Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP DASAR PSIKOLOGI TASAWUF

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Tasawuf

Dosen Pengampu:

Aminatul Ummah, S.Psi.I, M.Pd

Disusun:

Kelompok 1

1. Agita Ayu Astriani (126308203184)


2. Faiza Husna Wanodya (126308203188)
3. Panji Pulang Jiwa (126308203205)

PSIKOLOGI ISLAM 5E
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Dengan nikmat dan juga kesehatan yang telah dilimpahkan,
memberikan kami kesempatan yang sangat berharga ini untuk dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Konsep Dasar Psikologi Tasawuf” yang di susun sebagai syarat pemenuhan tugas
kelompik mata kuliah Psikologi Tasawuf progtam studi Psikologi Islam.

Tak lupa penyusun menghaturkan sholawat dan salam bagi Nabi besar Muhammad SAW
yang telah memberikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup sebagai penuntun
jalan pada keselamatan dunia. Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya untuk seluruh pihak yang terlibat dalam membantu proses penulisan dan
penyusunan makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Dengan demikian, kami mengharapkan para pembaca untuk memberikan kritik serta saran demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penyusun mengucapkan terimakasih untuk segala
perhatiannya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Tulungagung, 10 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................3

A. Latar Belakang .................................................................................................................3


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................6

A. Sejarah Singkat Ilmu Tasawuf .........................................................................................6


B. Hubungan Psikologi dan Tasawuf ...................................................................................10
C. Konsep Dasar Psikologi Tasawuf: Hati, Diri, Jiwa ..........................................................11

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................15

A. Kesimpulan ......................................................................................................................15
B. Saran .................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................16


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena saat ini, banyak sekali masyarakat yang berantusias mengikuti praktik-praktik
spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti dari ajaran Islam muncul dengan memberikan berbagai
solusi dan terapi bagi problem manusi dengan cara mendekatkan diri kepada sang pencipta yakni
Allah Yang Maha Esa. Selain itu, berkembang juga ilmu psikologi Islam yang disebut sebagai
bentuk pelebaran dari psikologi dalam menangani permasalahan manusia yang semakin
meningkat, salah satunya adalah problem kejiawaan. Di dalam Islam, ada istilah tasawuf sebagai
ilmu yang berkonsentrasi membahas manusia secara batiniah yang tujuannya adalah
mendekatkan diri kepada Allah serta memperbaiki pola hidup manusia.

Di era milenial ini, masyarakat tengah menjunjung ilmu pengetahuan dan teknologi,
sementara untuk pemahaman tentang keagamaan sedikit melemah sehingga menjadikan mereka
sebagai manusia yang hampa akan agama. Cenderung memikirkan dunia daripada agama yang
dianggap kurang memberikan peran dalam menjalani kehidupan sehingga masyarakat telah
kehilangan dimensi ke-Illahian terhadap realitas hidupnya. Akibatnya, muncul individu yang
menyimpan problem fisik maupun psikologis yang kemudian membutuhkan cara efektif untuk
mengatasinya.

Tasawuf hadir ditengah masyarakat sebagai solusi untuk mengatasi dan mengatasi
permasalahan dari psikologis manusia. Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang mendiskusikan
perilaku yang seharusnya bagaimana sedangkan psikologi adalah disiplin ilmu yang
mendiskusikan tentang perilaku yang apa adanya.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sejarah singkat ilmu tasawuf?
b. Bagaimana hubungan antara psikologi dengan tasawuf?
c. Apa saja konsep dasar dalam psikologi tasawuf?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah dituliskan, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana sejarah singkat ilmu tasawuf.
b. Untuk mengetahui hubungan antara psikologi dengan tasawuf.
c. Untuk mengetahui konsep dasar psikologi tasawuf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Ilmu Tasawuf


a. Masa Pembentukan
Pada masa awal Islam (masa Nabi dan Khulafa’ur Rasyidin), istilah tasawuf belum
dikenal. Meski demikian, bukan berarti praktek seperti puasa, zuhud, dan senadanya tidak
ada. Pada paruh kedua Abad ke-1 Hijriyah, muncul nama Hasan Basri (642-728M),
seorang tokoh zahid pertama dan termasyhur dalam sejarah tasawuf. Hasan Basri tampil
pertama dengan mengajarkan ajaran khauf (takut) dan raja' (berharap), setelah itu diikuti
oleh beberapa guru yang mengadakan gerakan pembaharuan hidup kerohaniahan
dikalangan muslimin. Ajaran-ajaran yang muncul pada abad ini yakni khauf, raja’, ju’
(sedikit makan), sedikit bicara, sedikit tidur, zuhud (menjauhi dunia), khalwat (menyepi),
shalat sunnah sepanjang malam dan puasa di siang harinya, menahan nafsu,
kesederhanaan, memperbanyak membaca al-Qur'an dan lain-lainnya. Para zahid ketika
ini sangat kuat memegang dimensi eksteral Islam (Syari’ah) dan pada waktu yang sama
juga menghidupkan dimensi internal (Bathiniyyah).
Kemudian pada abad II Hijriyah, muncul zahid perempuan dari Basrah-Irak Rabi'ah al-
Adawiyah (w. 801M/185 H). Dia memunculkan ajaran cinta kepada Tuhan (Hubb al-
Ilah). Dengan ajaran ini dia menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah Swt tanpa atau
menghilangan harapan imbalan atas surga dan karena takut atas ancaman neraka. 1 Pada
abad ini tasawuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya, yakni bercorak
kezuhudan. Meski demikian, pada abad ini juga mulai muncul beberapa istilah pelik yang
antara lain adalah kebersihan jiwa, kemurnian hati, hidup ikhlas, menolak pemberian
orang, bekerja mencari makan dengan usaha sendiri, berdiam diri, melakukan safar,
memperbanyak dzikir dan riyadlah. Tokoh yang mempernalkan istilah ini antara lain Ali
Syaqiq al-Balkhy, Ma'ruf al-Karkhy dan Ibrahim ibn Adham.

b. Masa Pengembangan

Masa pengembangan ini terjadi pada kurun antara abad ke-III dan ke-IV H. Pada kurun
ini muncul dua tokoh terkemuka, yakni Abu Yazid al-Bushthami (w.261 H.) dan Abu
1
Mansur al-Hallaj (w. 309 H.). Abu Yazid berasal dari Persia, diamemunculkan ajaran
fana' (lebur atau hancurnya perasaan), Liqa' (bertemu dengan Allah Swt) dan Wahdah al-
Wujud (kesatuan wujud atau bersatunya hamba dengan Allah Swt). Sementara Al-Hallaj
menampilkan teori Hulul (inkarnasi Tuhan), Nur Muhammad dan Wahdat al-Adyan
(kesatuan agama-agama). Selain itu, para sufi lainnya pada kurun waktu ini juga
membicarakan tentang Wahdat al-Syuhud (kesatuan penyaksian), Ittishal (berhubungan
dengan Tuhan), Jamal wa Kamal (keindahan dan kesempurnaan Tuhan), dan Insan al-
kamil (manusia sempurna). Mereka mengatakan bahwa kesemuanya itu tidak akan dapat
diperoleh tanpa melakukan latihan yang teratur (Riyadhah).2 Selain munculnya tasawuf
yang cenderung pada syathahiyat, sejenis ungkapan-ungkapan ganjil atau ekstatik,3 dan
semi-falsafi yang dimandegani oleh dua tokoh di atas, pada kurun ini juga mulai muncul
gerakan banding yang dimandegani oleh Syeikh Junaid al-Baghdadi. Dia memagari
ajaran-ajaran tasawufnya dengan al-Qur'an dan al-Hadis dengan ketat dan mulai
meletakkan dasar-dasar thariqah, cara belajar dan mengajar tasawuf, syeikh, mursyid,
murid dan murad. Dengan kata lain, pada kurun ini muncul dua madzhab yang saling
bertentangan, yakni madzhab tasawuf Sunni (al-Junaid) dan madzhab Tasawuf semi-
Falsafi (Abu Yazid dan al-Hallaj). Perlu diketahui pula bahwa pada kurun ini tasawuf
mencapai peringkat tertinggi dan jernih serta memunculkan tokoh-tokoh terkemuka yang
menjadi panutan para sufi setelahnya.

c. Masa Konsolidasi

Masa yang berjalan pada kurun abad V M. ini sebenarnya kelanjutan dari pertarungan dua
madzhab pada kurun sebelumnya. Pada kurun ini pertarungan dimenangkan oleh madzhab
tasawuf Sunni dan madzhab saingannya tenggelam. Madzhab tasawuf Sunni mengalami
kegemilangan ini dipengaruhi oleh kemenangan madzhab teologi Ahl Sunnah wa al-Jama'ah
yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy'ari (w. 324 H). Dia melakukan kritik pedas terhadap
teori Abu Yazid dan al-Hallaj sebagaimana yang tertuang dalam syathahiyat mereka yang dia
anggap melenceng dari kaidah dan akidah Islam. Singkatnya, kurun ini merupakan kurun
pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasan awalnya, al-Qur'an dan al-Hadis. Tokoh-

3
tokoh yang menjadi panglima madzhab ini antara lain Al-Qusyairi (376-465 H), Al-Harawi (w.
396 H), dan Al-Ghazali (450-505H).

Al-Qusyairi adalah sufi pembela teologi Ahlu Sunnah dan mampu mengompromikan
syari'ah dan hakikah. Dia mengkritik dua hal dari para sufi madzhab semi-falsafi, yakni
syathahiyat dan cara berpakaian yang menyerupai orang miskin padahal tindakan mereka
bertentangan dengannya. Menurut al-Qusyairi kesehatan batin dengan memegang teguh ajaran
al-Qur'an dan al-Hadis lebih penting dripada pakaian lahiriyah.

Tokoh kedua ialah Al-Harawi. Dia bermadzhab Hanabilah, maka tidak heran jika dia
bersikap tegas dan tandas terhadap tasawuf yang dianggap menyeleweng. Hal yang dikritik oleh
Al-Harawi atas ajaran tasawuf semi-falsafi adalah ajaran fana' yang dimaknai sebagai
kehancuran wujud sesuatu yang selain Allah Swt. Kemudian dia memberikan pemaknaan baru
atas fana' tersebut dengan ketidaksadaran atas segala sesuatu selain yang disaksikan, Allah Swt.
Selain itu, Al-Harawi juga mengkritik syathahiyat. Terkait ini dia menyatakan bahwa syathahiyat
hanya muncul dari hati seseorang yang tidak tentram atau ketidaktenangan.

Kemudian tokoh yang terakhir ialah Al-Ghazali. Dia merupakan tokoh pembela teologi
sunni terbesar, bahkan lebih besar dibanding sang pendirinya, Abu Hasan Al-Asy’ari. Al-Ghazali
menjauhkan ajaran tasawufnya dari agnostis sebagaimana yang mempengaruhi para filosog
muslim, sekte Isma’iliyah, Syi’ah, Ikhwan Shafa dan lain-lain. Ia juga menolak konsep
ketuhanan Aristoteles, yakni emanasi dan penyatuan. Terkait teori kesatuan, al-Ghazali
menyodorkan teori baru tentang ma'rifat dalam taqarrub ila Allah, tanpa diikuti penyatuan
dengan-Nya.

d. Masa Falsafi

Pada masa (abad VI dan VII H) ini muncul dua hal penting yakni; Pertama, kebangkitan
kembali tasawuf semi-falsafi yang setelah bersinggungan dengan filsafat maka muncul menjadi
tasawuf falasafi,dan kedua, munculnya orde-orde dalam tasawuf (thariqah).

Tokoh utama madzhab tasawuf falasafi antara lain ialah Ibnu al-Arabi dengan wahdat al-
Wujud, Shuhrawardi dengan teori Isyraqiyyah, Ibn Sabi'n dengan teori Ittihad, Ibn Faridh dengan
teori cinta, fana' dan Wahdat al-Syuhud-nya.4 Sementara orde-orde tasawuf yang muncul pada
kurun ini (terutama pada abad ke VII H) antara lain: (1) Tarekat Qadiriyyah, didirikan oleh ‘Abd
4
al-Qadir Jilani dan berpusat di Baghdad. (2) Tarekat Naqshabandiyah, didirikan oleh Muhammad
ibn Baha' al-Din dan didirikan di Asia Tengah. (3) Tarekat Maulawiyah (Rumiyah) 5, didirikan
oleh Jalal al—Din Rumi, Persia. (4) Tarekat Bekhtasyiyah, didirikan oleh al-Bekhtasyi, Turki.
(5) Tarekat Tijaniyah, oleh al—Tijani pada tahun 1781 M di Fez-Maroko. (6) Tarekat
Daraquiyah, oleh Maulana „Arabi Darqawi di Fez-Maroko. (7) Tarekat Khalwatiyah, didirikan di
Persia pada abad 13 M. (8) Tarekat Suhrawardiyah, oleh Suhrawardi al-Maqthul di Irak. (9)
Tarekat Rifa'iyah, oleh al-Rifa'I di Irak. (10) Tarekat Sadziliyah, oleh al-Sadzili di Tunis. (11)
Tarekat Khishtiyah, oleh Mu'in al-Din Chisthi di Ajmer-India. (12) Tarekat Sanusiyah, oleh al-
Sanusi di Libya. (13) Ttarekat Ni'matulahiyah, didirikan di Persia dan kemudian di India
(Isma'iliyyah). (14) Tarekat Ahmadiyah, oleh Ahmad al-Badawi di Mesir dengan pusat di Tanta.
e. Masa Pemurnian

Menurut A.J. Arberry sebagaimana dikutip Amin Syukur, pada Ibn „Arabi, Ibn Faridh, dan
ar-Rumi adalah masa keemasan gerakan tasawuf baik secara teoritis maupun praktis. Pengaruh
dan praktek-praktek tasawuf tersebar luas melalui tarekat-tarekat. Bahkan para sultan dan
pangeran tidak segan-segan lagi mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan pribadi kepada
mereka. Meski demikian, lama kelamaan timbul penyelewengan-penyelewengan dan skandal-
skandal yang berakhir pada penghancuran citra baik tasawuf itu sendiri. Singkatnya, pada waktu
itu tasawuf dihinggapi ,menurut pandangan Arberry, bid'ah, khurafat, klenik, pengabaian
Syari'at, hokum-hukum moral, dan penghinaan ilmu pengetahuan.

Dengan fenomena di atas, munculah Ibn Taimiyah yang dengan lantang menyerang ajaran-
ajaran yang dia anggap menyeleweng tersebut. dia ingin mengembalikan kembali tasawuf
kepada sumber ajaran Islam, al-Qur'an dan al-Hadis. Hal yang dikritik Ibn Taimiyah antara lain:
ajaran Ittihad, hulul, wahdat al-Wujud, pengkultusan wali dan lain-lain yang dia anggap bid'ah,
khurafat, dan takhayyul. Dia

masih memberikan toleransi atas ajaran fana', namun dengan pamaknaan yang berbeda. Dia
membagi fana' menjadi tiga bagian, yakni (1) fana' Ibadah, lebur dalam ibadah, (2) fana' syuhud
al-Qalb, fana' pandangan batil, dan (3) fana' wujud mas Siwa Allah, fana' wujud selain Allah.
Menurutnya, fana' yang masih sesuai dengan ajaran Islam ialah jenis fana' yang pertama dan

5
kedua, sementara jenis fana' yang ketiga sudah menyeleweng dan pelakunya dihukumi kafir,
sebab ajaran tersebut beranggapan bahwa „wujud Khaliq' adalah „wujud Makhluq'

Kemudian, secara garis besar, ajaran tasawuf Ibn Taimiyah tidak lain ialah melakukan apa
yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw, yakni menghayati ajaran Islam, tanpa mengikuti
madzhab tarekat tertentu, dan tetap melibatkan diri dalam kegiatan social sebagaimana kalayak
umum.

B. Hubungan antara Psikologi dan Tasawuf

Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang bagaimana cara mensucikan
jiwa, menjernihkan akhlak yang bersumber dari nilai keislaman. Sedangkan psikologi itu sendiri
merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang perilaku maupun mental yang ada pada diri
manusia. Beberapa ilmuwan mengungkapkan bahwa tasawuf dapat disebut juga “revolusi batin”.
Orang yang memiliki agama menyakini adanya alam yang kasat mata. Penyebabnya adalah
mereka mengetahui alam tersebut melalui alam rasanya yang misterius. Pandangan kamu sufi
terhadap jiwa sangat berhubungan erat dengan ilmu kesehatan mental yang tak lain merupakan
bagian dari ilmu psikologi.

Banyak beberapa orang yang mengaitkan tasawuf dengan kejiwaan dalam diri manusia.
Oleh sebab itu tasawuf identic dengan unsur kejiwaan. Dalam tasawuf membicarakan tentang
hubungan kejiwaan dengan badan. Tujuan dari uraian tentang hubungan jiwa dengan badan
adalah terciptanya keserasian diantara keduanya. Keterkaitan antara tasawuf dan psikologi
terdapat dalam psikologi transpersonal yaitu sebuah aliran baru dalam psikologi yang merupakan
pengembang dari psikologi humanistic.

Selain itu persamaan antara psikologi dan tasawuf adalah :

1. Memiliki konseptual tentang potensi manusia


Para ilmuwan muslim sepakat bahwa seluruh umat manusia dilahirkan dalam keadaan
suci atau fitrah. yang dimaksud dengan fitrah itu adalah manusia dilahirkan tanpa adanya
dosa yang ada pada dirinya. Bahkan manusia sendiri memiliki potensi yaitu taat kepada
Allah SWT. Konsep fitrah memiliki kesamaan dengan para ahli psikolog humanistic
yaitu menekankan pada potensi dasar manusia. Menurut mereka manusia memiliki
kemampuan yang sangat besar. Namun sayangnya manusia hanya menggunakan sebagian
kecil saja kemampuannya. Kebanyakan manusia lebih didominasi pada rangsangan dari
luar dirinya yang mengarahkan pada kejahatan.
2. Memiliki persamaan pada konsepsi perkembangan jiwa manusia
Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi atau peluang untuk
mengembangkan potensi tersebut. manusia diberikan kesempatan untuk memilih maju
atau mundur, dimana pilihan inilah yang dapat merubah psikologis manusia. Dalam (QS.
Ar-Ra’d 13/53) sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga
mereka mengubah keadaan mereka sendiri. Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh pilihannya sendiri.
C. Konsep Dasar Psikologi Tasawuf

Secara umum, psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang berarti jiwa dan
“logos” yang berarti ilmu. Sehingga dapat diartikan psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang jiwa. Di dalam Islam, istilah jiwa ini dapat disamakan dengan istilah al-Nafs dan al-Ruh.
Dalam literatur Islam, ada banyak ilmuan muslim yang membahas dan menulis tentang
permasalahan kejiwaan, misalnya Al-Ghazali yang terkenal sebagai seorang ahli filsafat dan
tasawuf. Sebelum psikologi modern berkembang, Islam sudah mempelajari tentang kejiwaan,
yakni ilmu tasawuf sebagai ilmu yang didalamnya ada istilah pembersihan jiwa. Dalam
pengertian beberapa tokoh, seperti Zakaria al-Anshari mengatakan bahwa tasawuf adalah ilmu
yang dengannya diketahui tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti secara lahir dan
batin untuk memperoleh kebahagiaan yang baik. Kemudian menurut Ibnu Ujaibah mengartikan
bahwa tasawuf sebagai ilmu yang dengannya akan mengetahui cara untuk mencapai Allah,
membersihkan batin dari akhlak tercela dan akan dihiasi dengan akhlak terpuji. Ibnu Ujaibah
juga membagi tasawuf menjadi tiga kategori, awalnya tasawuf merupakan ilmu, tengahnya
merupaan amal dan akhirnya merupakan karunia.

Psikologi dan tasawuf dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang membahas tentang
kejiwaan manusia dan memiliki peran untuk memberikan solusi dan mengatasi berbagai macam
problem atau permasalahan manusia dalam menjalani kehidupan. Kaidah-kaidah yang berada
dalam tasawuf dapat dijadikan sarana terapi psikologis. Tasawuf sama sekali tidak bertujuan
untuk mengubah pola terapi psikomodern dan terapi medis dengan terapi sufis yang penuh
dengan spiritual, namun terapi sufis hadir sebagai pelengkap dan penyeimbang konsep-konsep
terapi yang telah ada dengan cara mengoptimalkan peluang kekuatan individu seseorang untuk
menyembuhkan dirinya sendiri. Tasawuf tidak bisa diketahui melalui metode-metode logis atau
rasional. Di zaman modern ini, tasawuf semakin menarik minat umat Isam untuk mengamalkan
ajaran tasawuf. Adapun beberapa cara untuk merealisasikan dalam bertasawuf:

a. Takhalli (penarikan diri)

Seorang hamba yang menginginkan dirinya dekat degan allah, maka haruskah menarik
diri dari sesuatu yang mengalihkan perhatiannya dari Allah. Takhalli berarti mengosonkan atau
membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan dari penyakit hati yang merusak. Hal ini akan dapat
dicapai dengan cara menjauhkan diri dari kemaksiatan dan berusaha untuk melepaskan diri dari
dorongan hawa nafsu yang jahat. Sebagai seorang muslim, kita harus selalu berusaha untuk
menjauhkan diri dari sifat yang tercela.

b. Tahalli (berhias)

Tahalli artinya adalah membiasakan diri sengan sikap dan perbuatan yang baik. Selalu
berusaha bahwa apa yang dikerjakan selalu berjalan diatas ketentuan agama. Tahalli adalah
meditasi secara sistematik dan metodik, meleburkan kesadaran dan pikiran untuk dipusatkan
untuk perenungan kepada Allah. Tahalli ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah
dikosongkan pada tahap takhalli. Pada dasarnya, jiwa manusia bisa dilatih, dikuasai, diubah,
serta dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Ada beberapa cara untuk menghiasi
dri kita agar selalu mendekatkan diri kepada Allah:

1. Zuhud
Secara harfiah, zuhud adalah bertapa dalam dunia. Menurut istilah, zuhud adalah
bersiap-siap dalam hatinya untuk mengerjakan ibadah, melakukan kewajiban
semampunya dan menyingkir dari dunia yang haram serta meunju kepada Allah baik
lahir maupun batin. Dalam menjelaskan kata ini, Ahmad Rifa’i lebih menekankan
pada aspek pengendalian hati dibandingkan aspek perilaku yang harus ditampakkan.
Titik beratnya adalah pada pengendalian hati agar tidak bergantung pada harta.
2. Qona’ah
Qona’ah adalah hati yang tenang memilih ridha Allah, mencari harta dunia sesuai
dengan kebutuhan untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhkan maksiat.
3. Sabar
Secara harfiah, sabar bermakna menanggung penderitaan. Menurut istirlah, sabar
mencakup: menanggung penderitaan karena menjalankan ibadah yang sesungguhnya,
menanggung penderitaan karena taubat dan berusaha menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat baik lahir maupun batin.
4. Tawakal
Tawakal adalah pasrah kepada Allah terhadap segala sesuatu yang telah digariskan
oleh Allah dan menjauhi hal-hal yang haram.
5. Mujahadah
Mujahadah berarti bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perbuatan. Secara
istilah adalah bersungguh-sunggug dalam melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan, memerangi ajakan hawa nafsu, dan berlindung kepada Allah dari orang-
orang kafir.
6. Ridha
Artinya adalah sikap menerima atas pemberian Allah bersama dengan sikap
menerima ketentuan hukum syariat secara ikhlas dan penuh ketaatan serta menjauhi
diri dari maksiat.
7. Syukur
Syukur artinya mengetahui segala nikmat Allah berupa keimanan dan ketaatan
dengan memuji Allah.
8. Ikhlas
Ikhlas adalah membersihkan hati untuk Allah semata sehingga dalam beribadah tidak
ada maksud lain kecuali kepada Allah.
c. Tajalli (nampak kebenaran)

Tajalli artinya yaitu berharap hasilnya jiwanya akan memperoleh pencerahan. Tajalli
merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan dalam diri manusia supaya dapat disaksikan. Setiap
tajalli akan melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga seseorang yang menerimanya akan
merasakan kebaikan di dalamnya. Ahli tasawuf berkata bahwa tasawuf tidak lain adalah
menjalani takhalli (hati), tahalli (diri), dan tajalli (jiwa) yaitu mengosongkan jiwa dari sifat
buruk, menghiasi jiwa dengan sifat yang baik dengan tujuan untuk menyaksikan dengan
pengelihatan hati bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang bagaimana cara
mensucikan jiwa, menjernihkan ahklak yang bersumber dari nilai keislaman.
Psikologi merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang perilaku maupun mental
yang ada pada diri manusia. Psikologi dan tasawuf itu sendiri memiliki beberapa
kesamaan yaitu memiliki konseptual tentang potensi manusia dan memiliki
persamaan pada konsepsi perkembangan jiwa manusia.
Psikologi dan tasawuf dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang membahas tentang
kejiwaan manusia dan meiliki peran untuk memberikan solusi dan mengatasi berbagai
macam problem atau permasalahan manusia dalam menjalani kehidupan. Sebelum
psikologi modern berkembang, islam sudah mempelajari tentang kejiwaan, yakni
ilmu tasawuf sebagai ilmu yang didalamnya ada istilah pembersihan jiwa. Dalam
pengertian beberapa tokoh seperti Zakaria Al-Anshari mengatakan bahwa tasawuf
adalah ilmu yang berisi tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti secara lahir
dan batin untuk memperoleh kebahagian yang baik.
B. Saran
Berdasarkan uraian isi makalah penulis menyadari jika dalam penyusunan
makalah ini masih ada banyak kekurangan serta jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik darn saran dari pembaca agar
nantinya penulis segera melakukan perbaikan susunan makalah dengan pedoman dari
kritik dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Husnaini, R. (2016). Hati, Diri dan Jiwa (Ruh). Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 1 No 2 2016, 62-
74.

Wahyudi, M. A. (2018). Psikologi Sufi: Tasawuf Sebagai Psikoterapi. Estoterik: Jurnal Akhlak dan Tasawuf
Volume 4 Nomor 2 2018, 4, 387-397.

Harahap, K. (2013). Hubungan Antara Tasawuf dan Psikologi. Oct 19, 2013

Syukur, Menggugat Tasawuf. H.30

Zarrina, C. (2007). Tokoh Sufi Wanita Rabi'ah al-Adawiyyah. Motivator ke Arah Hidup Lebih Bermakna :
Jurnal Ushuluddin Bil 12,2007, H. 29-43

Fakhry. Sejarah Filsafat Islam.H. 329

Muzakkir. (2007). Tasawuf dalam Kehidupan Kontemporer. Jurnal Ushuluddin Bil 26,. H 63-70

Michael E. Marmura. (2002). Ghazali and Ash"arism Revisted". dalam Arabic Sciences and Philosophy.
Vol. 12, H 91-110

Ja'far S. (2008). Pertemuan Terekat dan NU.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), H 31

Anda mungkin juga menyukai