Anda di halaman 1dari 8

Nama : Maudy Suryanti Nasution

Nim : 12010320977
Kelas 1C
Dosen pengampu: H. Zaitun Abidin S. Pd. M. Pd

AKIDAH ISLAM TENTANG QADHA,QATAR DAN TAKDIR

A. Pengertian Qadha, Qadar, dan Takdir

Secara bahasa, kata qadha’ mempunyai banyak arti, antara lain memutuskan,
menunaikan, membayar, mencegah, dan lain-lain. Secara istilah, qadha’ dapat diartikan
sebagai pengetahuan Allah tentang segala sesuatu yang sedang dan akan terjadi. Kata
qadar dari segi bahasa berarti “mengukur” member kadar/ukuran; jika Anda berkata,
“Allah menakdirkan”, seharusnya dipahami sebagai Allah member kabar/ukuran/batas
tertentu dalam diri/sifat/kemampuan maksimal makhluk-Nya.

Definisi qadar tersebut menyimpulkan dua hal. Pertama, ilmu Allah yang bersifat
azalilah yang menghendaki makhluk berwujud sesuai dengan rencana-Nya. Dia pula
yang menentukan sifat-sifat sesuatu yang di kehendaki perwujudannya. Kedua, hal-hal
yang terjadi pada makhluk sesuai dengan rencana Allah sebelumnya. Peristiwa yang
terjadi pada dasarnya sebagai perwujudan rencana-Nya tersebut.1

Hubungan antara qadha dan qadar sangat erat. Qadha adalah rencana, ketentuan
atau hukum Allah sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari hukum
atau ketentuan Allah. Jadi, hubungan ini ibarat hubungan antara rencana dan
pelaksanaan.2

Oleh karena itu, istilah qadha dan qadar disatukan dengan istilah takdir. Jika
seseorang terkena musibah, hal ini sudah menjadi takdirnya, artinya qadha dan qadar.
Dengan demikian, takdir dapat diartikan sebagai suatu ketentuan yang telah ditetapkan
1
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
2
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
oleh Allah menurut ilmu dan kehendak-Nya, baik sesuatu yang telah terjadi maupun
sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang.3 Selain itu, takdir juga bermakna
menyerahkan segala sesuatu kepada Allah, yang akan terjadi ataupun yang telah terjadi.
Artinya, mengembalikan segala sesuatu yang akan terjadi dan yang telah terjadi
seluruhnya kepada kehendak dan ketetapan Allah.4

B. Iman kepada Qadha, Qadar, dan Takdir

Beriman kepada qadha dan qadar –yang selanjutnya disebut takdir-


termasuk hal pokok dalam akidah Islam, bahkan termasuk salah satu dari
rukun iman.5 Hal tersebut dijelaskan oleh Rasulullah SAW. dalam hadisnya
yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab.

‫اَ اْل ِء ْي َما ُن أَ ْن تُ ْؤ ِم َن ِبا للّٰ ِه َو َماالَ ِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه‬
.‫َو ا ْليَ ْو ِم اِالٰ ِخ ِر َو تُ ْؤ ِم َن بِا ْلقَ ْد ِر َخي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬
Artinya:
“Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada adanya hari akhir, serta beriman kepada
qadar baiknya maupun buruknya.”
(H.R. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, dan Nasa’i)

Hadis tersebut di perkuat oleh hadis (H.R. Tirmidzi) yang:


Artinya:
“Tidaklah seorang hamba dinyatakan sebagai seorang yang beriman hingga ia
beriman kepada empat hal: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku
adalah utusan Allah yang mengutusku dengan kebenaran, beriman terhadap
adanya kematian, beriman akan adanya hari kebangkitan setelah kematian, dan
beriman kepada qadar.”

Hadis H.R. Ad-Dailami juga menyubutkan, yang;

3
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
4
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
5
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 233

2
Artinya:
“Iman kepada qadar adalah aturan tauhid.”

Beriman kepada qadha dan qadar adalah setiap manusia wajib mempunyai
iktikad atau keyakinan yang sungguh-sungguh bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh
seluruh makhluk, baik yang sengaja, seperti makan, minum, duduk, berdiri ataupun yang
tidak disengaja, seperti jatuh, terpeleset, dan sebagainya telah ditetapkan oleh Allah
SWT.6
Allah SWT. Berfirman:

ۡ‫ض َو اَل ِف ۡۤی اَ ۡنفُ ِسکُم‬


ِ ‫اب م ِۡن مُّصِ ۡی َب ٍۃ فِی ااۡل َ ۡر‬
َ ‫ص‬َ َ‫َم ۤا ا‬
‫ہّٰللا‬
ِ ‫ب م ِّۡن َق ۡب ِل اَ ۡن َّن ۡب َراَ َہاؕ اِنَّ ٰذلِکَ َع َلی‬ ٍ ‫ِااَّل ِف ۡی ِک ٰت‬
‫َی ِس ۡی ٌر‬
Artinya:
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”

(Q.S. Al-Had id [57]: 22)

‫ِا َّنا ُك َّل َش ۡى ٍء َخ َل ۡق ٰن ُه ِب َقد ٍَر‬


Artinya:
“Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”

Nabi Muhammad SAW. bersabda,yang;

Artinya:
“Dari ibnu Mas’ud: Rasulullah SAW. mengabarkan kepada kami bahwa
sesungguhnya seseorangdari kamu semua itu dikumpulkan kejadiannya di dalam
rahim ibunya selama empat puluh hari berupa Nuthfah (air mani), kemudian
dalam waktu seperti itu (40 hari) sebagai segumpal darah, selanjutnya waktu
seperti itu juga (40 hari) menjadi segumpal daging, sesudah itu Allah
memerintahkan Malaikat untuk mendatanginya dan ia diperintahkan mencatat
empat macam perkara (empat ketentuan yang sebenarnya telah tercantum
6
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 234
3
catatannya dalam Lauhul Mahfuz sejak zaman azali) yaiu kepada Malaikat tadi
difirmankan,”Tulislah mengenai ilmunya, rezekinya, ajalnya, dan apakah orang
tersebut menjadi manusia celaka (kafir, atau ia menjadi manusia yang bahagia
(mukmin). Seterusnya dalam tubuh manusia tadi ditiupkanlah roh. Oleh karena
itu, sesungguhnya ada seseorang dari kamu semua itu beramal sebagaimana
amal perbuatan ahli surga, sehingga tidak ada jarak antara orang itu dengan
surge melainkan jaraknya tinggal sehasta lagi, tetapi suratannya (takdir)
mendahuluinya, sehingga berkelakuan sebagaimana amalnya (perbuatan) ahli
neraka, sehingga tidak ada jarak lagi antara orang itu dengan neraka melainkan
jaraknya tinggal sehasta lagi, tetapi suratannya (takdir) mendahuluinya,
sehingga ia berkelakuan sebagaimana amal perbuatan ahli surga (pada akhir
hayatnya) maka ia pun masuklah ke dalam surga’.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menyatakan bahwa kejadian manusia dalam rahim ibunya berjalan
menurut prosesnya, yaitu empat puluh hari pertama dinamakan nutfah (mani) yang
berkumpul, empat puluh hari kedua dinamakan ‘alaqah (segumpal darah), dan empat
puluh hari ketiga dinamakan mudhghah (segumpal daging). Seratus dua puluh hari
ditiupkan nyawa (roh) oleh Malaikat atas perintah Allah SWT. dan pada saat itu pula
Malaikat diperintahkan untuk menuliskan empat macam perkara, yaitu:
1. Ilmu,
2. Rezeki,
3. Usia, dan
4. Nasib.

Keempat ketentuan tersebut telah ada ketentuannya dari Allah SWT.


Pada ayat lain Allah SWT. berfirman:

‫ض ِااَّل َع َلى هّٰللا ِ ِر ۡزقُ َها‬ ِ ‫َو َما ِم ۡن َدٓا َّب ٍة ِفى ااۡل َ ۡر‬
‫ب م ُِّب ۡي‬ ِ ‫َع َها‌ؕ ُك ٌّل‬
ٍ ‫ف ِك ٰت‬ َ ‫َو َي ۡع َل ُم م ُۡس َت َقرَّ َها َوم ُۡس َت ۡود‬

Artinya:
“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya
dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

4
berdasarkan paparan diatas, beriman kepada qadha’ dan qadar terdiri atas empat
rukun. Pertama, beriman kepada ilmu Allah yang komprehensif dan meliputi setiap
makhluk. Kedua, beriman kepada catatan Allah di Lauh Mahfuz mengenai peristiwa yang
akan terjadi pada makhluk sampai hari Kiamat. Ketiga, beriman kepada kehendak Allah
yang berlaku pada setiap makhluk dan kepada kehendak-Nya yang sempurna. Keempat,
beriman kepada kesendirian Allah dalam menciptakan makhluk.7

C. Ikhtiar/Usaha dan Berdoa serta Hubungannya dengan Takdir

Manusia diwajibkan berikhtiar dan berusaha untuk mencapai apa yang dicita-
citakannya dan apa yang telah ditakdirkan Allah untuknya. Ikhtiar adalah berusaha keras
menggunakan segala potensi yang telah diberikan Allah untuk memperoleh sesuatu yang
diinginkan.

Selain itu, ikhtiar juga harus ditopang dengan kekuatan doa. Kaitannya dengan
qadha dan qadar, sebuah hadis menjelaskan bahwa doa dapat menghindarkan qadha’
yang buruk. Doa pun dapat menjadi penghalang musibah. Doa dan ikhtiar merupakan
sesuatu yang harus diusahakan oleh manusia sebagai salah satu wujud keimanan kepada
qadha dan qadar.

Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat
bahwa qadar terdiri atas dua macam, yaitu qadar mubram dan qadar mu’allaq.8

1. Qadar Mubram

Qadar mubram adalah sesuatu yang sudah ditetapkan sejak zaman azali dan
tidak dapat diusahakan atau diubah oleh manusia. Ketetapan azali ini akan sesuai
dengan apa yang terjadi. Inilah yang dimaksud dengan uangkapan “wa tammat
kalimatu rabbika” pada Q.S. Al-An’ am ayat 115.9 Contoh qadar mubram adalah
kematian. Setiap orang pasti mati, dan tidak ada satu makhluk hidup pun yang
terhindar dan lolos dari kematian, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT.
berikut ini:

ُ ‫اَ ۡي َن َما َت ُك ۡو ُن ۡوا ي ُۡد ِر ْك ُّك ُم ۡال َم ۡو‬


‫ت َو َل ۡو ُك ۡن ُتمۡ ِف ۡى ُبر ُۡو ٍج‬
‫ص ۡبهُمۡ َح َس َن ٌة َّيقُ ۡولُ ۡوا ٰهذِهٖ ِم ۡن ِع ۡن ِد‬ ِ ‫ُّم َش َّي َدٍ‌ةؕ َو ِا ۡن ُت‬
ؕ‫ك‬ ِ ‫هّٰللا ِ‌ ۚ َو ِا ۡن ُت‬
‌َ ‫ص ۡبهُمۡ َس ِّي َئ ٌة َّيقُ ۡولُ ۡوا ٰهذِهٖ ِم ۡن ِع ۡن ِد‬
7
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 237
8
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 238
9
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 238
5
‫ال ٰھٓ ُؤاَۤل ِء ۡالقَ ۡو ِم اَل يَ َكا ُد ۡو َن‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫قُ ۡل ُك ٌّل م ِّۡن ِع ۡن ِد ‌ِ ؕ فَ َم‬
‫يَ ۡفقَه ُۡو َن َح ِد ۡيثًا‬
Artinya:

“Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu
berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh
kebaikan, mereka mengatakan, "Ini dari sisi Allah," dan jika mereka ditimpa
suatu keburukan, mereka mengatakan, "Ini dari engkau (Muhammad)."
Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang
itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit
pun)?"

(Q.S. An-Nisa [4]: 78)

2. Qadar Mu’allaq

Qadar mu’allaq adalah ketentuan Allah bergantung pada doa atau usaha
seseorang. Allah SWT. berfirman:

‫ َح ٰ ّتى ي َُغ ِّير ُۡوا َما ِبا َۡنفُ ِس ِه ؕمۡ‌ َو ِا َذ ۤا‬ ‫اِنَّ هّٰللا َ اَل ُي َغ ِّي ُر َما ِب َق ۡو ٍم‬...
‫ال‬ ‫و‬ ‫ن‬ ۡ ‫م‬ ٖ‫ِه‬‫ن‬ ‫و‬ۡ ُ
‫د‬ ‫ِّن‬ۡ ‫م‬ ۡ‫ُم‬
‫ه‬ َ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ه‬ۚ
‌ٗ َ
‫ل‬ َّ
‫د‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫اَل‬ َ
‫ف‬ ‫ًا‬
‫ء‬ ۤ
‫ُو‬ ۡ ‫س‬ ‫م‬ ‫و‬ۡ َ
‫ق‬ ‫ب‬ ‫اَرادَ هّٰللا‬
ٍ َّ ِ َ َ َ َ ٍ ِ ُ َ
Artinya:

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum


mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

(Q.S. Ar-Ra’d [13]: 11)

...‫ َل َها َما َك َس َب ۡت َو َع َل ۡي َها َما ۡاك َت َس َب ۡت‬...


6
Artinya:

“…Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia


mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya….”

D. Pengaruh Keimanan terhadap Takdir dalam Kehidupan Manusia

Berikut ini beberapa pengaruh keimanan terhadap qadha dan qadar bagi
10
kehidupan.
1. Giat berjuang dan berusaha. Dengan beriman kepada takdir dalam bentuknya yang
benar, niscaya manusia akan giat berjuang dan berusaha sebab tanpa perjuangan dan
usaha yang berpijak pada sunnatullah niscaya perjuangan dan usaha itu tidak sampai
pada tujuan yang diinginkan. Dengan memahami takdir dalam bentuknya yang tepat
pula, manusia akan terhindar dari sikap fatalis yang akan menjerumuskannya pada
bencana dan kesengsaraan. Oleh karena itu, setiap mukmin harus beribadah, bertindak,
berjuang, dan berusaha dengan berpijak pada Sunnah yang telah ditetapkan oleh Allah.
2. Terhindar dari kemusyrikan. Ketauhidan dicapai dengan keyakinan bahwa Allah adalah
satu-satu-Nya Dzat yang menciptakan makhluk. Dialah satu-satunya yang mengatur
semua makhluk.
3. Teguh bersikap dalam segala keadaan, baik ketka senang maupun susah. Keimanan
kepada qadha’ dan qadar menjadikan seseorang menghadapi persoalan hidupnya
dengan keteguhan. Ia tidak akan terbuai ketika memperoleh kenikmatan dan tidak putus
asa ketika memperoleh kesusahan. Hal ini disebabkan, ia berkeyakinan bahwa apa yang
menimpanya, baik kenikmatan maupun musibah, semuanya berasal dari Allah.
4. Senantiasa dalam kondisi waspada. Seseorang mukmin akan senantiasa waspada agar
tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan agar kehidupannya di dunia tidak berakhir
secara buruk.
5. Menghadapi kesulitan dengan hati yang mantap. Hal ini disebabkan bahwa kesulitan
yang dihadapi sudah ditetapkan Allah. Seorang mukmin akan tetap menghadapi
kesulitan hidupnya dengan hati yang mantap, bukan dengan perasaan putus asa.

10
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 240-241
7
DAFTAR REFERENSI

Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 232
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 233
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 234
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 237
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 238
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 238
Rosihon Anwar. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 240-241

Anda mungkin juga menyukai