Oleh :
Sartika Mansur (1901020006)
Fina Sultan(
Kelas Sosiologi Agama 3A
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami
jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makah kami di lain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari makalah pembagian najis dan cara mensucikannya ini.
Penulis
2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Najis 6
B. Macam-macam Najis 7
C. Benda-benda yang Najis 8
D. Cara Bersuci dari Najis 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 14
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
4
5
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian najis?
2. Apa saja macam-macam najis?
3. Apa saja benda-benda yang termasuk najis?
4. Bagaimana cara bersuci dari najis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian najis.
2. Untuk mengetahui macam-macam najis.
3. Untuk mengetahui benda-benda yang termasuk najis.
4. Untuk mengetahui cara bersuci dari najis.
5
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Najis
Najis adalah perkara yang secara otomatis dapat menghambat ibadah
kita, karena sifat najis adalah mengkotori sesuatu dan tidak akan bersih
ataupun suci sebelum di bersihkan. Untuk itu kita perlu berhati-hati dalam
menghadapi perkara-perkara tentang najis. Sudah sucikah badan dan pakaian
anda? Dizaman sekarang ini banyak orang yang tidak memperdulikan
masalah najis dan penyuciannya , ini merupakan hal yang fatal dalam
persoalan ibadah.
Najis adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk
membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya.
mengenai hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
Artinya: “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah:
222)
Secara etimologis, “najis” berarti sesuatu yang mengotori. Sedangkan
menurut syara’, “najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi
keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan (rukhsah).1
Tak jauh berbeda dari pendapat di atas, Hasan Saleh menyebutkan
bahwa pengertian najis ditinjau dari arti bahasa adalah perkara yang
menjijikan. Sedangkan menurut arti secara syara’ adalah benda yang
dianggap menjijikan yang menjegah keabsahan shalat seandainya terbawa
didalamnya.2
6
7
...... ان
ِ ِ ي َم ْ الطهُو ُر َش
ط ُر اإْل ُّ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ ال َرسُو ُل هَّللا
َ َق
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Bersuci itu sebagian dari iman,.....”
(HR. Muslim).3
B. Macam-macam Najis
Najis terdiri dari beberapa macam, baik berbentuk cair maupun padat.
Contoh najis yang bersifat cair adalah; khamr, air seni (urine), darah, dll.
Sedangkan yang bersifat padat di antaranya; bangkai, tinja, dll.
Yaitu najis ringan, contohnya yaitu air seni bayi laki-laki yang
belum berumur dua tahun dan belum makan apa pun selain ASI. Najis
3 Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita (Edisi Indonesia), (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 1998), hlm. 15.
4 Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hlm. 105
5 Ibid., hlm. 107
7
8
mukhaffafah ini adalah najis yang mendapat toleransi dari syara’, sehingga
tidak wajib dihilangkan dengan cara dicuci.6
Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu
juga mayat manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam
ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai, seperti daging,
kulit, tulang, urat, bulu, dan lemaknya semuanya itu najis menurut madzab
syafi’i.
2. Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Firman Allah
Swt. Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,” (QS. Al-
Maidah: 3)
3. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair,
karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
4. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa seperti tinja, air
kencing ataupun yang tidak biasa, seperti mazi, baik dari hewan yang halal
dimakan ataupun yang tidak halal dimakan.
8
9
َح ِد ُك ْم إِ َذا َولَ َغ ِ ِ عن أَيِب هري ر َة عن النَّيِب ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم قَ َال طُه
َ ور إنَاء أ
ُ ُ َ َ َ َْ ُ َ ِّ ْ َ َ ْ َ ُ ْ َ
ٍ فِ ِيه الْ َك ْلب أَ ْن ي ْغسل سْبع ِمرا ٍر أُواَل ُه َّن بُِتر
اب َ َ َ َ ََ ُ ُ
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
"Kesucian bejana salah seorang di antara kalian, kalau di
dalamnya dijilat anjing, hendaknya dicuci tujuh kali, salah satu
diantaranya dengan tanah. " (HR. Muslim & Abu Daud)
9
10
10
11
bisa digantikan dengan bahan lain seperti abun atau asynan.9 Hal tersebut
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.:
َح ِد ُك ْم إِذَا َولَ َغ ِ ِ عن أَيِب هري رةَ عن النَّيِب ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم قَ َال طُه
َ ور إنَاء أ
ُ ُ َ َ َ َْ ُ َ ِّ ْ َ َ ْ َ ُ ْ َ
ٍ فِ ِيه الْ َك ْلب أَ ْن ي ْغسل سْبع ِمرا ٍر أُواَل ُه َّن بُِتر
اب َ َ َ َ ََ ُ ُ
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
"Kesucian bejana salah seorang di antara kalian, kalau di
dalamnya dijilat anjing, hendaknya dicuci tujuh kali, salah satu
diantaranya dengan tanah. " (HR. Muslim & Abu Daud)
11
12
12
13
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َ ِ ُول هَّللا َ ت َرس ْ َص ٍن أَنَّهَا أَت َ ْت ِمح ِ س بِ ْن ٍ َعن أُ ِّم قَ ْي
ر ْتنِيz َ ََو َسلَّ َم بِاب ٍْن لَهَا لَ ْم يَ ْبلُ ْغ أَ ْن يَأْ ُك َل الطَّ َعا َم ق
َ zَال ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ أَ ْخب
لَّ َمzلَّى هَّللا ُ َعلَيْ ِه َو َسzص َ ِ ُول هَّللاِ ال ِفي َحجْ ِر َرس َ َاك ب َ أَ َّن ا ْبنَهَا َذ
ض َحهُ َعلَى ثَ ْوبِ ِه َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ َما ٍء فَن
َ ِ فَ َد َعا َرسُو ُل هَّللا
َولَ ْم يَ ْغ ِس ْلهُ َغ ْساًل
Artinya: Dari Ummu Qais binti Muhshan RA, bahwasanya dia pernah
datang menghadap Rasulullah SAW dengan membawa bayi
laki-lakinya yang belum makan makanan. Kata Ubaidullah,
"Ummu Qais memberitahu saya bahwa bayi laki-lakinya
kencing di pangkuan Rasulullah, kemudian Rasulullah meminta
air dan memercikkannya pada bajunya tanpa membasuhnya."
(HR. Muslim)
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologis, “najis” berarti sesuatu yang mengotori. Sedangkan
menurut syara’, “najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi
keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan (rukhsah).
Najis terbagi tiga jenis, yaitu:
1. Najis Mughalazhah (Najis Berat)
2. Najis Muthawasithah (najis sedang)
3. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Berikut ini beberapa benda yang termasuk najis, yaitu: bangkai, darah,
nanah, segala benda cair yang keluar dari dua pintu, khamr/arak (setiap
minuman keras yang memabukan), anjing dan babi, bagian badan binatang
yang diambil dari tubuhnya selagi hidup, kotoran dan kencing hewan, hewan
jalalah (liar), wadi, madzi, kencing dan muntah manusia dan mani.
Cara mensucikan najis yaitu:
1. Najis Mughalazhah (Najis Berat)
Apabila suatu benda terkena najis mughalazhah (Najis Berat),
maka benda itu hanya bisa disucikan dengan cara dicuci tujuh kali yang
salah satu di antaranya menggunakan debu yang merata pada seluruh
tempat yang terkena najis.
2. Najis Muthawasithah (najis sedang)
Jika najis muthawasithah ini berupa najis ‘ainiyyah (najis yang
dapat diketahui dengan menggunakan indera manusia). Maka
menghilangkan zat najis tersebut adalah wajib. Hal itu dianggap belum
sempurna sampai hilang rasa, warna atau bau najis tersebut. Jika ternyata
najis muthawasithah sulit dihilangkan, wajib digunakan bahan-bahan
semacam sabun. Jika ternyata (setelah dicuci dengan sabun) warna atau
bau najis tersebut masih ada dan benar-benar sulit dihilangkan, itu tidak
mengapa.
14
15
B. Saran
Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila ada
kesalahan dan kami sangat mengharap saran yang membangun dari pembaca
agar kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
H.E. Hasan Saleh. (2008). Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer.
Jakarta:Rajawali Pers.
16