Anda di halaman 1dari 18

SIRAH AN-NABI MUHAMMAD SAW

“Diplomasi Qurasy Dan Pencarian Suaka Ke Habasyah”

Dosen Pembimbing :Sulaiman, S. Pd. I, M. Pd

Kelompok 8 :

Rihha Datul Aisy 17329097

Nurul Mutia Kholida 17329036

Nurhayati Rizky AP 17329034

ILMU AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah Sirah An-Nabawiyah yang membahas
tentang Dakwah Jahriyah dan Problematikanya”.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Padang, April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 5
A. Diplomasi Quraisy ............................................................................................ 5
B. Pencarian Suaka Politik ke Habasyah ............................................................... 9
C. Tipu Muslihat Quraisy ................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dakwah merupakan segala aktifitas dan kegiatan yang mengajak orang


untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan
islami kepada nilai kehidupan yang islami. Ativitas dan kegiatan tersebut
dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa tekanan, paksaan dan
provokasi, dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan pemberian sembako dan
sebagainya. Namun, Islam yang didakwahkan oleh rasululllah diharapkan akan
membawa pada perubahan peradaban bagi bangsa Arab, sehingga Islam akan
menerangi peradaban jahiliyah yang berada dalam kegelapan. Adapun dakwah
yang dilakukan rasulullah dibagi dalam dua periode; periode Makkah dan periode
Madinah dengan segala karakteristiknya.

Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Rasulullah membuahkan


hal positif, karena orang-orang yang masuk islam semakin bertambah. Melihat
perkembangan Islam yang seperti ini, membuat Quraisy panik. Berbagai upaya
dilancarkan oleh Quraisy. Diantaranya melalui diplomasi, yakni dengan
menawarkan penawaran yang istimewa kepada Rasulullah agar menghentikan
dakwahnya. Ketika dengan cara diplomasi tidak berhasil, Quraisy mulai
menggunakan kekerasaan. Hal ini sangat meresahkan kaum Muslimin. Oleh
karenanya, Rasulullah mengutus kaum Muslimin untuk pergi ke Habasyah guna
meminta perlindungan kepada Raja Najasyi yang terkenal adil lagi bijaksana.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses diplomasi Qurasy ?
2. Bagaimana pencarian suaka politik ke Habasyah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui proses diplomasi Qurasy
2. Untuk mengetahui pencarian suaka politik ke Habasyah

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diplomasi Quraisy
Penyebaran Islam di kota Mekkah awalnya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi, Nabi Muhammad melaksanakan dakwah islam di lingkungan
keluarganya, mula-mula istri dari beliau sendiri, yaitu khadijah yang menerima
dakwah beliau, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib, lalu sahabat
beliau Abu Bakar, bekas budak beliau yaitu Zaid dan di samping itu banyak pula
orang yang masuk Islam dalam perantara Abu Bakar yang terkenal dengan
julukanAssabiqunal Awwalun.
Kemudian setelah turunnya Q.S.Al-Hijr: 94, Nabi Muhammad mulai
berdakwah secara terang-terangan. Namun dakwah yang di lakukan Nabi
Muhammad tidak mudah karena mendapatkan tantangan dari kaum kafir Quraisy,
hal itu timbul karena beberapa faktor diantaranya mereka tidak dapat
membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk
kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul
Muthalib. Nabi Muhammad menyetarakan persamaan hak antara bangsawan dan
hamba sahaya. Taklid membuta pada nenek moyangnya dalam kepercayaan,
upacara dan peribadatan serta tata pergaulan yang merupakan suatu kebiasaan
yang sudah berakar di kalangan bangsa Arab. Karena itu, mereka merasa berat
untuk meninggalkannya.
Banyak cara dan upaya yang di tempuh orang Quraisy untuk mengalahkan
dan menghentikan dakwah Nabi Muhammad, namun selalu gagal. Upaya yang
dilakukan oleh kaum Quraisy adalah diplomasi dan bujuk rayuan maupun
tindakan kekerasan secara fisik. Diawali pertama mereka mengira bahwa,
kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat
disegani. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan
Nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan mengatakan: “kami meminta
anda memilih satu diantara dua, memerintahkan Muhammad berhenti dari
dakwahnya atau anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian anda akan

5
terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan.” Tampaknya, Abu Thalib cukup
terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapkan Muhammad
menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan; “Hai
Pamanku, demi Allah sekalipun mereka (para pemuka musyrikin) meletakkan
matahari pada tangan kananku dan bulan pada tangan kiri agar aku meninggalkan
urusan ini tidaklah aku akan meninggalkannya, sehingga Allah menampakkannya
(memberi kemenangan) atau aku dibinasakan dalam mengerjakan urusan agama
ini.”
Merasa gagal dengan cara tersebut, kaum Quraisy kemudian mengutus
Walid bin Mughiroh dengan membawa Umarah bin Walid, seorang pemuda yang
gagah dan tampan, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad, Walid bin
Mughiroh berkata kepada Abu Thalib: “Hai Abu Thalib! Inilah pemuda Quraisy
yang lebih gagah perkasa daripada Muhammad! Inilah pemuda Quraisy yang
lebih bagus wajahnya daripada Muhammad. Inilah Umarah! Dia kami bawa
kemari ini untuk kami serahkan kepadamu dan jadikanlah dia sebagai anak laki-
laki mu sendiri. Tetapi anak laki-laki dari saudaramu (Muhammad), serahkanlah
kepada kami, dia akan kami bunuh saja! Umarah inilah sebagi gantinya. Abu
Thalib segera menjawab, “oh, sangat keji permintaanmu itu! Kamu sekalian
hendak menyerahkan anak laki-laki mu Umarah, lalu aku disuruh memeliharanya,
dan aku harus menyerahkan kemenakanku Muhammad kepadamu untuk kamu
bunuh, apakah sudah sepatutnya demikian? Demi Allah, tidak akan kuserahkan
Muhammad kepadamu! Sungguh permintaanmu itu sangat jahat!”. Setelah
mereka mendengar jawaban Abu Thalib seperti itu, mereka mengancam Abu
Thalib dan Nabi SAW, tetapi ancaman itu dijawab oleh Abu Thalib, “Baik,
sekehendak kamulah, terserah menurut kemauan kamu!”. Akhirnya mereka
pulang dengan perasaan yang mendongkol terhadap Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya, mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah, seorang ahli
retorika untuk membujuk Nabi. Utbah duduk di samping Rasulullah, seraya
berkata, “Wahai anak pamanku, kamu adalah salah seorang turunan suku
terhormat diantara kami. Dan kamu datang kepada mereka dengan satu hal yang

6
sangat penting. Karena apa yang kamu bawa telah memecah belah masyarakat,
dan mengolok-olok tradisi mereka. Kamu juga telah melecehkan Tuhan-tuhan dan
agama mereka serta menyatakan bahwa nenek moyang mereka adalah orang-
orang kafir.
Maka dengarkanlah apa yang aku katakan, karena aku akan menawarkan
kepadamu beberapa tawaran yang mungkin salah satu diantaranya dapat kau
terima.” Rasulullah setuju untuk mendengarkan apa yang ingin dikatakan Utbah.
Kemudian Utbah melanjutkan ucapannya, “Jika yang kamu inginkan adalah uang,
kami akan kumpulkan kekayaan kami sehingga kamu akan menjadi orang terkaya
diantara kami, jika yang kamu inginkan adalah kehormatan, kami akan
menjadikan kamu pimpinan kami, sehingga tak ada satu keputusan pun yang
lepas dari pengawasannmu , dan jika yang kamu inginkan adalah kedudukan,
kami akan mengangkatmu sebagai raja diantara kami. Dan jika jin yang ada di
dalam dirimu begitu menguasaimu dan kamu tidak mampu mengusirnya, kami
akan mengumpulkan para dokter spesialis yang akan mampu mengusir jin yang
merasuk ke dalam jiwamu. Rasulullah mendengarkan dengan seksama dan penuh
kesabaran, kemudian beliau membacakan Q.S Fussilat 41: 1-13.
Saat Utbah kembali kepada para sahabatnya dia mengatakan bahwa
sebelumnya dia tidak pernah mendengar satu perkataan yang indah seindah yang
dibacakan Muhammad. Dia nyatakan lebih lanjut bahwa apa yang dibacakan
bukanlah syair, bukan jampi dan bukan sihir. Dia berkata, “Ikutilah Nasihatku dan
kerjakan seperti yang aku kerjakan. Biarkanlah orang ini (Muhammad SAW)
bekerja sesuai dengan apa yang dia inginkan. Karena demi Tuhan, kata-kata yang
aku dengar akan memancar keluar kota Mekkah. Jika orang luar Arab
membunuhnya, berarti orang lain telah berhasil melepaskanmu darinya,
sedangkan jika dia mendapat tanggapan positif dari orang Arab, maka kedaulatan
dan kekuasaanya akan menjadi bagianmu juga, dan kamu akan memperoleh
kemuliaan lewat tangannya.”
Thabari dan Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa beberapa orang musyrik
menawarkan kepada Rasulullah SAW agar beliau menyembah sesembahan

7
mereka selama setahun dan mereka menyembah Rabb beliau selama setahun
kemudian. Riwayat lain menutur Abd bin Humaid menyebutkan bahwa mereka
berkata, “Andaikan engkau mau menerima sesembahan kami, kami pun akan
menerima sesembahan engkau,”
Ibn Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya, dia berkata, “Selagi Rasulullah
SAW sedang thawaf di Ka’bah, beliau berpapasan dengan Al-Aswad bin Al
Muththalib bin Asad bin Abdul Uzza dan Al-Walid bin Al-Mughairah bin Khalaf
dan Al-Ash bi Wa’il As-Sahmi, yang mereka ini adalah para tetua kaumnya.
Mereka berkata, “Wahai Muhammad, kesinilah! Kami mau menyembah apa yang
engkau sembah dan engkau juga harus menyembah apa yang kami sembah,
sehingga kita bisa saling bersekutu dalam masalah ini. Jika apa yang engkau
sembah ternyata lebih baik dari apa yang kami sembah, maka kami boleh melepas
apa yang seharusnya menjadi bagian kami, dan jika apa yang kami sembah
ternyata lebih baik dari apa yang engkau sembah, maka engkau harus melepaskan
bagianmu.”Lalu Allah menurunkan surat Al-KAfirun.
Perdebatan pun terus berlangsung, hingga orang-orang Quraisy kehilangan
kesabaran dan naik pitam. Maka setiap kabilah dan suku menyerang kaumnya
yang mengaku sebagai Muslim, memenjarakan dan menyiksa mereka, menolak
makanan dan minuman mereka dan menggiring mereka ke tengah-tengah
panasnya sahara kota Mekkah. Perlakuan ini bukan hanya berlangsung selama
seminggu, sebulan, ataupun setahun, akan tetapi berlangsung selama tiga belas
tahun. Rasulullah saat itu bukanlah pemuda yang masih penuh dengan vitalitas
muda untuk menghadapi siksaan yang demikian beragam. Beliau disaat menderita
banyak siksaan telah berusia lima puluh tiga tahun.
Selain berbentuk bujukan atau siksaan fisik, usaha kaum Quraisy untuk
menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW juga dilakukan dengan
pemboikotan selama tiga tahun. Pemboikotan itu berhenti setelah papan
pengumuman pemboikotan yang dipasang di Ka’bah hancur dimakan rayap.

8
B. Pencarian Suaka Politik ke Habasyah
Berbagai tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy dimulai pada
pertengahan atau akhir tahun ke empat nubuwah, terutama diarahkan kepada
orang-orang yang lemah. Hari demi hari dan bulan demi bulan tekanan mereka
semakin kerashingga pertengahan tahun ke lima, sehingga Makkah terasa sempit
bagi orang-orang Muslim yang lemah sasat itu. Mereka mulai berpikir untuk
mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. Dalam kondidi yang sempit dan
terjepit ini, turun surah Al-Kahfi, sebagai sanggahan terhadap berbagai
pertanyaan yang disampaikan orang-orang musyrik kepdada Nabi SAW. Surat ini
meliputi tiga kisah, di samping didalamnya terkandung isyarat yang pas dari
Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman.
Kisah pertama, tentang Ashabul Kahfi yang diberi petunjuk untuk hijrah
dari pusat kekufuran dan permusuhan, karena dikhawatirkan mendatangkan
cobaan terhadap agama, dengan memasrahkan diri kepada Allah SWT.
Firman-Nya:

“Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah
selain Allah, maka carilah tempat berlindung kedalam gua itu, niscaya Rabb
kalian akan melimpahkan sebagian rahmad-Nya kepada kalian dan menyediakan
sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian.”(Q.S. Al-Kahfi: 16)
Kisah kedua, tentang Khaidhr dan Nabi Musa, yang memberikan suatu
pengertian bahwa berbagai factor tidak selamanya bisa berjalan dan berhasil
dengan bergantung kepada riil semata, tetapi permasalahannya bisa berbalik total
tidak seperti yang tampak. Disini terdapat isyarat yang lembut bahwa usaha
memerangi orang-orang Muslim bisa membalikkan kenyataannya secatra total,
dan orang-orang musyrik yang ebrbuat semena-mena terhadap orang-orang
Muslim yang lemah itu bisa dibalik keadaannya.

9
Kisah ketiga dating dari Dzil-Qarnain, yang memberi,an suatu pengertian
bahwa bumi ini adalah milik Allah SWT, yang diwasiatkan-Nya kepada siapapun
yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, bahwa keberuntungan hanya
diperoleh di jalan iman, bukan di jalan kekufuran, bahwa dari waktu ke waktu
Allah senantiasa akan menurunkan orang yang siap membela dan menyelamatkan
orang-orang yang lemah, seperti Ya’juj dan Ma’juj pada zaman itu, bahwa yang
layak mewarisi bumi Allah yang shalih.
Kemudian turun Q.S. Az-Zumar yang mengisyaratkan hijrah dan
menyatakan bahwa bumi Allah ini tidak sempit. Firman-Nya:

“Katakanlah (Muhammad), Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman!


Bertaqwalah kepada Tuhanmu.”Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.”(Q.S. Az-Zumar: 10)
Rasulullah SAW sudah tahu bahwa Ashhamah An-Najasi , raja yang
berkuasa di Habasyah adalah seorang raja yang adil, tak bakal ada seorangpun
yang bakal teraniaya disisinya.Oleh karena itu beliau memerintahkan agar
beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyah, melepaskan diri dari cobaan sambil
membawa agamanya.
Pada bulan Rajab tahun kelima dari nubuwah, sekelompoh sahabat hijrah
yang pertama kali ke Habasyah, terdiri dari dua belas orang laki-laki dan empat
orang wanita, yang dipimpin oleh Utsman bin Affan. Dalam rombongan ini ikut
pula Sayyidah Ruqayyah, putri Rasulullah SAW. Beliau bersabda tentang
keduanya, “Mereka berdua adalah penduduk Baitul-Haram pertama yang hijrah di
jalan Allah setelah Ibrahim dan Luth.

10
Dengan berjalan mengendap-ngendapdi tengah malam, mereka pergi
menuju pinggir patai, agar tidak diketahui orang-orang Quraisy. Secara kebetulan
saat mereka tiba di Pelabuhan Syaiban, ada dua kapal yang dating bertolak
menuju HAbasyah. Setelah orang-orang quraisy mengetahui kepergian orang-
orang Muslim ini, mereka segera mengejar. Tetapi tatkala mereka tiba dipinggir
pantai, orang-orang Muslim sudah bertolak dengan selamat. Orang-orang Muslim
hidup di sana dengan mendapat perlakuan yang baik.
Pada bulan Ramadhan ditahun yang sama, Nabi SAW keluar dari
Masjidil Haram, yang saat itu para pemuka dan pembesar Quraisy sedang
berkumpul disana. Beliau berdiri dihadapan mereka, lalu seketika itu pula
membacakan surat An-Najm. Orang-orang kafir itu tidak pernah mendengarkan
kalam Allah yang seperti itu sebelumnya. Sebab redaksi mereka panjang-panjang
seperti biasanya, memaksa sebagian di antara mereka untuk menjelaskan kepada
sebagian yang lain, seperti yang dijelaskan Allah.

“Dan orang-orang kafir berkata,’Janganlah kalian mendengar dengan


sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya,
supaya kalian dapat mengalahkannya,”(Q.S. Fushilat: 26)
Tetapi tatkala dilantunkan bacaan surat ini, gendang telinga mereka
diketuk kalam ilahi yang indah menawan, yang keindahannya sulit dilukiskan
dengan suatu gambaran, merekapun diam terpesona, menyimak isinya dan semua
orang khidmad mendengarkannya, sehingga tidak ada pikiran lain yang melintas
di dalam benak mereka. Tatkala beliau membacakan penutup surat ini, hati
mereka serasa terbang. Akhirnya beliau membacakan ayat terakhir,

11
“Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).”(Q.S. An-
Najam:62)
Mereka pun sujud. Tak seorangpun mamapu menguasai diri, dan mereka
semua merunduk dalam keadaan sujud. Sebenarnya sinar-sinar kebenaran telah
masuk ke dalam jiwa orang-orang sombong dan selalu mengolok-olok itu.
Mereka tidak Mampu menahan diri untuk sujud.
Apa yang selama ini mereka pegang telah jatuh, karena mereka merasakan
keagungan kalam Allah yang benar-benar telah menguasai kendali mereka. Saat
itu mereka melakukan apa yang sebelumnya hendak mereka punahkan dan basmi.
Maka setelah itu mereka yang sujud itu mendapat crcaabn dan makian dari segala
arah, yaitu dilontarkan orang-orang musyrik yang tidak ikut sujud. Pada saat
itulah mereka mendustaka Rasulullah SAWdan mengada-adakan perkataan untuk
memojokkan beliau, bahwa beliau menyebutkan nama-nama berhala mereka
dengan ungkapan berisi sanjungan , bahwa beliau berkata tentang berhala-berhala
itu. “Itulah Gharaniq yang luhur, yang syafaatnya benar-benar diharapkan.”
Mereka membuat kedustaan yang nyata ini, sebagai alasan untuk menutup-nutupi
sujud mereka bersama Nabi SAW. Tindakan seperti ini tidak terlalu
mengherankan, sebab mereka sudah biasa membuat kedustaan dan mengarang-
ngarang cerita bohong.
Cerita tentang Gharaniq dan sujudnya orang-orang musyrik ini didengar
para Muhajirin di Habasyah, tetapi dengan fersi yang berbeda jauh dari gambaran
yang hakiki. Ceritanya bahwa orang-orang Quraisy sudah masuk Islam. Oleh
karena itu mereka pulang ke Makkah pada bulan syawal pada tahun yang sama.
Hampir mendekati Makkah sebelum tengah hari, merekapun tau apa yang
sebenarnya terjadi. Sebagian di antara mereka ada yang kembali lagi ke
Habasyah, sedangkan mereka yang hendak pulang ke Makkah, masuk ke sana
dengan cara sembunyi-sembunyi, atau dengan cara meminta perlindungan kepada
salah seorang Quraisy.
Setelah itu siksaan dan penindasan yang ditimpakan orang-orang Quraisy
terhadap orang-orang Muslim semakin menjadi-jadi terutama lewatsuku masing-

12
masing. NAbi SAW tidak melihat cara lain kecuali memerintahkan mereka hijrah
untuk kedua kalinya ke Habasyah. Hijrah kali ini lebih sulit dari pada hijrah yang
pertama. Sebab orang-orang Quraisy meningkatkan kewaspadaan dan
menetapkan untuk menggagalkan jalan bagi mereka untuk pergi ke Habasyah,
sebelum orang-orang Quraisy mengetahuinya.
Kali ini yang hijrah berjumlah delapan puluh tiga orang laki-laki dan
delapan belas wanita.
C. Tipu Muslihat Quraisy dalam Menghadapi Orang-Orang Muslim yang
Hijrah ke Habasyah
Orang-orang musyrik sangat meradang jika orang-orang Muslim itu
memperoleh tempat yang aman bagi diri dan agama mereka. Untuk itu mereka
memilih dua orang yang cukup terpandang dan cerdik, yaitu Amr bi Al-Ash dan
Abdullah bin Abu Rabi’ah, sebelum keduanya masuk Islam. Mereka mengirim
dua orang ini sambil membawa berbagai macam hadiah untuk dioersembahkan
kepada Raja Najasyidan para uskup disana. Terlebihdahulu keduanya menemui
para uskup. Sambil menyerahkan berbagai macam hadiah, keduanya mengajukan
beberapa alasan agar mereka berkenan mengusir orang-orang Muslim dari sana.
Setelah para uskup menyatakan kesediaan untuk mempengaruhi Raja Najasyi,
barulah keduanya menemui Raja Najasyi sambil menyerahkan berbagai macam
hadiah, mereka berdua berkata “Wahai tuan raja, sesungguhnya ada beberapa
orang bodoh yang telah menyusup ke negeri tuan. Mereka ini telah memecah
belah agama kaumnya, juga tidak mau masuk ke agama tuan. Mereka dating
sambil membawa agama baru yang mereka ciptakan sendiri. Kami tidak
mengetahui secara persis, begitu pula tuan. Kami diutus para pembesar kaum
mereka, dari bapak-bapak, paman dan keluarga mereka untuk menemui tuan, agar
tuan berkenan menembalikan orang-orang ini kepada mereka. Sebab mereka itu
lebih berhak terhadap orang-orang tersebut dan lebh tahu apa yang telah
mendorong orang-orang tersebut mencela dan mencaci mereka.”

13
“Benar apa yang mereka berdua katakana, wahai Baginda Raja. Maka
serahkanlah mereka itu kepada merea berdua, agar keduanya mengembalikan
mereka ke kaum dan negerinya,” kata para uskup.
Tetapi Raja Najasyi merasa perlu untuk meneliti secara detail masalah ini
danmendengarkan dari masing-masing pihak. Maka raja Najasyi mengirim utusan
untuk menemui orang-orang Muslim dan mendatangkan mereka ke hadapannya.
Setelah para Muhajirin yang dari penampilannya saja sudah menampakkan
kejujuran itu sedah menghadap, maka Najasyi berkata, “Macam apakan agama
kalian, yang karena agama tersebut kalian memecah belah kaum kalian, dan
kalian juga tidak masuk agama kalian serta tidak satupun agama-agama ini?”
Ja’far bin Abu Thalib yang menjadi juru bicara orang-orang Muslim
menjawab, “wahai Tuan Raja, dulu kami adalah pemeluk agama jahiliyah. Kami
menyembah berhala-berhala, memakan bangkai, berbuat mesum, memutuskan tali
persaudaraan, menyakiti tetangga dan yang kuat diantara kita menindas yang
lemah. Begitulah gambaran kami dahulu, hingga Allah mengutus seorang rasul
dari kalangan kami sendiri, yang kami ketahui nasab, kejujuran, amanah, dan
kesucian dirinya. Deliau menyeru kami kepada Allah untuk mengesakan dan
menyembah-Nya serta meninggalkan penyembahan kami dan bapak-bapak kami
terhadap batu dan patung. Beliau juga memerintahkan kami untuk berkata jujur,
melaksanakan amanat, menjalin hubungan kekerabatan, dan berbuat baik kepada
tetangga. Beliau melarang kami berbuat mesum, berkata palsu, mengambil harta
anak yatim dan menuduh wanita-wanita suci. Beliau memerintahkan kami untuk
menyembah Allah SWT semata, tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya,
memerintahkan kami mengerjakan sholat, mengeluarkan zakat dan berpuasa (dia
menyebutka ajaran-ajaran Islam yang lain). Lalu kami membenarkan, beriman,
dan mengikuti beliau atas apapun dari agama Allah SWT. Lalu kami menyembah
Allah semata, tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, kami mengharamkan
apapun yang diharamkan atas kami, menghalalkan apapun yang dihalalkan bagi
kami. Lalu kaum kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menimbulkan cobaan
terhadap agama kami, dengan tujuan untuk mengembalikan kami

14
kepadapenyembahan terhadap patung, tanpa diperbolehkan menyembah Allah
SWT, agar kami menghalalkan berbagai macam keburukan seperti dulu. Setelah
mereka menekan, berbuat semena-mena, mempersempit gerak kami dan
menghalangi diri kami dari agama kami, maka kamipun pergi ke negeri tuan dan
memilih tuan dari padaorang lain. Kami gembira mendapat perlindungan tuan dan
kami tetap berharap agar kami tidak di dzaimi di sisi tuan, wahai tuan Raja.”
“Apakah engkau bisa memcacakan sedikit membacakan ajaran dari Allah
yang dibawa (Rasulullah)?” Tanya NAjasyi.
“Ya.” Jawab Ja’far.
“Kalau begitu bacakanlah kepadaku!”
Lalu Ja’far membacakan dengan menghafal, dari, “Kaf ha’ya’ain shad…”.
Dari surat Maryam. Demi Allah Najasyi menangus hingga membasahi
jenggotnya, begitu pula para uskupnya hingga jenggot mereka basah oleh air
mata, tatkala mendengar apa yang dibacakan kepada mereka.
Kemudian Najasyi berkata, “Sesungguhnya ini dan yang dibawa Isa
benar-benar keluar dari satu misykat. Pergilah kalian berdua. Demi Allah aku
tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berduan dan sama sekali tidak.”
Maka keduanya beranjak pergi dari hadapan Najasyi. Amr bin Al-Ash
berkata kepada Abdullah bin Rabi’ah, “Demi Allah, besok aku benar-benar akan
mendatangi mereka dengan sesuatu seperti yang bisa memusnahkan tanaman
mereka.”
“Jangan kau lakukan itu, karena mereka masih mempunyai kerabat,
sekalipun mereka telah menentang kita,” kata Abdullah. Tapi Amr bin Al-Ash
tetap bersikukuh dengan kehendaknya.
Besoknya Amr bin Al-Ash berate kepada Raja Najasyi. “Wahai Tuan
Raja, sesungguhnya mereka menyampaikan perkataan yang tidak bisa dianggap
enteng tentang Isa bin Maryam.”
Raja Najasyi mengirim utusan untuk menanyakan kepada orang-orang
Muslim, apa pendapat mereka tentang Isa? Tentu saja mereka menjadi risau dan
kaget. Tetapi mereka semua sudah sepakat untuk berkata apa adanya, apapun

15
yang akan terjadi. Setelah mereka menghadap raja Najasyi dan Najasyi bertanya
tentang hal itu kepada mereka. Ja’far menjawab, “Kami katakana seperti yang
dibawa Nabi kami, bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Roh-Nya dan
kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci.”
Najasyi memungut potongan dahan dari tanah, kemudian berkata, “Demi
Allah, Isa bin Maryam tidak berbeda jauh dari apa yang engkau katakan, seperti
potongan dahan ini.”
Karena mendengar para uskup Najasyi mendengus, maka Najasyi berkata
lagi. “Demi Allah, sekalipun kelian mendengus.”
Kemudian Najasyi berkata kepada orang-orang Muslim, “Pergilah, kalian
aman di negeriku. Siapa yang mencaci kalian adalah orang yang tidak waras.
Sekalipun aku mempunyai gunung emas, aku tidak suka jika menyakiti salah
seorang diantara kalian.”
Lalu Najasyi berkata kepada para pengiringnya, “Kembalikan hadiah yang
dibawa dua orang utusan itu. Aku tidak emmbutuhkan hadiah-hadiah itu. Demi
Allah, Dia tidak meminta uang sogokan dariku tatkala Dia mengembalikan
kerajaan ini kepadaku, apakah aku pantas mengambil uang sogokan setelah
mendapatkan kekuasaan itu? Orang-orang tidak perlu patuh karena aku, sehingga
akupun harus patuh karenanya.”
Ummu Salamah yang meriwayatkan peristiwa ini, berkata,”Lalu keduanya
beranjak dari hadapan Najasyi dengan muka masam karena apa yang dibawanya
tertolak. Maka kami menetap disana dalam suasana yang menyenangkan,
berdampingan dengan tetangga yang menyenangkan pula.

16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Rasulullah membuahkan hal
positif, karena orang-orang yang masuk islam semakin bertambah. Melihat
perkembangan Islam yang seperti ini, membuat Quraisy panik. Berbagai upaya
dilancarkan oleh Quraisy. Diantaranya melalui diplomasi, yakni dengan menawarkan
penawaran yang istimewa kepada Rasulullah agar menghentikan dakwahnya. Ketika
dengan cara diplomasi tidak berhasil, Quraisy mulai menggunakan kekerasaan. Hal
ini sangat meresahkan kaum Muslimin. Oleh karenanya, Rasulullah mengutus kaum
Muslimin untuk pergi ke Habasyah guna meminta perlindungan kepada Raja Najasyi
yang terkenal adil lagi bijaksana.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. 1997. Sirah Nabawiyah. Jakarta Timur: Pustaka


Al-Kautsar
Al-Umuri, Akram Dhiya. 2010. Shahih Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka as-
Sunnah.
Jabir, Syaikh Abu Bakar Al-Jaza’iri. 2013. Sirah Nabawiyah
VersiTadabbur:Mendulang Hikmah dari Perjalanan Hidup Nabi Muhammad
SAW. Mesir : Darus Salam.

18

Anda mungkin juga menyukai