Anda di halaman 1dari 14

a.

BAB IV
b. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI
c. DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

Semakin besar sebuah sekolah, semakin banyak pula komponen orang


yang dilibatkan atau fasilitas yang digunakan. Agar dapat mencapai tujuan secara
efektif dan efisien, tentunya semua orang yang yang dilibatkan dan fasilitas perlu
didayagunakan sedemikian rupa bagi keberhasilan pendidikan di sekolah. Proses
pendayagunaan semua komponen sekolah itulah yang disebut dengan kegiatan
manajemen sekolah.
Lebih lanjut apabila diidentifikasi terus akan didapatkan sekian banyak,
ratusan atau bahkan menjadi ribuan permasalahan di sekolah. DeRoche (985),
sebelum menyusun bukunya yang berjudul How School Administrator Solve the
Problem melakukan survey kepada dua ribu kepala sekolah. Dalam survey itu
meminta setiap kepala sekolah menuliskan pada kartu pos masalah-masalah yang
dihadapi di sekolahnya masing-masing. Berdasarkan kartu pos yang dikirim
kepala sekolah kepadanya, DeRoche berhasil mengidentifikasi dua ribu kegiatan
manajemen sekolah. Namun para pakar administrasi pendidikan telah mencoba
mengklasifikasi komponen-komponen tersebut menjadi beberapa gugusan
substansi pendidikan. Mereka mengelompokkannya menjadi enam gugusan
substansi, yaitu gugusan-gugusan substansi (1) kurikulum atau pembelajaran; (2)
kesiswaan; (3) kepegawaian; (4) sarana dan prasarana; (5) keuangan; dan (6)
lingkungan masyarakat.
Demikianlah sehingga paling tidak enam manajemen di sekolah, yaitu
manajemen kurikulum dan pembelajaran, manajemen kesiswaan yang sering juga
disebut dengan manajemen peserta didik, manajemen kepegawaian, manajemen
sarana dan prasarana, manajemen keuangan, dan manajemen hubungan
masyarakat.

A. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran


Kegiatan pokok dalam manajemen kurikulum dan pembelajaran adalah:
1. Penyusunan/review KTSP / K13 dan silabus.
2. Penyusunan kalender pendidikan.
3. Penyusunan program tahunan.
4. Penyusunan rencana pembelajaran (RPP).
5. Pembagian tugas mengajar dan tugas lain.
6. Penyusunan jadwal pelajaran.
7. Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan.
8. Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler.
9. Penyusunan progran jadwal kegiatan bimbingan dan penyuluhan.
10. Pengaturan pembukaan tahun ajaran baru.

21
2

11. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran.


12. Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan penyuluhan.
13. Supervisi pelaksanaan pembelajaran.
14. Supervisi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan .
Kurikulum tingkat satuan pendidikan, sebagai jantung pembelajaran,
pengembangannya tidak hanya didasarkan kepada kehendak kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah bidang kurikulum, melainkan juga harus memperhatikan
tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan di provinsi, dan tujuan pendidikan
lokal (kabupaten/kota). Tujuan-tujuan tersebut yang merupakan arah untuk
dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan kompetensi lulusan peserta didik.
Selanjutnya, kedirian peserta didik sebagai manusia yang berkarakter, berharkat
dan bermartabat harus menjadi bahan pertimbangan pula. Di samping itu, esensi
dan profesionalisme guru sebagai pendidik, harus menjadi pemahaman yang
komperhensif dan tepat dalam pengembangan kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum tersebut adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan tersusunnya kurikulum pada tingkat
satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu
kepada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada
panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Di
samping itu, ada Peraturan Menteri Pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006
tentang Standar isi; dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun
2007 tentang Standar Kompetensi Kelulusan yang harus dijadikan pondasi dalam
mengembangkan KTSP. Berdasarkan kepada empat landasan tersebut ditambah
Panduan Penyusunan KTSP dari BSNP, serta pemahaman terhadap kedirian
peserta didik dan esensi dan tugas profesional guru sebagai pendidik, maka
disusun dan dikembangkanlah menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun
dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar
nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum disusun antara lain agar
dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk: a. belajar untuk beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. belajar untuk memahami dan
menghayati; c. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; d.
belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan e. belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan (PAKEM).
3

B. Manajemen Peserta Didik


Manajemen peserta didik termasuk salah satu substansi manajemen
pendidikan. Peserta didik ini juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid,
subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebutan-
sebutan yang berbeda pada buku ini mempunyai maksud yang sama. Apapun
istilahnya, yang jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program
pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu.
Manajemen peserta didik menduduki posisi strategis, karena sentral
layanan pendidikan, baik dalam latar institusi persekolahan maupun yang berada
di luar latar institusi persekolahan, tertuju kepada peserta didik. Semua kegiatan
pendidikan, baik yang berkenaan dengan manajemen akademik, layanan
pendukung akademik, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana
prasarana dan hubungan sekolah dengan masyarakat, senantiasa diupayakan agar
peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang andal.
Apa yang dimaksud dengan manajemen peserta didik? Knezevich (1961)
mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai
suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan
layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti pengenalan, pendaftaran, layanan
individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan
sampai ia matang di sekolah.
Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan
terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai
dengan mereka lulus sekolah. Yang diatur secara langsung adalah segi-segi yang
berkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung. Pengaturan terhadap segi-
segi lain selain peserta didik dimaksudkan untuk memberikan layanan yang sebaik
mungkin kepada peserta didik.
Sementara itu, manajemen peserta didik adalah manajemen peserta didik
yang memberikan tekanan pada empat pilar manajemen berbasis sekolah, yakni
mutu, kemandirian, partisipasi masyarakat dan transparansi. Jadi, seluruh aktivitas
manajemen peserta didik, haruslah diaksentuasikan pada penonjolan empat pilar
manajemen berbasis sekolah tersebut.
Tujuan umum manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan-
kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar-
mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar-mengajar di sekolah dapat
berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi
pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Tujuan
khusus manajemen peserta didik, yaitu (1) meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan psikomotor peserta didik; (2) menyalurkan dan mengembangkan
kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik; (3) menyalurkan
aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik; (4) dengan terpenuhinya
1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-
cita mereka.
Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai
berikut.
4

a. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individu-alitas peserta didik,


bertujuan agar dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa
banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan
umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.
b. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik yang
bertujuan agar mereka dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya,
dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan
lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta
didik sebagai makhluk sosial.
c. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik,
yang bertujuan agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya.
Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh
karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik
secara keseluruhan.
d. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan
peserta didik yang bertujuan agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya.
Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga
turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa manajemen peserta didik adalah
suatu pengaturan terhadap peserta didik di sekolah, sejak peserta didik masuk
sampai dengan peserta didik lulus. Ruang lingkup manajemen peserta didik,
sebenarnya meliputi pengaturan aktivitas-aktivitas peserta didik sejak yang
bersangkutan masuk ke sekolah hingga yang bersangkutan lulus, baik yang
berkenaan dengan peserta didik secara langsung, maupun yang berkenaan dengan
peserta didik secara tidak langsung: kepada tenaga kependidikan, sumber-sumber
pendidikan, prasarana dan sarananya.
Secara rinci, ruang lingkup peserta didik adalah sebagai berikut.
a. Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah school census, school
size, class size dan efektive class.
b. Koordinasi kegiatan peserta didik, yang meliputi komunikasi, integrasi dan
singkronisasi.
c. Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan kebijaksanaan, sistem, kriteria,
prosedur, dan pemecahan problema-problema penerimaan peserta didik.
d. Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan hari-hari pertama peserta
didik di sekolah, pekan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan
dalam orientasi peserta didik, dan teknik-teknik orientasi peserta didik.
e. Mengatur kehadiran, ketidak-hadiran peserta didik di sekolah. Termasuk di
dalamnya adalah peserta didik yang membolos, terlambat datang dan
meninggalkan sekolah sebelum waktunya.
f. Mengatur kenaikan tingkat peserta didik.
g. Mengatur kode etik, pengadilan dan peningkatan disiplin peserta didik.
Dalam versi lain, manajemen peserta didik meliputi:
a. Perencanaan daya tampung.
b. Perencanaan penerimaan peserta didik baru.
5

c. Penerimaan peserta didik baru.


d. Pengelompokan peserta didik berdasarkan pola tertentu.
e. Pembinaan disiplin belajar peserta didik.
f. Pencatatan kehadiran peserta didik.
g. Pengaturan perpindahan peserta didik.
h. Pengaturan kelulusan peserta didik.
i. Pemantauan peserta didik.
j. Penilaian peserta didik.

C. Manajemen Kepegawaian
Dalam lembaga apapun keberadaan pegawai menempati kedudukan yang
paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting, demikian pula sarana,
prasarana dan teknologi. Namun ketersediaan sumber daya itu menjadi sia-sia
apabila ditangani oleh pegawai yang tidak kompeten dan kurang komitmen.
Upaya-upaya untuk merencanakan kebutuhan pegawai (SDM), mengadakan,
menyeleksi, menempatkan dan memberi penugasan secara tepat telah menjadi
perhatian penting pada setiap organisasi yang kompetitif. Demikian pula
kebijakan kompensasi (penggajian dan kesejahteraan) dan penilaian kinerja yang
dilakukan dengan adil dan tepat dapat melahirkan motivasi berprestasi pada para
pegawai. Fungsi-fungsi manajemen kepegawaian seperti itu masih belum cukup,
apabila tidak disertai dengan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan
pegawai yang dilakukan secara sistematik.
Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan pegawai terbatas pada
urusan-urusan manajemen operatif, seperti mengelola data pegawai (record
keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job evaluation),
kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic merit increase). Perhatian
terhadap SDM pada masa kini mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan
keamanan dan kenyamanan pegawai (fisik, emosional dan sosial), yang akan
berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka bekerja, dan dengan
sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas mereka. Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pengakuan pada
pentingnya tenaga kerja pada organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital,
yang memberikan sumbangan terhadap tujuan organisasi, dan memanfaatkan
fungsi dan kegiatan yang menjamin bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan
secara efektif dan adil demi kemaslahatan individu, organisasi, dan masyarakat.
Manajemen kepegawaian pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan
pengembangan kompetensi para pegawai melalui program-program
pengembangan dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematik.
Pengembangan dan pemberdayaan pegawai merupakan bagian dari MSDM yang
memiliki fungsi untuk memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para
pegawai. Dengan cara demikian organisasi memiliki kekuatan bukan saja sekedar
bertahan (survival), melainkan tumbuh (growth), produktif (productive), dan
kompetitif (competitive). Dan dalam proses demikian, dukungan pegawai yang
6

kuat melahirkan organisasi yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas


memperbaharui dirinya (adaptability and self-renewal capacity).
Ada lima aspek kajian manajemen kepegawaian, yaitu (1) perencanaan
kebutuhan, (2) rekrutmen dan seleksi, (3) pembinaan dan pengembangan, (4)
mutasi dan promosi, dan (5) kesejahteraan. Manajemen SDM merupakan proses
sistematik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan SDM sesuai dengan
kebutuhan organisasi, memperlakukan pegawai secara adil dan bermartabat, serta
menciptakan kondisi yang memungkinkan pegawai memberikan sumbangan
optimal terhadap organisasi. Manajemen SDM mencakup kegiatan sebagai
berikut. (1) Perencanaan SDM, (2) analisis pekerjaan, (3) pengadaan pegawai, (4)
seleksi pegawai, (5) orientasi, penempatan dan penugasan, (6) kompensasi, (7)
penilaian kinerja, (8) pengembangan karir, (9) pelatihan dan pengembangan
pegawai, (10) penciptaan mutu kehidupan kerja, (11) perundingan kepegawaian,
(12) riset pegawai, dan (13) pensiun dan pemberhentian pegawai.

D. Manajemen Sarana dan Prasarana


Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar-mengajar sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah tersedianya sarana
dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan
secara optimal. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber
daya yang penting dan utama dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar di
sekolah, untuk itu perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan
pengelolaannya, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dewasa ini masih
sering ditemukan banyak sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh
sekolah yang diterima sebagai bantuan, baik dari pemerintah maupun masyarakat
yang tidak optimal penggunaannya dan bahkan tidak dapat lagi digunakan sesuai
dengan fungsinya. Hal itu disebabkan antara lain oleh kurangnya kepedulian
terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang
memadai.
Seiring dengan perubahan pola pemerintahan setelah diberlakukannya
otonomi daerah, maka pola pendekatan manajemen sekolah saat ini berbeda pula
dengan sebelumnya, yakni lebih bernuansa otonomi. Untuk mengoptimalkan
penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan prasarana
pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, diperlukan penyesuaian
manajemen sarana dan prasarana. Sekolah dituntut memiliki kemandirian untuk
mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut kebutuhan dan kemampuan
sendiri serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap
mengacu pada peraturan dan perundangan-undangan pendidikan nasional yang
berlaku. Hal itu terutama ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada
semua jenis dan jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan
menengah. Untuk mewujudkan dan mengatur hal tersebut, maka pemerintah
melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional
Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara
nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; (1) Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
7

media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana
yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
1. Rincian manajemen sarana prasarana di sekolah meliputi berikut ini.
a. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana sekolah.
b. Perencanaan dan pengadaan sarana dan prasarana sekolah.
c. Pendistribusian sarana dan prasarana sekolah.
d. Penataan sarana dan prasarana sekolah.
e. Pemanfaat sarana dan prasarana sekolah secara efektif dan efisien.
f. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah.
g. Inventarisasi sarana dan prasarana sekolah.
h. Penghapusan sarana dan prasarana sekolah.
i. Pemantauan kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
sekolah.
j. Penilaian kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
sekolah.
2. Manajemen sarana prasarana dapat juga difokuskan pada:
a. Merencanakan kebutuhan fasilitas (bangunan, peralatan, perabot, lahan,
infrastruktur) sekolah sesuai dengan rencana pengembangan sekolah;
b. Mengelola pengadaan fasilitas sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c. Mengelola pemeliharaan fasilitas, baik perawatan preventif maupun
perawatan terhadap kerusakan fasilitas sekolah;
d. Mengelola kegiatan inventaris sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan
sistem pembukuan yang berlaku.
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan menggambarkan
sebelumnya hal-hal yang akan dikerjakan kemudian dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini perencanaan yang dimaksud adalah
merinci rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi atau pembuatan
peralatan dan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian
perencanaan sarana dan prasarana persekolahan dapat didefinisikan sebagai
keseluruhan proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan,
rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah.
Pada dasarnya tujuan diadakannya perencanaan sarana dan prasarana
pendidikan persekolahan adalah: (1) Untuk menghindari terjadinya kesalahan dan
kegagalan yang tidak diinginkan, (2) Untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi
dalam pelaksanaannya. Salah rencana dan penentuan kebutuhan merupakan
kekeliruan dalam menetapkan kebutuhan sarana dan prasarana yang kurang/tidak
8

memandang kebutuhan ke depan, dan kurang cermat dalam menganalisis


kebutuhan sesuai dengan dana yang tersedia dan tingkat kepentingan.
Pengadaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua
jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan yang sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks
persekolahan, pengadaan merupakan segala kegiatan yang dilakukan dengan cara
menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan
dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara
efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengadaan sarana dan
prasarana merupakan fungsi operasional pertama dalam manajemen sarana dan
prasarana pendidikan persekolahan. Fungsi ini pada hakikatnya merupakan
serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan
persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan
spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan untuk
melaksanakan pengurusan dan pengaturan agar semua sarana dan prasarana selalu
dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdayaguna dan berhasil
guna dalam mencapai tujuan pendidikan. Pemeliharaan merupakan kegiatan
penjagaan atau pencegahan dari kerusakan suatu barang, sehingga barang tersebut
kondisinya baik dan siap digunakan. Pemeliharaan mencakup segala daya upaya
yang terus menerus untuk mengusahakan agar peralatan tersebut tetap dalam
keadaan baik. Pemeliharaan dimulai dari pemakaian barang, yaitu dengan cara
hati-hati dalam menggunakannya. Pemeliharaan yang bersifat khusus harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai keahlian sesuai dengan jenis barang
yang dimaksud. Tujuan pemeliharaan adalah: (1) untuk mengoptimalkan usia
pakai peralatan. Hal ini sangat penting terutama jika dilihat dari aspek biaya,
karena untuk membeli suatu peralatan akan jauh lebih mahal jika dibandingkan
dengan merawat bagian dari peralatan tersebut; (2) untuk menjamin kesiapan
operasional peralatan untuk mendukung kelancaran pekerjaan sehingga diperoleh
hasil yang optimal; (3) untuk menjamin ketersediaan peralatan yang diperlukan
melalui pencekkan secara rutin dan teratur; dan (4) untuk menjamin keselamatan
orang atau siswa yang menggunakan alat tersebut.
Manfaat pemeliharaan adalah:
a. Jika peralatan terpelihara baik, umurnya akan awet yang berarti tidak perlu
mengadakan penggantian dalam waktu yang singkat.
b. Pemeliharaan yang baik mengakibatkan jarang terjadi kerusakan yang berarti
biaya perbaikan dapat ditekan seminimal mungkin.
c. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka akan lebih terkontrol sehingga
menghindar kehilangan.
d. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka enak dilihat dan dipandang.
e. Pemeliharaan yang baik memberikan hasil pekerjaan yang baik.
Inventarisasi berasal dari kata “inventaris” (dalam bahasa Latin:
inventarium) yang berarti daftar barang-barang, bahan dan sebagainya.
Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan adalah pencatatan atau pendaftaran
9

barang-barang milik sekolah ke dalam suatu daftar inventaris barang secara tertib
dan teratur menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku. Barang inventaris
sekolah adalah semua barang milik negara (yang dikuasai sekolah) baik yang
diadakan/dibeli melalui dana dari pemerintah, DPP maupun diperoleh sebagai
pertukaran, hadiah atau hibah serta hasil usaha pembuatan sendiri di sekolah guna
menunjang kelancaran proses belajar-mengajar.
Tiap sekolah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang milik negara
yang dikuasai/diurus oleh sekolah masing-masing secara teratur, tertib dan
lengkap. Kepala sekolah melakukan dan bertanggung jawab atas terlaksananya
inventarisasi fisik dan pengisian daftar inventaris barang milik negara yang ada di
sekolahnya.
Secara umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan
pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh suatu sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan dengan tujuan-
tujuan sebagai berikut.
a. Untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh suatu sekolah.
b. Untuk menghemat keuangan sekolah baik dalam pengadaan maupun untuk
pemeliharaan dan penghapusan sarana dan prasarana sekolah.
c. Sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung kekayaan suatu sekolah dalam
bentuk materil yang dapat dinilai dengan uang.
d. Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh suatu sekolah.
Daftar inventarisasi barang yang disusun dalam suatu organisasi yang
lengkap, teratur dan berkelanjutan dapat memberikan manfaat, yakni sebagai
berikut.
a. Menyediakan data dan informasi dalam rangka menentukan kebutuhan dan
menyusun rencana kebutuhan barang.
b. Memberikan data dan informasi untuk dijadikan bahan/pedoman dalam
pengarahan pengadaan barang.
c. Memberikan data dan informasi untuk dijadikan bahan/pedoman dalam
penyaluran barang.
d. Memberikan data dan informasi dalam menentukan keadaan barang (tua,
rusak, lebih) sebagai dasar untuk menetapkan penghapusannya.
e. Memberikan data dan informasi dalam rangka memudahkan pengawasan dan
pengendalian barang.
Sedangkan penghapusan sarana dan prasarana merupakan kegiatan
pembebasan sarana dan prasarana dari pertanggung-jawaban yang berlaku dengan
alasan yang dapat diper-tanggungjawabkan. Secara lebih operasional penghapusan
sarana dan prasarana adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk
mengeluarkan/menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar inventaris, karena
sarana dan prasarana tersebut sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang
diharapkan, terutama untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Penghapusan sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-
10

undangan yang berlaku. Penghapusan sebagai salah satu fungsi manajemen sarana
dan prasarana pendidikan persekolahan harus mempertimbangkan alasan-alasan
normatif tertentu dalam pelaksanaannya. Oleh karena muara berbagai
pertimbangan tersebut tidak lain adalah demi efektivitas dan efisiensi kegiatan
persekolahan.
Penghapusan sarana dan prasarana pada dasarnya bertujuan untuk:
a. Mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi kerugian/pemborosan biaya
pemeliharaan sarana dan prasarana yang kondisinya semakin buruk,
berlebihan atau rusak dan sudah tidak dapat digunakan lagi.
b. Meringankan beban kerja pelaksanaan inventaris.
c. Membebaskan ruangan dari penumpukan barang-barang yang tidak
dipergunakan lagi.
d. Membebaskan barang dari tanggung jawab pengurusan kerja.
Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan untuk dapat menyingkirkan atau
menghapus sarana dan prasarana. Beberapa alasan tersebut yang dapat
dipertimbangkan untuk menghapus sesuatu sarana dan prasarana harus memenuhi
sekurang-kurangnya salah satu syarat di bawah ini.
a. Dalam keadaan sudah tua atau rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki atau
dipergunakan lagi.
b. Perbaikan akan menelan biaya yang besar sehingga merupakan pemborosan.
c. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak seimbang dengan besarnya
biaya pemeliharaan.
d. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini.
e. Penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang (misalnya barang kimia).
f. Barang yang berlebih jika disimpan lebih lama akan bertambah rusak dan tak
terpakai lagi.
g. Dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam.
d.
E. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan merupakan salah satu gugusan substansi
administrasi pendidikan. Manajemen keuangan adalah salah satu bidang garapan
administrasi pendidikan yang secara khusus menangani tugas-tugas yang
berkaitan dengan pengelolaan keuangan yang dimiliki dan digunakan di sekolah.
1. Pengertian Manajemen Keuangan
Menurut para pakar administrasi pendidikan, manajemen keuangan
pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pemerolehan dan
pendayagunaan uang secara tertib, efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan. Berdasarkan pengertian yang sangat sederhana tersebut ada dua hal
yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan manajemen keuangan di sekolah. 1)
Manajemen keuangan itu merupakan keseluruhan proses upaya memperoleh dan
mendayagunakan semua dana. Dengan demikian, paling tidak ada dua kegiatan
11

besar dalam manajemen keuangan di sekolah. Pertama, mencari sebanyak


mungkin sumber-sumber keuangan dan berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan lembaga pendidikanan dana dari sumber-sumber keuangan tersebut.
Kedua, menggunakan semua dana yang tersedia atau diperoleh semata-mata untuk
kepentingan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 2) Penggunaan semua dana
sekolah harus efektif, dan efisien. Selain itu penggunaan semua dana sekolah
harus tertib, dan mudah dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang terkait.
2. Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan manajemen keuangan di sekolah adalah untuk mengatur
sedemikian rupa sehingga semua upaya pemerolehan dana dari berbagai sumber
dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Apabila dilakukan dengan sebaik-
baiknya, maka semua upaya pemerolehan dana dapat berhasil. Sumber dana yang
dimaksud di sini antara lain berasal dari Pemerintah (Departemen Agama/
Departemen Pendidikan Nasional, atau Kantor Dinas Pendidikan Nasional
propinsi, kabupaten, kota), yayasan, atau pihak-pihak lainnya. Selain itu, tujuan
pelaksanaan manajemen keuangan di sekolah adalah untuk mengatur semua
pemanfaatan dana yang tersedia atau diperoleh dari semua sumber. Dengan
pengaturan yang sebaik-baiknya diharapkan semua dana yang ada dan tersedia
dapat dimanfaatkan lembaga pendidikanan secara efektif, efisien, tertib, dan dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Prinsip Dasar Manajemen Keuangan
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang teguh dalam manajemen
keuangan di sekolah, yaitu sebagai berikut.
a. Sumber dana pendidikan di sekolah tidak sedikit, tidak hanya dari
Pemerintah atau yayasan yang menaunginya. sekolah bisa secara
kreatif mencari sumber-sumber dana pendidikan dalam rangka
eksistensinya. Namun dalam upaya memperoleh dana pendidikan
dari berbagai sumber dana, hendaknya dana yang tidak mengikat
lembaga atau sekolah.
b. Dana pendidikan yang tersedia atau ada harus dimanfaat sekolah
secara efektif dan efisien. Efektif berarti semua dana yang ada
digunakan semata-mata untuk pendidikan sekolah. Sedangkan
efisien berarti dana yang tersedia, berapapun banyaknya, harus
didayagunakan sehemat mungkin. Agar memenuhi prinsip tersebut,
maka dianjurkan agar setiap pendayagunaan dana selalu didahului
dengan kegiatan perencanaan anggaran.
c. Semua manajemen keuangan di sekolah hendaknya didasarkan
pada peraturan perundang-undangan keuangan yang berlaku,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
d. Pelaksanaan manajemen keuangan di sekolah merupakan tanggung
jawab kepala sekolah. Namun pelaksanaannya dapat melibatkan
guru-gurunya. Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah (RAPBS) misalnya, merupakan tanggung jawab
kepala sekolah. Namun kepala sekolah dapat mengajak guru-guru
12

dan pesuruhnya dalam rapat penyusunan anggaran untuk


menyusun anggaran pendapatan dan sekolahnya itu.
Sebagaimana telah ditegaskan bahwa beberapa kegiatan manajemen
keuangan di sekolah, yaitu:
a. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
b. Pengadaan dan pengalokasian anggaran berdasarkan RAPBS
c. Pelaksanaan anggaran sekolah
d. Pembukuan keuangan sekolah
e. Pertanggungjawaban keuangan sekolah
f. Pemantauan keuangan sekolah
g. Penilaian kinerja manajemen keuangan sekolah

F. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat


Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di
sekolah dan tersedianya sarana prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh
lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti
mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung
jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah
merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauh mana
masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah
indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan
masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial bagi
penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi
masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan
pengaruh yang besar bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di
sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi
belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988)
dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh
pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat
usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan.
Penelitian lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas
dinyatakan oleh Levine & Hagigust, 1988) yang menyatakan bahwa lingkungan
keluarga, cara perlakuan orang tua murid terhadap anaknya sebagai salah satu
cara/bentuk partisipasi mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan intelektual
anak. Partisipasi orang tua ini sangat tergantung pada ciri dan kreativitas sekolah
dalam menggunakan pendekatan kepada mereka. Artinya masyarakat akan
berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah
sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah melakukan pendekatan dalam
rangka memberdayakan mereka sebagai mitra penyelenggaraan sekolah yang
berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Brownell bahwa pengetahuan masyarakat
tentang program merupakan awal dari munculnya perhatian dan dukungan. Oleh
13

sebab itu orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi
dari sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-
lebih di daerah perdesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka
lakukan, bagaimana mereka harus melakukan untuk membantu sekolah. Hal
tersebut sebagai akibat ketidak pengertian mereka.
Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh masyarakat,
sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka
upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah
meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina
perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang
tinggi akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam
membangun masa depan yang baik tersebut membuat mereka berpartisipasi secara
aktif dan optimal mulai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan
terhadap pengelolaan dan penyeleng-garaan sekolah. Nampak mereka selain
merasa sebagai pemilik sekolah juga sebagai penanggung jawab atas keberhasilan
sekolah. Kondisi ini dapat terjadi karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat
yang bersangkutan.
Pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat akan keberhasilan
pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf dalam
penelitiannya yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan
(0.80) antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di
Indonesia juga telah membuktikan hal yang sama.
Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara
berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di
negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih
banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara
berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan
banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran
mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah
perdesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak
menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.
Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di
sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh
lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti
mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung
jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara
berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di
negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih
banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara
berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan
banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran
14

mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah


perdesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak
menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.
Definisi hubungan sekolah dengan masyarakat yang lengkap diungkapkan
oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah (2000), yang menyatakan bahwa
hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
a. Information given to the public (memberikan informasi secara jelas dan
lengkap kepada masyarakat)
b. Persuasion directed at the public, to modify attitude and action (melakukan
persuasi kepada masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan yang
perlu mereka lakukan terhadap sekolah)
c. Effort to integrated attitudes and action of institution with its public and of
public with the institution (suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan
yang dilakukan oleh sekolah dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh
masyarakat secara timbal balik, yaitu dari sekolah ke masyarakat dan dari
masyarakat ke sekolah.
Secara lebih lengkap Elsbree dan Mc Nally seperti dikutip oleh Suriansyah
(2001) menyatakan bahwa kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
bertujuan untuk:
a. To improve the quality of children’s learning and growing.
b. To rise community goals and improve the quality of community living
c. To develop understanding, enthusiasm and support for community program of
public educations
Sedangkan kegiatan-kegiatan manajemen hubungan sekolah dan
masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Analisis kebutuhan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah.
b. Penyusunan program hubungan sekolah dengan masyarakat.
c. Pembagian tugas melaksanakan program hubungan sekolah dengan
masyarakat.
d. Menciptakan hubungan sekolah dengan orang tua siswa.
e. Mendorong orang tua menyediakan lingkungan belajar yang efektif.
f. Mengadakan komunikasi dengan tokoh masyarakat.
g. Mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta.
h. Mengadakan kerjasama dengan organisasi sosial keagamaan.
i. Pemantauan hubungan sekolah dengan masyarakat.
j. Penilaian kinerja hubungan sekolah dengan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai