Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EFESIENSI DAN KEJUJURAN DALAM PERSFEKTIF AL-QUR’AN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Tafsir Tarbawai II

Dosen Pengampu : Zahwa Syihab, LC,MA

Disusun Oleh :

Elis Nur’asiah

Rif’at Abdul Basir

Siti Anjeli

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI.V.2)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIYAH

SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala Puji Syukur Selalu Terucap Atas Segala Nikmat Yang Diberikan
Allah SWT Kepada Kita, Yaitu Berupa Nikmat Iman, Islam Dan Ihsan. Sehingga Kami
Dapat Menyelesaikan Makalah Ini Dengan Baik Walaupun Di Dalamnya Masih Banyak
Kesalahan Dan Kekurangan.

Shalawat Beserta Salam Semoga Tetap Tercurahkan Kepada Junjunan Kita Nabi
Muhammad SAW, Yang Telah Membawa Umat Manusia Dari Zaman Yang Penu Kegelapan
Menuju Jalaan Terang Benderang . Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Tafsir Tarbawi

Kami Menyadari Bahwa Dalam Penyusunan Makalah Ini Masih Jauh Dari Sempurna.
Oleh Karena Itu Saran Dan Kritk Yang Membangun Sangat Diharapkan Demi Kesempurnaan
Makalah Ini. Harapan Kami Dalam Penulisan Makalah Ini Semoga Dapat Memberi Manfaat
Bagi Semua Yang Membacanya. Akhir Kata Kami Ucapkan Terimakasih Dan Semoga Allah
Senantiasa Meridhai Segala Amal Perbuatan Kita.

Sukabumi, 23 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Efesiensi Kejujuran ..................................................................... 3


B. Manfaat jujur ................................................................................................. 4
C. Ciri-ciri Jujur ................................................................................................. 4
D. Ayat-ayat Tentang Efesiensi Kejujuran ....................................................... 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al- Qur’an adalah kitab yang lengkap dan berisi petunjuk yang terkait dengan seluruh
aktifitas manusia, termasuk ajaran-ajaran tentang tata cara beribadah, etika, transaksi, politik,
hukum, perang, damai, sistem ekonomi, dan lain sebagainya. Al- Qur’an dan hadis yang berf
ungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia agar mereka mencapai kebahagiaan di dunia dan d
i akhirat. Al- Qur’an sebagai sumber tuntunan Islam yang pertama merupakan firman Allah S
WT yang mu’jiz diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang tert
ulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawattir, menjadi ibadah bagi yang membacanya,
diawali dari Surah Al- Fatihah dan di akhiri dengan Surah AnNas.
Beriman kepada al-Qur’an berarti percaya dengan kebenaran al-Qur’an, bahwa kitab
tersebut datang dari Allah SWT dan percaya sepenuhnya atas kebenaran berita-berita yang di
kandungnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk, buk
an saja bagi anggota masyarakat tempat dan saat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi seluruh
masyarakat manusia hingga akhir zaman.
Umat Islam yang senantiasa meningkatkan derajat keimanannya, tentu mempercayai a
l-Qur’an dan segala kebenaran yang dibawanya, karena hal itu menjadi syarat kebenaran dan
bukti keimanan kepada Allah SWT. Namun perlu ditegaskan bahwa beriman atau percaya ke
pada al-Qur’an tersebut mempunyai konsekuensi yaitu adanya amal dan tindakan yang sesuai
dengan hal-hal yang termaktub di dalamnya, mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam b
entuk ibadah. Penataan kualitas umat tentu saja harus dimulai dari kualitas diri yang unggul (i
nsân kamȋl), yakni keterpaduan antara iman, ilmu, dan amal. Banyak ayat al-Qur’an yang me
nyebutkan kata iman, selalu diikuti dengan kata amal shalih, mengisyaratkan bahwa formasi t
erbaik kualitas manusia pilihan Tuhan adalah bertumpu pada kualitas manusia yang beriman,
berilmu, dan beramal.
Ini berarti, iman yang tertanam dalam hati hanya akan bermakna bila disertai perbuata
nperbuatan lahiriah yang nyata (amal saleh). Dengan demikian, keimanan bukanlah sekedar p
ernyataan kosong. Tetapi harus ditegakkan di atas dasar-dasar yang kokoh, yang disertai deng
an amal yang kontinyu dan selalu meningkat. Al-Qur’an mengutuk orang-orang yang ibadahn
ya hanya tertumpu pada ibadah individual. Seperti melaksanakan ibadah sholat semata, tanpa

1
mempunyai keprihatinan sosial, atau enggan melibatkan diri dalam memikul beban dan tangg
ung jawab dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jujur ?
2. Apa manfaat kejujuran ?
3. Apa ciri-ciri kejujuran ?
4. Bagaimana efesiensi kejujuran menurut Q.S Al-isra : 26-29
5. Bagaimana efesiensi kejujuran menurut Q.S Al-Muthaffifin: 1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kejujuran
2. Untuk mengetahui manfaat kejujuran
3. Untuk mengetahui ciri-ciri kejujuran
4. Untuk mengetahui kejujuran menurut Q.S Al- Isra : 26-29
5. Untuk mengetahui kejujuran menurut Q.S Al- Muthaffifin : 1

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Efesiensi Kejujuran

Efesiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumb
er/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan, masalah efesiensi berkaitan den
gan masalah pengendalian biaya. Menurut mulyamah yaitu suatu ukuran dalam membanding
kan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yng direalisasikan atau perkataan lain
penggunaan atau sebenarnya.

Kejujuran adalah asfek moral yang memiliki sifat positif dan baik. Kejujuran punya k
ata lain seperti berterus terang. Lawan dari kejujuran adalah kebohongan, kecurangan dan lai
n-lain. Di dalam sifat kejujuran juga melibatkan sikap yang setia, adil, tulus dan dapat diperca
ya. Kejujuran adalah sifat yang dihargai oleh banyak etnis budaya dan agama. Jadi, tidak han
ya agama Islam saja yang mengharuskan umatnya untuk menjunjung tinggi sifat kejujuran.
Perintah jujur telah tercantum alam Al Quran dan hadits. Salah satunya dalam QS. Al-Ahz
ab:70

۟ ۟ ۟ ِ َّ ٓ ٰ
ً ‫ا َّٱت ُقوا ٱللَّهَ َوقُولُوا َق ْواًل َس ِد‬I‫ين ءَ َامنُو‬
‫يدا‬ َ ‫يََأيُّ َها ٱلذ‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah per
kataan yang benar."
Hadits pentingnya jujur dinarasikan Abdullah, berikut haditsnya,

‫وِإ َّن‬،‫ا‬ ِ
َ ‫ص ُد ُق َحىَّت يَ ُكو َن صدِّي ًق‬ َّ ‫ َوِإ َّن‬،‫ َوِإ َّن الْرِب َّ َي ْه ِدي ِإىَل اجْلَن َِّة‬،ِّ ‫الص ْد َق َي ْه ِدي ِإىَل الْرِب‬
ْ َ‫الر ُج َل لَي‬ ِّ ‫ِإ َّن‬

‫ب ِعْن َد‬ ِ َّ ‫ َوِإ َّن‬،‫ور َي ْه ِدي ِإىَل النَّا ِر‬ ‫ِ ِإ‬ ‫الْ َك ِذ َ ِ ِإ‬
َ َ‫ َحىَّت يُكْت‬،‫ب‬
ُ ‫الر ُج َل لَيَكْذ‬ َ ‫ َو َّن الْ ُف ُج‬،‫ب َي ْهدي ىَل الْ ُف ُجور‬

3
‫اللَّ ِه َك َّذابًا‬

Artinya: "Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaika
n, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur d
an tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." (HR Bukhar
.i)

B. Manfaat jujur
Manfaat sikap yang selalu mengutamakan kebenaran ini. Muslim yang jujur akan mempe
roleh manfaat berikut:
1. Pergaulan yang makin luas
Bersaudara dengan orang jujur cenderung menyenangkan dan tidak menimbulkan rasa kh
awatir. Tidak heran jika persaudaraan muslim yang jujur sangat luas.
2. Hidup damai dan tentram
Terbiasa jujur akan menumbuhkan sikap saling percaya, peduli, dan menghargai. Hasilny
a hidup selalu terasa damai dan tentram.
3. Memperoleh ridho Allah SWT
Perilaku jujur sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al Quran. Tak heran jika musli
m jujur tidak jauh dari ridho Allah SWT.

C. Ciri-ciri Jujur
1. Berkata Jujur
2. Bertindak sesuai dengan yang dipikirkan
3. Berkata benar
4. Kesesuaian perkataan dan perbuatan
5. Memberikan kesaksian dengan adil
6. Mempercayai dan membenarkan ajaran Allah SWT dan rasulNya
7. Taat perintah dan larangan Allah
8. Tidak ingkar janji

4
D. Ayat-ayat Tentang Efesiensi Kejujuran
1. Efesiensi kejujuran menurut Qs.Al-Isro : 26-29

‫ين َك انُوا ِإ ْخ َوا َن‬ ِ ‫ِإ‬ ِ ِ َّ ‫ني وابْن‬ ِ ِ ِ


َ ‫) َّن الْ ُمبَ ِّذر‬٢٦(‫الس ب ِيل َوال ُتبَ ِّذ ْر َتْب ذ ًيرا‬ َ َ َ ‫َوآت َذا الْ ُق ْرىَب َحقَّهُ َوالْم ْس ك‬

َ ِّ‫ض َّن َعْن ُه ُم ابْتِغَ اءَ َرمْح َ ٍة ِم ْن َرب‬ ِ ِ ِ ‫الش ي‬


‫وه ا‬
َ ‫ك َت ْر ُج‬ َ ‫) َوِإ َّما ُت ْع ِر‬٢٧(     ‫ورا‬
ً ‫الش ْيطَا ُن لَربِّه َك ُف‬
ِ ‫اط‬
َّ ‫ني َو َك ا َن‬ َ َّ
ِ ِ
‫وم ا‬ َ ‫) َوال جَتْ َع ْل يَ َد َك َم ْغلُولَةً ِإىَل عُنُق‬٢٨( ‫ورا‬
ً ُ‫ك َوال َتْب ُس طْ َها ُك َّل الْبَ ْس ط َفَت ْقعُ َد َمل‬ ً ‫َف ُق ْل هَلُ ْم َق ْوال َمْي ُس‬
‫ورا‬
ً ‫حَمْ ُس‬
Artinya : “ Dan berikanlah kepada keluarga- keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan kepada orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburka
n (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudara- saudara sy
aitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari me
reka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada
mereka ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada leherm
u dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesa
l.” ( QS. AL-Isra:26-29 )1

a. Tafsir Ibnu Katsir

Al- Imam Abul fida Isma’il Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan tentang penafsiran
surah al- Isra’ ayat 26- 29 untuk memberikan bantuan kepada keluarga dekat, orang- orang m
iskin dan orang- orang yang dalam perjalanan. Sekiranya ada di antara keluarga dekat, atupun
orang- orang miskin dan orang- orang yang dalam perjalanan itu memerlukan biaya untuk ke
perluan hidupnya maka hendaklah diberi bantuan secukupnya utnuk memenuhi kebutuhan me
reka. Orang- orang yang dalam perjalanan yang patut diringankan bebannya adalah seorang
musafisr yang melewati suatu kota, sedangkan ia tidak lagi mempunyai suatu bekal pun untuk
melanjutkan perjalanannya.

Maka ia di beri harta zakat sejumlah bekal yang cukup untuk memulangkannya, sekali
pun di negerinya dia adalah orang yang berharta. Setelah perintah untuk memberi nafkah, All
ah melarang bersikap berlebihan dalam membelanjakan harta, tetapi yang dianjurkan adalah p
ertengahan yakni tidak boros dan tidak juga kikir. Jika seseorang melakukan pemborosan ma
1
Al-Qur’qn, 17:26-31.

5
ka disebut juga dengan saudara setan karena tindakan mereka serupa dengan sepak terjang set
an. Mereka sama- sama melakukan tindakan bodoh dan tidak taat kepada Allah serta berbuat
maksiat kepadaNya. Dan mereka ingkar kepada nikmat yang 23telah diberikan oleh Allah SW
T, mereka tidak mau mengerjakan amal ketataan kepadaNya, bahkan membalasnya dengan p
erbuatan durhaka dan melanggar perintahNya4.

Ketika seorang kerabat datang atau orang- orang yang memerlukan bantuan datang, se
dangkan kamu sendiri dalam keadaan yang tidak mempunyai sesuatu untuk diberikan, maka
berkatalah kepada mereka dengan kata- kata yang lemah lembut dan ramah, serta janjikanlah
kepada mereka bahwa apabila kamu nanti mendapatkan rezeki dari Allah, kamu akan mengh
ubungi mereka.

Dan jika memberi maka secukupnya saja, janganlah kikir dan jangan pula terlalu bor
os. Janganlah kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah memberikan s
esuatu kepada orang lain. Akan tetapi, jangan pula terlalu berlebihan dalam membelanjakan h
arta dengan cara memberi di luar kemampuan dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukan.
Karena jika kikir maka akan banyak orang yang mencela dan akan menjauh, sedangkan jika b
erlebihan maka nantinya akan menyesal karena sudah tidak memiliki sesuatu untuk dibelajak
an. Seperti hewan yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah
dan tidak mampu.

b. Tafsir Al- Mishbah

Dalam tafsirnya Al- Misbah, M. Quraish Shihab menafsirkan surah aI-isra’ ayat 26-
29 bahwa Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin untuk memberikan haknya kepada kel
uarga dekat maupun jauh baik dari jalur ibu maupun bapak. Memberikan haknya berupa bant
uan, kebajikan, dan silaturrahim. Pemberian yang dimaksud di sini bukan hanya terbatas pada
halhal materi tetapi mencakup pula immateri seperti pemberian hikmah. Selain memberikan b
antuan kepada keluarga dekat dan jauh, bantuan juga diberikan kepada orang- orang miskin
meskipun bukan kerabat dan orang yang dalam perjalanan baik dalam bentuk zakat maupun s
edekah atau bantuan lain yang dibutuhkan. Dan juga janganlah menghamburkan harta secara
boros yakni pada hal- hal yang bukan pada tempatnya dan tidak mendatangkan kemaslahatan.
Kata tabzir dipahamai oleh ulama dalam arti pengeluaran yang bukan haq, karena itu jika ses
2
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013. . Tafsir al- Mishbah Pesan, Kesan,
dan Keserasian al- Qur’an. Vol.7. Jakarta: Lentera Hati. 2002.

4
Al-Imn Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an…,186

6
eorang menafkahkan atau membelanjakan semua hartanya dalam kebaikan atau haq, maka itu
bukanlah seorang pemboros.

Para pemboros yang menghamburkan harta bukan pada tempatnya adalah saudara- sa
udara setan yakni sifat-sifat mereka sama dengan sifat- sifat setan. Kata ikhwan adalah bentu
k jamak dari kata (‫( أخ‬akh yang biasa diterjemahkan saudara. Kata ini pada mulanya berarti p
ersamaan dan keserasian. Dari sini persamaan dalam asal usul keturunan mengakibatkan pers
audaraan, baik asal usul jauh, lebih- lebih yang dekat. Persaudaraan setan dengan pemboros a
dalah persamaan sifat- sifatnya, serta keserasian antar keduanya. Mereka berdua sama melaku
kan hal- hal yang batil, tidak pada tempatnya5.

Penambahan kata kanu pada penggalan ayat 27 ini, untuk mengisyaratkan kemantapa
n persamaan dan persaudaraan itu, yakni hal tersebut telah terjadi sejak dahulu dan berlangsu
ng hingga kini. Mereka adalah teman lama, yang tidak mudah dipisahkan. Penyifatan setan de
ngan kafur (sangat ingkar) merupakan peringatan keras kepada para pemboros yang menjadi t
eman setan pada saat itu, bahwa persaudaraan dan kebersamaan mereka dengan setan dapat m
egantar kepada kekufuran. Karena teman saling mempengaruhi atau teman seringkali meniru
dan meneladani temannya. Memang seseorang tidak selalu memliki harta atau sesuatu untuk
dipersembahkan kepada keluarga mereka yang butuh. Namun paling tidak rasa kekerabatan d
an persaudaraan serta keinginan membantu harus selalu menghiasai jiwa manusia, karena jika
kondisi keuangan atau kemampuanmu tidak memungkinkan membantu sehingga memaksa be
rpaling, bukan karena enggan membantu tapi berpaling dengan harapan suatu ketika akan me
mbantu setelah berusaha dan berhasil memperoleh rahmat dan rezeki dari Allah SWT. maka
katakanlah kepada mereka dengan ucapan yang mudah yang tidak menyinggung perasaannya
dan yang melahirkan harapan dan optimisme.

Ketika seseorang meminta bantuan maka tolonglah, janganlah enggan mengulurkan t


angan untuk kebaikan dan janganlah pula terlalu mengulurkannya sehingga berlebih- lebihan
(boros) dalam berinfak karena nanti akan menyesal tidak memiliki kemampuan karena telah k
ehabisan harta. Maka dari itu, memberi secara secukupnya saja, yakni pertengahan antara bor
os dan kikir. Keberanian adalah pertengahan antara kecerobohan dan sifat pengecut. Kederma
wanan adalah pertengahan antara pemborosan dengan kekikiran. Karena salah satu sebab uta
ma kekikiran adalah rasa takut terjerumus dalam kemiskinan.

5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al—Mishbah...,450-452

7
Allah lah yang Maha memberi rezeki, Allah menyediakan rezeki untuk setiap hamban
ya mencukupi masing- masing yang bersangkutan. Dari satu sisi manusia hanya dituntut untu
k berusaha semaksimal mungkin guna memperolehnya, kemudian menerimanya dengan rasa
puas disertai dengan keyakinan bahwa itulah yang terbaik untuknya masa kini dan mendatang.
Dari sisi lain, ia harus yakin bahwa apa yang gagal diperolehnya setelah usaha maksimal itu
hendaknya ia yakini bahwa hal tersebut adalah yang terbaik untuk masa kini dan mendatang.
Karena itu tidak perlau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan tuntunan Allah SWT
untuk memperoleh rezeki.

c. Tafsir Al- Azhar

Di dalam tafsir al- Azhar disebutkan bahwa hendaklah berbakti, berkhidmat dan menan
amkan kasih sayang, cinta dan rahmat kepada kaum keluarga yang dekat akan haknya. Karen
a mereka berhak untuk ditolong dan dibantu. Kadang- kadang tidaklah sama pintu rezeki yan
g terbuka, sehingga ada yang berlebihan, ada yang berkecukupan, dan ada yang berkurangan.
Maka dari itu, berhaklah seorang keluarga mendapat bantuan dari keluarga yang mampu, sehi
ngga pertalian darah yang telah ada semakin kuat. Kemudian orang yang serba kekurangan, y
ang hidup tidak berkecukupan sewajarnya juga dibantu, sehingga tertimbunlah jurang yang d
alam yang memisahkan antara si kaya dan si miskin. Begitu juga dengan ibnu sabil (orang ber
jalan yang meninggalkan kampung halaman dan rumah tangganya untuk maksud yang baik)
berhak mendapat bantuan. Dan Allah pun melarang hambaNya untuk berlaku boros (berlebi
h- lebihan) dalam membelanjakan harta.

Allah melarang hambaNya berlaku boros karena orang pemboros adalah kawan syaita
n. Biasanya teman setia itu berpengaruh besar kepada orang yang ditemaninya. Orang yang di
temani oleh syaitan sudahlah kehilangan pedoman dan tujuan hidup. Sebab dia telah dibawa s
esat oleh kawannya itu, sehingga meninggalkan ketaatan dan menggantinya dengan maksiat.
Sifat syaitan itu tidak mengenal terimakasih, menolak dan melupakan nikmat, oleh karena tel
ah menjadi sahabat setia dari orang yang bersangkutan itu, maka sifat dan perangai syaitan itu
lah yang memasuki dan mempengaruhi pribadinya. Sehingga segala tindak- tanduk hidupnya
pun tidak lagi mengenal terimakasih, begitu banyaknya rezeki dan nikmat yang dilimpahkan
Allah SWT kepada dirinya, lalu dibuang- buangnya saja dengan tidak semena- mena.
Ketika seseorang meminta bantuan dan kita ingin menolong, akan tetapi apa boleh bu
at, jika di waktu itu tidak ada apapun yang bisa diberikan. Dan kita tidak sampai hati melihat
orang yang sedang perlu pertolongan itu, padahal kita yang dimintai pertolongan sedang keri

8
ng. Dalam hati kecil sendiri berkata, bahwa nanti dilain waktu kalau ada rezeki dan rahmat da
ri Allah, orang itu pasti akan saya tolong. Maka ketika menyuruhnya pulang dengan tangan h
ampa itu, berilah pengharapan dengan kata- kata yang menyenangkan. Karena terkadang kat
a- kata yang halus dan berbudi lagi membuat senang dan lega, lebih berharga daripada uang b
erbilang. Dan janganlah berlaku kikir dan boros terhadap seseorang yang meminta pertolonga
n atau terhadap harta benda. Keduanya itu tercela oleh Tuhan dan membawa celaka bagi diri
sendiri.

Orang yang bakhil akan tercela dalam pergaulan hidupnya dan menimbulkan kebencia
n di maata masyarakat, sebab dengan tidak disadarinya dia telah diperbudak oleh hartanya itu.
Sedang orang yang ceroboh, boros dan mencurah- curahkan harta seakan tangan tidak terkun
ci, akhir kelaknya akan menyesal sendirinya bilamana harta benda itu telah punah dan licin ta
ndas karena keluarnya tidak berperhitungan serta kekayaan yang didapat tidak ada berkah dar
iNya. Ada makhlukNya yang dianugrahi kekayaan lebih banyak dan ada pula yang sekadarny
a. Begitulah takdir Allah SWT sehingga tidaklah sama kaya semua atau miskin semua. Dan p
ada hakikatnya yang sejati semua makhluk adalah miskin, dan yang kaya raya hanyalah Allah
SWT. Tuhan mengetahui dan melihat bagaimana manusia menerima nasibnya. Orang yang m
ampu sudah diberi tuntunan supaya dermawan, dan pemurah.

Orang yang susah di dalam hidupnya diberi nasihat pula supaya tidak membunuh ana
k- anak perempuan karena takut kemiskinan. Para orang tua takut miskin karena anak peremp
uan tidak mendatangkan keuntungan tidak dapat menolong orang tuanya dalam mencari peng
hidupan. Anak perempuan jika sudah besar, bersuami dan keluar dari rumah menurutkan sua
minya. Tidak seperti anak laki- laki yang bisa membantu orang tua, dan jika sudah menikah d
apat membawa isterinya menambah tenaga dapur. Dan dari anak laki- lakilah keturunan langs
ung dari neneknya. Sedangkan anak dari seorang anak perempuan hanya memperkaya keturu
nan orang lain.356

d. Tafsir Fi Zhilal al- Qur’an

Dalam tafsir Fi Zhilal al- Qur’an karya Sayyid Quthb dijelaskan bahwa AlQur’an me
mberikan hak kepada para kerabat dekat, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan yan
g wajib ditunaikan oleh kaum yang berpunya dengan berinfak. Jadi infak ini bukanlah merup
akan jasa seseorang untuk orang lain, tapi memang merupakan hak kewajiban yang sudah dit
etapkan oleh Allah SWT serta berkait erat dengan pengabdian dan pentauhidanNya. Sebuah h

6
Ibid.,50-55

9
ak yang ditunaikan oleh seorang muslim supaya ia terbebas dari tanggungan. Lalu, terjalinlah
hubungan kasih sayang antara dia dengan orang yang dia beri. Dia hanyalah sekadar menunai
kan sebuah kewajiban atas dirinya demi mengharap ridha Allah SWT.

Al- Qur’an melarang penghamburan harta (berbuat mubazir). Jadi ukuran penilaian di
sini bukan sedikit banyaknya berinfak, tetapi pada objek infaknya. Atas dasar inilah orang- or
ang yang berbuat mubazir itu digolongkan sebagai saudara- saudara setan. Sebab, mereka ber
infak untuk kebatilan dan kemaksiatan, karenanya mereka adalah teman- teman setan. Setan i
tu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya, karena ia tidak mau menunaikan kewajiban bersyu
kur atas nkmat yang diberikan, begitu pula teman- teman mereka. Yakni orang- orang yang b
erbuat mubazir itu tidak mau menunaikan kewajiban mensyukuri nikmat Allah, kewajiban ya
ng dimaksud adalah keharusan menginfakkan nimat itu di jalan ketaatan kepada Allah dan m
enunaikan hakhak orang lain, tanpa berlebih- lebihan atau berfoya- foya7.

Jika seseorang tidak mempunyai apa- apa yang bisa ditunaikan untuk para kerabat dek
at, orang- orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, kemudian ia merasa malu untuk be
rtemu dan berharap semoga Allah memberikan rezeki kepada dirinya dan kepada mereka, ma
ka hendaknya ia memberikan janji kepada mereka jika kelak dia mendapatkan kelebihan hart
a, berkata dengan lemah lembut. Jangan sampai mereka merasa sesak dada, juga janganlah ia
bersikap diam dan menjauhi mereka. Karena dengan sikapnya itu mereka justru merasa tidak
enak hati. Hanya dengan kata- kata yang pantas dan lembut mereka merasa mendapatkan gant
i dari apa yang seharusnya mereka terima.Dengan sikap yang baik, mereka mendapatkan hara
pan baru. Berkaitan dengan larangan berbuat mubazir ini, Allah memerintahkan berlaku ekon
omis dalam hal pergaulan. Keseimbangan dalam semua hal merupakan prinsip besar dalam si
stem Islam. Berlebihan atau kurang dalam segala hal adalah sikap yang bertolak belakang den
gan prinsip keseimbangan. Keadaan orang yang pelit akan terpayahkan oleh sikap pelitnya itu
sehingga ia hanya bisa terdiam berpangku tangan akibat tidak mau memberi. Begitu pula den
gan orang yang boros, sikapnya itu akan membawanya kepada kondisi dimana ia tidak mamp
u bergerak seperti binatang yang kepayahan. Kedua orang yang bersikap pelit dan boros ini te
rcela. Karenannya sebaik- baik sikap adalah seimbang dalam membelanjakan harta. Perintah
untuk bersikap seimbang ini selanjutnya diikuti dengan statemen bahwa yang memberi semua
rezeki adalah Allah SWT, Dialah yang memberi kelapangan rezeki dan

Dia pula yang menyempitkannya. Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi
siapa yang dikehendakiNya sesuai dengan pengetahuan dan pengamatanNya. Dia Maha Men
7
Sayyid Quthb, Tfsir Fi Zhilalil...,250

10
getahui lagi Maha Melihat siapayang paling lurus dan paling tepat dalam segala hal. Selama r
ezeki berada di tangan Allah, maka tidak ada hubungan antara kemiskinan dengan banyaknya
keturunan. Tetapi, semua perkara mesti dikembalikan kepada Allah. Apabila paradigma tenta
ng hubungan antara kemiskinan dengan anak keturunan ini hilang dari pikaran manusia, dan a
kidah mereka telah benar dalam masalah ini, maka hilanglah pula dorongan untuk melakukan
perbuatan sadisme ini. Karena, perbuatan ini sangat bertentangan dengan fitrah kehidupan sec
ara umum.

e. Tafsir Al- Maraghi

Dalam tafsir ini disebutkan untuk memberikan kepada kerabat akan haknya. Seperti, s
ilaturrahim, rasa cinta, kunjungan, dan pergaulan yang baik. Dan jika kerabat itu memerlukan
nafkah, maka bantulah sehingga mereka dapat menutupi kebutuhannya. Begitu pula berikan h
ak kepada orang miskin yang membutuhkan pertolongan, serta kepada Ibnu Sabil, yaitu musa
fir yang berada dalam perjalanan untuk tujuan agama. Maka wajiblah musafir itu ditolong da
n dibantu dalam perjalanannya, sehingga ia mencapai tujuannya. Dan janganlah menghambu
r- hamburkan harta yang telah diberikan oleh Allah untuk bermaksiat kepadaNya secara boro
s, dengan memberikannya kepada orang yang tidak patut menerimanya. Seperti dalam firman
Nya Qs. Al-Furqon: 67 “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian8.

Dan betapa buruknya menghambur-hamburkan harta itu dengan mengklasifikasikann


ya kepada setan. Sesungguhnya orang yang menghambur-hamburkan harta dalam melakukan
maksiat kepada Allah yakni membelanjakan hartanya bukan untuk ketaatan kepada Alllah, m
aka mereka adalah kawan- kawan setan di dunia sampai akhirat. Sedangkan setan itu ingkar t
erhadap nikmat Tuhan yang telah memberi anugerah, tidak bersyukur atas nikmat tersebut, ba
hkan kufur dengan tidak taat kepada Allah dan melakukan kemaksiatan terhadap-Nya9.

2. Efisensi Kejujuran Berdasarkan Qs. Al-Muthaffifin :1

‫َو ۡي ٌل لِّ ُۡملطَف ِِّف ۡين‬


8
Al-Qur’an, 25 : 67
9
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi…67-71

11
Artinya :” Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)”
a. Penafsiran Menurut Ibnu Katsir

Imam Nasa’I dan Ibn Majah meriwayatkan dari ibn Abbas dia Menceritakan bahwa
setelah Nabi Muhammada SAW sampai di Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah
orang yang paling buruk dalam timbangan, sehingga Allah taala menurunkan ayat ‫َو ۡي ٌل لِّ ۡل ُمطَفِّفِ ۡين‬
“kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang” oleh karena itu merekapun memperbaiki
timbangan Setelah itu. Dan yang dimaksud dengan At-tathfiif disini adalah kecurangan dalam
tmbangan dan takaran, baik dengan menambah jika minta timbangan dari orang lain, maupun
mengurangi jika memberikan timbangan kepada mereka, oleh kerena itu, allah menafsirkan
Al-mutaffifin sebagai orang-orang yang dia janjikan dengan kerugian dan kebinasaan, yaitu
Al-wail (kecelakaan besar).

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Efesiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumb
er/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan, masalah efesiensi berkaitan den
gan masalah pengendalian biaya

Dari ayat Al-Quran di atas dapat disimpulkan :

Kita harus berusaha menafkahkan harta kita dengan efisien (tepat guna), jangan
terlalu boros dan kikir, sehingga harta kita menjadi mubazzir.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’qn, 17:26-31.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013. . Tafsir al-
Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an. Vol.7. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Al-Imn Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an…,186
M. Quraish Shihab, Tafsir Al—Mishbah...,450-452
Ibid.,50-55
Sayyid Quthb, Tfsir Fi Zhilalil...,250
Al-Qur’an, 25 : 67
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi…67-71

14

Anda mungkin juga menyukai