Anda di halaman 1dari 4

A.

Doktrin-doktrin Asy’ariyah
Secara umum pandangan kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham
Mu’tazilah. Di antara paham Asy’ariyah, sebagai berikut:1
1. Sifat Tuhan
Imam Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat, mustahil Tuhan mengetahui
dengan Dzat-Nya, karena dengan demikian Dzat-Nya adalah pengetahuan
dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan, padahal Tuhan bukan pegetahuan
melainkan Yang Mengetahui. Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan
pengetahuan-Nya bukanlah Dzatn-Nya. Pemahaman ini bertolak belakang
dengan kaum Mu’tazilah yang berpendapat bahwa Tuhan mengetahui dengan
Dzat-Nya dan bukan dengan sifat.
2. Al-Qur’an bukan diciptakan
Berbeda denga pandangan kaum Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-
Qur’an diciptakan (baru), maka Abu Hasan Al Asy’ari melansir pendapat
yang berbeda dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an tidaklah diciptakan.
Karena menurutnya jika Al-Qur’an diciptakan maka sesuai dengan ayat ini
          
Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)",
Maka jadilah ia.
Untuk penciptaan Al-Qur’an tentu perlu kata “Kun”, dan untuk terciptanya
“Kun” ini perlu kepada kata “Kun” yang lain, dan seterusnya sehingga
terdapat rentetan “Kun” yang tidak berkesudahan. Jelas ini tidak mungkin,
dan oleh karenanya tidak mungkin Al-Qur’an itu diciptakan.
3. Melihat Allah
Imam Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak
denga mata kepala manusia.
4. Perbuatan Manusia

1
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia,
2016), h. 119-121
Pendapat Asy’ariyah yang paling menyita perhatian adalah
pandangannya tentang “perbuatan manusia”. Imam Al-Asy’ari meluncurkan
teori al-kasb sebagai jalan tengah di antara pandangan Jabariyah dan
Qadariyah. Diantaranya ialah:2
a. Perbuatan manusia bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri,
sebagaimana dinyatakan Mu’tazilah, melainkan diciptakan oleh Tuhan.
Argumen yang dimajukan untuk menggugurkan pendapat Mu’tazilah
adalah bahwa perbuatan kufur adalah perbuatan buruk, tetapi orang kafir
ingin menghendaki supaya perbuatan kufur itu bersifat baik. Apa yang
diinginkan oleh orang kafir ternyata tidak dapat diwujudkan. Demikian
pula, perbuatan iman sebagai perbuatan baik, tetapi berat dan sulit
dilaksanakan. Orang-orang mukmin tentu menginginkan supaya
perbuatan iman itu tidak berat dan tidak sulit, akan tetapi yang
dikehendakinya itu ternyata tidak dapat diwujudkan. Dengan demikian
yang mewujudkan perbuatan kufur itu bukanlah orang kafir sendiri (yang
tak sanggup membuat kufur bersifat baik) akan tetapi Tuhanlah yang
mewujudkannya dan Tuhan memang berkehendak supaya kufur bersifat
buruk.
b. Bahwa yang menciptakan “iman” bukanlah orang mukmin, akan tetapi
Tuhanlah yang menciptakannya dan tuhan memang menghendaki supaya
iman bersifat berat dan sulit.
c. Dalam mewujudkan perbuatannya manusia mempunyai usaha (kasb),
hanya saja daya yang ada dalam diri manusia tidak akan berpengaruh
apa-apa terhadap kegiatannya.
Konsep yang dibangun Al-Asy’ari dengan teori “kasb” ini
menggambarkan betapa sulitnya persoalan perbuatan manusia (antara
perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia itu sendiri).
5. Tentang Keadilan Tuhan
Imam Al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuha berkuasa mutlak dan taka da
sesuatu pun yang wajib bagi-Nya. Tuhan berbuat sekehendak-Nya, sehingga

2
Ibid, h. 121-122
Tuhan bisa memasukkan seluruh manusia ke surga dan ini tidak dikatakan
tidak adil. Begitu juga Tuhan bias memasukkan manusia ke neraka dan dia
tidak diakatakn zalim.
Gerak dalam diri manusia mengambil berbagai bentuk, duduk, berdiri,
berbaring berjalan dan sebagainya. Gerak sebagai jenis adalah ciptaan Tuhan,
tetapi duduk, berdiri, berbaring, berjalan dan sebagainya yang merupakan species
dari gerak adalah perbuatan manusia.3

B. Doktrin-doktrin Ma’turidiyah
Dalam memahami ajaran Ma’turidiyah perlu dipahami terlebih dahulu
beberapa pendapat Asy’ariyah untuk melihat titik pembeda anatara keduanya.
sebagai berikut:4
1. Mengenai Sifat-sifat Allah SWT
Aliran Asy’ariyah mengatakan sifat-sifat Allah itu merupakan sesuatu
yang berada di luar Dzat. Mereka juga menetapkan adanya Qudrah, Iradah,
‘Ilmu, Hayah, Sama’, Bashar dan Kalam pada Dzat Allah. menurut mereka,
semua itu merupakan sesuatu di luar Dzat-Nya. Sementara itu bagi
Mu’tazilah tidak ada sesuatu di luar Dzat-Nya. Di antara dua paham ini, al-
Ma’turidi menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah SWT., tetapi ia mengatakan
bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu di luar Dzat-Nya, bukan pula sifat-sifat
yang berdiri pada Dzat-Nya dan tidak pula terpisah dari Dzat-Nya.
2. Melihat Allah SWT
Ada beberapa nash Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah SWT.
dapat dilihat, seperti firman Allah SWT:
       
22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. 23. kepada
Tuhannyalah mereka melihat.

3
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Kencana Prenadamedia: Jakarta, 2014), h.
97
4
Nunu Burhanuddin, Op.cit, h. 129-130
Berdasarkan firman tersebut, al-Ma’turidi menetapkan bahwa Allah
dapat dilihat pada hari kiamat. Ini dikarenakan pada hari kiamatitu
merupakan salah satu keadaan khusus.
3. Pelaku Dosa Besar
Al-Ma’turidi mengatakan bahwa orang Mukmin yang berdosa adalah
menyerahkan persoalan mereka kepada Allah SWT. Jika Allah menghendaki
maka Dia mengampuni mereka sebagai karunia, kebaikan dan rahmat-Nya.
Sebaliknya, jika Alah SWT. menghendaki, maka Dia menyiksa mereka sesuai
dengan kadar dosa mereka. Dengan demikian, orang mukmin berada di anatar
harapan dan kecemasan. Allah boleh saja menghukum dosa kecil dan
mengampuni dosa besar sebagaimana dalam firmannya:
           
         
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh
ia telah berbuat dosa yang besar.

Menurut Ma’turidi, Tuhan tidaklah mempunyai kewajiban-kewajiban.


Perbuatan Tuhan pada hakikatnya hanyalah mengandung Hikmah, baik itu dalam
ciptaan maupun dalam perintah dan larangannya. Ini berarti perbuatan Tuhan
terlaksana bukan karena terpaksa. karena itu tidak bias dikatakan wajib. Al-
ma’turidi juga menolak pandangan al-manzilah bayn al-manzilatain Muktazilah.
menurutnya orang mukmin yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Masalah
dosa besar yang telah dilakukan oleh orang mukmin tadi akan ditentukan kelak
oleh Tuhan di akhirat.5
Namun dalam beberapa hal al-Ma’turidi sejalan dengan Mu’tazilah, seperti
paham al-Wa’ad Wa a-wa’id. Menurut Ma’turidi janji dan ancaman Tuhan tidak
boleh tidak mesti berlaku kelak. Apa yang telah dijanjikan Tuhan tidak boleh
tidak berlaku.

5
Yunan Yusuf, Op.cit, h. 102

Anda mungkin juga menyukai