Dosen Pengampu:
H. Nashrullah, M.H.I
Oleh
NIRM: 18.11.20.01.09.01604
ii
rumah keluarga yang sedang berduka cita sambil membawa sejumlah beras.
Sementara itu, para lelakinya, disamping membantu dalam persiapan penguburan,
juga mempersiapkan kayu-kayu yang diperlukan untuk masak-memasak dalam
rangka selamatan (baaruah).
Penulis
iii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...............................................................................25
B. Saran .........................................................................................27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2008, h.
50.
1
sakral yang sangat tinggi. Hal ini bisa disimak bila ada anggota masyarakat yang
meninggal dunia, maka anggota keluarganya bersiap dengan segala kemampuan
yang ada untuk melaksanakan kenduri. Meskipun hal itu di luar kemampuan
mereka, atau mereka terpaksa melakukan, karena malu dengan anggota
masyarakat yang lain. Ritual keagamaan yang dilakukan oleh anggota masyarakat
berdasarkan kepercayaan yang dianut, mendorong manusia untuk melakukannya
sesuai dengan kelaziman yang berlaku sebelumnya.tindakan yang bertujuan
mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa alam. Pelaksanaan kenduri
didasari atas adanya kebenaran atau apa yang dilakukan sudah sesuai dengan
tuntunan agama. Itulah dalil dari sebagian kelompok masyarakat di Indonesia,
baik berupa ritual kematian, ritual syukuran atau selamatan, ritual tolak bala, dan
lain sebagainya.2
Pada masyarakat Banjar, hal yang sama pun ditemui. Bila ada salah seorang
anggota keluarga yang meninggal, maka segala bentuk persiapan untuk kenduri/
di sediakan.Anggota masyarakat dari pihak perempuan mengumpul dirumah ahli
waris simayit, mempersiapkan segala bentuk kebutuhan masakan untuk
disedakahkan kepada para tamu yang diundang, untuk sembahyang, tahlil, serta
disambung dengan membaca Al-Quran sampai larut malam. Ritual seperti ini
pada dasarnya sangat baik dari sudut etika bermasyarakat. Namun yang perlu
dipertanyakan, bagaimanakah kalau dipandang dari sudut akidah, dan syariat
Islam? Karena setiap ritual tidak bisa lepas dari penilaian, baik dan buruk, sunah,
atau pun bid’ah, dalam arti kata; setiap kreativitas dalam siklus hidup beragama,
semuanya tidak lepas dari penilaian. Dalam pada itu kebiasaan mencermati, dan
menyambut kehadiran arwah kembali ke rumah adalah suatu kebiasaan yang telah
dilakukan oleh masyarakat dinamisme, mereka beranggapan, apabila masuk pada
hari ketiga, ketujuh, arwah akan kembali ke rumah, untuk memperhatikan: apa
kegiatan yang dilakukan oleh ahli mayit. Bila ahli mayit tinggal diam saja tanpa
2
Alfina Munawarroh, Fungsi Sosial Tradisi Mandoa dalam Upacara Kematian (Tesis
tidak diterbitkan, UNAND,2016), h.62.
2
ada perhatian terhadap kepergian si mayit, maka arwah itu akan kembali ke
kuburnya dengan perasaan sangat sedih.
Dari statemen ini bisa disimpulkan sementara bahwa ada kemungkinan,
bahwa kebiasaan umat Islam mengadakan kenduri sedekahan di rumah ahli mayit
ini merupakan akulturasi dari keyakinan masyarakat Dinamisme tersebut. Apa
lagi kalau disimak, masih banyak sisa kebudayaan Dinamisme yang masih dipakai
oleh umat Islam, dalam tradisi hidup sehari-hari. Adanya berbagai ritual dan
tradisi yang dilakukan masyarakat telah memperkokoh eksistensi dari agama yang
dianut oleh masyarakatnya karena berbagai tradisi yang berkaitan dengan siklus
kehidupan berkembang dan menjadi kuat ketika ia telah mentradisi dan
membudaya ditengah kehidupan masyarakat.
3
BAB II
Dalam Islam, istilah ini disebut dengan adab. Islam telah mengatur etika dan
norma-norma pemeluknya berdasarkan tuntunan langsung dari Allah melalui
wahyu kepada rasul-nya. Pengaruh agama dapat melanggengkan sebuah tradisi
melalui pemaknaan yang dikaitkan dengan keagamaan. Oleh karena itu, sistem
religi atau upacara keagamaan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang
paling stabil sifatnya terhadap perubahan. Jika dikaitkan dengan ba-ayun maulid,
sebuah upacara yang sebelumnya dipraktikkan berdasarkan kepercayaan lama
dapat menjadi sebuah tradisi dalam agama Islam karena dalam pelaksanaanya
diberi anasir Islam.
Meski mendapat pengaruh Islam, tidak semua tradisi yang terkait dengan
agama merupakan ajaran dari agama itu sendiri. Sebagaimana ditegaskan Alfani
Daud (1997:6-7) bahwa praktik-praktik keagamaan yang merupakan bagian dari
religi komunitas pada masyarakat Banjar tidaklah seluruhnya dapat dicari
referensinya dalam ajaran Islam. Asal mula praktik keagamaan itu dapat ditelusuri
dari sisa-sisa kepercayaan dan praktik keagamaan religi suku, Hindu, dan Budha
yang pernah berkembang jauh sebelum masuknya Islam ke kawasan ini. Ketika
Islam berkembang di wilayah ini maka terjadilah perpaduan antara unsur Islam
4
dengan kepercayaan lama yang terungkap dalam praktik-praktik keagamaan suatu
komunitas dalam masyarakat Banjar.3
3
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar Deskripsi dan Analisa Kebudayaan
(Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997), h. 6-7.
5
7. Manyaratus atau upacara yang biasnya dilakukan pada hari yang ke
seratus, sesudah jenazah tersebut dimakamkan. Biasnya ini dilakukan
pada siang dan malam dengan upacara yang khusus tersendiri dan
memakan biaya yang cukup banyak juka dibandingkan dengan upacara
baaruah lainnya.
8. Bahaul, yaitu upacara yang dilakukan setiap tahun, tepat pada hari
meninggalnya orang tersebut. Ini biasanya dilakukan di waktu malam
hari. Upacara Bahaul ini biasanya dilakukan setiap tahun pada hari
meningalnya orang tersebut dan merupakan seolah-ilah selamatan untuk
mengenang hari meninggalnya orang tersebut.
Yang dimaksud dengan upacara baaruah pada bagian ini adalah beberapa
upacara yang hampir sama bentuknya, hanya waktunya saja yang berbeda dalam
upacara Baaruah ini ialah:
- Manurun Tanah,
- Mandua Hari,
- Maniga Hari,
- Manujuh Hari,
- Manyalawi Hari, dan
- Mamatang Puluh Hari (Mamatang Puluh Hari), yang berasal dari kata
Patang Puluh = 40
Baaruah seperti tersebut ini bentuknya sama dan upacaranya pun sama, hanya
waktu penyelenggaraannya atau harinya yang berbeda. Walaupun ada perbedaan,
hanya terletak pada besar kecilnya hidangan dan apa-apa yang dibaca pada saat itu
saja. Namun biasnya tahlilan dan doa aruah tetap atau wajib dibaca pada saat
upacara itu.
6
Manyala Ari artinya Baaruah di sela-sela hari Baaruah yang resmi seperti disebut
di atas sampai waktu Manyaratus.
Selain itu juga memberikan sedekah pahala yang didapat dari pembacaan
ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan di waktu upaca itu kepada arwah yang
meninggal. Demikian juga pahala dari tahlilan yang dibacakan di waktu upacara
tersebut secara bersama-sama, juga pahalanya disedekahkan kepada yang
meninggal. Jadi upacara ini juga bermaksud memberikan sedekah pahala dari
hasil pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan tahlilan dan lain sebagainya,
termasuk suguhan tersebut kepada arwah yang meninggal, di samping itu juga
untuk meminta do’a kepada para undangan yang hadir pada upacara ini agar yang
meninggal mendapat kelapangan di dalam kubur dan diterima di sisi Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Bagi yang hidup merupakan tanda terima kasih kepada seluruh tetangga atau
keluarga yang menolong pada saat pemakaman atau pada almarhum tersebut sakit
sampai meninggalnya. Di samping itu juga bermaksud merapatkan tali atau ikatan
kekeluargaan dan persahabatan pada upacara selamatan tersebut.
7
4) Manyalawi diadakan sesudah atau pada malam kesalawi atau ke-25,
sejak jenazah dimakamkan.
5) Mamatang Puluh diselenggarakan pada malam ke-40 sesudah jenazah
tersebbut dimakamkan.
6) Manyala Ari diselenggarakan setiap malam Jum’at, sampai dengan
waktu Manyaratus tiba.
Biasanya waktu yag diambil adalah malam hari sesudah shalat Isya, pada
bulan-bulan yang tidak terkena bulan puasa. Jika bertepatan dengan bulan
puasa, biasanya dilaksanakan bertepatan dengan berbuka puasa, biasnya ini
dilaksanakan bertepatan tepat berbuka puasa atau sesudah shalat tarawih dan
terkadang, sekaligus jamuannya dijadikan jamuan makan sahur, yang istilah
dalam bahasa Banjar Manyaurakan, jika hidangannya disuguhkan bertepatan
dengan sahur untuk puasa besoknya. Sebelum waktu sahur itu, setelah shalat
tarawih, orang sudah berkumpul membaca ayat suci Al-Qur’an menunggu
waktu sahur tiba.
8
pun biasnya di rumah tersebut juga kecil-kecilan. Ini disebabkan ada sebagian
anggapan bahwa roh yang meninggal itu masih berada di sekitar rumah
tersebut, sebelum habis seratus hari atau sebelum selesai upacara Manyaratus.
Jika Baaruah itu agak besar hidangan dan jumlah undangannya banyak
biasanya mencari kayu pun dijalankan dengan gotong royong ke huutan
sampai dengan menungkihnya atau membelahnya, menjadi kayu bakar. Untuk
memasak nasi dengan kawah atau mengawah biasanya dilakukan oleh para
pria yang juga secar gotong royong.
Pada upacara baaruah ini ada dua jenis atau dua cara pelasanaannya,
yaitu ada yang disertai dengan tadarusan atau kaji darau sebelum upacara
puncak yang berupa hidangan disuguhkan sesudah selesai satu jus membaca
9
ayat suci Al-Qur’an tiap orang atau secukupnya untuk tadarusan atau
seterusnya dilaksanakan tahlilan sebelum pembacaan do’a aruah
dilaksanakan. Do’a aruah ini adalah do’a yang khusus dibaca untuk upacara
Baaruah itu. Kedua ada juga yang tanpa pembacaan Al-Qur’an tetapi
langsung tahlilan dan pembacaan do’a aruah saja, seterusnya hidangan di
suguhkan sebelum pembacaan doa tersebut. Jadi ketika pembacaan do’a
tersebut hidangan sudah dihidangkan di hadapan para undangan, tetapi belum
dipersilakan untuk mencicipinya.
10
tidak lama sesudah acara membaca ayat suci Al-Qur’an itu dimulai, dimulai
pula mengawah atau memasak nasi dengan kawah. Baaruah ini merupakan
tradisi bagi suku Banjar Hulu Sungai, apabila memasak nasi untuk selamatan
atau kenduri yang mengundang orang banyak. Ini sesuai dengan lingkungan
dari di daerah Kalimantan Selatan yang banyak sekali tumbuh pohon pohonan
yang bisa dipergunakan untuk kayu api dan tungku serta daun pisang yang
digunakan untuk menutupinya.
Ada satu hal yang mempunyai hubungan yang erat dengan kebiasaan
memasak nasi dengan kawah ini dengan tidak memakai dandang, yaitu nasi
yang dimasak dengan kawah itu biasanya menghasilkan kerak di dasarnya ini
merupakan makanan yang enak bagi anak-anak yang menghadiri upacara
baruh pada saat itu, sehingga jika nasi sudah masak dan telah diambil,
sehingga tertinggal keraknya saja lagi anak-anak ramai sekali berebutan kerak
tersebut, seperti suatu upacara khusus kelihatannya di samping upacara itu.
Kegiatan anak-anak ini diluar dari acara.
11
B. Upacara Manyaratus atau Mangganap Ari
Upacara ini terdiri atas beberapa tahap dalam pelaksanaan dari persiapan
sampai berakhirnya upacara ini. Tahap pertama sekali adalah tahap gotong
royong untuk mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk keperluan
penyelenggaraan upacara seperti kayu api, beras, ikan dan sebagainya. Tahap
ini biasanya dimulai kira-kira 15 hari sebelum pelaksanaan upacara berjalan.
Tahap kedua yang biasa disebut dengan duduk aruh atau api-api. Ini biasanya
memakan waktu 1 hari sebelumnya. Tahap berikutnya barulah tahap
penyelenggaraan upacara, yaitu memakan waktu siang dan malam, dengan
upacara yang berbeda-beda. Hal ini dilaksanakan untuk orang dewasa yang
meninggal jika anak-anak cukup secara sederhana saja dan hanya memakan
waktu satu hari saja bahkan hanya seperti baaruh biasa pelaksanaannya.
12
meninggal bisa mendapat rahmat atau selamat dalam hidup di alam barzah
atau alam kubur serta diterima di sisi Tuhan yang Maha Kuasa. Di samping
itu juga untuk mendo’akan agar arwah yang meninggal mendapat rahmat dari
Tuhan yang Maha Kuasa serta dilapangkan dari siksa kubur. Upacara ini
seperti upacara terakhir atau perpisahan antara keluarga yang ditinggalkan
dengan meninggalkan atau meninggal dunia itu oleh karena itu biasanya
upacara ini merupakan upacara yang terbesar jika dibandingkan dengan
segala upacara kematian lainnya. Selain itu juga untuk mendapatkan tali
kekeluargaan antara sesama keluarga yang meninggal dan juga sebagai tanda
terima kasih kepada yang membantu dalam penyelenggaraan pemakaman
atau yang membantu selama almarhum sakit sampai dengan meninggal dunia
titik juga merupakan kesempatan memberikan sedekah kepada yang telah
meninggal tersebut berupa pahala pembacaan ayat suci Al-Quran, tahlilan
dan jamuan makan yang diberikan terhadap para undangan tersebut. waktu
penyelenggaraan upacara biasanya adalah tepat jatuh pada hari ke-100 dari
meninggalnya seseorang. Upacara tersebut biasanya dilakukan siang dan
malam hari upacara pada malam tersebut berupa upacara kecil-kecilan
Sedangkan untuk siang hari biasanya diselenggarakan secara besar-besaran.
Pada siang hari, biasanya mengambil waktu pagi antara jam 08.00 sampai
jam 10.00 jika acara banyak yang dilaksanakan, sedangkan yang malam
ketika menjelang upacara siang hari sudah duduk aruh dan dimulai sesudah
shalat Isya. Sekarang upacara itu menjadi hampir 1 hari suntuk, karena
dilaksanakan seperti upacara selamatan perkawinan dengan kedatangan
undangan yang tidak serentak. Dulu upacara ini dijalankan serentak dari acara
pertama sampai terakhir, seperti acara baaruah biasa.
C. Upacara Bahaul
Bahaul adalah nama untuk upacara baru yang dilakukan secara rutin
setiap tahun sekali, bertepatan dengan hari atau malam meninggalnya
seseorang. Upacara Ini juga secara umum disebut baru yaitu berupa upacara
13
baru yang waktunya setiap tahun sekali titik upacara Ini sederhana saja, tidak
seperti menyeratus, bahkan kadang-kadang lebih sederhana dari baru biasa.
Umumnya seperti halnya upacara baru biasa, ini hanya terdiri dari dua
tahap, yaitu tahap mempersiapkan perlengkapannya termasuk memasak
hidangannya dan tahap pelaksanaan upacara tersebut. Maksud
penyelenggaraan upacara bahaul seperti halnya baru juga untuk memberikan
sedekah kepada yang meninggal pahala bacaan yang dilakukan di waktu
upacara sekaligus juga mendoakan agar yang meninggal tersebut mendapat
rahmat dari Tuhan yang Maha Kuasa. Di samping itu juga merupakan
peringatan terhadap ulang tahun kematian seseorang.4
Dalam upacara baaruah sampai bahaul ini terdapat upacara tahlilan. Tahlilan
berasal dari kata tahlil, yaitu pengucapan yang meng-Esakan Allah dengan
kalimat La ilaha ilallah (Tiada Tuhan Selain Allah). Karena hal ini merupakan
lafadz yang memiliki makna pengakuan totalitas akan sistem keyakinan seorang
hamba terhadap Keesaan Tuhan, maka hal ini merupakan amalan baik dan
merupakan anjuran ajaran agama. Sebagaian besar masyarakat Banjar memiliki
keyakinan bahwa tahlilan adalah amalan baik yang perlu untuk dilaksanakan, baik
secara pribadi atau dilaksanakan bersama-sama (berjamaah) sebagai bentuk
ibadah kepada Allah.
Tahlilan berarti dzikir yang bisa dibaca kapan saja, misalkan sedang tidur,
membaca, sedang duduk ataupun dalam keadaan apapun. Karena tahlilan ini
sifatnya mengagungkan nama Allah. Tahlilan bisa dibaca sendiri ataupun
berjamaah, tahlilan yang dibaca secara berjamaah maka doa salah satu diantara
orang tersebut dapat dikabulkan/diterima oleh Allah. Tahlilan yang umumnya
dibaca saat ada yang meninggal berarti hadiah bagi si mayit supaya segala
dosanya diampuni oleh Allah SWT. Kalau membaca tahlil selain mendoakan
4
_______ (Online) Tersedia di
http://enpri.indonesiaheritage.org/indo/katalog/detail/90/death-of-tradisional-ceremony-south-
kalomantan Diakses tanggal 17 Februari 2021.
14
mayit juga untuk yang membaca mendapatkan pahala dan juga merupakan
shadaqoh pada orang yang meninggal dan fadhilahnya disampaikan kepada orang
yang meninggal. Adapun keistimewaan yasinan-tahlilan yang lain adalah: (1)
Apabila ada orang yang istiqomah membaca laa ilaha illa Allah sampai mati
akan tetap membaca kalimat itu. (2) Apabila orang yang selalu membaca laa
ilaha illa Allah akan mati dalam keadaan husnul khotimah.
15
bacakan. Tapi Nabi telah menganjurkan kepada para sahabat dan umatnya dan
bersabda : “ Bacakanlah surat Yasin untuk saudara-saudara yang tiada.”5
5
Hamim Farhan, Ritualisasi Budaya Agama dan Fenomena Tahlilan Yasinan sebagai
Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal dan Penguatab Moral Masyarakat, (Gresik:
Universitas Muhammadiyah Gresik, Vol. 5 No. 2 (2008) h. 91
16
BAB III
PERGESERAN KEBUDAYAAN
Dalam kehidupan manusia, tidak mungkin statis, pasti akan berubah pada
setiap waktu tertentu. Wujud tradisi baaruah penuh dengan unsur-unsur
kepercayaan Animisme-Dinamisme, kemudian ditambahi dengan unsur-unsur
Hindu-Budha serta Islam. Setiap penambahan tidak ada dalam baaruah
tentunya akan mengubah sebuah bentuk baaruah, hal ini menunjukkan bahwa
segala sesuatu tentulah mengalami perubahan. Pembaruan tentu berakibat
pada perubahan pola kehidupan manusia.
Kegiatan baaruah tetap masih ada, hanya saja bentuknya yang berubah
karena nilai-nilai ajaran sebelum Islam telah sedikit demi sedikit memudar
tergeser oleh pengilhaman ajaran Islam yang semakin kuat. Fungsi baaruah
yang dahulunya sebagai salah satu bentuk ritual keagamaan yang sakral, kini
berfungsi lebih sebagai sarana untuk bersedekah serta menjaga hubungan baik
dengan sesama anggota masyarakat. Pada masyarakat Banjar acara baaruah
berbentuk lazim tidak lebih dari sebuah acara tahlil dan berdo'a bersama
dalam sebuah pengajian, yang kemudian dapat diikuti dengan makan
bersama. Aktifitas ritual baaruah kematian merupakan upacara yang sangat
sakral. Dahulu, pengadaan baaruah untuk meninggalnya seseorang adalah
agar leluhur yang telah tiada mengganggu anak cucu yang masih hidup di
dunia. Pemberian persembahan yang berupa makanan atau sesaji tidak
mungkin lupa disediakan dalam setiap upacara baaruah. Masyarakat Banjar
percaya sesaji akan membuat para leluhur senang dan berkenan hadir dalam
17
upacara baaruah untuk memberikan keselamatan pada anak cucunya di
dunia.
Selain itu, jika pada zaman dahulu hidangan yang disuguhkan dalam
upacara baaruh biasanya dimasak atau disiapkan oleh keluarga dan
masyarakat secara gotong-royong, berbeda dengan sekarang di mana orang
terbiasa memesan masakan dari cathering dan bahkan hidangan tersebut
sudah dibungkus sehingga undangan bisa memakan hidangan tersebut di
rumah, tidak di tempat upacara.
a. Praktis.
18
Masyarakat perkotaan masyarakat terbiasa hidup dengan cara-cara
yang cepat, mudah, serta semuanya serba praktis.
c. Keterbatasan fasilitas.
19
Sebuah tradisi atau upacara tentulah tidak lengakap jika tanpa
perlengkapan yang beragam. Untuk memenuhi perlengkapan
tentunya membutuhkan biaya yang sekiranya tidak sedikit. Karena
alasan, beberapa bentuk kenduri saat kini dilakukan dengan
sederhana.
20
sebagian besar perkampungan muslim. Dalam hal kelanggengan tahlilan
dibaca secara rutin setiap malam jum‘at dimana tahlilan tersebut dilakukan
secara berpindah–pindah di dalam Desa dari RT ke RT dan di setiap tahunya
mengadakan tour Wali Songo untuk menambah semangat mereka dalam
tradisi tahlilan dan melakukan tahlilan selama tujuh hari di rumah keluarga
yang meninggal. Hal tersebut merupakan tradisi yang tidak bisa dipisahkan
dari masyarakat. Karena mereka sudah mempercayai bahwa tahlilan
mempunyai manfaat yang luar biasa. Untuk itu meskipun zaman semakin
modern tidak akan berpengaruh pada tradisi ini, karena tradisi ini sudah
melekat di masyarakat dari zaman nenek moyang dulu sampai di zaman
modern ini, dan dengan adanya tahlilan ini masyarakat bisa lebih terkontrol
lagi terutama para pemuda yang selalu menyala gunakan teknologi. Dari
sinilah Fenomena Tahlilan ini sebagai ajang bertemu dan berkumpulnya
individu-individu yang memiliki tujuan dan hajat bersama dalam membentuk
sebuah ikatan-ikatan sosial dan solidaritas.
21
BAB IV
22
BAB V
Analisis budaya dan pantangan yang terjadi pada upacara kematian adat
Banjar sebagaimana tebel berikut.
23
Hijriyah) di Mekah dan
Madinah.6
4. Tahlilan- √ Merupakan bentuk
Yasinan pengislaman oleh para Wali,
dari
√ Manfaat tahlilan-yasinan
diyakini sebagian masyarakat
sebagai media untuk
menyambung budaya
kekerabatan (silaturrahim) dan
kerukunan antar warga.
4. Pembacaan √ Tradisi ini disinyalir dirujuk
Al-Qur’an dari hadis Nabi Muhammad
pahalanya saw, meskipun tidak semuanya
dihadiahkan mengetahui persis teks hadis
kepada mayit yang tersebut, karena
pada upacara pengetahuan yang berkembang
Mukaddam didapat dari para tokoh agama
dan Manjaga melalui ceramah-ceramah.
Kubur Para penunggu makam
mempunyai sikap atau
pandangan serta tujuan yang
berbeda-beda. Ada yang
memang bertujuan untuk
melestarikan bacaan al-Qur’an
dalam setiap moment apapun,
ada juga yang berniat sekedar
mengabulkan hajat orang yang
meminta tolong tersebut,
bahkan ada juga yang
memandang tradisi ini sebagai
sarana untuk tambahan
pemasukan komisi kantong.7
6. Basusup di √ Maksud dari upacara basusup
bawah ini bagi orang yang
keranda mempercayainya yaitu sebagai
mayit bentuk penghormatan dan
untuk mendapatkan tuah dari
orang yang meninggal.
6
Ahmad Busyairi, “Akulturasi Budaya dalam Upacara Kematian Masyarakat Kota
Kediri Lombok Barat” Vol. 17 No. 2 (2018): h.247.
7
Miftahul Jannah, “Living Hadits dalam Tradisi Menjaga Kubur Masyarakat Banjar
KAB. HST KalSel”..... h.41.
24
Menurut penulis upacara ini
sebaiknya dieliminasi karena
tidak ada hukum yang
mendasar dan tidak logis.
7. Menyalakan √ Jika tujuannya untuk
dupa memanggil roh-roh atau arwah
pertanda yang telah meninggal.
dimulainya √ Jika tujuannya sebagai
kenduri pengharum ruangan dengan
membakar dupa, mustiki, kayu
gaharu yang membawa
ketenangan suasana. Karena
‘ittiba’ dengan Rasulullah
Saw. karena beliau menyukai
wangi-wangian, baik minyak
wangi, bunga-bungaan ataupun
pembakaran dupa.
8. Mandi √ Disunnahkan dan tak sampai
sesudah wajib bagi orang yang telah
mengubur memandikan jenazah untuk
atau mandi dan bagi orang yang
pelaksanaan mengusung jenazah untuk
jenazah. berwudhu.8
9. Beberapa √ Tidak ada dasar hukum dan
pantangan tidak logis.
pada upacara
baaruah ini
yaitu:
Larangan
membawa
pisang ke
rumah
duka
Menghida
ngkan kue
lapis
8
_______ (Online) tersedia di
https://www/dakwahmanhajsalaf.com/2019/06/benarkah-dianjurkan-untuk-mandi-setelah-
memandikan-jenazah.html?m=1 Diakses tanggal 12 Maret 2021.
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Praktis,
b. Pengoptimalan daya guna,
c. Keterbatasan fasilitas,
d. Tidak adanya lagi para orang tua yang ahli kenduri,
e. Semakin sadarnya masyarakat akan kaidah-kaidah agama, dan
26
f. Penghematan biaya operasional.
B. Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28