangsa
diadakan tiap tahun dari hari kematian, Nusantara yang mayoritasnya beragama
walaupun terkadang berbeda antara
satu tempat dengan tempat lainnya.
Tidak lepas pula dalam acara tersebut

214
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Hindu dan Budha.1 Upacara tersebut Sedangkan dilihat dari cara


sebagai bentuk penghormatan dan menjalankan syariat (experience of
mendo’akan orang yang telah relegious) dan kulturnya masing-masing
meninggalkan dunia yang Tahlilan memiliki ciri dan cara yang khas
diselenggarakan pada waktu seperti berkaitan dengan hal-hal furu’iyah
halnya waktu tahlilan. (aturan-aturan sunnah/penting yang
Namun, acara tahlilan secara bukan pokok). Simbol-simbol yang ada
praktis di lapangan berbeda dengan bisa dikenali secara sosiologis
prosesi selamatan agama lain, yaitu bagaimana seorang atau kelompok itu
dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan bisa disebut NU atau Muhammadiyah
do’a-do’a ala agama atau kepercayaan atau yang lainnya secara antropologi-
lain dengan bacaan dari Al Qur’an, sosial.
maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Akan tetapi, dalam pelaksanaan
Islam menurut mereka. Berdasarkan amalan baik berupa tahlilan ini
tinjauan historis bisa diketahui bahwa kemudian menjadi fenomena sosial
sebenarnya acara tahlilan merupakan tersendiri karena keberadaan tahlilan
adopsi dan sinkretisasi dengan agama ini telah menjadi sebuah tradisi yang
lain. membudaya dalam masyarakat Jawa,
Mencermati fenomena dengan memiliki bentuk yang khas
masyarakat Muslim yang beraneka seperti dalam acara tahlilan itu memiliki
ragam paham dan aliran menyisakan waktu-waktu tertentu yang dianggap
beberapa hal yang menarik dan penting perlu untuk mengadakan acara tersebut.
untuk dikaji dan diteliti. Salah satu dari Begitu juga kenyataan Tahlilan
keanekaragaman paham dan aliran itu ini adalah merupakan bentuk
lalu menciptakan karakteristik ekspresi pengislaman oleh para Wali, dari tradisi-
relegi dalam bentuk khazanah budaya- tradisi yang telah ditinggalkan oleh
agama. Dengan kata lain, bagaimana pengaruh budaya Hindu, Budha dan
seorang atau kelompok (jemaah) animisme. Di antara misi para Wali itu
mengekspresikan pengalaman adalah sebagai media dan metode
religiusnya yang khas berbanding lurus dakwah untuk mengenalkan Islam
dengan pola sinkretisasi tahlilan. melalui tradisi-tradisi yang sudah ada.
Simbol-simbol keberagamaan itu Sehubungan dengan hal itu, munculnya
tidak hanya sebagai pemenuhan acara tahlilan-yasinan ini setidaknya ada
religiusnya saja, tetapi lebih dari itu, kaitannya dengan ritus kematian pada
yaitu mampu membangun solidaritas awalnya. Hal tersebut juga dipengaruhi
sosial, bahkan bisa saja sebagai mediasi oleh adanya faktor dari luar dan juga
untuk kekuatan politik dan dikuatkan atau didukung dari ajaran
pembangunan bangsa. Dari (faham pelaku) Islam sendiri.
keanekaragaman paham dan aliran Tulisan ini mendiskusikan dua
secara organisatoris maka dalam perspektif mengenai Tahlilan-Yasinan
masyarakat Islam Indonesia mengenal dalam pandangan Muhammadiyah. Dua
dua organisasi sosial keagamaan pandangan itu jelas membentuk suatu
terbesar, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) pola sikap di bawah institusi keagamaan
dan Persyarikatan Muhammadiyah, di Muhammadiyah yang secara formal
samping masih banyak ormas Islam menegasikan ritual yang telah
yang lain. mentradisi itu. Sekalipun penjelasan ini

1 Farhan, Hamim. 2008. Ritualisasi Dan Penguatan Moral Masyarakat. Jurnal Logos
Budaya-Agama Dan Fenomena Tahlilan-Yasinan Vol.5 No.2 Januari 2008. Fakultas Agama Islam
Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal Universitas Muhammadiyah Gresik.

215
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

mendudukan dua sudut pandang dalam dan empiris. Oleh karena tulisan ini
satu institusi, tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai buah karya
bermaksud mengoposisikan. Oleh sebab akademik, tulisan ini sekadar mengulas
itu, tulisan ini sekadar mengulas bagaimana Muhammadiyah
fenomena budaya dalam jalur akademik. memandang tradisi tahlilan-yasinan
Dengan demikian, beban ilmiah tentu secara formal di satu sisi dan bagaimana
merupakan fondasi krusial di dalam orang Muhammadiyah yang lain tetap
tulisan ini. menjalankan tradisi tersebut di sisi lain.
Dua pendapat itu kemudian
Metode Penelitian, Kebaruan dan ditelusuri bagaimana premis
Orisinalitas Kajian argumentasi dibentuk dan dinarasikan
Banyak tulisan atau kajian ilmiah sebagai sebuah sikap tegas mengenai
yang memposisikan perspektif suatu objek. Dengan demikian, tulisan
Muhhamdiyah sebagai pihak penentang ini dilandasi oleh studi kualitatif
tradisi tahlilan-yasinan. Hal itu berbasis eksplorasi pustaka dan
mengandaikan bahwa Muhhamdiyah beberapa observasi di lapangan guna
merupakan organisasi masyarakat Islam tambahan data.2 Dari data yang
terbesar di Indonesia yang tegas ditemukan itu selanjutnya dianalisis dan
menolak. Akan tetapi, seiring dengan diurai secara sistematis dan
perkembangan waktu dan dialektika komprehensif supaya mendapatkan
keilmuan para kader, baik di bawah kesimpulan kajian. Walaupun demikian,
maupun di atas, mereka banyak yang tulisan ini tidak mewakili lembaga
berselisih pendapat mengenai tradisi berwenang atau menegaskan suatu
tahlilan-yasinan. generalisasi atas pendapat yang ada.
Persilihan itu wajar karena Tulisan ini cenderung melengkapi, kalau
persoalan perbedaan dalam melihat teks tidak dikatakan memperbarui, kajian
atau ayat selalu meniscayakan beragam ilmiah mengenai perbedaan pendapat
tafsir. Aneka interpretasi itu kemudian mengenai tradisi yasinan-tahlilan
membentuk pola sikap yang berlainan, melalui dan dalam perspektif
meskipun di sana bukan menyiratkan Muhammadiyah.
pertentangan. Hal wajar mengenai
perbedaan itu, sekalipun di bawah Teori Tahlilan-Yasinan dalam
payung Muhammadiyah, menjadi tidak Kerangka Kearifan Lokal
terelakan. Menurut pandangan umum Peringatan selamatan bagi
ihwal sosio-kultural dan argeologi masyarakat Jawa berkaitan dengan
pengetahuan, perbedaan pendapat kematian karena dilakukan pada bulan
adalah hal wajar karena secara kedelapan hitungan tahun Hijriyah
sederhana dapat dikatakan: berbeda Sya’ban atau bulan Ruwah (sebutan
kepala, berbeda pemikiran. orang Jawa). Kata Ruwah berasal dari
Tulisan ini tidak bersikap berat bahasa Arab Arwah, yaitu bentuk jamak
sebelah dengan mengajukan salah satu dari kata ruh. Selamatan bagi
argumen mengenai keharaman atau masyarakat Jawa biasanya dilakukan
kebidahan tradisi tahlilan-yasinan. pada hari pertama, hari ketujuh, hari
Lebih dari persoalan oposisi biner, keempat puluh, sampai hari keseribu.
kajian ini menyampaikan dua pendapat Semua hitungan hari bagi mereka
mengenai suatu objek secara sistematis memiliki arti yang penting3.

2 Paton, Michael Quin. Qualitative Wijaya, Saksono. 1995. Mengislamkan


3

Evaluationn and Research Methods. Newbuy Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Wali
Park: SAGE Pub, 1990. Songgo. Mizan, Cetakan II, Bandung

216
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Upacara tahlilan untuk Bagi manusia, kematian adalah


masyarakat luas telah menjadi budaya proses berpisahnya ruh dari badan
yang mapan (devinitif) atau prevalensi seseorang. Dalam Al-Quran Allas Swt
(kelaziman/kemestian) sehingga menjelaskan bahwa jika ajal seseorang
berimplikasi klaim bahwa, jika ada sudah datang maka, tidak ada seorang
orang mati dan tidak ditahlili pun yang dapat mengulurnya4.
diibaratkan seperti kematian binatang. Petunjuk Rasulullah Saw, dalam
"Wong moti yen ora ditahlili koyo matine masalah penanganan jenazah adalah
kebo utowo kucing”, klaim seperti itu petunjuk dan bimbingan yang terbaik
sering terdengar dari lisan pengamal dan berbeda dengan petunjuk umat-
dan penghayat tahlilan ketika umat yang lainnya, meliputi perlakuan
mengomentari ada peristiwa kematian atau aturan yang dianut umat
dari warga shahibul musibah yang tidak kebanyakan.
menyelenggarakan perjamuan tahlilan. Bimbingan Rasulullah Saw,
Implikasi selanjutnya, keluarga dalam hal mengurus jenazah, di
almarhum yang tidak dalamnya mencakup hal yang
menyelenggarakan upacara tahlilan memperhatikan sang mayat, yang kelak
tidak disebut sebagai 'ahlu sunnah bermanfaat baginya baik ketika berada
waljamaah' dan sering didalam kubur maupun saat tiba hari
didiskriminasikan dalam berbagai Kiamat. Termasuk memberi tuntunan,
kerukunan sosial, jika keluarga yaitu bagaimana sebaiknya keluarga dan
almarhum tersebut merupakan warga kerabat memperlakukan mayat.
minoritas di kampungnya. Dengan demikian, petunjuk dan
Dilihat dari partisipan bimbingan Rasulullah saw dalam
pelaksanaan tahlilan, ritus ini dapat mengurus jenazah ini merupakan potret
dibagi menjadi tahlilan biasa dan tahlil aturan yang paling sempurna bagi sang
kubra. Dalam tahlilan kubra melibatkan mayat, baik dalam mu‟amalahnya secara
massa yang banyak (kolosal) dan vertikal maupun horizontal.
dihadiri sejumlah kiyai besar dari Aturan yang sangat sempurna
berbagai kota, dilaksanakan di alun- dalam mempersiapkan seseorang yang
alun, atau di suatu kampus pondok telah meninggal untuk bertemu dengan
pesantren besar di kota atau di desa. Rabbnya dengan kondisi yang paling
Tahlilan semacam inilah yang baik lagi afdhal. Bukan hanya itu,
biasanya sarat dengan muatan-muatan keluarga dan orang-orang terdekat sang
lain: atas nama kepentingan bangsa mayat pun disiapkan sebagai barisan
keprihatinan nasib bangsa yang kurang orang-orang yang memuji Allah Swt dan
menguntungkan, atau penggalangan memintakan ampunan serta rahmat-
politik praktis. Nyabagi yang meninggal5.
Dalam acara istighasahan, Dalam hal ini Muhammadiyah
mujahadahan, pengajian akbar atau berpendapat bahwa merupakan
yang sejenisnya, unsur tahlilan hampir kewajiban masyarakat, artinya wajib
tidak pernah tertinggal, dan biasanya kifayah bagi masyarakat untuk
malah didahulukan dari pada acara yang memandikan jenazah, mengkafani,
lain. menshalatkan, dan menguburkan, dalam
pada itu menjadi kewajiban pula bagi

4 Mufid, Achmad. 2007. Risalah Penerjamah: Abbas Muhammad Basalamah.


Kematian. Yogyakarta: Total Media 2007. Jakarta: Gema Insan Pres.
5 Al-Albani, Nashiruddin. 1999.
Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah,

217
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

anggota masyarakat untuk membantu Robertson Smith berpendapat


keluarga yang dapat musibah khususnya bahwa ritus dapat memperkuat ikatan-
kematian keluarganya, jangan sampai ikatan sosial tradisional diantara
menambah kesusahan keluarga individu-individu8. Bahkan lebih dari itu,
yangsedang berkabung6. kegiatan tahlilan ini mampu menjadi
Menurut Auguste Comte, kekuatan pemersatu dari beberapa
konsensus terhadap kepercayaan- elemen untuk mempertahankan
kepercayaan serta pandangan- kemerdekaan.
pandangan dasar selalu merupakan Sementara dalam pandangan
dasar utama untuk solidaritas dalam lain, Simuh (2002) mengatakan,
masyarakat. Tidak mengherankan kalau aktivitas tahlilan-yasinan ini juga
agama dilihat sebagai sumber utama sebagai solusi dan media keakraban
solidaritas sosial dan konsensus. pada masyarakat perkotaaan.9 Di mana
Selain itu, kepercayaan agama masyarakat perkotaan yang cenderung
mendorong individu untuk berdisiplin individualistis dan sibuk dengan
dalam mencapai tujuan yang mengatasi aktivitas rutin sebagai ciri masyarakat
kepentingan individu dan meningkatkan industrialis.
perkembangan ikatan emosional yang Esensi budaya pesantren dan
mempersatukan individu dalam Nahdliyin merupakan kesinambungan
keteraturan sosial. Ikatan emosional itu ideologis dari pendekatan-pendekatan
didukung oleh kepercayaan bersama dan kebijakan Walisongo dalam
dan partisipasi bersama dalam kegiatan- menyebarkan agama Islam di Jawa.
kegiatan pemujaan7. Posisi Walisongo dalam kehidupan
Hal ini mengisaratkan manfaat sosio-kultural dan religius di Jawa
tahlilan-yasinan diyakini sebagian sangat memikat hingga dapat dikatakan
masyarakat sebagai media untuk bahwa Islam tidak akan pernah menjadi
menyambung budaya kekerabatan the religion of Java jika sufisme yang
(silaturahmi) dan kerukunan dikembangkan oleh Walisongo tidak
antarwarga. mengakar dalam masyarakat. Islam yang
Berpijak dari teori di atas dibawa oleh Walisongo datang ke Jawa
menunjukkan bahwa fenomena tahlilan dengan penuh kedamaian meskipun
yang begitu luas pemaknaannya dari lamban, tetapi meyakinkan.
mulai awal muncul yang tidak bisa Fakta menunjukkan bahwa
dipisahkan dengan adanya ritus dengan jalan menoleransi tradisi lokal
kematian. Sebagai fenomena agama, serta memodifikasinya ke dalam ajaran
sebagai tradisi relasi jamaah, sampai Islam dan tetap bersandar kepada
pada pembentuk integrasi sosial politik. prinsip-prinsip Islam, agama ini dipeluk
Sedangkan sehubungan dengan masalah oleh mayoritas penduduk Jawa.
kematian, dari jaman primitif sampai Sesungguhnya, upaya islamisasi yang
sekarang senantiasa ditandai oleh suatu dilakukan oleh Walisongo merupakan
ritual. ekspresi Islam kultural. Proses yang
panjang dan secara gradual ini berhasil

6 Asjmuni, Abdurrahman Dkk. 2004. 8Geertz, 1993. Kebudayaan dan Agama.


Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 3. Kanisius, Cetakan II, Yogyakarta.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 9 Simuh. "Interaksi Islam dalam Budaya
7 Johnson. 1994. Teori-Teori Sosiologi: Jawa" dalam Muhammadiyah dalam Kritik.
Klasik dan Modern. Diindonesiakan Oleh Robert Surakarta: Muhammaddiyah University Press,
M.Z. Lawang, Gramedia, Jilid I,II, Jakarta. 2002.

218
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

mewujudkan tatanan kehidupan Nama lain Sunan Muria adalah


masyarakat santri yang saling damai Umar Said. Namun, di samping dua
berdampingan, peaceful coexistence sebutan itu, Sunan Muria mempunyai
yang dalam filsafat Jawa dikenal dengan nama asli, yaitu Raden Said atau Raden
konsep kesatuan, stabilitas, keamanan, Prawoto. Secara genealogis Sunan Muria
dan harmoni10. merupakan anak Sunan Kalijaga.
Sebagaimana ayahnya, Sunan Muria
Kiprah Walisongo menggunakan kesenian sebagai metode
Sebagaimana penjelasan dakwah. Lebih praktik, Sunan Muria
sebelumnya yang menyebutkan soal menggunakan wayang kulit dan gamelan
bagaimana tradisi tahlilan-yasinan sebagai sarana dakwah. Sasaran
sebagai bentuk peleburan nilai-nilai masyarakat yang Sunan Muria tembak
Islam di Nusantara yang sebelumnya adalah pedagang, rakyat jelata,
kebanyakan penduduk memeluk agama masyarakat pedusunan, dan nelatan.
Hindhu-Budha, peran Walisongo di sini 3. Sunan Drajat
perlu diulas kembali. Sebagai pihak yang Wali bernama asli Munat ini
berkontribusi besar terhadap merupakan putra kedua Sunan Ampel.
“pengislaman” Nusantara, Walisongo Sunan Drajat melakukan hijrah ke
mempunyai strategi tersendiri guna Lamongan usai belajar agama dari
penyebaran nilai-nilai Islam secara ayahnya. Di dusun Drajat, Lampongan,
kultural. Sedikit-banyak Walisongo Sunan Drajat mendirikan sebuah
turut memperkaya diskursus tahlilan- pesantren. Pesantren itu lebih banyak
yasinan di Nusantara. Oleh karena itu, didominasi para fakir dan anak yatim
berikut dijelaskan profil berikut peran karena sepanjang hidupnya Sunan
apa yang dimainkan oleh Walisongo.11 Drajat menyantuni kedua kelompok
1. Sunan Gunung Jati masyarakat tersebut. Lebih spesifik,
Secara genealogis Sunan Gunung Sunan Drajat mendasarkan penyebaran
jati masih keturunan darah terhormat, agama Islam dengan bersumber dari Al-
baik dari keturunan ayah dan ibunya. Qur'an, Sunnah, Ijma', dan qiyas
Jika menilik sejarah, ibu Sunan Gunung sebagaimana pendekatan Sunan Ampel.
jati merupakan putri Raja Pajajaran, 4. Sunan Kudus
sedangkan bapaknya masih satu garis Nama kecil Sunan Kudus adalah
dengan Nabi Muhammad. Dalam praktik Ja'far Siddiq. Sebagaimana namanya,
dakwah di Nusantara Sunan Gunung Jati Sunan Kudus tinggal di Kota Kudus. Ia
tidak sendiri karena selalu mengikuti merupakan putra Sunan Ngudung atau
musyawarah dengan para wali lain. Undung. Sunan Kudus sangat dipercaya
Salah satu kontribusi Sunan Gunung Jati masyarakat sekitar sebagai tokoh untuk
adalah pembangunan Masjid Demak. menyebarkan agama sekaligus
Metode dakwah yang dilakukannya di memimpin pemerintahan. Oleh karena
masyarakat adalah pendekatan kultural. itu, penduduk setempat menjulukinya
2. Sunan Muria sebagai Al-Alim (orang yang memiliki
pengetahuan dan ilmu yang luas). Tidak

10 Mas’ud, Abdurrahman. 2004. Journal of Islam and Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni
Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan 2018. Lufaefi juga mendasarkan tesisnya
Tradisi. Yogyakarta: Lkis. berdasarkan referensi Penjabaran tentang
11 Rujukan tekstual diambil dari studi sedikit biografi Wali Songo lebih lengkap lihat:
Lufaefi. 2018. Reaktualisasi Dakwah Wali Songo: Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual,
Gerak Dakwah KH Said Aqil Siroj dalam Menebar Jakarta: Kompas, 2006, h. 16.
Islam Rahmatal Lil Alamin. Jurnal Aqalam,

219
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

sekadar mengajarkan nilai-nilai Islam menurut tafsirnya, menyerupai manusia


berdasarkan lisan semata, Sunan Kudus tidak diperbolehkan dalam Islam.
juga menggunakan tindakan langsung. 8. Sunan Ampel
5. Sunan Kalijaga Nama asli Sunan Ampel adalah
Sewaktu kecil Sunan Kalijaga Raden Rahmat. Selama hidup Sunan
mempunyai nama panggilan, yaitu Jaka Ampel tinggal di Ampel dan mendirikan
Said atau Raden Said. Secara genealogis pesantren di sana. Sunan Ampel
Sunan Kalijaga merupakan putra merupakan salah satu wali yang tidak
pengusaha besar di Tuban. Ayahnya setuju terhadap sesajian dan selamatan
adalah Bupati Tuban yang mempunyai yang sering dibuat oleh orang Jawa.
nama Raden Sahur Temenggung Menurut cerita sejarah, Sunan Ampel
Wilatika. Kalau melihat namanya, nama menyebarkan agama Islam dengan cara
Kalijaga berasal dari bahasa Arab, yakni mengajarkan dan membuat kipas
Qadi Zaka yang mempunyai makna anyaman (terbuat dari rotan). Kipas
pelaksana dalam menegakan kesucian tersebut bukan kipas biasa karena
(pemimpin). Sunan Kalijaga dikenal luas mampu menyembuhkan orang sakit.
sebagai wali yang menyebarkan nilai- Akan tetapi, ketika terdapat orang yang
nilai Islam melalui kesenian wayang. Hal ingin sembuh melalui kipas Sunan
itu dilakukan Sunan Kalijaga sebagai Ampel, ia memberikan persetujuan
bentuk sinkretisme karena masyarakat dengan prasyarat harus bersyahadat
sekitar masih memeluk agama Hindhu agar masuk Islam.
dan Budha. 9. Sunan Maulana Malik Ibrahim
6. Sunan Bonang Syekh bernama Maulana Malik
Panggilan lain Sunan Bonang Ibrahim ini biasa dikenal dan disebut
adalah Raden Makdum Ibrahim. Sunan sebagai Syeikh Maghribi. Sunan Maulana
Bonang merupakan keturunan Sunan Malik Ibrahim mempunyai dua orang
Ampel. Sunan Bonang, selain putra bernama Sunan Ampel dan Sayid
menyebarkan agama Islam, juga dikenal Ali Murtadha (Raden Santri). Sunan
sebagai wali yang berperan besar dalam Maulana Malik Ibrahim merupakan
mendirikan kerajaan Islam Demak. salah seorang wali yang tidak langsung
Sekilas namanya mirip dengan salah mengajarkan apa itu Islam, tetapi
satu alat musik Jawa, yakni bonang. melalui ajaran pemenuhan kebutuhan
Sunan Bonang adalah pencipta alat dasar manusia. Cara tersebut cenderung
musik tersebut. bersifat menggunakan akal atau rasio
7. Sunan Giri sehingga dapat diterima dengan mudah
Nama asli Sunan Giri adalah Raden oleh manusia.
Paku. Selain itu, Sunan Giri juga dijuluki Gambaran besar eksistensi dan
sebagai Muhammad 'Ainul Yaqin. Secara kontribusi sembilan wali yang berjuang
genalogis Sunan Giri merupakan anak menyebarkan nilai-nilai Islam itu
dari Dewi Sekardadu dan Maulana Ishak. menegaskan bahwa internalisasi Islam
Selama hidup, Sunan Giri mendirikan ke masyarakat kultural yang
dan mengajarkan ilmu Islam di sebuah mempunyai latar belakang agama bukan
pesantren di dekat Gunung Giri. Sunan Islam merupakan hal yang cukup
Giri juga menyebarkan Islam dengan kompleks. Hal itu dikarenakan
wayang kulit. Terobosannya, ketika sinkretisme tanpa metode dan cara
membuat wayang kulit yang semula penyebaran yang relevan maka tidak
mirip manusia, Sunan Giri kemudian akan mencapai keutuhan komprehensif.
merekonstruksi bentuk visual lain yang Uraian mengenai Walisongo di atas
tidak menyerupai manusia karena, membuktikan betapa tahlilan-yasinan

220
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

merupakan cara alternatif dalam dalam bidang ini sebagai ibadah kepada
penyebaran Islam secara ramah dan Allah swt.
kultural. Fatwa Majlis Tarjih
Proses sinkretisme nilai Islam Muhammadiyah, yang dilarang menurut
dan budaya tahlilan-yasinan bisa Muhammadiyah dalam pelaksanaan
dipandang sebagai proses Islamisme. tahlilan adalah upacaranya yang
Salah satu pokok Islamisme itu dikaitkan dengan tujuh hari kematian,
diuraikan Siti Mahmudah ke dalam tiga atau empat puluh hari, atau seratus hari
pemahaman Islamisme. Salah satunya dan sebagainnya.
adalah mengenai agama politik dan Apalagi upacara semacam itu
problematika politik. harus mengeluarkan biaya besar, yang
"Dimana Islamisme itu berasal dari terkadang harus pinjam kepada
politisasi agama. Jika agama yang tetangga atau saudaranya, sehingga
dipolitisasi ini hanyalah indikasi dari terkesan tabzir (berbuat mubadzir).
adanya perbedaan budaya, bisa Begitu juga dengan upacara atau
disediakan ruang dengan tradisi lainnya seperti memberikan uang
mengatasnamakan kepada pelayat yang datang, kepada
keanekaragaman."12 orang yang ikut serta dalam shalat
jenazah dan lain sebagainnya.
Perspektif Muhammadiyah Seharusnya ketika ada yang
Muhammadiyah berpandangan meninggal dunia kita harus bertakziah
bahwa yang disebut bid’ah adalah hal- atau melayat dan mendatangi keluarga
hal yang baru dan diada-adakan dalam yang terkena musibah kematian sambil
hal agama (ibadah) adalah haram, sesat membawa bantuan atau makanan
dan tertolak. seperlunya sebagai wujud bela
Sedangkan di luar urusan agama sungkawa. Bukan datang untuk
(ibadah) dan terkait dengan mu’amalat mengharapkan uang dan lain
duniawiyah, kultur/budaya/adat/’urf sebagainya.
serta penemuan teknologi yang tidak Sedangkan menanggapi alasan
diatur dalam ketentuan ibadah, maka diadakannya tradisi tersebut bertujuan
termasuk al-ibahah (kebolehan), sebagai sedekah yang pahalanya
betapapun dalam fungsinya ditujukan kepada yang meninggal dunia.
memberikan kemudahan dan dukungan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam
terhadap pelaksanaan ibadah. Semua Fatwanya menyatakan bahwa seorang
bentuk bid’ah dalam hal ibadah adalah manusia itu tidak akan mendapatkan
sesat dan tertolak. pahala dari Allah Swt, selain pahala dari
Muhammadiyah bekerja untuk apa yang telah diusahakannya sebelum
tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh dia meninggal dunia.
Rasulullah saw tanpa tambahan dan Oleh karena itu, dia tidak akan
perubahan dari manusia. mendapatkan pahala apa-apa dari Allah
Muhammadiyah bekerja untuk Swt karena dia tidak lagi bisa
terlaksananya mu’amalat duniawiyat beramalshaleh. Jika dicermati lebih
(pengolahan dunia dan pembinaan mendalam, tahlilan yang beredar di
masyarakat) dengan berdasarkan ajaran tengah-tengah masyarakat luas ini
agama serta menjadikan semua kegiatan terdapat unsur-unsur yang dianggap
bid’ah yang dijelaskan sebagai berikut.

12 Mahmudah, Siti. 2018. Islamisme: Indonesia. Jurnal Aqlam, Journal of Islam and
Kemunculan dan Perkembangannya di Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni 2018.

221
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

1. Mengirim pahala sahabat. Jadi, pengiriman pahala itu tak


Makna mengirim adalah akan sampai kepada orang mati yang
memberikan “sesuatu” kepada orang ditujunya karena tidak ada makhluk apa
lain dengan menggunakan perantara pun yang diutus oleh Allah untuk
orang lain, teman, kurir, atau tukang pos. menyampaikan pahala. Mengirm hadiah
Jika 'sesuatu' itu berwujud pahala pahala untuk orang yang sudah
sulitlah diketahui siapa yang meninggal dunia tidak ada tuntunannya
menjadiperantara. Tidak ada teks apa dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits
pun dari Allah dan Rasululah yang Rasul. Muhammadiyah berpendapat
menjelaskan tentang pengiriman pahala bahwa ketika dalam suatu masalah tidak
seperti itu. Esensi doa adalah meminta ada tuntunannya, maka mengacu pada
atau memohon. Kegiatan ini dilakukan sabda Rasulullah SAW hal tersebut
karena yang bersangkutan tidak dinyatakan bid’ah.
memiliki sesuatu lalu ingin memilikinya 2.Wasilah (Perantara)
sementara ia tidak mempunyai alat Di dalam pelaksanaan tahlian itu
tukar atau membeli untuk memilikinya. biasanya juga mengangkat ruh-ruh
Jadi ungkapan 'kirim pahala' tertentu yang disebut wali. Wali itulah
sebenarnya tidak bermakna (Mystical yang diyakini menyampaikan doa yang
language). Syariat formal memohonkan dipanjatkan kepada Allah. Di antara
ampunan terhadap orang mati adalah walli-wali perantara itu adalah:
dengan menyalatinya. Di dalam Rasulullah, syuhada' perang Badar,
menyalati itu ada doa khusus ampunan Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani,
untuk jenazah. An-Nawawi Bantani SyeikhJunaid al-Baghdadi, Syeikh
mengatakan bahwa mengirim pahala Naqshabandi, walisongo, dan lain-lain.
kepada orang yang telah meninggal Praktik ibadah semacam ini sama sekali
adalah haram. Arsyad al-Banjari dan al- tidak diajarkan oleh Rasulullah. Kitab
Mawa'iz mengatakan bahwa mengirim tafsir apa pun menyebutkan bahwa
pahala untuk orang yang telah mati perantara itu adalah amal sholeh, bukan
adalah bid'ah. Para ulama ruh mediator.
Mutaqaddimun memutlakkan bahwa Sebaliknya, Allah mengajarkan
pahala membaca Al-Qur'an itu tidak agar dalam berdoa itu langsung kepada-
sampai pada jenazah. Tentunya pahala Nya. Berdasarkan naskah resmi dalam
itu diberikan untuk yang membaca Islam, yaitu al-Qur'an dan As-Sunah ash-
Jelasnya, seseorang itu tidak shahihoh al-muqbolah Allah tidak
menanggung dosa dari orang lain, pernah mengangkat ajudan apa atau
demikian juga pahala tidak akan sampai siapa pun yang menghantar doa kepada-
(kepada orang lain) kecuali apa yang Nya. Dengan demikian, berdoa kepada
telah dilakukan oleh dirinya sendiri. Rasulullah pun tidak ada syariatnya.
Imam Syafi'i dan para Apalagi selain beliau. Tugas Rasulullah
pengikutnya beristinbat bahwa hadiah kepada umat manusia hanya
pahala dari bacaan itu tidak sampai menyampaikan, dengan al-Qur'an dan
kepada orang mati karena mereka sunnah beliau sendiri, tidak lebih dari
(orang mati) itu bukanlah yang itu. Ketika Beliauwafat selesailah
melakukannya. Rasulullah tidak tugasnya. Umat manusia tinggal hanya
menganjurkan dan tidak mendorong mengikuti dan melaksanakan tinggalan
umatnya untuk melakukannya (hadiah beliau, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah
pahala). Beliau tidak memberikan itu.
petunjuk dengan nash, tidak pula dapat Banyak sekali pola ibadah
dinukilkan satu orang pun dari para ciptaan manusia yang dasarnya

222
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

hanyalah mengikuti leluhur, mengikuti bahkan perbuatan ini telah melanggar


para tokoh-tokoh agama, iman buta, sunnah para sahabatnya radhiallahu
dalam kata lain dan (sangkaan belaka), ‘anhum. Oleh karena itu, acara
atau sengaja mencampur aduk unsur- berkumpul di rumah keluarga jenazah
unsur non Islam ke dalam Islam. Tahlilan dan penjamuan hidangan dari keluarga
di dalamnya dicampur dengan upacara jenazah termasuk perbuatan yang
memperingati mayat pada hari ke 7, 40, dilarang oleh agama menurut pendapat
l00, mendhak Pisan, mendhak pindho, para sahabat Rasulullah shalallahu
1000, haul adalah campuran antara ‘alaihi wasallam dan para ulama salaf.
Islam dan Hindu. Mengirim pahala Malah yang semestinya,
dalam tahlilan adalah campuran antara disunnahkan bagi tetangga keluarga
Islam, Hindu, dan impian orang-orang jenazah yang menghidangkan makanan
tertentu seperti al-Malibari. Tahlilan di untuk keluarga mayit, supaya
dalamnya ada unsur hadiah pahala meringankan beban yang mereka alami.
kepada jenazah adalah campuran antara Dengan demikian, berkumpul-kumpul
Islam dan ciptaan muslim tertentu, ditempat ahli jenazah hukumnya adalah
entah siapa yang memulainya. bid'ah dengan kesepakatan para
Namun, terdapat hipotesis Shahabat dan seluruh imam dan ulama'
menarik dari Greetz (1993) kalau termasuk di dalamnya imam empat.
peleburan budaya antara Hindhu dan Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli
Islam seperti tahlilan itu sebetulnya mayit membuatkan makanan untuk para
sebuah kewajaran dari proses akulturasi penta'ziyah. Akan lebih bertambah lagi
yang sering terjadi di dalam sistem bid'ahnya apabila di situ diadakan
sosial yang plural sebagaimana kondisi tahlilan pada hari pertama dan
Indonesia pada masa lampau.13 seterusnya. Perbuatan yang mulia dan
Pengiriman pahala dalam tahlilan terpuji menurut sunnah nabi SAW kaum
dengan menggunakan perantara ruh- kerabat /sanak famili dan para tetangga
ruh tertentu adalah campuran antara memberikan makanan untuk ahli mayit
semangat Hindu, ciptaan umat Islam, yang sekiranya dapatmengenyangkan
dan ajaran Islam. Tahlilan boleh dan mereka untuk mereka makan sehari
sangat utama, tetapi harus berpola yang semalam.
100% berdasar syariat. Manusia ketika ia telah
3. Makan-makan bersama meninggal hanya akan mendapatkan
Makan-makan setelah tahlilan pahala atas perbuatan yang mereka
dalam rangka memperingati orang mati kerjakan sendiri. Ruh manusia, apabila
,emang secara sepintas pula, penyajian terpisah dari jasad akan kembali kepada
hidangan untuk para tamu merupakan Allah swt. Apakah ruh dapat menerima
perkara yang terpuji, bahkan dianjurkan kiriman atau tidak, sebenarnya tiada
sekali didalam agama Islam. Namun, yang mengetahui urusan ruh selain Allah
manakala penyajian hidangan tersebut Swt. Semua amal manusia tidak dapat
dilakukan oleh keluarga jenazah baik menyelamatkan dirinya dari siksa
untuk sajian tamu undangan tahlilan neraka dan tidak pula dapat
ataupun yang lainnya, maka memiliki memasukkannya ke dalam surga, selain
hukum tersendiri. Bukan hanya saja karena rahmat Allah swt. Oleh karena
tidak pernah dicontohkan oleh itu, yang ditunggu orang yang sudah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, meninggal adalah rahmat, ampunan, dan

13 Geertz, 1993. Kebudayaan dan Agama.

Kanisius, Cetakan II, Yogyakarta.

223
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

ridha Allah swt. Apabila hendak Pertama, tahli diuraikan di dalam


menyampaikan kiriman pahala amal tiga tingkatan antara lain tahli hati, tahlil
orang yang sudah meninggal, perlu kita lisan, dan tahlil perbuatan. Perluasan
bertanya kepada diri kita masing- konsep tahlil tersebut diadopsi Amien
masing, apakah kita memiliki bukti dari tingkatan iman. Premis yang Amien
bahwa amal kita pasti diterima Allah, gunakan kenapa membagi tiga tingkatan
lalu kita kirimkan kepada orang lain, tahlil itu adalah tahlil sejatinya tindakan
sementara para nabi dan para shalihin nyata dalam perbuatan kebaikan.
apabila telah melakukan amal kebaikan, Perbuatan itu bisa mencakup
mereka tidak merasa sudah diterima. pembangunan pendidikan, kesehatan,
ibadah, dan lain sebagainya. Dari
Toleransi Tahlilan-Yasinan: Cara Lain kecenderungan itu Amien mengatakan
Kaum Muhammdiyah Perdusunan kalau tahlil harus ditingkatkan secara
Penjelasan sebelumnya meneroka maksimal dalam rangka amar ma'ruf
problematisasi praktik tahlilan-yasinan nahi mungkar.
secara formal berdasarkan keputusan Kedua, tahlil dalam rangka
pimpinan pusat Muhammadiyah. Secara mengatasi persoalan krisis sosial. Amien
formal Muhammadiyah memang tidak lebih praktik membumikan tahlil
membolehkan praktik kultural yang sebagai bentuk menghadapi krisis
telah mengajar di tingkat daerah itu. ekologi, pangan, kependudukan, dan
Akan tetapi, dalam praktik sosial, selalu energi. Pernyataan itu Amien sampaikan
terdapat dua perspektif, yakni kelompok ketika menghadiri kesempatan tahlilan
yang menerima keputusan secara bersama pada Tablig Akbar Mukmatar
terbuka dan kelompok yang dinamis Aisyiah ke-46 tahun 2010. Pada posisi
karena menolak secara implisit. tersebut Amien tidak bersikap
Pandangan pertama jelas tidak pragmatis hanya mereduksi makna
melakukan praktik tahlilan-yasinan oleh tahlil sebagai praktik syariat keagamaan,
karena pelarangan di tingkat pusat. Hal namun ia lebih mengejawantahkan
itu mengandaikan suatu dorongan patuh dalam praktik berbangsa dan bernegara.
terhadap konvensi struktural Ketiga, tahlil demi persatuan dan
Muhammdiyah. Bentuk penghormatan kesatuan umat. Argumen poin ketiga ini
itu lazim terjadi karena betapapun sangat relevan bagi sebuah bangsa,
Muhammadiyah adalah organisasi terutama Indonesia, yang sering
sosial-kemasyarakatan berbasis Islam menghadapi friksi horizontal. Oleh
yang cukup lama dan besar di Indonesia. karena itu, persoalan itu mesti dihadapi
Salah seorang mantan Ketua Umum melalui aktivitas tahlil agar pihak yang
Pimpinan Pusat ke-12 Muhammadiyah, berselisih mampu rujuk dan solid
Amien Rais, lebih luas dan cair kembali. Lebih konkret, Amien
merespons persoalan perbedaan menjelaskan kalau tahlil sebagai
mengenai tahlilan-yasinan yang acap ekspresi sosial di masyarakat telah
kali diperdebatkan di masyarakat. mengakar melalui pembangunan masjid,
Sekalipun pernyataan itu bukan bentuk tasyakuran, dan kegiatan-kegiatan lain
fatwa formal Muhammadiyah, namun di dusun. Tradisis semacam itu bernilai
pandangannya patut dikuip di sini. ibadah karena termasuk kontribusi
Amien menjelaskan lima sikap sebagai konkret di lapangan.
berikut.14

14 Datdut.com. 2017. Muhammadiyah


Larang Tahlil, Ini 5 Komentar Amien Rais. Diakses
pada 22 Juli 2018.

224
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Keempat, lebih tegas, ketika Warsono, salah seorang warga


menyampaikan poin-poin mengenai Muhammadiyah di sana.
tahlilan-yasinan yang sering Menurut Warsono, mengikuti atau
dipersoalkan warga Muhammadiyah, menyelenggarakan tradisi tahlil-yasisn
Amien mengatakan kalau tidak bersedia merupakan bentuk ekspresi budaya
melakukan tahlil maka dipersilakan yang telah turun-menurun. Sebagai
keluar dari organisasi (Muhammadiyah warga Muhammadiyah, Warsono
dan Aisyiah). Sikap tegas ini menjadi melihat tradisi tersebut sebagai proses
imperatif ketika yang menyampaikan bebrayan (bersama) yang menyiratkan
pernyataan adalah seorang yang pernah nilai-nilai habluminannas di masyarakat.
memimpin Muhammdiyah. Akan tetapi, Meskipun orang Muhammadiyah yang
maksud Amien dalam pernyataan itu lekat dengan pandangan negatif
bukan sebatas tahlil lisan sebagaimana terhadap tahlil-yasin, Warsono
diketahui banyak orang, namun tahlil memandangnya secara bijak. Oleh
aksi nyata sebagai bentuk amal saleh di karena itu, ketika mengikuti tradisi
masyarakat. tersebut di desa yang mayoritas masih
Kelima, menguatkan empat poin mempertahankan tradisi tahlil-yasin,
sebelumnya, Amien menguatkan Warsono secara cair mengiktuinya
kembali pernyataan tahlil sebagai sikap tanpa takut mendapatkan stigma
dan perbuatan. Pada posisi itu Amien negatif.
kembali mengulas rekam jejak pendiri Warsono di satu sisi juga mafhum
Muhammadiyah, yaitu K.H. Ahmad kalau keputusan struktural soal
Dahlan yang dari awal pendirian pembidahan tahlil-yasin, namun di sisi
Muhammadiyah sudah bekerja keras lain tidak serta-merta mengikuti karena
untuk memperuangkan kemaslahatan hal itu serupa fatwa (nasihat) semata.
masyarakat. Sikap itu ditegaskan Sedangkan fatwa, bagi Warsono, bisa
kembali Amien dalam rangka dikuti atau tidak karena betapapun ia
pengamalan konsep tahlil dengan tergantung kedaulatan atas pilihan
konsep perbuatan (arkan). Oleh karena masing-masing. Posisi untuk
itu, Amien mengimbau masyarakat membolehkan tradisi tahlil-yasin itu
Muhhamdiyah agar tidak sekadar fokus menurut Warsono mesti dikembalikan
terhadap dirinya sendiri untuk masuk lagi menurut pilihan individu. Oleh
surga, sedangkan masyarakat di karena itu, sebagai orang
sekitarnya banyak terlilit problem Muhammadiyah, Warsono menganggap
ekonomi, sosial, budaya, maupun wajar kalau banyak warganya juga tidak
pendidikan. sesuai nasihat Majelis Tarjih.
Selain pernyataan personal Amien Warsono adalah salah satu contoh
Rais di atas, pendangan orang konkret di masyarakat betapa persoalan
Muhammadiyah terhadap yasin-tahlil di furuiyah seperti tradisi tahlil-yasin
kalangan pedesaan juga beraneka menghadapi respons beragam sesuai
ragam. Kalau asosiasi pembidahan dengan keputusan masing-masing
melekat pada Muhammadiyah, namun di individu. Sekalipun mereka adalah
sebuah dusun di Watubelah, warga Muhammadiyah yang secara
Tanjungsari, Gunungkidul bisa berbeda. formal dan generatif tidak
Orang Muhammadiyah di salah desa di membolehkan tradisi tersebut, namun
Yogyakarta bagian selatan itu cenderung pada praksisnya di lapangan justru
menerima, bahkan lebih fleksibel. Salah berbeda pandangan.
satunya sebagaimana dinyatakan Dengan demikian, sebagai sebuah
organisasi kemasyarakatan yang

225
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

memperjuangkan nilai-nilai Islam, jumlah dan bobot amal buruk


Muhammadiyah secara baku tidak sehinggamenjadi selamat dari siksa
memperbolehkan tradisi yasin-tahlil. kubur maupun akhirat. Pada hakikatnya
Namun, keputusan itu tidak dijelaskan orang yang sudah meninggal hanya
secara konseptual kenapa dilarang. Oleh membutuhkan doa, bukan kiriman
karena itu, hal demikian membawa pada pahala amal perbuatan yang diniatkan
kebebasan interpretasi atas keputusan untuknya, jenazah masuk surga atau
pusat Muhammadiyah. Setidaknya, tidak tergantung amal perbuatannya
menurut penjelasan di dalam tulisan ini, sewaktu masih hidup.
pandangan mengenai pembidahan Salah satu pandangan di atas
tradisi tahlil-yasin menemui dua jalur, adalah produk tafsir mengenai tradisi
yakni penerimaan dan penolakan. tahlil-yasin. Interpretasi lain juga
Dikotomi ihwal penerimaan dan dimungkinkan terjadi seperti
penolakan di Muhammadiyah yang pembolehan warga Muhammadiyah
diuraikan di dalam tulisan ini bukan terhadap tahlil-yasin. Salah satu contoh
simplikasi dan generalisasi atas wacana yang membolehkan diambil dari studi
tradisi tahlil-yasin secara umum, namun kasus di dusun Watubelah, Tanjungsari,
ia sekadar eksplanasi akademik sebagai Gunungkidul. Selain itu, tokoh
pembentangan fenomena budaya yang Muhammadiyah seperti Amien Rais,
telah mengakar di Indonesia itu. Sebagai merekonstruksi secara luas makna
tulisan ilmiah, penjelasan di atas tradisi tahlil sebagai ekspresi
bermaksud objektif dan tidak perjuangan sosial-kemasyarakatan.
mengambil sisi subjektif: menegaskan
mana yang benar dan mana yang salah.
Publik luas yang dapat menafsirkan
kembali bagaimana seharusnya DAFTAR PUSTAKA
menempatkan tradisi tahlil-yasin
sebagai pokok pembahasan di sini. Al-Albani, Nashiruddin. 1999. Tuntunan
Kemerdekaan pilihan tetap berada di Lengkap Mengurus Jenazah,
tangan khalayak luas yang secara Penerjamah: Abbas Muhammad
konstitusional dilindungi oleh negara. Basalamah. Jakarta: Gema Insan
Pres.
Kesimpulan
Agar tetap murni bersyariat Asjmuni, Abdurrahman dkk. 2004.
dalam bertahlilan, pelaksanaan tidak Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya
dicampur atau dilaksanakan dengan Jawab Agama Yogyakarta: Suara
peringatan hari-hari kematian Muhammadiyah.
seseorang sebagaimana yang terjadi Datdut.com. 2017. Muhammadiyah
dalam Hinduisme. Kalau tetap Larang Tahlil, Ini 5 Komentar
dilaksanakan, itulah yang disebut Amien Rais. Diakses pada 22 Juli
mencampuradukkan antara ajaran Islam 2018.
dan non ajaran Islam dalam pelaksanaan
ibadah. Tahlilan tidak bisa disebut hanya Farhan, Hamim. 2008. Ritualisasi
sekadar budaya karena ada unsur-unsur Budaya-Agama Dan Fenomena
keyakinan eskatologis di dalamnya, Tahlilan-Yasinan Sebagai Upaya
yaitu pengiriman pahala, yang dikirimi Pelestarian Potensi Kearifan
pahala menjadi banyak tabungan Lokal Dan Penguatan Moral
pahalanya, dan nantinya dihisab pahala Masyarakat. Jurnal Logos Vol.5
amal shaleh mampu mengalahkan No.2 Januari 2008. Fakultas

226
KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Agama Islam Universitas


Muhammadiyah Gresik.
Geertz, 1993. Kebudayaan dan Agama.
Kanisius, Cetakan II, Yogyakarta.
Johnson. 1994. Teori-Teori Sosiologi:
Klasik Dan Modern.
Diindonesiakan Oleh Robert M.Z.
Lawang, Gramedia, Jilid I,II,
Jakarta.
Mahmudah, Siti. 2018. Islamisme:
Kemunculan dan
Perkembangannya di Indonesia.
Jurnal Aqlam, Journal of Islam
and Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni
2018.
Mas’ud, Abdurrahman. 2004.
Intelektual Pesantren Perhelatan
Agama dan Tradisi. Yogyakarta:
Lkis.
Mufid, Achmad. 2007. Risalah Kematian.
Yogyakarta: Total Media 2007.
Paton, Michael Quin. Qualitative
Evaluationn and Research
Methods. Newbuy Park: SAGE
Pub, 1990.
Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah
Spiritual, Jakarta: Kompas, 2006,
h. 16.
Lufaefi. 2018. Reaktualisasi Dakwah
Wali Songo: Gerak Dakwah KH
Said Aqil Siroj dalam Menebar
Islam Rahmatal Lil Alamin. Jurnal
Aqalam, Journal of Islam and
Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni 2018.
Simuh. "Interaksi Islam dalam Budaya
Jawa" dalam Muhammadiyah
dalam Kritik. Surakarta:
Muhammaddiyah University
Press, 2002.
Wijaya, Saksono. 1995. Mengislamkan
Tanah Jawa: Telaah Atas Metode
Dakwah Wali Songgo. Mizan,
Cetakan II, Bandung.

227

Anda mungkin juga menyukai